UPAYA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENANGGULANGI ANAK JALANAN YANG MENGGANGGU KETERTIBAN UMUM DI KOTA BANDAR LAMPUNG

  

UPAYA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM

MENANGGULANGI ANAK JALANAN YANG MENGGANGGU

KETERTIBAN UMUM DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Jurnal)

  

Oleh

Nevirianty Sukma

1412011307

  

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

  

ABSTRAK

UPAYA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM

MENANGGULANGI ANAK JALANAN YANG MENGGANGGU

KETERTIBAN UMUM DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh :

Nevirianty Sukma, Firganefi, Tri Andrisman

  Email:

  Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan baik itu perempuan maupun laki-laki. Keberadaan mereka beban bagi pemerintah Kota Bandar Lampung. Peraturan Daerah No 15 Tahun 2013 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja, bahwa Satuan Polisi Pamong Praja merupakan salah satu pihak yang ikut serta dalam melakukan penertiban anak jalanan sesuai dengan Peraturan daerah Nomor 3 Tahun 2010. Permasalahan penelitian yaitu Bagaimanakah Upaya Satuan Polisi Pamong Praja dalam menanggulangi anak jalanan yang mengganggu ketertiban umum serta Apakah faktor penghambat Polisi Pamong Praja dalam menanggulangi anak jalanan yang mengganggu ketertiban umum. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data menggunakan data primer dan data skunder. Narasumber terdiri dari Kepala bagian Satuan Polisi Pamong Praja, Anggota Dinas Sosial dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa upaya satuan polisi pamong praja dalam menanggulangi anak jalanan yang mengganggu ketertiban umum dan faktor penghambat satuan polisi pamong praja dalam menanggulangi anak jalanan yang mengganggu ketertiban umum yaitu kurangnya saranan dan prasarana, minimnya anggaran dana dari Pemerintah Daerah, kurangnya kesadaran para pemberi uang dan sanksi hukuman yang diberikan tidak ada efek jera terhadap anak jalanan. Diharapkan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung meningkatkan pelayanan Kota Bandar Lampung, serta dapat meningkatkan koordinasi dan kerjasama yang baik yang menangani anak jalanan seperti Dinas Sosial.

  Kata Kunci: Satuan Polisi Pamong Praja, Anak Jalanan, Ketertiban Umum

  

ABSTRACT

POLICE FOREIGN UNIT PATIENT ON THE STREET CHILDREN

INTERGRADING PUBLIC INSURANCE IN CITY BANDAR LAMPUNG

  

Street children are children who spend their time on the streets whether it be

women or men. Their existence is a burden for the city government of Bandar

Lampung. Mayor Regulation No. 15 of 2013 on the Duties, Functions and

Working Procedures of the Civil Service Police Unit, that the Civil Service Police

Unit is one of the parties who participated in conducting curbing of street

children in accordance with Local Regulation No. 3 of 2010. The research

problem is how the Unit Efforts Civil Service Police in tackling street children

who disturb public order and Do the inhibiting factors of Civil Service Police in

tackling street children who disturb public order. This research uses normative

juridical and juridical empirical approaches. Data source uses primary data and

secondary data. The speakers consisted of the Head of the Civil Service Police

Unit, the Social Service Member and the Lecturer of the Criminal Law

Department of the Law Faculty. Data analysis using qualitative analysis. Based

on the results of research and discussion it can be concluded that the efforts of

civil service police units in tackling street children who disrupt public order and

inhibiting factors of civil service police units in tackling street children who

disrupt public order is the lack of saranan and infrastructure, the lack of budget

funds from the Regional Government, lack of awareness of money givers and

punishment sanctions given there is no deterrent effect on street children. It is

expected that the Municipal Police Unit of Bandar Lampung City improve the

service of Bandar Lampung City, and can improve the coordination and good

cooperation that handles street children such as Social Service.

  Keywords: Civil Service Police Unit, Street Children, Public Ord

I. PENDAHULUAN

  Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan baik itu perempuan maupun laki-laki mereka ditelantarkan oleh keluarganya yang tidak mampu menanggung beban kemiskinan dan keretakan keluarganya. Dikhawatirkan terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis mereka menghadapi resiko kecelakaan lalu lintas, perkelahian dan kekerasan lainnya Pada awalnya anak jalanan diartikan sebagai anak yang hidup dijalanan sepanjang hari, orang awam sering menyebut mereka dengan istilah gelandangan, atau gembel yang menjalankan seluruh kegiatannya seperti tidur, istirahat, mencari makan, mencari uang, atau bermain di jalanan. Sebagian besar dari mereka hidup terpisah dari keluarga (orang tua atau saudara kandung) bukan saja terpisah fisik, namun juga non fisik mereka juga tidak pernah menerima bantuan keluarga.

  Anak jalanan selalu di pandang negatif oleh kebanyakan orang, karena keberadaan mereka yang ada di jalanan dan melakukan aktivitas ekonomi. Selain itu anak jalanan diartikan sebagai anak yang berbuat nakal dan mengganggu ketertiban umum, di jalanan mereka hidup tanpa aturan yang bersifat logistik yang ada adalah aturan yang mereka buat sendiri sehingga aturan yang berlaku menjadi “hukum rimba” dengan kata lain di dalam kehidupan mereka siapa yang kuat dialah yang menang, itu adalah aturan yang harus dipatuhi.

  Keberadaan mereka merupakan Pemerintah Daerah khususnya dalam hal ini Polisi Pamong Praja.

  Peraturan Walikota No 15 Tahun 2013 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja, bahwa Satuan Polisi Pamong Praja merupakan salah satu pihak yang ikut serta dalam melakukan penertiban anak jalanan, gelandangan dan pengemis sesuai dengan Peraturan daerah Nomor 3 Tahun 2010.

  Contoh kasus tentang anak jalanan “Polisi Pamong Praja (Bapol PP) Kota Bandar Lampung kembali menggelar razia anak jalanan (anjal), gelandangan dan pengemis (gepeng), serta pekerjaan seks komersial (PSK), selasa (12/9) malam. Dalam razia tersebut petugas mengamankan belasan anjal dan dua PSK. Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Dinas Sosial Kota Bandar Lampung Murzarin Daud mengatakan telah menerima beberapa kali anjal, gepeng, serta PSK dari Bapol PP Kota Bandar lampung. Ini sudah sekian kalinya rabu siang ini kami terima empat orang yang terdiri dari dua anjal dan dua PSK. Nanti kami panggil keluarganya, jika tidak ada keluarga yang datang maka akan diteruskan ke panti rehabilitasi, sedangkan anjal yang bernama Wawan terus memohon belas kasihan kepada staf Dinsos Kota Bandar Lampung untuk segera dipulangkan. Sementara itu, PSK yang tertangkap mengaku tidak sedang bekerja lagi. Murzarin mengatakan mereka yang tertangkap akan di data dahulu dan memanggil pihak keluarganya. Kemudian yang bersangkutan akan membuat surat pernyataan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Meski demikian tahapan dalam penindakan masalah sosial ini pertama peringatan jika belum jera maka akan ada pembinaan kalau memang belum juga maka akan dilakukannya sanksi berupa denda sesuai dengan perda larangan mengemis yang berlaku. Kepala Seksi Penertiban Umum Satpol PP Bandar Lampung Jan Roma menjelaskan dalam penertiban tersebut pihaknya mengerahkan 15 personel, sementara lokasi yang dilakukan pertiban ada emapat lokasi. Lokasi yang kami tertibkan di jalan Soekarno Hatta, Pasar Tengah, daerah Mangga Dua Teluk Betung dan Tugu Adipura.

  perdebatan antara polisi dan anak punk yang membuat warga masyarakat sekitar resah dan terganggu akan adanya peristiwa tersebut.

  yang berlaku di Indonesia tindakan pemalakan ini masuk kedalam tindak pidana yang mengganggu ketertiban umum. Melihat fakta yang ada pada saat ini penulis menganggap bahwa penanganan kasus Anak Jalanan yang Mengganggu Ketertiban Umum ini merupakan suatu hal yang penting dan sehingga harus segera di cari solusi untuk menangani dan menaggulanginya. Permasalahan dalam jurnal ini adalah:

   diakses pada tanggal 26 oktober 2017 pukul 19:00

  a.

  Bagaimanakah upaya satuan polisi pamong praja dalam menanggulangi anak jalanan yang mengganggu ketertiban umum di Kota Bandar Lampung? b. Apakah faktor penghambat polisi pamong praja dalam menanggulangi anak jalanan yang mengganggu ketertiban umum di Kota Bandar Lampung?

  Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data menggunakan data primer dan data skunder. Narasumber terdiri dari Kepala bagian Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Anggota Dinas Sosial dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.

1 Hal ini menyebabkan terjadinya

2 Berdasarkan aturan hukum

  II. PEMBAHASAN A. Upaya Satuan Polisi Pamong Praja dalam Menanggulangi Anak Jalanan yang Mengganggu Ketertiban Umum di Kota Bandar Lampung

  Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Mansi,

  3

  bahwasannya Satuan Polisi Pamong Praja untuk menanggulangi anak jalanan kurangnya sarana dan prasaranan yang tidak memadai dan sudah terorganisir tetapi pemerintah masih belum memberikan dana untuk menanggulanginya anak jalanan. Upaya penanggulangan anak jalanan yang mengganggu ketertiban umum dilakukan dengan pembinaan dan penyuluhan. Sesuai Perda No. 16 Tahun 2002 dalam penertiban dan penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di wilayah Kota Bandar Lampung, Satuan Polisi Pamong Praja berupaya membantu Pemerintah Daerah dalam menuntaskan masalah anak jalanan yang ada di Kota Bandar Lampung dengan dilakukannya razia secara rutin. Dimana dalam Perda tersebut bahwa gelandangan, pengemis dan anak jalanan dilarang berada di jalan umum maupun persimpangan jalan untuk melakukan aktivitas pengemisan atau dengan cara apapun untuk mendapat belas kasihan dari orang lain. Sejauh ini Satuan Polisi Pamong Praja telah melakukan tugasnya berdasarkan Perda tersebut.

  Pendapat tersebut ditambahkan sebagaimana hasil wawancara dengan Tole Dailami selaku Pembina Utama Muda atau Kepala Dinas Sosial Kota Bandar Lampung,

  4

  dalam melakukan pembinaan terhadap anak jalanan, Dinas Sosial Kota Bandar Lampung memiliki program sebagai berikut : Penanggulangan dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat untuk mencegah berkembangnya dan meluasnya jumlah penyebaran dan kompleksitas permasalahan adanya anak jalanan, usaha pencegahan yang dilakukan antara lain: a.

  Pendataan.

  b.

  Pemantauan.

  c.

  Pengendalian dan Pengawasan.

  d.

  Sosial dan Penyuluhan. Bahwa anak jalanan adalah salah satu masalah sosial yang kompleks dengan masalah sosial lain, terutama kemiskinan. Penanggulangan anak jalanan tidaklah sederhana maka dari itu pelaksanaan program merupakan penerapan segala keputusan dan peraturan-peraturan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk terealisasinya tujuan dari program tersebut, antara lain pencegahan dilakukan dengan cara sosialisasi kepada anak jalanan melalui kerjasama dengan satuan Polisi Pamong Praja untuk melakukan kegiatan razia anak jalanan. Rehabilitasi anak jalanan yang hasil razia nya di data dan di tampung di rumah singgah yaitu tempat yang memang disedakan untuk membina anak-anak jalanan yang terjaring dalam razia. Pemberdayaan ini dimaksudkan agar nantinya anak- anak jalanan tersebut dapat memiliki keterampilan tertentu yang nantinya dapat mereka jadikan bekal dalam bekerja, hal inilah yang diharapkan secara perlahan dapat membuat mereka berhenti menjadi anak jalanan.

  Sebagaimana dikatakan Erna Dewi,

  5

  bahwa Upaya Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menanggulangi Anak Jalanan Yang Mengganggu Ketertiban Umum yang menjadi faktor utamanya adalah belum adanya himbauan dari penegak hukum atau pemerintah supaya anak jalanan, gelandangan dan pengemis itu tidak melakukan kegiatan- kegiatan seperti itu lagi. Mereka akan jera apabila teori preventif atau teori non penal dapat di jalanankan.

  Berdasarkan pendapat para narasumber mengenai upaya polisi pamong praja dalam menanggulangi 5 Hasil Wawancara Erna Dewi, Dosen anak jalanan yang mengganggu ketertiban umum di Kota Bandar Lampung yaitu dengan adanya Pelayanan rehabilitasi sosial di dalam pembangunan sosial khususnya dalam dimensi pelayanan kesejahteraan sosial, memiliki kedudukan yang cukup penting, karena kegiatan rehabilitasi sosial bertujuan memulihkan kemampuan- kemampuan seseorang sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal memberikan kontribusi yang besar dan cukup berarti dalam mewujudkan tujuan pembangunan sosial. Usaha rehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dalam tata kehidupan bermasyarakat dan peningkatan taraf kesejahteraan sosial terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang dilakukan melalui sistem panti dan luar panti. Tujuan rehabilitasi sosial itu sendiri yaitu untuk memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi sosial seseorang sehingga dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas berakhlak mulia. Rehabilitasi merupakan upaya yang bertujuan untuk mengintergrasikan seseorang yang mengalami masalah sosial kedalam kehidupan masyarakat dimana dia berada.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Mansi,

  6

  bahwa yang menjadi faktor penghambat dalam penertiban dan penanggulangan pengemis anak jalanan dan gelandangan adalah sebagai berikut : 1.

  Budaya Masyarakat Kota Bandar Lampung yang menghabiskan member dan empati menjadi daya tarik tersendiri bagi para anak jalanan, gelandangan dan pengemis untuk terus meminta-minta dan sulit menghilangkan keberadaan pengemis anak jalanan dan gelandangan di Kota Bandar Lampung.

  2. Minimnya anggaran dana dari pemerintah daerah untuk pembinaan dan penanggulangan pengemis anak jalanan dan gelandangan sehingga pembinaan dan penampungan belum sepenuhnya berjalan secara menyeluruh dan maksimal.

  3. Kurangnya kesadaran para pemberi uang atau pengendaraan roda empat maupun roda dua bahwa memberi uang kepada gelandangan, pengemis dan anak jalanan adalah melanggar Undang-Undang.

  4. Adanya dukungan dari koordinator atau oknum, orang tua yang masih mengarahkan dan melindungi anak jalanan dan gelandangan, pengemis pada saat pelaksanaan razia.

B. Faktor Penghambat Polisi Pamong Praja dalam Menanggulangi Anak Jalanan yang Mengganggu Ketertiban Umum di Kota Bandar Lampung

  5. Terbatasnya saranan dan prasaranan untuk menampung khusus pengemis anak jalanan dan gelandangan di Kota Bandar Lampung.

  6. Sanksi dan hukuman yang diberikan kepada pengemis anak jalanan dan gelandangan serta koordinatornya kurang tegas sehingga tidak ada efek jera yang dirasakan oleh para pengemis anak jalanan dan gelandangan.

  7. Kurangnya kerjasama dengan instansi-instansi lain yang memberikan penanganan kepada pengemis anak jalanan dan gelandangan.

  8. Peraturan yang mengatur dalam penertiban dan penanggulanagan dan pengemis anak jalanan dan gelandangan kurang diperhatikan dan kurang disosialisasikan ke masyarakat.

  Pendapat tersebut ditambhakan dari hasil Wawancara dengan Tole Dailami,

  7

  bahwa hampir semua permasalahan sosial berakar dari kemiskinan, jadi memang permasalahan sosial sangat meningkat pula. Termasuk masalah anak jalanan sebagai masalah sosial juga berakar dari masalah kemiskinan maka dari itu anak turun kejalanan karena faktor kemiskinan itu yang pertama, yang kedua karena faktor lingkungan sosial. Ketiga faktor pendidikan yang rendah, berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar orang tua anak jalanan mengenyam pendidikan yang rendah rata-rata hanya lulusan SD atau SMP, sepertihalnya orang tua anak jalanan yang ditemui yaitu anti dengan pendidikan akhirnya hanya bersekolah sampai SD saja.

  Berdasarkan hasil Wawancara dengan Erna Dewi,

  8

  ia mengatakan bahwa keberadaan anak jalanan merupakan salah satu permasalahan sosial yang membutuhkan penanganan secara intensif dan mendalam agar bisa bersentuhan langsung dengan akar penyebab permasalahannya. Penyebab anak turun ke jalan pada dasarnya adalah kesulitan ekonomi, yang ada di lingkungan keluarga walupun ada penyebab lain seperti keretakan rumah tangga, perceraian, pengaruh teman dan lingkungan sosial setempat. Kesulitan ekonomi akan menciptakan suasana yang tidak kondusif dalam lingkungan keluarga sehingga kebutuhan-kebutuhan pokok menjadi tidak terpenuhi, dan anak akan mencari cara agar bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam menanggulangi anak jalanan yang mengganggu ketertiban umum ialah, faktor kurangnya kesadaran masyarakat yang masih memberikan uang kepada anak jalanan, gelandangan dan pengemis dan aparat penegak hukum tidak melakukan upaya preventif atau himbauan-himbauan di sekitarnya, faktor lingkungan ketika mereka berada di lingkungan temannya yang kurang baik sehingga mereka ikut-ikutan menjadi anak jalanan, pengemis dan gelandangan, faktor ekonomi orangtua yang membuat mereka menjadi seperti anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Kurangnya perhatian pemerintah untuk menangani anak 8 Hasil Wawancara Erna Dewi, Dosen jalanan, gelandangan dan pengemis sehingga aparat penegak hukum yaitu Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Sosial kurangnya sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti tempat penampungan dan tempat rehabilitasi anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Anak jalanan, gelandangan dan pengemis semakin ada di mana-mana karena kurang diterapkannya sanksi pidana bagi para pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2010. Apabila pelanggaran dan pembinaan bagi pengguna jalanan yang diduga melanggar atas ketentuan, maka akan mendapatkan sanksi denda dan atau ancaman kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah).

  Berdasarkan hasil penelitian dan pelaksanaan yang diuraikan, maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut :

  1. Penegakan hukum pidana adalah salah satu cara atau upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menanggulangi permasalahan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Bandar Lampung. Penegakan hukum pidana terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis ini belum berjalan atau belum dilaksanakan secara maksimal, hal tersebut terlihat dari tidak adanya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat di Kota Bandar Lampung atas ketentuan Pasal 504 KUHP (tindak pidana pengemisan) dan 2.

  Berikutnya implementasi penegakan hukum pidana oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung atas ketentuan Undang-Undang Nomor

  3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum juga belum dilakukan secara maksimal. Karena tahapan-tahapan proses penegakan hukum pidana tersebut belum dilakukan secara tuntas dan menyeluruh yaitu berupa : razia, penampungan sementara, rehabilitasi, dan seleksi serta pelimpahan dan siding Tipiring (Tindak Pidana Ringan) yang menyebabkan upaya penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Bandar Lampung belum berjalan efektif dan maksimal.

III. PENUTUP A. Kesimpulan

  3. Faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Bandar Lampung tersebut adalah faktor struktur hukum (legal structure) yaitu terkait dengan kinerja aparat penegak hukum belum maksimal, berikutnya faktor substansi hukum (legal substance). Belum adanya aturan pidana bagi masyarakat pemberi kepada anak jalanan, gelandangan dan pengemis faktor budaya hukum (legal culture) yaitu masih kurang pedulinya masyarakat Kota Bandar Lampung akan permasalahan anak jalanan, gelandangan dan pengemis.

  4. Masih adanya masyarakat yang memberikan sesuatu atau uang kepada anak jalanan, gelandangan dan pengemis, nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat bertentangan dengan ide pemidanaan terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis, dan sikap mental aparat penegak hukum yang lunak atau kurang tegas. Faktor- faktor yang mendukung penegakan hukum pidana terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis adalah faktor struktur hukum (legal structure) yang berupa sarana atau fasilitas dan petugas pelaksanaan operasi razia atau pertiban yang dimiliki oleh Satuan Polisi pamong Praja Kota Bandar Lampung belum memadai, dan faktor substansi hukum (legas substance) itu sendiri karena keberadaannya sebagai dasar pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Bandar lampung masih sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

  Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyarankan :

  1. Perlu adanya peningkatan kinerja, koordinasi dari lembaga atau aparat penegak hukum terkait Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Sosial agar pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Bandar Lampung dapat dilakukan secara lebih tegas dan konsekuen.

  2. Evaluasi dan perbaikan secara menyeluruh segera dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dan aparat penegak hukum untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam penegakan hukum pidana terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis baik itu yang terkait dengan faktor struktur hukum, faktor substansi hukum, maupun budaya hukum yang mana upaya tersebut diatas dapat berupa perbaikan kinerja, pembuatan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung dan aparat penegak hukum khususnya tentang penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang di dalamnya juga mengatur sanksi pidana bagi masyarakat pemberi maupun anak jalanan, gelandangan dan pengemis

   diakses pada tanggal 26 oktober 2017 pukul 19:00 pada tanggal 27 oktober 2017 jam 21:00 Hasil Wawancara dengan Mansi, Satpol PP, Senin 09 April 2018.

B. Saran

  Hasil Wawancara dengan Ir Tole Dailami, Dinas Sosial, Selasa 17 April 2018 Hasil Wawancara Erna Dewi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasil wawancara Mansi, Satpol PP, Hasil Wawancara Erna Dewi, Dosen Senin 09 April 2018. Fakultas Hukum Universitas

  Lampung, Jumat 13 April 2018 Hasil Wawancara dengan Ir Tole Dailami, Dinas Sosial, Selasa 17 April 2018