Dakwah Nabi Muhammad SAW Periode Makkah

MAKALAH
DAKWAH NABI PERIODE MAKKAH DAN MADINAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam

Dosen Pengampu:
Ahmad Irfan Mufid, MA.

Disusun oleh:
1.

Sahara Adjie Samudera

11160110000055

2.

Mahmul Fadhilah Harahap

11160110000064

3.


Muhamad Mierza Mumtaza

11160110000016

Kelas 3 A Bilingual

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017 M/1438 H

DAFTAR ISI

 
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A.  Latar Belakang Masalah..........................................................................................   
B.  Perumusan Masalah ................................................................................................   

C.  Tujuan Penulisan .....................................................................................................   
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A.  Masyarakat Arab Pra-Islam ....................................................................................   
B.  Dakwah Nabi Periode Makkah ...............................................................................   
C.  Masyarakat Madinah Pra-Islam ............................................................................   
D.  Dakwah Nabi Periode Madinah ............................................................................   
E.  Pembentukan Negara Madinah dan Masyarakat Islam ........................................   
F.  Perbedaan Peran Nabi pada Periode Makkah dan Madinah .................................   
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 20
A.  Kesimpulan ...........................................................................................................   
B.  Saran .....................................................................................................................   
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 22
 

 

ii 

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Rasulullah ‫ ﷺ‬merupakan suri teladan bagi kita yang Allah turunkan
sebagai penyempurna Akhlak dan sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Dewasa ini, sedikit orang yang memahami perjuangan dan kisah Rasulullah
tetapi mereka lebih mudah mengidolakan seseorang yang tidak sepenuhnya
pantas dicontoh.
Sebagai seorang muslim hendaknya kita mengetahui sejarah Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬baik ketika beliau dalam berdakwah di Makkah maupun
Madinah setelah diangkat sebagai Rasul. Penting bagi kita untuk mengingat
kembali akan sejarah dan perjalanan Nabi untuk selalu kita contoh dan kita
teladani dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini, kami mencoba untuk
membuka, memaparkan tentang peran Rasulullah ‫ ﷺ‬dalam berdakwah pada
periode Makkah dan Madinah guna meneliti dan mengingat perjuangannya
sehingga dapat ditarik kesimpulan dan diambil pelajaran dari kisah dan
pemaparan perjuangan beliau.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi masyarakat Arab Makkah sebelum datangnya
Islam?

2. Bagaimana metode dakwah Nabi pada periode Makkah?
3. Bagaimana kondisi Madinah sebelum datangnya Islam?
4. Bagaimana peran Nabi dalam berdakwah di Madinah dan membangun
suatu negara Islam di Madinah?
5. Apa perbedaan peran Nabi ketika dalam periode Makkah dan
Madinah?

 

 

 

 

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi masyarakat Arab Makkah
sebelum datangnya Islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana metode dakwah Nabi pada periode
Makkah.

3. Untuk mengetahui bagaimana kondisi Madinah sebelum datangnya
Islam.
4. Untuk mengetahui bagaimana peran Nabi dalam berdakwah di
Madinah dan membangun suatu negara Islam di Madinah.
5. Untuk mengetahui dan dapat membedakan peran Nabi ketika dalam
periode Makkah dan Madinah.

 
 

 

BAB II
PEMBAHASAN

A. Masyarakat Arab Pra-Islam
Bangsa Arab sebelum Islam biasanya disebut Arab Jahiliyah, bangsa yang
belum berperadaban, bodoh, tidak mengenal aksara.1 Tetapi hal tersebut tidak
membuktikan bahwa bangsa Arab pada masa itu semuanya buta huruf dan tidak
dapat menulis. Hanya saja, hal tersebut menjelaskan sebutan bagi kebanyakan

masyarakat pada masa itu yang mana baca tulis bukan tolak ukur kepandaian dan
kecendekiaan.
Di sisi lain, tepatnya Arab bagian Utara, dikenal sebagai orang-orang yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menggubah syair, dan syair-syair itu
diperlombakan dan yang unggul di antaranya ditulis untuk digantung di Ka’bah.
Melalui tradisi sastra tersebut diketahui bahwa peristiwa-peristiwa besar dan
penting secara faktual ikut memberi pengaruh pada dan mengarahkan perjalanan
sejarah mereka.2 Biasanya peristiwa penting yang terjadi pada masa itu diabadikan
dalam bentuk syair, kisah, dongeng, nyanyian, dan sebagainya. Ini membuktikan
tidak semua bangsa arab itu bodoh (jahil), tetapi ada pula yang sudah jauh
berkembang ketimbang kelompok Arab yang lain.
Sayangnya, bangsa Arab belum mengenal sejarah dan tidak menuliskan
sejarah ke dalam bentuk karya tulis. Hal ini menyebabkan kisah-kisah atau
peristiwa nyata yang sudah terjadi mudah disusupi dengan dongeng dan mitos. Di
sisi lain, legenda lebih mendominasi ketimbang sejarah.
Menurut Muhammad Ahmad Tarhini dalam kitab Al-Mu’arrikhun wa alTarikh mengatakan bahwa dominannya legenda, tidak mungkin ditemukan suatu
kaidah dengannya orang dapat memisahkan yang faktual dari yang khayal.3
Maksudnya, perpaduan antara legenda dan kisah-kisah yang tak dapat dipercaya
                                                            


 Badri Yati , Historiografi Isla ,  Jakarta: Logos Wa a a Il u, 
 I id. 
 I id., hl .  . 

 

 

, hl . 



 

 

tersebut membuat banyak orang ragu (termasuk sejarawan) dengan kebenaran cerita
atau kisah-kisah tersebut.
Sejarah Arab sebelum Islam yang paling dapat dipercaya adalah tinggalantinggalan arkeologis yang masih dapat ditemukan di Yaman, Hadhramaut, sebelah
utara Hijaz dan sebelah selatan Suriah. Satu-satunya yang dapat diketahui adalah

penggalan-penggalan sejarah yang terdapat di gereja-gereja di Hirah, yang
kemudian dikaji oleh Al-Kalbi, sejarawan muslim kemudian. Dengan demikian,
data-data sejarah tentang masa sebelum Islam yang tercantum dalam karya-karya
sejarah yang ditulis pada masa Islam, menurut Husein Nashshar, harus diterima
dengan keraguan yang mendalam. Di samping itu, pengetahuan orang Arab
terhadap negeri-negeri tetangga, seperti Persia dan Romawi, juga merupakan ceritacerita yang bercampur legenda.4
Mengenai keyakinan masyarakat di sana, tahap pemujaan benda-benda
langit muncul sejak lama. Al-‘Uzza, al-Lat dan Manat memiliki tempat pemujaan
masing-masing yang disakralkan di daerah yang kemudian menjadi tempat
kelahiran Islam.5
Terdapat tiga berhala yang paling diagungkan pada masa itu, yaitu Al‘Uzza, Al-Lat, dan Manat yang semuanya ditaruh di tempat yang dianggap
memiliki kesakralan di dalamnya. Al-Uzza (yang paling agung, venus, atau bintang
pagi) dipuja di Nakhlah, sebelah Timur Makkah. Tempat pemujaannya terdiri atas
tiga batang pohon. Al-Lat (dari kata ilahat yang berarti Tuhan perempuan) memiliki
tempat pemujaan suci di dekat Tha’if, tempat berkumpul orang-orang Makkah dan
lainnya untuk beribadah Haji dan menyembelih binatang qurban. Untuk menjaga
kesucian tempat tersebut, maka di sana dilarang untuk menebang pohon, memburu
binatang, dan menumpahkan darah. Sedangkan Manat (berasal dari kata maniyah,
yang berarti pembagian nasib) adalah dewa yang (dipercaya) menguasai nasib.
Tempat suci utamanya adalah sebuah batu hitam di Qudayd, di sebuah jalan antara

Makkah dan Madinah. Dewa ini populer di kalangan suku Aus dan Khazraj.6
                                                            

 I id., hl .  . 
 Philip K. Hitti, History of the Ara s,  Jakarta: “era
 I id., hl . 
 – 


i Il u “e esta, 

, hl . 



 

 

Selain berhala-berhala di atas, ada dewa lainnya yang diagungkan, yaitu

Hubal (dari bahasa Aramaik, yang berarti roh), dan merupakan dewa tertinggi di
Ka’bah, direpresentasikan dalam bentuk manusia. Di sampingnya terdapat busur
dan anak panah yang digunakan untuk mengundi nasib oleh para kahin (peramal).7
Dari paham dan kepercayaan seperti itulah yang menjadikan salah satu alasan
mengapa Arab pada masa Pra-Islam disebut dengan Arab Jahiliyyah.
Di sisi lain, pada masa itu sampai masa kelahiran Nabi Muhammad,
khususnya di wilayah Hijaz sudah dikelilingi oleh berbagai pengaruh yang berbeda,
baik dari sisi intelektual, keagamaan, maupun material, baik yang datang dari
Bizantium, Suriah, Persia, dan Abissinia (Habasyah), maupun yang datang melalui
kerajaan Gassan, Lakhmi dan Yaman.8 Kendati demikian, meskipun bangsa Arab
(Hijaz) terjadi kontak lintas kebudayaan dengan wilayah lain, bukan berarti itu akan
mengubah budaya asli setempat. Tetapi di satu sisi, banyak pengaruh yang terjadi
hasil kontak budaya tersebut.
B. Dakwah Nabi Periode Makkah
Menurut

Shafiyurrahman

al-Mubarakfuri


dalam

kitabnya

Sirah

Nabawiyyah, periode Makkah dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:9
1. Fase dakwah sembunyi-sembunyi yang berjalan selama tiga tahun.
Makkah merupakan pusat agama bangsa Arab. Di sana ada peribadatan
terhadap Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang
disucikan seluruh bangsa Arab. Hal tersebut merupakan sesuatu yang jauh dari
ajaran Tauhid sebagaimana yang diajarkan Ibrahim dan Ismail. Oleh karena itu,
Islam datang untuk menjaga kesucian ka’bah dari perbuatan syirik tersebut.
Ketika Allah telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tentang Islam,
Rasulullah menampakkan Islam pada awal mulanya kepada orang-orang yang
paling dekat dengan beliau, yaitu anggota keluarga, dan sahabat-sahabat karib
beliau. Beliau menyeru kepada mereka yang memiliki kebaikan dan sudah
                                                            

 I id., hl . 

 I id., hl . 

 “hafiyurrah a  al‐Mu arakfuri, Sirah Na awiyah,  Jakarta: Ge a I sa i, 

, hl . 



 

 

dikenal dengan baik dan begitupun sebaliknya.10 Di dalam kitab Tarikh Islam,
mereka dikenal dengan sebutan al-sabiqun al-awwalun atau “yang terdahulu
dan yang pertama-tama (masuk Islam). Mereka di antaranya Khadijah binti
Khuwailid, Zaid bin Tsabit, ‘Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar al-Shiddiq, Utsman
bin ‘Affan, al-Zubair bin Awwam, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi
Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka adalah delapan orang yang lebih
dahulu masuk Islam yang kemudian disebut kelompok pertama sebagai “fajar
Islam”11.
Kelompok lain yang juga termasuk mula-mula masuk Islam adalah Bilal
bin Rabbah al-Habsyi, kemudian disusul kepercayaan umat ini, Abu Ubaidah
bin Amr bin al-Jarrah dari Bani Harits bin Fihr, Abu Salamah bin Abdul Asad,
Arqam bin Abil Arqam al-Makhzumy, Utsman bin Madz’un dan kedua
saudaranya, Qudamah dan Abdullah, Ubadah bin Harits bin Muththalib bin
Abdul Manaf, Sa’ad bin Zaid al-Adawiy dan istrinya Fathimah binti Khaththab,
Khabbab bin Arat, Abdullah bin Mas’ud al-Hadzaily, dan masih banyak lagi.
Mereka semua berasal dari kabilah Quraisy.12
2. Fase dakwah secara terang-terangan di tengah penduduk Makkah, yang dimulai
sejak tahun keempat kenabian hingga akhir tahun kesepuluh kenabian.
Sehubungan dengan hal ini, wahyu pertama yang turun adalah Surah alSyu’ara ayat 24 yang berbunyi:

َ ‫َب‬
٢١٤ ‫ي‬
ِ

َۡ ۡ َ َ َ َ ۡ ََ
‫شيتك ٱلق‬
ِ ‫وأن ِ ر ع‬

Artinya: “214. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat”.
Setelah ayat tersebut turun, hal pertama yang Rasulullah lakukan adalah
mengundang kerabat dekatnya, Bani Hasyim. Mereka pun datang memenuhi
                                                            
 I id., hl . 
 I id., hl . 
 I id. 

 – 




 

 

undangan beliau termasuk beberapa orang dari Bani Muththalib bin Abdul
Manaf.
Setelah pertemuan itu, Rasullah berdiri di bukit Shafa lalu berseru “Ya
shabahah!” (seruan untuk menarik perhatian orang untuk berkumpul di waktu
pagi dan biasa digunakan untuk berperang). Maka berkumpullah orang-orang
Quraisy. Beliau mengajak mereka kepada Tauhid dan beriman terhadap risalah
beliau dan hari akhir. Beliau kemudian berbicara, “Bagaimana menurut kalian
jika ku beritahu kepada kalian bahwa ada sepasukan berkuda di lembah sana
hendak menyerang kalian. Apakah kalian mempercayaiku?”. Mereka
menjawab, “Ya, tentu saja. Kami tidak pernah mengetahui kecuali Anda selalu
berbicara benar.” Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya aku ini adalah pemberi
peringatan bagi kalian dari adzab yang sangat pedih.” Maka Abu Lahab
menanggapi, “Celakalah engkau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini
engkau kumpulkan kami?”. Maka ketika itu turunlah ayat13,

َ َ ََ َ ٓ َ َ ۡ ََ
َ
١ ‫ب و تب‬
ٖ ‫تبت ي ا أ ِب له‬

Artinya: “1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa.” (Al-Qur’an Surah Al-Lahab ayat 1).
Setelah dakwah secara terang-terangan, pemimpin Quraisy mulai
berusaha menghalangi dakwah Rasul. Semakin bertambah jumlah pengikut
nabi, semakin keras tantangan yang dilancarkan kaum Quraisy. Menurut
Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang
seruan itu:14 (1) persaingan berebut kekuasaan. Mereka mengira tunduk kepada
agama Muhammad berarti tunduk kepada kekuasaan Bani Abdul Muththalib.
Sedang suku-suku bangsa Arab selalu bersaing untuk merebut kekuasaan dan
pengaruh. (2) penyamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta hamba sahaya.
Bangsa Arab hidup berkasta-kasta. Tiap-tiap manusia digolongkan kepada
                                                            

 I id., hl .   –  . 
 A. “yala i, Sejarah da  Ke udayaa  Isla  I,  Jakarta: Pustaka al‐Hus a, 

, hl . 

 – 



 

 

kasta yang tak boleh dilampauinya. Tetapi, seruan Nabi Muhammad
memberikan hak sama kepada manusia. (3) takut dibangkit. Agama Islam
mengajarkan bahwa pada hari kiamat manusia akan dibangkit dari kuburnya,
dan bahwa semua perbuatan manusia akan dihisab. (4) taklid kepada nenek
moyang. Taklid kepada nenek moyang secara membabi buta, dan mengikuti
langkah-langkah mereka dalam soal-soal peribadatan dan pergaulan adalah
suatu kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. (5) memperniagakan
patung. Ini adalah satu sebab materi. Salah satu dari perusahaan orang Arab
zaman dahulu, ialah memahat patung yang menggambarkan al-Lata, al-‘Uzza,
Manah dan Hubal. Patung-patung itu mereka jual kepada Jemaah-jemaah haji.
Kaum quraisy selalu berusaha untuk menumpas dan menindas agama Islam
dengan menempuh jalan apa saja15, salah satunya dengan memboikot Bani
Hasyim. Isi piagam pemboikotan tersebut antara lain: mereka memutuskan
segala bentuk hubungan dengan Bani Hasyim seperti pernikahan, silaturrahmi
dan jual beli.16
3. Fase dakwah di luar Makkah dan penyebarannya, yang dimulai sejak akhir
tahun kesepuluh kenabian hingga peristiwa hijrah Rasulullah ‫ﷺ‬.
Setelah penyiksaan dan semua perlakuan yang didapat oleh Nabi dari
kaum Quraisy di makkah, Nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam ke luar
kota dengan harapa dakwah nabi akan mendapatkan reaksi yang berbeda dari
yang diterima Nabi di kota Makkah.
Tanda-tanda konkret bahwa Nabi Muhammad akan menjadi pimpinan
komunitas baru berdasarkan ajarannya, dan terlepas dari komunitas Makkah
lainnya. Bulan ketujuh tahun kelima kenabian berangkatlah 11 orang laki-laki
beserta 4 wanita. Kemudian rombongan berikut menyusul hingga jumlah yang
hijrah ke Habsyi mencapai 70 orang. Di antaranya adalah Utsman bin Affan dan
istrinya (Ruqayyah putri Nabi Muhammad ‫)ﷺ‬, Zubair bin Awwam,
                                                            

 H.Mu zier “uparto da  Harja i Hef i, Metode Dakwah,  Jakarta: Pre ada Media, 

 Badri Yati , Sejarah Perada a  Isla ,  Jakarta: Raja ali Press, 
, hl .  . 

, hl . 

 

 

Abdurrahman bin Auf, Ja’far bin Abi Thalib, dan lain-lain. Mereka melakukan
hijrah untuk mengamankan agama yang baru mereka anut, bahkan bersedia
melepaskan keluarga dalam rangka membentuk kehidupan bersama di sebuah
negeri asing. Ikatan keagamaan ini lebih kuat daripada ikatan darah. Dengan
cara demikian, agama baru tersebut mengancam tata kemasyarakatan yang lama
sekaligus menggantinya dengan tata kemasyarakatan yang baru.17 Kedatangan
orang-orang Islam di Habsyi disambut dengan baik oleh Raja Nejus. Bahkan ia
memberikan perlindungan dan diizinkan untuk melaksanakan ibadah Islam. Dia
juga menolak permintaan suku Quraisy supaya mengembalikan orang-orang
mukmin ke Mekah. Di saat pengikut nabi hijrah ke Habsyi, dia tetap berada di
Mekah untuk berdakwah. Dia mendapat perlindungan dari Bani Hasyim.
Bahkan dua orang tokoh Quraisy masuk ke dalam Islam yakni Hamzah bin
Abdul Muththalib dan Umar bin Khaththab. Masuknya Umar ke dalam Islam,
di mana awalnya dia adalah musuh Islam yang sangat kuat. Diceritakan bahwa
sewaktu Umar akan pergi mencari Nabi untuk membunuhnya. Di tengah jalan
dia berjumpa dengan Naim bin Abdullah dan menanyakan tujuan kepergian
Umar. Umar lalu menceritakan tentang keputusannya membunuh nabi. Dengan
mengejek Naim mengatakan agar Umar lebih baik memperbaiki urusan rumah
tangganya lebih dahulu. Seketika itu juga Umar kembali ke rumah dan
mendapati iparnya sedang asyik membaca Al-Quran. Umar marah dan
memukul sang ipar dengan ganas. Kejadian itu tidak membuat ipar dan adiknya
meninggalkan Islam. Sehingga Umar meminta dibacakan kembali Al-Quran
tersebut. Kandungan arti dan alunan ayat-ayat Kitabullah ternyata membuat
Umar begitu terpesona, sehingga ia bergegas ke rumah nabi dan langsung
memeluk agama Islam.18
Pada bulan Syawwal tahun kesepuluh kenabian, atau tepatnya di
penghujung Mei atau awal Juni tahun 619 M, Nabi ‫ ﷺ‬keluar ke Thaif yang
letaknya kira-kira sejauh enam puluh mil (dari kota Makkah). Beliau pergi ke
                                                            

 Ria a ati, Sejarah Perada a  Isla ,  Po tia ak: “TAIN Press, 
, hl .  . 
 Pat a ati, Sejarah Dakwah Rasulullah saw di Mekah da  Madi ah,  Po tia ak: IAIN 
Po tia ak, tt , hl .  . 

 

 

sana lalu kembali ke Makkah dengan berjalan kaki. Beliau disertai
pembantunya, Zaid bin Haritsah. Dalam perjalanan, setiap kali bertemu dengan
suatu kabilah, beliau mengajak mereka kepada Islam. Namun tidak satu pun
memenuhi seruan beliau.19
Di Thaif, reaksi yang didapat sama dengan reaksi yang biasa nabi dapat
di Makkah, di Thaif nabi diejek, disoraki, dan dilempari batu, akhirnya nabi
memutuskan kembali ke makkah, sampai-sampai ketika Nabi berjalan kembali
ke makkah orang Thaif membuntuti nabi sambil melemparinya dengan batu
sampai terluka di bagian kepala dan badannya.
Rasulullah ‫ ﷺ‬kemudian keluar dari Thaif menyusuri jalan ke Makkah
dengan perasaan sedih dan hancur. Takkala beliau sampai di suatu tempat
bernama Qarnul Manazil, Allah mengutus Jibril kepadanya bersama malaikat
penjaga gunung yang menunggu perintahnya untuk menimpahkan alAkhasyabain (dua gunung di Makkah, yaitu Gunung Abu Qubais dan
Qu’ayqa’an) terhadap penduduk di Makkah. Tetapi nabi menolaknya seraya
berkata, “Bahkan aku berharap kelak Allah ‘azza wa jalla akan mengeluarkan
dari tulang sulbi mereka, orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak
menyekutukannya.”. Dari jawaban tersebut, tampak kepribadian yang istimewa
dan akhlak agung yang siapa pun tidak bisa menyamainya.20
Pada masa ini pula, Nabi mengalami peristiwa yang cukup menyedihkan
yaitu meninggalnya dua sosok penting dalam hidupnya yaitu pamanya Abu
Thalib dan juga istrinya Sayyidatina Khadijah.
Perjanjian Aqabah di awali dengan dakwah yang dilakukan Nabi
terhadap orang-orang Yatsrib yang datang ke Mekah pada musim haji. Sebagian
mereka menerima seruan Nabi dan masuk ke dalam Islam. Peristiwa ini
merupakan titik terang dalam perjalanan dakwah nabi, karena penerimaan
masyarakat Yatsrib terhadap misi yang disampaikannya membuka lembaran
baru dalam usaha beliau menyampaikan ajaran Islam. Akhirnya terjadilah
perjanjian Aqabah I pada tahun 621 dan setahun kemudian diadakan perjanjian
                                                            

 “hafiyurrah a  al‐Mu arakfuri, op. it., hl . 
 I id., hl .  . 



 

 

Aqabah II. Isi perjanjian tersebut, mereka mengundang nabi dan para
pengikutnya datang dan tinggal di kota mereka, dan bahkan menjadikan nabi
sebagai penengah dan juru damai dalam pertikaian-pertikaian yang terjadi di
antara mereka. Mereka juga menyatakan kesanggupan membela nabi dan para
pengikutnya dan menyertai beliau pindah dari Mekah ke kota mereka,
sebagaimana halnya mereka membela warga mereka sendiri. Dari perjanjian ini,
nabi mengirimkan kira-kira 60 keluarga ke Yatsrib terlebih dahulu, kemudian
nabi menyusul mereka ke Yatsrib. Kepindahan nabi dan para pengikutnya dari
Kota Makkah ke Yatsrib, dalam bahasa Arab dikenal hijrah, yang secara harfiah
berarti migrasi atau berpindah, peristiwa ini sangat menentukan sejarah
kerasulan Muhammad, bahkan penanggalan hijriah diambil dari peristiwa ini.
Kota Yatsrib menjadi pusat keagamaan dan komunitas muslim, nama Yatsrib
berubah menjadi al-Madinah yang berarti kota. Komunitas muslim disebut umat
yang berarti masyarakat.21 Di Mekah Muhammad merupakan pribadi biasa
yang berjuang melawan ketidakacuhan atau ketidakpedulian yang ada di
lingkungannya, dan kemudian juga melawan sikap permusuhan dari golongan
yang berkuasa. Masyarakat Mekah pada waktu itu terbagi atas dua bagian besar,
golongan merdeka dan golongan budak belian (al-hurr wal-abd). Dalam hal
kekayaan, mereka terbagi dua, orang kaya dan orang miskin (al-aghniya walfuqara). Dalam kekuatan politik, mereka hanya mengenal yang kuat dan yang
lemah (al-mala wal-dhu‟afa). Status sosial sedemikian pentingnya, sehingga
budak belian bukan saja tak dianggap sebagai manusia, melainkan
diperjualbelikan seperti binatang, sehingga melahirkan bayi wanita dianggap
aib yang luarbiasa.22 Dilukiskan di dalam al-Quran: “Ingatlah ketika anak
perempuan itu ditanya dosa apa (yang mereka lakukan, sehingga) mereka
dibunuh?” (QS. 81: 8-9).

                                                            

 Ber ard Le is, The Middle East, terj. A d. Ra h a  A ror,  Po tia ak: “TAIN Press, 

 Pat a ati, op. it, hl .  . 

, hl . 

 

 

C. Masyarakat Madinah Pra-Islam
Madinah yang merupakan pusat bermulanya Islam sebelum berkembang ke
seluruh dunia di mana ia menjadi tempat kelahiran pertama masyarakat Islam. Oleh
itu menjadi suatu kemestian untuk mendapat gambaran yang tepat mengenai
kedudukan bandar ini dari segi peradaban, kemasyarakatan, ekonomi, hubungan
antara kabilah, markas Yahudi, ketenteraman dan juga suasana yang menjadikan
bandar ini mewah dan kaya serta menjadi pusat pertemuan berbilang agama,
pelbagai kebudayaan dan masyarakat. Ia berlainan dengan Mekah yang hanya
mempunyai satu tabiat, satu agama yang dikongsi bersama oleh semua warganya.
Madinah lebih banyak terdapat air, iklimnya lebih sejuk daripada Mekah dan tabiat
penduduknya lembah-lembut sesuai dengan kehidupan kaum tani.23
D. Dakwah Nabi Periode Madinah
Madinah dianggap sebagai kelahiran baru agama Islam setelah ruang
dakwah di Makkah terasa sempit bagi kaum muslimin. Allah SWT memilih
Madinah sebagai pilot project pembentukan masyarakat Islam pertama. Madinah
memang layak dijadikan kawasan percontohan.24 Berawal dari respon orang-orang
Yastrib yang datang ke Makkah pada bulan haji terhadap seruan nabi, juga tidak
terlepas dari pribadi nabi yang dikenal sebagai orangyang tak pernah berbohong.
Pertama: Membangun masjid. Waktu Rasulullah ‫ ﷺ‬masuk Madinah,
penduduk Madinah yang sudah memeluk Islam (kaum Anshar) banyak yang
mengundang serta menawarkan rumah untuk beristirahat. Setelah nabi sampai di
tanah milik kedua orang anak yatim bernama Sahal dan Suhail keduanya anak Amr
bin Amarah di bawah asuhan Mu’adz bin Afra, berhentilah unta yang ditunggangi
nabi, kemudian beliau dipersilahkan oleh Abu Ayub Anshari untuk tinggal di
rumahnya. Setelah beberapa bulan nabi di situ maka beliau membangun Masjid
Nabawi pada sebuah tanah milik kedua anak yatim tersebut, tanah itu dibeli oleh
nabi untuk pembangunan masjid, juga untuk tempat tinggal. Masjid yang di bangun
                                                            

 “yl ia Nurhadi, Madi ah Se elu  Data g ya Isla , 
https:// ie uhadis ooks. o /
/ / / adi ah‐se elu ‐data g ya‐isla / , Diakses   
“epte er 
 
 Wahyu Ilahi da  Harja i Hef i, Sejarah Dakwah,  Jakarta: Rah at “e esta, 
, hl .  . 

 

 

tersebut berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat. Dalam kesempatan
ini nabi dan para pengikutnya berdiri bahu-membahu, mengajarkan keuntungan
yang tak terkirakan dari persaudaraan, dan menanamkan semangat persamaan antar
manusia.25 Masjid juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum
muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebagai tempat
bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, masjid pada masa
Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.26 Kedua: Menciptakan
persaudaraan baru Kaum muslimin yang berhijrah dari Mekah ke Madinah disebut
“Muhajirin” dan kaum muslimin penduduk Madinah disebut “Anshar”. Kaum
muslimin Mekah yang berhijrah ke Madinah banyak menderita kemiskinan, karena
harta benda dan kekayaan mereka ditinggalkan di Mekah, diwaktu mereka berhijrah
ke Madinah melarikan agama dan keyakinan yang mereka anut. Nabi Muhammad
‫ ﷺ‬menciptakan persaudaraan baru antara kaum muhajirin dengan kaum Anshar. Ali
bin Abi Thalib dipilih menjadi saudara nabi sendiri. Abu Bakar nabi saudara kan
dengan Kharijah ibnu Zuhair. Ja’far ibnu Abi Thalib dengan Mu’az ibnu Jabal.
Rasulullah telah mempertalikan keluarga-keluarga Islam. Masing-masing keluarga
mempunyai pertalian yang erat dengan keluarga-keluarga yang banyak, karena
ikatan

persaudaraan yang diadakan Rasulullah. Persaudaraan

ini pada

permulaannya mempunyai kekuatan dan akibat sebagai yang dipunyai oleh
persaudaraan nasab, termasuk di antaranya hal pusaka, hal tolong menolong dan
lain-lain.27
Ketiga:

Perjanjian

dengan

masyarakat

Yahudi

Madinah

Setelah

mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan Ashar, selanjutnya nabi
menjalin hubungan antara kaum muslim dengan golongan Yahudi penduduk
Madinah. Jalinan hubungan ini terwujud dalam bentuk perjanjian atau undangundang yang kemudian dikenal sebagai “Piagam Madinah” yang ditulis pada tahun

                                                            

 Ja il Ah ad, Hu dred Great Musli s, terj.  “eratus Musli  Terke uka ,  Jakarta: Pustaka 
Firdaus, 
, hl .  . 
 Badri Yati , Sejarah Perada a  Isla ,  Jakarta: Raja ali Press, 
, hl .  . 
 A. “yala i, op. it., hl . 


 

 

623 M atau tahun ke-2 H. di antara dictum perjanjian paling penting adalah sebagai
berikut:28
. Kaum muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk

dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
. Orang-orang Yahudi berkewajiban memikul biaya mereka sendiri, dan

kaum muslimin wajib memikul biaya mereka sendiri. - Apabila salah
satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak yang
diserang.
. Di antara mereka saling mengingatkan, dan saling berbuat kebaikan,

serta tidak akan saling berbuat kejahatan.
. Kaum

muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam

melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama.
. Bumi Yastrib menjadi tanah suci karena naskah perjanjian ini.
. Nabi Muhammad adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk

Madinah. Bila terjadi perselisihan di antara kaum muslimin dengan
kaum Yahudi, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada nabi sebagai
pemimpin tertinggi di Madinah.

E. Pembentukan Negara Madinah dan Masyarakat Islam
Nabi berhasil membangun sebuah Negara baru yakni Negara Madinah,
secara aklamasi nabi diangkat sebagai kepala Negara yang diberikan otoritas untuk
memimpin dan melaksanakan ketatanegaraan yang telah disepakati bersama. Jadi,
di Madinah beliau seorang penguasa, yang menjalankan kekuasaan politik dan
militer dan juga keagamaan.29
Madinah adalah wilayah pertanian, dihuni oleh berbagai klan dan tidak oleh
sebuah kesukuan yang tunggal, namun berbeda dengan Mekah, Madinah
merupakan perkampungan yang diributkan oleh permusuhan yang sengit dan
                                                            

 Wahyu Ilahi da  Harja i Hef i, op. it., hl . 
 Ber ard Le is, op. it., hl .  . 



 

 

anarkis antara kelompok kesukuan yang terpandang –Suku Aus dan Khazraj.
Permusuhan yang berkepanjangan mengancam keamanan rakyat kecil dan
mendukung timbulnya permasalahan eksistensi Madinah. Berbeda dengan
masyarakat Badui, masyarakat Madinah telah hidup saling bertetangga dan tidak
berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Selanjutnya berbeda dengan Mekah,
Madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang meninggalkan bentuk
kemasyarakatan absolut model Badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsurangsur diwarnai oleh unsur kedekatan ruang daripada oleh sistem kekerabatan.
Madinah juga memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besar
penduduknya lebih simpatik terhadap monoteisme.30 Namun setelah masyarakat
muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa
dendam dan tidak suka. Islam di Madinah bukan hanya sebuah agama, tetapi juga
mengatur Negara. Karena masyarakat Islam telah terwujud, maka menjadi suatu
keharusan Islam untuk menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang
baru terwujud itu. Sebab itu ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan dalam periode ini
terutama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat yang diturunkan itu diberi
penjelasan oleh Rasulullah. Mana-mana yang belum jelas dan belum terperinci
dijelaskan oleh Rasulullah dengan perbuatan-perbuatan beliau.31
Islam yang diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi melalui perantaraan
kenabian Muhammad ‫ ﷺ‬ditujukan sebagai pedoman bagi kehidupan di dunia dan
akhirat. Islam mengembang amanat untuk memerdekakan manusia dari segala
perbudakan dan membebaskan manusia dari segala penindasan. Islam tidak
mengenal batas-batas suku, keturunan, tempat tinggal, atau jenis kelamin. Semua
umat manusia, dalam pandangan Islam, mempunyai kedudukan setara. Sebab,
kemuliaan kedudukan manusia dalam Islam tergantung dari kualitas ketaqwaannya
pada Allah SWT atau amal salehnya. Tentu saja kualitas ketaqwaan atau amal saleh
ini tidak hanya diukur dengan perilaku vertical kepada Tuhannya, namun juga
                                                            

 Ira M. Lapidus, A History of Isla i  So ieties, terj. Ghufro  A. Mas’adi, Sejarah Sosial U
Isla ,  Jakarta: Raja Grafi do Persada, 
, hl .   
 A. “yala i, op. it., hl . 


at 

 

 

akhlak horizontal kepada sesama manusia.32 Sesuai dengan firman Allah dalam AlQuran surah al-Hujurat ayat 13: “hai manusia, sesungguhnya kami jadikan kamu
berasal dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya orang yang termulia di
antaramu pada sisi Allah ialah orang yang lebih taqwa”.

F. Perbedaan Peran Nabi pada Periode Makkah dan Madinah
Seperti yang kita sudah ketahui, di dalam sejarah perjalanan hidup nabi,
terkhusus dalam bidang dakwah dan Islamisasi pada masanya, umumnya terbagi
kepada dua fase, yaitu fase Makkah dan Fase Madinah. Peran Nabi dalam
perkembangan dan penyebaran Islam tentu tak luput dari usaha Nabi yang Gigih
dan tak kenal menyerah. Makkah dan Madinah adalah dua kota yang
masyarakatnya Memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, Kota Makkah adalah kota
yang mayoritas masyarakatnya menolak kedatangan Nabi Muhammad SAW,
sedangkan Masyarakat Kota Madinah ketika Nabi Berhijrah diterima dengan
tangan terbuka oleh penduduk Masyarakat tersebut. Sehingga cara dan peran Nabi
berbeda dalam melebarkan sayap Islam di dua kota tersebut. Berikut adalah
penjelasan dari peran dan kejadian yang terjadi masa kenabian di kota Makkah dan
Madinah.
1. Periode Makkah
a. Kondisi Kota Makkah
Makkah adalah lembah yang sangat tandus kondisi geografis seperti
inilah

berpengaruh

besar

dalam

membentuk

sikap

dan

watak

masyarakatnya. Pada umumnya penduduk makkah memiliki temperamen
buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam.
Ditambah dengan sistem politik di Makkah, yang dilakukan oleh
pemuka-pemuka kaum qurays untuk mempertahankan jabatan, kedudukan
atau kekuasaan mereka. Sehingga hal itu juga berpengaruh pada watak dan
perilaku mereka yang cenderung lebih agresif, egois, keras kepala serta
                                                            
 Pat a ati, op. it., hl . 



 

 

tidak mudah bagi mereka untuk dapat menerima pendapat atau keyakinan
orang lain.
b. Metode Dakwah di Kota Makkah
Metode dakwah yang dipakai pada masa itu terbagi ke dalam tiga
periode, yaitu:
1) Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Dakwah Nabi Muhammad SAW pada awal masa kenabian di
Makkah dilakukan secara diam-diam, dimulai dari Berdakwah di
kalangan keluarga, kerabat terdekat. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi gejolak dengan Kaum Kafir Quraisy sampai tiba perintah
melakukan dakwah secara terang terangan.
2) Dakwah secara terang-terangan
Pada masa dakwah secara terang-terangan inilah nabi
mendapatkan perlakuan yang buruk dari umatnya. Karena setelah
dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha
menghalangi dakwah Rasul. Karena mereka juga melihat semakin
bertambahnya jumlah pengikut Nabi, maka mereka pun semakin keras
melancarkan serangan-serangan, baik pada nabi ataupun pada para
pengikut nabi.
3) Dakwah meluas ke luar kota Makkah
Setelah penyiksaan dan semua perlakuan yang didapat oleh Nabi
dari kaum Quraisy di Makkah, Nabi kemudian berusaha menyebarkan
Islam ke luar kota dengan harapan dakwah nabi akan mendapatkan
reaksi yang berbeda dari yang diterima Nabi di kota Makkah. Ketika di
Tha’if, justru nabi mendapat perlakuan tidak menyenangkan yaitu
penduduk sana melempari Nabi dengan batu sampai nabi terluka.
Ditambah lagi, pada masa ini terkenal juga dengan istilah “Tahun
Kesedihan” karena Paman Nabi (Abu Thalib) dan istri nabi (Khadijah)
wafat.

 

 

2. Periode Madinah
a. Kondisi Kota Madinah
Berbeda

dengan

Makkah,

Madinah

senantiasa

mengalami

perubahan sosial yang meninggalkan bentuk kemasyarakatan absolut model
badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsur-angsur diwarnai oleh
unsur kedekatan ruang daripada oleh sistem kekerabatan. Madinah juga
memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besarnya lebih
simpatik terhadap monoteisme.33
Penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar, dan
non-muslim tersebut, merupakan sebuah keberagaman yang ada pada masa
lalu dan sudah menjadi suatu hal yang tidak bisa lagi dipungkiri
eksistensinya. Tapi bukan hal itu yang akan digaris bawahi, yang terpenting
adalah jiwa sosialis masyarakat Madinah sangat tinggi. Ini terbukti dari
persaudaraan yang tinggi dan sangat kokoh. Tidak ditemukan konflik
karena masalah perbedaan. Kalaupun ada masalah itu dengan cepat segara
terselesaikan, karena nabi sangat bijak dalam hal itu dan sangat hati-hati
terhadap peletakan sebuah nilai kemasyarakatan.
Nabi berhasil membentuk sistem yang luar biasa bagus. Masyarakat
Madinah merasa bahwa dirinya itu satu. Maka dari itu, apabila ada satu yang
sakit maka yang lain turut merasakan. Hal ini lebih khusus lagi pada umat
Muslim sendiri, di mana sudah menjadi kewajiban di setiap Muslim
sebagaimana dalam riwayat nabi sering kali memerintahkannya.
b. Dakwah Nabi di Kota Madinah
Proses penyebaran agama Islam di Madinah tentunya memiliki
perbedaan dengan system yang telah diterapkan oleh nabi sebelumnya. Pada
periode Madinah Nabi memiliki sedikit kemudahan dalam mengenalkan
Islam. Itu dikarenakan masih banyak penduduk Madinah yang menganut

                                                            

 Ira M. Lapidus. Sejarah Sosial U at Isla .  Jakarta, PT RajaGrafi do Persada : Cet. I, 
 

, hl . 

 

 

agama samawi. Dapat kita lihat ketika Nabi memasuki Madinah, beliau
mendapat penyambutan yang luar biasa dari masyarakat.
Ada beberapa strategi dakwah yang dilakukan oleh Nabi, yaitu sebagai
berikut:34
1) Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum
Muhajirin dengan kaum Anshar.
2) Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam.
3) Meletakkan dasar-dasar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat
Islam
Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan
pemerintahan Islam dapat mewujudkan negari “Baldatun Thayyibatun
Warabbun Ghafur“ dan Madinah disebut “Madinatul Munawwarah”.
Dari sistem yang telah diterapkan Nabi tersebut, hampir tidak
mendapat penolakan dari masyarakat Madinah, karena nilai-nilai yang
diletakkan Nabi bersifat universal, walau pada hakikatnya nilai-nilai
tersebut termaktub dalam Islam. Contohnya berbuat adil, saling menolong,
larangan curang dalam berdagang, dan lai-lain.
Perkembangan Islam juga tidak terlepas dari peranan moral Nabi
yang begitu mulia dan sangat bijak dalam memutuskan sebuah perkara.
Sehingga tidak sedikit kasus yang telah diselesaikan. Bahkan ketika ada
perselisihan antar suku, Nabi selalu mendapat undangan untuk memberikan
jalan keluar.

                                                            

 Wahyudi , Dakwah Rasulullah SAW Periode Madi ah, 
https://id.s ri d. o /do u e t/
/Dak ah‐Rasulullah‐“AW‐Periode‐Madi ah , Diakses 
 “epte er 


BAB III
PENUTUP

.
A. Kesimpulan
Masyarakat Arab pra-Islam dikenal dengan Jahiliyyah karena khas dengan
pemujaan terhadap berhala (syirik), praktik ekonomi ribawi, buta huruf, dan lainlain. Tetapi tidak berarti semua masyarakat terkenal akan kebodohan dan
kesyirikannya. Hal ini ditandai dengan adanya karya sastra, syair-syair yang
“menghiasi” kota Makkah.
Kemudian Allah mengutus Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang bertujuan untuk
meluruskan hal-hal yang salah, kesyirikan yang terjadi pada masyarakat tersebut.
Namun, gejolak demi gejolak dihadapi nabi namun nabi tidak gentar dan menyerah.
Di periode Makkah, ada tiga fase dakwah nabi, di antaranya adalah fase dakwah
sembunyi-sembunyi, dakwah terang-terangan, dan fase dakwah meluas ke luar kota
Makkah.
Di Yatsrib (sekarang Madinah), masyarakat lebih berkembang karena
adanya kontak budaya lintas negara yang membuat peradaban lebih maju. Hal ini
pun menjadikan agama Islam mudah diterima di samping peran nabi berdakwah
yang baik.
Dakwah Nabi di Madinah terbilang lebih banyak daripada di Makkah. Nabi
melakukan tindakan-tindakan di mana membuat masyarakat percaya kepada beliau.
Membangun masjid sampai membangun negara yang mengusung perdamaian dan
kemurnian ‘aqidah dan ajaran Islam sehingga menjadi negara maju.
Pembentukan negara di Madinah dimulai dari suatu perjanjian antar agama
di sana sehingga Rasulullah dipercaya dapat berlaku adil dan mengayomi semua
lapisan masyarakat selama taat kepada perjanjian, diberlakukannya hukum Islam,
dan lain sebagainya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi keadaan Masyarakat mungkin
yang menjadi faktor utama lebih pesatnya perkembangan Islam di Madinah

 

 

 

 

daripada di Kota Mekkah. Perbedaan metode dakwah serta pencapaian-pencapaian
yang dicapai oleh Nabi pada masanya terjadi juga karena aspek kemasyarakatan
kota Madinah yang lebih maju ketimbang Mekkah. Akan tetapi perlu digaris
bawahi juga, bahwa pencapaian yang baik di kota Madinah terjadi karena Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬pertama kali diturunkan di kota Makkah, sehingga kedatangannya
dianggap mengganggu oleh masyarakat kota Mekkah. Lain halnya dengan
Madinah, ketika nabi hijrah ke Madinah, masyarakat Madinah telah mengetahui
bahwa telah diutus seseorang untuk menjadi Nabi di kota Makkah. Sehingga waktu
mereka untuk berpikir menerima Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬lebih terbuka.
B. Saran
Untuk memahami sebuah sejarah diperlukan literatur terpercaya sehingga
sejarah dapat dipercaya kebenarannya. Begitu pula dengan sejarah perjuangan
Rasulullah ‫ﷺ‬, banyak literatur baik dari ulama salaf (terdahulu) maupun ulama
khalaf (kontemporer) yang menuliskan dengan baik sejarah Rasulullah ‫ ﷺ‬dan
sangat kami rekomendasikan untuk dibaca dan dikaji lebih dalam.

DAFTAR PUSTAKA
 
A. Syalabi. Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Jakarta: Pustaka al-Husna, 2003.
Ahmad, Jamil. Hundred Great Muslims, terj. “Seratus Muslim Terkemuka”. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2000.
al-Mubarakfuri, Al-Mubarakfuri. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Gema Insani, 2013.
Ilahi, Wahyu dan Harjani Hefni. Sejarah Dakwah. Jakarta: Rahmat Semesta, 2007.
K. Hitti, Philip. History of the Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies, terj. Ghufron A. Mas’adi, Sejarah Sosial
Ummat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
Lewis, Bernard. The Middle East, terj. Abd. Rachman Abror. Pontianak: STAIN Press,
2010.
Patmawati. Sejarah Dakwah Rasulullah saw di Mekah dan Madinah. Pontianak: IAIN
Pontianak, tt.
Rianawati. Sejarah Peradaban Islam. Pontianak: STAIN Press, 2010.
Suparto, H. Munzier dan Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2003.
Sylvia Nurhadi. Madinah Sebelum Datangnya Islam.
(https://vienmuhadisbooks.com/2017/02/17/madinah-sebelum-datangnya-islam/ ,
Diakses 17 September 2017)
Wahyudin. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah,
(https://id.scribd.com/document/15239407/Dakwah-Rasulullah-SAW-PeriodeMadinah , Diakses 16 September 2017).
Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
__________. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1993.