Etika Bisnis dan Profesi Etika Bisnis di

ETIKA BISNIS DAN PROFESI
ETIKA DALAM PRAKTIK PERPAJAKAN

Oleh:
REFI AGUS REFINA2013230887
RIZKI KURNIASARI
2013230890

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

Etika dalam Praktik Perpajakan
A. Latar Belakang
Di Indonesia banyak sekali kasus yang berhubungan dengan Etika Bisnis
dalam Bidang Pajak. Kasus-kasus seperti korupsi, penyuapan, penggelapan
permasalahan laporan keuangan serta mafia pajak yang terjadi belakangan ini
tentunya sangat bertentangan dengan kode etik bisnis. Kasus-kasus yang
berhubungan dengan kode etik dalam pemerintahan yang telah disebutkan
melibatkan beberapa profesi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik

bisnis seperti pejabat administrasi negara, pegawai perpajakan, akuntan publik,
dan lain sebagainya.
Dalam Kasus Ini kami Membahas Tentang Penyimpangan Pajak
Yang Dilakukan Oleh Gayus Tambunan, Asian Agri, dan Kasus PT Sulasindo
Niagatama. Kami mengkait antara persoalan penyimpangan pajak yang dilakukan
oleh Gayus Tambunan, Asian Agri, dan Kasus PT Sulasindo Niagatama dengan
hal lainnya yang lebih luas, menjadikan kasus tersebut dibicarakan di hampir
semua lapisan, mulai di pasar-pasar hingga di tempat-tempat terhormat seperti di
ruang sidang DPR dan bahkan di istana negara. Nama Gayus Tambunan menjadi
sedemikian terkenal dan terasa sedemikian penting untuk dibicarakan oleh siapa
saja. Tidak bisa dibayangkan betapa banyak energi terbuang percuma hanya untuk
sekedar membicarakan penyimpangan keuangan oleh seorang PNS golongan tiga
ini.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh Negara adalah dengan tujuan
untuk membantu pengembangan Negara, melakukan pembayaran gaji terhadap
karyawan yang bekerja di kantor yang merupakan milik Negara. Dalam hal ini,
makalah ini akan membahas tentang kasus pajak yang dilakukan oleh Gayus
Tambunan, Asian Agri, dan kasus PT Sulasindo Niagatama.

Di tengah-tengah begitu besarnya semangat memberantas korupsi di

negeri ini, maka kasus Gayus Tambunan, Asian Agri, dan kasus PT Sulasindo
Niagatama menjadi penting untuk lebih dicermati. Kasus ini sebenarnya, jika
mau, berhasil membuka mata banyak orang, bahwa ternyata penyimpangan
keuangan yang merugikan negara sudah sedemikian parah dan akut, dilakukan
oleh pelaku ekonomi kelas kakap dan bekerjasama dengan oknum pegawai
pemerintah.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Kode etik adalah nilai atau norma yang secara tegas menyatakan mana
yang benar dan yang terbaik, dan juga sebaliknya. Dalam kode etik diwajibkan
mengetahui perbuatan mana yang benar atau salah dan perbuatan yang harus
dilakukan juga yang harus dihindari.
Etika profesi akuntansi adalah peraturan yang mengatur perilaku baik
maupun buruknya seseorang terhadap pekerjaan sebagai akuntan atau
pengetahuan akuntansi yang dimilki oleh seseorang tersebut. Jadi contohnya
seseorang yang memilki etika dengan membantu pemberian pelatihan atau
pengetahuan sebagai akuntan terhadap orang lain yang membutuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran kode etik adalah :
-

Kebutuhan individu, dimana dalam hal ini yang dimaksudkan adalah


dimana seseorang dapat meraih keinginan yang diinginkan dalam konteks
negative untuk memenuhi kebutuhannya, dan keinginan tersebut termasuk dalam
hal perilaku yang tidak sesuai atau disebut dengan pelanggaran etika.
-

Pelanggaran etika terjadi karena bisa dikarenakan tidak ada pandangan

yang jelas terhadap perilaku atau sikap yang sebagaimana harus dilakukan
-

Kebiasaan atau perilaku yang tidak wajar atau bisa disebut sebagai

pelanggaran etika yang dilakukannya tidak sesuai pada tempatnya.

-

Lingkungan yang tidak sesuai, jadi misalnya seseorang yang mendiami

dilingkungan yang tidak sesuai maka seseorang tersebut terpengaruh terhadap

lingkungannya dikarenakan faktor psikologi sosial.
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber
lain. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan
strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur keuangan
Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal
Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dari tahun ke tahun
telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak
sebagai sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui
penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru
dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak

maupun

menggali sumber hukum pajak lainnya.
Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak menurut para ahli
diantaranya adalah :
1. Prof. Dr. P. J. A. Adriani = pajak adalah iuran masrayakat kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayararnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang

gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum

berhubung tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. = pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
3. Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R. =
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan

yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan
tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
4. Smeets = Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui
norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi
yang dapat ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran
pemerintah

5. Suparman Sumawidjaya = pajak adalah iuran wajib berupa barang yang
dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Ciri-ciri Pajak yang terdapat dalam pengertian pajak antara lain sebagai
berikut :


Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh
pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan



pelaksanaannya
Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari
sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut



pajak/administrator pajak).

Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin



maupun pembangunan.
Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh
pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib



pajak.
Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas negara/anggaran negara yang
diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan,
pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur /
regulatif)

C. KASUS GAYUS TAMBUNAN
Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau hanya Gayus Tambunan

lahir di Jakarta, 9 Mei 1979; umur 33 tahun adalah mantan pegawai negeri sipil di
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia. Namanya menjadi
terkenal ketika Komjen Susno Duadji menyebutkan bahwa Gayus mempunyai
uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai 60 miliar dan perhiasan
senilai 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya dan itu semua dicurigai
sebagai harta haram. Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan
diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas
Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng reformasi Kementerian
Keuangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri Mulyani dan
menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.
Nama Gayus Tambunan menjadi terkenal bukan karena perbuatannya yang
terpuji, melainkan justru sebaliknya, tercela. PNS golongan tiga yang bekerja di
direktorat pajak ini pernah melakukan rekayasa pembayaran pajak bagi para
pengusaha besar hingga merugikan uang negara yang tidak kecil. Atas cara
kerjanya itu, pemerintah dirugikan, pengusaha diuntungkan, dan Gayus Tambunan
sendiri mendapatkan bagiannya. Menurut informasi, keuntungan yang diperoleh
oleh Gayus sebenarnya belum begitu besar, yaitu belum mencapai jumlah angka
triliyunan rupiah. Akan tetapi, dengan apa yang dilakukannya itu, negara
dirugikan, tertib administrasi suatu lembaga yang semestinya dipelihara menjadi
rusak. Lebih dari itu, kepercayaan masyarakat terhadap negara yang seharusnya di

pelihara sebaik-baiknya terganggu. Tidak bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi
manakala dengan kasus itu, berakibat semangat masyarakat membayar pajak
menjadi menurun. Gambaran itu, tentu tidak boleh terjadi.
Kronologi Penanganan Kasus gayus.
Tudingan adanya praktek mafia hukum di tubuh Polri dalam penanganan
kasus money laundring oknum pegawai pajak bernama Gayus Halomoan
Tambunan semakin melebar. Tak hanya Polri dan para penyidiknya, Kejaksaan
Agung dan tim jaksa peneliti pun turut gerah dengan tudingan Susno Duadji yang
mulai merembet ke mereka. Mereka (tim jaksa peneliti) pun bersuara mengungkap
kronologis penanganan kasus Gayus, berikut adalah kronologis versi tim peneliti

kejaksaan agung. Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin.
Polri, diungkapkan Cirrus Sinaga, seorang dari empat tim jaksa peneliti, lantas
melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik
Bareskrim

Mabes

Polri


menetapkan

Gayus

sebagai

tersangka

dengan

mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri, Gayus dijerat dengan tiga
pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. “Karena
Gayus seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin.
Seiring hasil penelitian jaksa, hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi
kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapannya. Itu pun
tidak terkait dengan uang senilai Rp.25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri
itu. Untuk korupsinya, terkait dana Rp.25 milliar itu tidak dapat dibuktikan sebab
dalam penelitian ternyata uang sebesar itu merupakan produk perjanjian Gayus

dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal Batam ini mengaku pemilik uang
senilai hampir Rp.25 miliar di rekening Bank Panin milik Gayus. “Ada perjanjian
tertulis antara terdakwa dan Andi Kosasih. Ditandatangani 25 Mei 2008,” kata dia.
Menurut Cirrus keduanya awalnya berkenalan di pesawat. Kemudian keduanya
berteman karena sama-sama besar, tinggal dan lahir di di Jakarta Utama. Karena
pertemanan keduanya, Andi lalu meminta gayus untuk mencarikan tanah dua
hektar guna membangun ruko di kawasan Jakarta Utara.
Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6
juta. Namun Andi, dikatakan Cirus baru menyerahkan uang sebesar US$
2.810.000. Andi menyerahkan uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai
di rumah orang tua istri Gayus lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali
yaitu pada pada 1 juni 2008 sebesar US$ 900.000 US dolar, kemudian 15
September 2008 sebesar US$ 650.000, 27 Oktober 2008 sebesar US$ 260.000,
lalu pada 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, 10 Desember 2008 sebesar
US$ 500.000, dan terakhir pada 16 Februari 2009 sebesar US$ 300.000.

“Andi menyerahkan uang karena dia percaya dengan Gayus. Sementara
untuk money laundringnya, dikatakan Cirrus itu hanya tetap menjadi dugaan
sebab Pusat pelaporan analisis dan transaksi keuangan (PPATK) sama sekali tidak
dapat membuktikan uang senilai Rp 25 milliar itu merupakan uang hasil kejahatan
pencucian uang (money laundring). PPATK sendiri telah dihadirkan dalam kasus
itu sebagai saksi. Dalam proses perkara itu, PPATK tidak bisa membuktikan
transfer rekening yang yang diduga tindak pidana.
Dari perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, ditemukan juga
adanya aliran dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di bank BCA milik
Gayus. Uang itu diketahui berasal dari dua transaksi dari PT.Mega Cipta Jaya
Garmindo. PT. Mega Cipta Jaya Garmindo dimiliki oleh pengusaha Korea, Mr.
Son dan bergerak di bidang garmen. Transaksi dilakukan dalam dua tahap yaitu
pada 1 September 2007 sebesar Rp 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp 200
juta.
Setelah diteliti dan disidik, uang itu diketahui bukan merupakan korupsi
dan money laundring juga. “Bukan korupsi, bukan money laundering, tapi
penggelapan pajak murni.Uang itu untuk membantu pengurusan pajak pendirian
pabrik garmen di Sukabumi. Tapi setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea,
tidak tahu berada di mana. Tapi uang masuk ke rekening Gayus. Tapi ternyata dia
nggak urus (pajaknya). Uang itu tidak digunakan dan dikembalikan, jadi hanya
diam di rekening Gayus. Berkas P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir dan
kemudian menyita uang senilai Rp 370 juta itu. Dalam petunjuknya itu, jaksa
peneliti juga meminta penyidik Polri menguraikan di berkas acara pemeriksaan
(BAP) keterangan itu beserta keterangan tersangka (Gayus T Tambunan).
Dugaan penggelapan yang dilakukan Gayus itu, diungkapkan Cirrus
terpisah dan berbeda dasar penanganannya dengan penanganan kasus money
laundring, penggelapan dan korupsi senilai Rp 25 milliar yang semula dituduhkan
kepada Gayus. Cirrus dan jaksa peneliti lain tidak menyinggung soal Rp 25
milliar lainnya dari transaksi Roberto Santonius, yang merupakan seorang

konsultan pajak. Kejaksaan pun tak menyinggung apakah mereka pernah
memerintahkan penyidik Polri untuk memblokir dan menyita uang dari Roberto
ke rekening Gayus senilai Rp 25 juta itu. Sebelumnya, penyidik Polri melalui
AKBP Margiani, dalam keterangan persnya mengungkapkan jaksa peneliti dalam
petunjuknya (P-19) berkas Gayus memerintahkan penyidik untuk menyita besaran
tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus. Adapun tiga transaksi itu
diketahui berasal dari dua pihak, yaitu Roberto Santonius dan PT. Mega Jaya Citra
Termindo. Transaksi yang berasal dari Roberto, yang diketahui sebagai konsultan
pajak bernilai Rp 25 juta, sedangkan dari PT. Mega Jaya Citra Termindo senilai
Rp 370 juta. Transaksi itu terjadi pada 18 Maret, 16 Juni, dan 14 Agustus 2009.
Uang senilai Rp 370 juta itu disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti
kasus itu. Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan
adanya transaksi mencurigakan pada rekening Gayus Tambunan. PPATK pun
meminta Polri menelusurinya. Kembali ke kasus, berkas Gayus pun dilimpahkan
ke pengadilan. “Jaksa lalu mengajukan tuntutan 1 tahun dan masa percobaan 1
tahun,”. Dari pemeriksaan atas pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu sebelumnya,
beredar kabar bahwa ada "guyuran" sejumlah uang kepada polisi, jaksa, hingga
hakim masing-masing Rp 5 miliar.
Diduga gara-gara itulah Gayus terbebas dari hukuman. Dalam sidang di
Pengadilan Negeri Tangerang, 12 Maret lalu, Gayus, yang hanya dituntut satu
tahun percobaan, dijatuhi vonis bebas. "Mengalirnya (uang) belum kelihatan ke
aparat negara atau ke penegak hukum," kata Yunus. Namun, anehnya penggelapan
ini tidak ada pihak pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup. Sangkaan
inilah yang kemudian maju kepersidangan Pengadilan Negeri Tangerang.
Hasilnya, Gayus divonis bebas. “Di Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
penggelapan. Tapi kami akan ajukan kasasi,” tandas Cirrus. Sosok Gayus dinilai
amat berharga karena ia termasuk saksi kunci dalam kasus dugaan makelar kasus
serta dugaan adanya mafia pajak di Ditjen Pajak. Belum diketahui apakah Gayus
melarikan diri lantaran takut atau ada tangan-tangan pihak tertentu yang

membantunya untuk kabur supaya kasus yang membelitnya tidak terbongkar
sampai ke akarnya. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum meyakini kasus Gayus
HP Tambunan bukan hanya soal pidana pengelapan melainkan ada juga pidana
korupsi dan pencucian uang. Gayus diketahui kini berada di Singapura. Dia
meninggalkan Indonesia pada Rabu 24 Maret 2010 melalui Bandara SoekarnoHatta. Namun dia pernah memberikan keterangan kepada Satgas kalau praktek
yang

dia

lakukan

melibatkan

sekurangnya

10

rekannya.

Imigrasi Belum Endus Posisi Gayus, Gayus Tambunan hengkang ke
Singapura pada Rabu 24 Maret. Namun posisi pastinya saat ini belum terendus.
Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengatakan kasus markus pajak dengan
aktor utama Gayus Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan
hakim. Satgas menjamin oknum-oknum tersebut akan ditindak tegas oleh masingmasing institusinya, koordinasi perkembangan ketiga lembaga tersebut terus
dilakukan bersama Satgas. Ketiga lembaga tersebut sudah berjanji akan
melakukan proses internal.Kasus ini merupakan sindikasi (jaringan) antar
berbagai lembaga terkait. Perkembangan selanjutnya kasus ini melibatkan susno
duadji, Brigjen Edmond Ilyas, Brigjen Raja Erisman. setelah 3 kali menjalani
pemeriksaan, Susno menolak diperiksa Propam. Sebabnya, dasar aturan
pemeriksaan sesuai dengan Pasal 45, 46, 47, dan 48 UU No 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 25 Perpres No I
Tahun 2007 tentang Pengesahan Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan,
harus diundangkan menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Komisi III
DPR Siap Beri Perlindungan Hukum untuk Susno.
Pada tanggal 30 Maret 2010, Polisi telah berhasil mendeteksi posisi
keberadaan Gayus di negara Singapura dan kini tinggal menunggu koordinasi
dengan pihak pemerintah Singapura untuk memulangkan Gayus ke Indonesia.
Polri mengaku tidak akan seenaknya melakukan tindakan terhadap Gayus meski
yang bersangkutan telah diketahui keberadaannya di Singapura. Pada tanggal 31
Maret 2010, tim penyidik Divisi Propam Polri memeriksa tiga orang sekaligus.
Selain Gayus Tambunan dan Brigjen Edmond Ilyas, ternyata Brigjen Raja

Erisman juga ikut diperiksa. Pemeriksaan dilakukan oleh tiga tim berbeda. Tim
pertama memeriksa berkas lanjutan pemeriksaan Andi Kosasih, tim kedua
memeriksa adanya keterlibatan anggota polri dalam pelanggaran kode etik profesi,
dan tim ketiga menyelidiki keberadaan dan tindak lanjut aliran dana rekening
Gayus.
Pada tanggal 7 April 2010, Komisi III DPR mengendus, seorang jenderal
bintang tiga di Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus P Tambunan dan
seseorang bernama Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak
yang melibatkan Gayus Tambunan, dari Rp24 milliar yang digelapkan Gayus,
Rp11 milliar mengalir ke pejabat kepolisian, Rp5 milliar ke pejabat kejaksaan dan
Rp4 milliar di lingkungan kehakiman, sedangkan sisanya mengalir ke para
pengacara.. Efek berantai kasus Gayus juga menyentuh istana. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono meminta Satgas Anti Mafia Hukum untuk mengungkap
kembali kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). SBY menduga dalam
kasus tersebut terdapat mafia hukum.
Setelah penyelidikan sekian lama, akhirnya pada tanggal 19 Januari 2011,
Gayus Tambunan telah dinyatakan bersalah atas kasus korupsi dan suap mafia
pajak oleh Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan dengan hukuman 7 tahun
penjara dan denda Rp. 300 juta.
Orang-Orang Yang Terlibat Dalam Kasus Gayus
Pada saat pengungkapan kasus ini, Polri mengungkapkan beberapa nama yang
terkait dalam kasus ini adalah sebagai berikut:
a. 12 Pegawai Dirjen Pajak termasuk seorang direktur, yaitu Bambang Heru

Ismiarso dicopot dari jabatannya dan diperiksa.
b. 2 orang Petinggi Kepolisian , Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol
Radja Erizman dicopot dari jabatanya dan diperiksa.
c. Bahasyim Assifie, mantan Inspektur Bidang Kinerja dan Kelembagaan

Bappenas.
d. Andi Kosasih.
e. Haposan Hutagalung sebagai pengacara Gayus.

Kompol Muhammad Arafat.
g. Lambertus (staf Haposan).
h. Alif Kuncoro.
i. Beberapa aparat kejaksaan diperiksa.
j. Jaksa Cirus Sinaga dicopot dari jabatannya sebagai Asisten Tindak Pidana
f.

Khusus Kejati Jawa Tengah, karena melanggar kode etik penanganan
perkara Gayus HP Tambunan.
k. Jaksa Poltak Manulang dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Pra
Penuntutan (Pratut) Kejagung.
Kasus Gayus Tambunan adalah cerminan bangsa Indonesia yang lemah
dalam penegak hukum dalam pemberantas korupsi atau penyelewengan pajak.
Gayus Tambunan sebagai pegawai PNS atau sekarang yang merupakan mantan
pegawai

yang

bekerja

di

kantor

pajak,

seharusnya

tidak

melakukan

penyelewengan pajak yang merugikan Negara Indonesia dan merugikan Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara yang merupakan salah satu tempat sekolah Gayus dulu.
Kasus ini diduga bermilyaran yang merugikan Negara. Di kasus ini, banyak
diungkapkan nama-nama yang terkait dalam kasus ini yang tidak terlalu
diperhatikan sehingga seringnya Negara ini kecolongan dengan adanya
penyelewengan pajak. Kasus ini berakhir dengan hukuman 7 tahun penjara
dengan denda Rp. 300 juta, tetapi diduga kasus ini lebih tepatnya dianggap belum
selesai karena diisukan Gayus masih bisa berkeliaran setelah dia divonis beralah.
Kasus Gayus Tambunan juga menjadi pelajaran, bahwa mestinya siapapun
tidak boleh dalam mengambil keputusan hanya berdasar pada pikiran dangkal dan
sederhana. Misalnya, memberi remunerasi kepada instansi tertentu agar di tempat
itu tidak terjadi korupsi. Kenyataan itu memberikan petunjuk, bahwa ternyata
korupsi bisa terjadi pada orang-orang yang berpenghasilan tinggi. Korupsi lebih
disebabkan oleh karena rendahnya moral, watak, karakter atau akhlak seseorang,
sehingga mereka terlalu mencintai harta kekayaan dari pada mencintai bangsa dan
negaranya.
Sekalipun uang yang diselewengkan Gayus Tambunan tidak seberapa,
artinya belum mencapai triliyunan rupiah sebagaimana dalam kasus Bank
Century, tetapi kasus tersebut harus diselesaikan secara tuntas. Korupsi di negeri
ini, sekecil apapun harus dihindari. Penyakit korupsi rupanya sama dengan jenis

penyakit pada umumnya. Jika tidak segera diobati, penyakit itu akan meluas dan
mematikan seluruh bagian tubuh lainnya. Negara ini tidak boleh mati atau bubar,
oleh karena korupsi yang dibiarkan.
Kasus Gayus Tambunan tersebut semestinya dijadikan momentum untuk
memberantas berbagai mafia, mulai mafia hukum, mafia pajak, mafia politik,
birokrasi dan lain-lain. Namun tidak boleh upaya menyelesaikan persoalan itu
justru menambah persoalan baru hingga mengakibatkan rakyat yang selama ini
menderita, bertambah lebih menderita lagi

D. KASUS ASIAN AGRI
"Kasus ini bukan hanya kasus pajak, tapi bisa diarahkan ke pencucian
uang," karena penggelapan pajak tersebut kemudian dicuci dan hasilnya masuk ke
Sukanto melalui perusahaannya di luar negeri, kasus pajak dan pencucian uang
yang terjadi di asian agri ini dengan menggunakan modus transaksi fiktif untuk
menghindari pembayaran pajak yang sangat luar biasa karena mencapai puluhan
miliar rupiah dalam sehari. Transaksi-tarnsaksi fiktif untuk menekan pajak, yang
kemudian hasilnya dinikmati dari luar negeri, karena ditransfer ke luar negeri.
Salah satu transkasi fiktif itu yaitu pada 1 November ditemukan biaya
fiktif di 11 perusahaan milik Sukanto yang nilainya sangat besar, yakni mencapai
Rp 20,8 miliar dalam sehari. Setelah itu, dana tersebut masuk ke kedua orang
kepercayaan Sukanto. Lalu dana tersebut dikonversi ke dolar dan dikirim lagi ke
perusahaan milik Sukanto yang berada di luar negeri. Dari perusahaan yang
berada di luar negeri itulah dana tersebut masuk ke Sukanto.
Dalam hal ini Mahkamah Agung (MA) menghukum Asian Agri, anak
perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto. Perusahaan perkebunan kelapa sawit
tersebut harus membayar denda Rp 2,5 triliun atas kasus penggelapan pajak.
Putusan perkara penggelapan pajak diputuskan sebagai corporate liability
(pertanggungjawaban kolektif), yaitu Fucarious Liability (Perusahaan
bertanggung jawab atas perbuatan pidana karyawannya).
"MA memutuskan bersalah Asian Agri untuk bayar denda Rp 2,5 triliun.
Kasus tersebut dengan terdakwa atas nama Suwir Laut alias Lie Che Sui dengan
nomor 2239.K/pid.sus/2012,". MA menyatakan, eksekusi kasus Asian Agri yang
telah diputus pada tingkat Peninjauan Kembali (PK), kini menjadi tanggung jawab
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebab, MA telah mengirimkan petikan putusan
PK tersebut ke PN Jakarta Pusat.

Kasus penggelapan pajak ini dibongkar oleh Mantan Group Financial
Controller Asian Agri,Vincentius Amin Sutanto. Anak perusahaan Raja Garuda
Mas ini terbukti merugikan negara Rp 1,4 triliun. Vincentius telah divonis 11
tahun penjara karena dituduh melakukan pencucian uang.
Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah
menilai dalam kasus korupsi PT Asian Agri harusnya diterapkan Undang-Undang
Anti Pencucian Uang yaitu Undang-Undang No 25 tahun 2003. Apalagi,
sebelumya telah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang membuktikan nilai
predicate crime pidana di bidang perpajakan, dengan penerapan Undang-Undang
Anti Pencucian Uang, dapat menjangkau korporasi dengan hukuman denda atau
pembekuan dana. "Bisa juga dilakukan pembubaran perusahaan jika terbukti
melakukan pencucian uang,".
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) menghukum Asian Agri, anak
perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto. Perusahaan perkebunan kelapa sawit
tersebut harus membayar denda Rp 2,5 triliun atas kasus penggelapan pajak.
Putusan perkara penggelapan pajak diputuskan sebagai corporate liability
(pertanggungjawaban kolektif) yaitu Fucarious Liability (Perusahaan bertanggung
jawab atas perbuatan pidana karyawannya).
Kejaksaan Agung dan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan
melakukan koordinasi untuk melakukan eksekusi kasus penggelapan pajak PT
Asian Agri. "Dalam mengeksekusi kasus ini pihaknya akan berkoordinasi dengan
Ditjen Pajak serta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM).
Kasus penggelapan pajak ini pertama kali dibongkar bekas akuntan PT
Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto. Anak usaha Raja Garuda Mas ini diduga
merugikan negara Rp 1,4 triliun. Vincentius divonis 11 tahun penjara karena
dituduh menggelapkan uang perusahaan. Vincent merupakan mantan Finansial
Controller PT Asian Agri harus mengembalikan barang bukti Rp28,337 miliar
milik PT Asian Agri. Penggelapan pajak PT Asian Agri terjadi tahun 2002-2005
dengan modus merekayasa jumlah pengeluaran perusahaan. Penggelapan pajak
anak perusahaan Raja Garuda Mas milik Soekanto Tanoto itu diperkirakan
mencapai Rp 1,340 triliun Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhkan memvonis
terhadap mantan Manajer Pajak Asian Agri, Suwir Laut, 2 tahun penjara dengan
masa percobaan 3 tahun. Perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto itu juga
dihukum membayar denda Rp 2,5 Triliun atau setara dengan dua kali lipat nilai
pajak yang digelapkan. Denda tersebut harus dibayar tunai dalam waktu satu
tahun.
E. KASUS PT SULASINDO NIAGATAMA
Menanggapi kasus penyalahgunaan faktur pajak yang dilakukan oleh PT
Sulasindo Niagatama, pakar hukum Universitas Airlangga (Unair) Bambang
Suheryadi menjelaskan, persoalan yang menjerat terdakwa Hadi Mulyono ini

merupakan modus baru bagi perusahaan yang ingin lepas dari kewajibannya
membayar pajak. Terdakwa hanya dikorbankan oleh aktor utamanya yang ingin
lepas dari jeratan hukum akibat penyalahgunaa faktur pajak hingga merugikan
negara ratusan miliar.
Oleh karena itu, majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut harus
bisa mencari kebenaran materiil. “Kalaupun terdakwa secara formil ikut terlibat
dalam perkara tersebut karena sesuai akte notaris tercantum sebagai komisaris,
namun majelis hakim harus bisa membuktikan kebenaran materiil dalam perkara
tersebut,”.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya, menjerat terdakwa
yang merupakan komisaris bayaran PT Sulasindo Niagatama -perusahaan yang
bergerak dibidang impor barang- dengan Pasal 39a jo pasal 43 UU RI No 6 tahun
1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah
dengan UU RI No 28 tahun 2007 dan UU RI No 16 tahun 2009 jo pasal 6 ayat (1)
KUHP karena dianggap telah bersalah menerbitkan faktur pajak fiktif telah
menjual barang impor kepada beberapa perusahaan. Akibat faktur pajak fiktif
yang telah diterbitkan terdakwa tersebut, negara dirugikan hingga Rp 118 miliar.

F. PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
Jumlah kasus tindak pidana di bidang perpajakan yang selesai dilakukan
penyidikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan berkasnya dinyatakan
lengkap oleh kejaksaan (P-21) dalam kurun waktu 4 tahun terakhir (2009-2012)
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Total perkiraan kerugian negara
mencapai lebih dari 1,13 trilyun rupiah. Selama 4 tahun tersebut, 92 kasus telah
dilanjutkan ke tahap penuntutan di pengadilan oleh kejaksaan dan 69 diantaranya
telah divonis di pengadilan dengan putusan penjara dan total putusan denda
pidana hampir sebesar 4,3 trilyun rupiah. Kasus tindak pidana di bidang
perpajakan selama ini didominasi oleh kasus faktur pajak tidak sah (fiktif) dan
bendaharawan. Pelaku selama 4 tahun terakhir dilakukan oleh 68 Wajib Pajak
Badan, 14 Wajib Pajak Bendaharawan dan 10 orang Wajib Pajak Orang Pribadi.
Kasus tindak pidana di bidang perpajakan yang sangat menonjol adalah
kasus faktur pajak fiktif Asian Agri dengan total kerugian negara mencapai 1,25
trilyun rupiah. Kasus tersebut telah diputus Majelis Kasasi Mahkamah Agung
(MA) dengan putusan 2 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun serta denda
pidana sebesar lebih dari 2,5 trilyun rupiah. Kasus Asian Agri pada awalnya
diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan dikuatkan oleh Putusan
Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat sebelum akhirnya dibatalkan dengan putusan
kasasi MA.
Beberapa kasus besar lain yang telah divonis Pengadilan selama 4 tahun
terakhir yaitu kasus Sulasindo Niagatama dengan total kerugian negara lebih dari
27 milyar rupiah. Kasus Sulasindo Niagatama divonis pengadilan 2 tahun penjara

dan denda pidana sebesar 336 milyar rupiah. Pada tahun 2013 diharapkan
pengadilan telah memberikan putusan terhadap 32 berkas P-21 kasus tindak
pidana perpajakan dari tahun 2010-2012 yang belum divonis.
Optimalisasi penanganan tindak pidana di bidang perpajakan
membutuhkan konsistensi dalam penegakan hukum dan kerjasama DJP dengan
lembaga penegak hukum di luar DJP. Untuk mencapai kondisi tersebut, selain
penetapan rencana strategis yang akan dicapai, DJP telah menandatangani nota
kesepahaman (memorandum of understansing) dengan lembaga penegak hukum
di luar DJP yaitu Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung
meliputi kerjasama penyidikan pajak, pengamanan kegiatan dan pelaksanaan
tugas DJP, pemanfaatan data dan informasi untuk meningkatkan kepatuhan dan
penerimaan pajak, kerjasma dalam proses penindakan dan penuntutan perkara
tindak pidana di bidang perpajakan dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas di
bidang perdata dan tata usaha negara.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24