124475188 Model Bimbingan Belajar Behavioristik Untuk Meningkatkan Kreativitas Belajar Siswa

Jurnal Bimbingan Konseling 1 (1) (2012)

Jurnal Bimbingan Konseling
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk

MODEL BIMBINGAN BELAJAR BEHAVIORISTIK
UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA
Prawianto, Petrus Ony
Prodi Bimbingan Konseling, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel

Abstrak

Sejarah Artikel:
Diterima Januari 2012
Disetujui Februari 2012
Dipublikasikan Juni 2012

Hampir setiap kelas SMA ditemukan beberapa siswa yang kurang kreativitasnya.
untuk itu dioandang perlu mencari berbagai alternatif untuk mengembangkannya.

Salah satu cara yang diduga bisa dilakukan untuk mengembangkan adalah dengan bimbingan belajar dengan memperhatikan nilai-nilai behavioristik. Masalah
bagaimanakah model bimbingan belajar behavioristik yang dapat meningkatkan
kreativitas belajar siswa. Tujuan umum penelitian yaitu menghasilkan rumusan
model bimbingan belajar yang dapat meningkatkan kreativitas belajar siswa. Untuk itu dilakukan penelitian dan pengembangan dengan uji coba terbatas terhadap
siswa SMA negeri 2 Semarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model
bimbingan belajar behavioristik yang yang diuji cobakan secara terbatas terhadap
siswa SMA Negeri 2 Semarang menunjukkan efektivitas bagi peningkatan kreativitas belajar siswa. Mendasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan kepada guruguru, khususnya guru SMA perlu memperhatikan kemampuan atau potensi siswa
dalam mengembangkan kreativitasnya, menghargai kreativitas anak, bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, mengakui dan menghargai adanya perbedaan
individual. Bagi anak diharapkan bisa ikut mengambil bagian dalam merencanakan
pekerjaan sendiri dan pekerjaan kelompok.

Keywords:
Behavioristic Learning
Supervision Model

Abstract
Almost in every classes in High-School we can find students with low creativity. Therefore
finding alternatives to develop their creativity is needed. One of the way is doing a learning
supervision by paying attention on behaviouristic values. The problem in this research is how

to find a behaviour learning supervision which can increase student’s learning creativity. In
order to achieve that goal, a research and development was carried out in State Senior-High
School 2 of Semarang. The research result shows that the behaviour learning supervision
model which is piloted in State Senior-High School 2 Semarang performs the effectivity to
increase student’s learning creativity. Based on the research result, teachers (especially eniorHigh School Teachers) are suggested to focus on the students ability or potentials in developing
creativity, respecting children’s creativity, and being open with new ideas, acknowledging and
aware of indifidual different. Children are supposed to take part in planning a personal business and groupworks.

© 2012 Universitas Negeri Semarang
ISSN 2252-6889



Alamat korespondensi:
Kampus Unnes Bendan Ngisor, Semarang, 50233
Email: pps@unnes.ac.id

Prawianto, Petrus Ony / Jurnal Bimbingan Konseling 1 (1) (2012)

akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan

akan menghilang bila dikenai hukuman (Wikipedia, 2011).
Menurut Thorndike belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera. Sedangkan respon yaitu ineraksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga
dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/
tindakan. Dari defenisi ini maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan
belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang
dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati (Agus, 2010).
Menurut Watson, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel)
dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun
ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
namun hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak
perlu diperhitungkan. Teori Conditioning menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan
respon cenderung bersifat sementara, oleh sebab
itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia
juga mengemukakan, agar respon yang muncul

sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka
diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Teori Skinner-lah
yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Programprogram pembelajaran seperti Teaching Machine,
pembelajaran berprogram, modul dan programprogram pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program-program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh
Skinner. Dalam teori Hull dikatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang
akan muncul mungkin dapat bermacam-macam
bentuknya.
Faktor lain yang dianggap penting oleh ali-

Pendahuluan
Dari hasil penelitian pendahuluan ditemukan bahwa, hampir di setiap kelas SMA Negeri 2
Semarang ditemukan beberapa siswa yang kreativitasnya rendah. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya 2 orang (4%) siswa yang kurang bisa berpikir lancar, 4 orang (8%) siswa kelas kurang
fleksibel dalam berpikir, hanya terpancang pada

satu teori dan kurang kreatif, 12 orang (24%)
kurang mampu berpikir rasional, 2 orang (4%)
siswa kurang mampu melakukan elaborasi atau
memerinci pelajaran, 1 orang (2%) siswa yang
kurang bisa melakukan evaluasi terhadap suatu
masalah, 1 orang (2%) siswa yang kurang rasa
ingin tahunya, 1 orang (2%) siswa yang kurang
imajinatif, 8 orang (16%) siswa yang kurang suka
tantangan kemajuan jaman.
Setelah diteliti lebih jauh ditemukan bahwa
dari segi belajar behavioristik, guru belum sepenuhnya memberikan: reinforcement and punishment
(penguatan dan hukuman), primary and secondary
reinforcement (penguatan primer dan sekunder),
schedules of reinforcement (jadwal penguatan), contingency management (manajemen kontingensi),
stimulus control in operant learning (kontrol stimulus dalam operant learning), dan the elimination of
responses (eliminasi respons-respon). Guru sangat
jarang memberikan penguatan manakala siswa
berhasil meraih sukses belajar, namun lebih sering memberikan hukuman ketika siswa melakukan pelanggaran disiplin belajar. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penyelesaian masalah
dibatasi pada upaya meningkatkan kreativitas
melalui model bimbingan belajar behavioristik.

Bimbingan belajar merupakan bidang
bimbingan dan konseling yang ditujukan untuk
mengenal, menumbuhkan dan mengembangkan
diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk
menguasai pengetahuan dan keterampilan serta
menyiapkannya melanjutkan pendidikan pada
tingkat yang lebih tinggi (Prayitno, 2007: 67).
Teori belajar behavioristik adalah sebuah
teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini selanjutnya berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulusresponnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
28

Prawianto, Petrus Ony / Jurnal Bimbingan Konseling 1 (1) (2012)

Hamalik, 2005) menjelaskan lebih jauh bahwa

kreativitas akan muncul berkenaan dengan kesadaran adanya kesenjangan antara pengetahuan
siap dengan pengetahuan atau masalah baru, kemudian muncullah beragam alternatif solusi.
Adapun ciri-ciri kreativitas dalam belajar
maupun aktivitas lainnya dapat dirinci dalam kemampuan berpikir kreatif (aptitude) dan afektif
(non aptitude). Ciri-ciri Kemampuan Berpikir
Kreatif (Aptitude); 1) Keterampilan berpikir lancar, maksudnya (a) mencetuskan banyak gagasan,
(b) memberikan banyak cara atau saran untuk
melakukan berbagai hal, (c) selalu memikirkan
lebih dari satu jawaban. (Wihardjo, 2001:5); 2)
Keterampilan berpikir luwes (fleksibel) maksudnya: (a) menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, (b) dapat melihat suatu
masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda,
(c) mencari banyak alternatif atau arah yang
berbeda-beda, (d) mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. (Munandar, 2002:89);
3) Keterampilan berpikir rasional, maksudnya:
(a) mampu melahirkan ungkapan yang baru dan
unik, (b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, (c) mampu membuat
kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur; 4) Keterampilan
memperinci atau mengelaborasi, maksudnya: (a)
mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, (b) menambahkan atau
memerinci detil-detil dari suatu objek, gagasan

atau situasi sehingga lebih menarik; 5) Keterampilan menilai (mengevaluasi), maksudnya : (a)
menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu
rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, (b)
mampu mengambil keputusan terhadap situasi
yang terbuka, (c) tidak hanya mencetuskan gagasan, tetapi juga melaksanakannya. Perilaku siswa
yang tampak ialah: (a) memberi pertimbangan
atas dasar sudut pandangannya sendiri, (b) menentukan pendapatnya sendiri mengenai suatu
hal, (c) menganalisis masalah atau penyelesaian
secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa”, (d) mempunyai alasan (rasional) yang
dapat dipertanggung-jawabkan untuk mencapai
suatu keputusan, (e) merancang suatu rencana
kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus, (f) pada
waktu tertentu tidak menghasilkan gagasan, tetapi menjadi peneliti atau penilai yang kritis, (g)
menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya
(Wihardjo, 2001:8).
Ciri-ciri Afektif (Non Aptitude) yaitu: 1)
Rasa ingin tahu, maksudnya: (a) selalu terdorong
untuk mengetahui lebih banyak, (b) mengajukan
banyak pertanyaan, (c) selalu memperhatikan


ran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat.
Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin
kuat. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3)
Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6)
The Elimination of Responses (Gage dan Berliner,
dalam Wikipedia, 2011).
Aplikasi teori Behavioristik terhadap
pembelajaran siswa: (1) Guru menyusun bahan
pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai
siswa disampaikan secara utuh oleh guru, (2)
Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi
instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik
dilakukan sendiri maupun simulasi, (3) Bahan
pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks, (4) Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati, (5) Kesalahan harus segera diperbaiki,
(6) Pengulangan dan latihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan, (7) Evaulasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. (Syarifulfahmi, 2009).
Untuk memahami kreativitas belajar perlu

dipahami terlebih dahulu asal frase tersebut. Munandar (2002:47) menjelaskan pengertian kreativitas dengan mengemukakan beberapa rumusan
yang merupakan kesimpulan para ahli mengenai
kreativitas. Pertama, kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada.
Kedua, kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir
divergen) adalah kemampuan – berdasarkan data
atau informasi yang tersedia – menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban
(Munandar, 2002: 48). Ketiga, secara operasional
kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan
(fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir,
serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memerinci) suatu
gagasan.
Ausubel (dalam Hamalik, 2005) menjelaskan bahwa kreativitas adalah kemampuan atau
kapasitas pemahaman, sensitivitas, dan apresiasi
dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Aspek lain dari kreativias adalah kemampuan berpikir divergen, yaitu meliputi orisinalitas, fleksibilitas, kualitas, dan kuantitas. Thorrance (dalam
29

Prawianto, Petrus Ony / Jurnal Bimbingan Konseling 1 (1) (2012)

rinci fenomena sosial tertentu, seperti interaksi,
sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain.


orang, objek, dan situasi, (d) peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui/ meneliti. (Munandar, 2002:91); 2) Bersikap imajinatif, maksudnya:
(a) mampu memperagakan atau membayangkan
hal-hal yang belum pernah terjadi, (b) menggunakan khayalan, tetapi mengetahui perbedaan
antara khayalan dan kenyataan. (Wihardjo,
2001:9); 3) Merasa tertantang oleh kemajuan,
maksudnya : (a) terdorong untuk mengatasi masalah yang sulit, (b) merasa tertantang oleh situasi-situasi yang rumit, (c) lebih tertarik pada tugastugas yang sulit. (Munandar, 2002:92); 4) Sifat
berani mengambil risiko, maksudnya : (a) berani
memberikan jawaban meskipun belum tentu benar, (b) tidak takut gagal atau mendapat kritik,
(c) tikda menjadi ragu-ragu karena ketidakjelasan, hal-hal yang tidak konvensional, atau yang
kurang berstruktur. (Wihardjo, 2001:10); 5) Sifat
menghargai, maksudnya: (a) dapat menghargai
bimbingan dan pengarahan dalam hidup, (b)
menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri
yang sedang berkembang. (Munandar, 2002:93).
Masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana model bimbingan
belajar behavioristik yang efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa. Sedang tujuan yang
ingin dicapai melalui penelitian ini adalah ditemukannya model bimbingan belajar yang efektif
untuk membangtu mengembangkan kreativitas
siswa. Dari hasil penelitian ini diharapkan guru
pembimbing di sekolah bisa menjadikan model
ini sebagai rujukan dalam pengembangan kreativitas siswa. Di samping itu juga bagi kepala sekolah bisa menjadi bahan pertimbangan dalam
penyediaan sarana pendukung bagi pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah.

Hasil Pembasahan
Hasil penelitian awal terhadap 50 siswa
kelas XI SMA Negeri 2 Semarang menunjukkan
bahwa secara keseluruhan, siswa yang memiliki
kreativitas sangat tinggi ada 0%, siswa yang memiliki kreativitas tinggi ada 56%, siswa yang memiliki kreativitas sedang ada 44%, dan siswa yang
memiliki kreativitas rendah dan sangat rendah
0%. Berdasarkan data 10 aspek kreativitas, terdapat beberapa kelemahan yaitu pada: (1) keterampilan berpikir lancar yang rendah mencapai 4%,
(2) fleksibilitas yang rendah 6% dan sangat rendah 2%, (3) kemampuan berpikir rasional yang
rendah 22% dan sangat rendah 2%, (4) kemampuan elaboratif yang rendah 4%, (5) kemampuan
evaluasi yang rendah 2%, (6) rasa ingin tahu yang
rendah 2%, (7) sikap imajinatif yang rendah 2%,
(8) rasa tertantang kemajuan yang rendah mencapai 16%. Adapun keberanian mengambil risiko
dan sikap menghargai pada umumnya siswa termasuk kategori cukup, tinggi, dan sangat tinggi.
Bimbingan belajar behavioristik adalah
suatu proses bantuan yang diberikan oleh guru
pembimbing kepada siswa dengan mendasarkan pada konsep-konsep atau prinsip-prinsip
teori belajar behavioristik, agar siswa mampu
mengembangkan diri, memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Pada bimbingan belajar
behavioristik, konselor menerapkan: 1) Hukumhukum behavioristik meliputi: a) Law of readiness
(hukum kesiapan); b) Law of exercise (hukum pelatihan); c) Law of effect (hukum efek/ akibat). 2)
Prinsip–prinsip behavioristik diimplementasikan
dalam bimbingan belajar: a) Bimbingan belajar
menggunakan prinsip Reinforcement and Punishment (penguatan dan hukuman) untuk meningkatkan kreativitas; b) Bimbingan belajar menggunakan prinsip Primary and Secondary Reinforcement
(penguatan primer dan sekunder) untuk meningkatkan kreativitas; c) Bimbingan belajar menggunakan prinsip Schedules of Reinforcement (jadwal
penguatan) untuk meningkatkan kreativitas; d)
Bimbingan belajar menggunakan prinsip Contingency Management (manajemen kontingensi)
untuk meningkatkan kreativitas; e) Bimbingan
belajar menggunakan prinsip Stimulus Control in
Operant Learning (kontrol stimulus dalam operant
learning) untuk meningkatkan kreativitas; f) Bimbingan belajar menggunakan prinsip The Elimination of Responses (eliminasi respons-respon) untuk
meningkatkan kreativitas
Memperhatikan hukum-hukum dan prin-

Metode
Untuk menghasilkan model bimbingan
belajar untuk meningkatkan kreativitas belajar
siswa, penelitian ini menggunakan model Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Subjek uji coba dilaksanakan terhadap 50
siswa SMA Negeri 2 Semarang yang dipilih dengan teknik purposive sampling dari 350 siswa kelas XI.. Pengumpulan data dilakukan dengan Skala psikologis. Mengacu pada jenis data penelitian
kualitatif, maka analisis data dalam penelitian
ini dilakukan dengan analisis analisis kualitatif.
Analisis data kualitatif berupa analisis diskriptif. Penelitian diskriptif biasanya mempunyai dua
tujuan, yang pertama adalah untuk mengetahui
perkembangan saran fisik tertentu atau frekuensi
tersedianya suatu aspek fenomena sosial tertentu.
Yang kedua adalah untuk mendiskripsikan secara
30

Prawianto, Petrus Ony / Jurnal Bimbingan Konseling 1 (1) (2012)

simpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Rumusan model bimbingan belajar behavioristik yang efektif untuk meningkatkan kreativitas belajar siswa SMA mencakup :
Pengertian model bimbingan belajar behavioristik adalah layanan bimbingan konseling
dalam bidang pengembangan belajar untuk meningkatkan kreativitas belajar siswa.
Bimbingan belajar behavioristik memiliki
ciri khas sebagai model bimbingan belajar dengan mendasarkan pada konsep teori behavioristik untuk mendorong peningkatan kreativitas belajar siswa mempertimbangkan prinsip-prinsip :
(1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and
Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus
Control in Operant Learning; (6) The Elimination of
Responses.
Tujuan model bimbingan belajar behavioristik adalah untuk meningkatkan kreativitas belajar siswa, mencakup (1) kemampuan berpikir
kreatif (aptitude) yaitu kemampuan berpikir lancar, berpikir luwes (fleksibel), berpikir rasional,
keterampilan menilai (mengevaluasi). dan (2)
kemampuan berpikir afektif (non-aptitude) yaitu
rasa ingin tahu, bersikap imajinatif, merasa tertantang oleh kemajuan, berani mengambil risiko,
dan bersifat menghargai.
Efektivitas model bimbingan belajar behavioristik dalam meningkatkan kreativitas belajar siswa SMA adalah dari sebelumnya 70,17%
menjadi 76,46%. Hal ini berarti terjadi kenaikan
sebesar 6,29%. Peningkatan tersebut terjadi pada
semua aspek kreativitas. Peningkatan yang menonjol yaitu pada siswa dengan kreativitas tinggi sebesar 38% dan munculnya kelompok siswa
dengan kreativitas sangat tinggi sebesar 6%. Pengujian menggunakan uji t menunjukkan adanya
perbedaan signifikan antara kreativitas belajar
siswa sebelum dan sesudah pelaksanaan bimbingan belajar behavioristik.
Bertolak dari hasil penelitian ini disarankan (1) kepada guru pembimbing di sekolah,
seyogianya memperhatikan prinsip-pprinsip pendekatan behavioral dalam memberikan layanan
kepada siswa, (2) kepada kepala sekolah sebagai
bahan pertimbangan dalam menciptakan kondisi
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan
kreativitas siswa.

sip-prinsip pendekatan behavior seperti di atas,
maka konselor dalam memberikan layanan bimbingan belajar selalu memperhatikan kesiapan
siswa dalam mengikuti kegiatan, banyaknya pelatihan yang bisa diberikan, dan akibat-akibat
yang mungkin diterima siswa jika ia melakukan
kegiatan atau tidak melakukan kegiatan tertentu
seperti yang ditunjukkan oleh konselor.
Dalam konseling behavior, konselor berperan sebagai (a) sebagai fasilitator bagi perkembangan kreativitas siswa, (b) memberikan
informasi mengenai berbagai kemungkinan jenis
program dan kegiatan yang sesuai dengan karakteristik siswa. (c) menempatkan siswa dengan
kelompok belajar yang sesuai, (d) memberikan
program belajar dengan program yang dirancang meningkatkan kreativitas belajar siswa. (e)
mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar, selanjutnya memberikan stimulus yang sesuai., dan ((f) membuat rekomendasi
tentang kemungkinan usaha selanjutnya dan remedial teaching. Sedang fungsi konselor adalah
(a) Menciptakan hubungan yang kondusif, (b)
mendorong tumbuhnya motivasi belajar dan kreativitas, dan (c) mendorong kemampuan memecahkan kesulitan belajar dengan memanfaatkan
potensi internal dan eksternal yang ada.
Dari hasil penelitian awal ditemukan
kreativitas belajar siswa SMA Negeri 2 Semarang
menunjukkan, bahwa secara keseluruhan ada dua
kelompok siswa yaitu siswa yang memiliki kreativitas tinggi 56% dan siswa yang memiliki kreativitas sedang ada 44%. Sedang hasil penelitian
akhir setelah pelaksanaan pelayanan bimbingan
belajar terhadap 50 siswa menunjukkan bahwa
secara keseluruhan siswa yang memiliki kreativitas sangat tinggi ada 6%, siswa yang memiliki
kreativitas tinggi ada 94%, siswa yang memiliki
kreativitas sedang, rendah dan sangat rendah 0%.
Temuan di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kreativitas belajar siswa ke arah
yang lebih tinggi. Siswa yang memiliki kreativitas sedang sebanyak 44% seluruhnya meningkat
kepada kategori tinggi, sehingga siswa dengan
kreativitas tinggi terjadi peningkatan sebesar 38%
(dari 56% menjadi 94%) dan terdapat sekelompok siswa dengan kreativitas sangat tinggi sebesar
6%.
Berdasarkan data 10 aspek kreativitas,
masih terdapat beberapa kelemahan yaitu pada:
(1) keterampilan berpikir lancar yang rendah masih ada 2%, (2) kemampuan elaboratif yang rendah 4%.

Daftar Pustaka
Agus. Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran 26.
March 2010. http://my.opera.com/a6us/blog/
2010/03/26/teori-behavioristik
Utami, Munandar. 2002. Mengembangkan Bakat dan

Simpulan
Dari hasil penelitian dan analisis dapat di31

Prawianto, Petrus Ony / Jurnal Bimbingan Konseling 1 (1) (2012)
Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk bagi Para Guru
dan Orang Tua. Jakarta: PT Grasindo
---------------------. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak
Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Prayitno, 2007, Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan
Konseling di Sekolah, Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi
--------------, 2002, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: Rineka Cipta
Sadjaruddin, N. 2010. Upaya Peningkatan Kreativitas belajar siswa dalam Pembelajaran IPS melalui Penggunaan Diorama Keluarga. Tasikmalaya: Jurnal

UPI
Supriyadi, Dedi. 2004. Kreativitas, Kebudayaan, dan
Perkembangan Iptek. Bandung: Alfabeta
Syarifulfahmi. Teori Belajar Behavioristik. 1 September
2009. http://syarifulfahmi.blogspot.com/2009/09/
teori-belajar-behavioristik.html
Wihardjo, Sihadi Darmo. Kreativitas. Jakarta: Grasindo
Wikipedia. Teori Belajar Behavioristik. http://
id.wikipedia.org/wiki/ Teori_Belajar_Behavioristik

32