Prospek ekonomi Indonesia Jangka Pendek (1)
MAKALAH
Prospek Ekonomi Indonesia Jangka Pendek dan Sumber Pembiayaan
Pembangunan
Mata Kuliah Bahasa Indonesia
(Kelas: D)
Dosen Pengampu: Zein Muttaqin, S.E.I., M.A
Nama
NIM
Oleh
: Nurul Elisa Putri
: 15423051
Program Studi Ekonomi Islam
Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas izin-Nya kami dapat
menyelesaikankan makalah ini guna memenuhi tugas tentang “Prospek Ekonomi Indonesia
Jangka Pendek dan Sumber Pembiayaan Pembangunan” yang diberikan oleh Dosen Pengajar
Ekonomi Islam dengan mata kuliah Bahasa Indonesia oleh bapak Zein Muttaqin, S.E.I., M.A
Dengan mengucap puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,atas semua
rahmat yang diberikan, sehingga mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Bahasa Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap makalah ini bermanfaat dalam hal menambah wawasan serta ilmu
pengetahuan mengenai Bahasa Indonesia, Selain itu juga sebagai bahan pelajaran kedepannya.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kami sendiri maupun bagi pembaca. Kami mohon
maaf jika didalam makalah ini terdapat kesalahan dalam penulisannya.
Yogyakarta, 21 Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Bab II Pembahasan
2.1 Definisi
2.2 Analisa
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Peristiwa penurunan cepat dari harga internasional minyak bumi yang berpangkal pada
resesi global periode 1980-1983, terlihat pengaruhnya sangat buruk bagi perekonomian
Indonesia khususnya pada periode sesudah resesi tersebut berakhir, yaitu pada tahun-tahun 1983medio 1990. Seperti diketahui, penurunan harga Internasional minyak bumi baru berhenti sejak
pecahnya perang Teluk pada bulan Agustus 1990-April 1991. Gejolak harga minyak bumi
Internasional ini telah mendorong pemerintah Indonesia untuk melancarkan serangkaian
kebijaksanaan deregulasi yang bercirikan sup-ply-side, yang ditujukan untuk meningkatkan
efesiensi kegiatan di berbagai sector penghasil barang dan penghasil jasa, agar laju pertumbuhan
perekonomian bangkit kembali. Rangkaian kebijaksanaan deregulasi yang dilancarkan sejak juni
1983 itu juga ditujukan untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan perekonomian
Indonesia kepada ekspor minyak bumi dan gas alam, serta kepada penerimaan Negara yang
bersumberkan migas. Tindakan deregulasi yang terus berlangsung hingga kini; dan yang semakin
intensif dilakukan sejak tahun 1985, ternyata memerlukan bantuan beberapa kebijaksanaan yang
dramatis seperti Devaluasi Maret 1983, penjadwalan kembali Mega Project Mei 1983, Devaluasi
September 1986, dan Gebrakan Sumarlin (I) Juni 1987 serta Gebrakan Sumarlin (II) Januari
1991.
Rangkaian kebijaksanaan deregulasi yang dibarengi beberapa “kegiatan” dan “gebrakan” itu
telah berhasil membangkitkan kembali laju pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada tahun
1988 laju pertumbuhan PDB telah mencapai sekitar 5,8%, dan pada tahun 1989 sekitar 7,5%
sedangkan pada tahun 1990 sekitar 7,4%. Dengan demikian, laju pertumbuhan PDB Indonesia
telah kembali sekitar 7% pertahun rata-ratanya yang pernah tampak pada periode panjang 19681981. Struktur ekspor Indonesia semakin didominasi ekspor nonmigas-bila pada tahun 1979
ekspor migas masih menguasai porsi sebesar 65,2% dari ekspor total, maka pada tahun 1990
porsi migas tinggal sebesar 43,1% dari ekspor total Indonesia. Juga tampak, bagaimana ekspor
hasil industry Indonesia semakin meningkat, dan tidak lagi hanya terdiri dari tipe resource-based,
melainkan juga technology-based.
Ditengah optimism yang dilandasi bangkitnya kembali perekonomian ternyata berbagai
masalah bermunculan; yaitu sejak akhir 1990 hingga saat ini. Dengan cepat optimisme itu
berubah menjadi sikap yang skeptis; bahkan pesimistis, tentang prospek perkembangan ekonomi
ditahun 1991 dan di periode jangka menengah didepan. Perubahan sikap yang mendadak ini
sebgian timbul sebagai akibat upaya drastic dari pemerintah untuk mengendalikan hal-hal yang
berkaitan erat dengan lonjakan rencana investasi dari dunia usaha swasta, baik domestik maupun
asing. Kenaikan impor yang terlalu cepat, mengancam posisi neraca pembayaran yang sejauh ini
selalu positif. Juga, di dalam menghangatnya kembali ancaman inflasi.Sebagian lagi sebab dari
perubahan sikap yang mendadak di atas juga terletak pada optimism kalangan swasta yang
berlebbih-lebihan; seperti terlihat dari rencana investasi mega projects mereka, yang kemudian
dihadapkan kepada penjadwalan kembali yang ketat serupa ditahun 1983.
Dipandang dari kaca mata ekonomi makro pemerintah Indonesia, tampaknya kesemua
perkembangan pada periode 1988-1990 menimbulkan pertanyaan : apakah laju pertumbuhan
seperti itu mampu bertahan lama tanpa mempersulit pengendalian, demi terjaganya stabilitas
ekonomi selain politik? Yang terpenting : apakah sumber pembiayaan pembangunan akan
mampu mendukung perkembangan ekonomi secepat itu? Apakah sumber pembiayaan akan
mampu menghadapi tuntutan pembangunan yang semakin meningkat bukan saja dari swasta
pada umumnya, melainkan juga dari pemerintah pusat serta pemerintah Indonesia, selain juga
masyarakat sebagai keseluruhan? Hal ini patut ditanyakan, antara lain sebagai akibat munculnya
ancaman menurunnya arus dana Internasional ke kelompok Negara sedang berkembang.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu:
1 Apa pengertian dari prospek ekonomi ?
2 Bagaimana analisa dan solusi dari masalah pembiayaan ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Prospek Ekonomi
Simulasi yang dilakukan dengan menggunakan model ekonometri ekonomi Islam Indonesia
yang kompleks memperlihatkan bahwa baik menurut skenario rendah, menengah, maupun tinggi
laju pertumbuhan PDB pada tahun 1992 akan lebih baik dari tahun 1991. Laju pertumbuhan
PDB tahun 1991 menurut skenario menengah dapat dicapai hanya 5,3%, antara lain sebagai
akibat kebijaksanaan uang ketat atau yang ditujukan baik untuk mengerem impor yang naik
terlalu cepat maupun mengendalikan tingkat kenaikan harga-harga umum. Pada tahun 1992 laju
pertumbuhan PDB akan dapat naik ke 6,7% dan pada tahun 1993 ke 7,0%. Hal ini akan terjadi
sebagai akibat proses-proses penyesuaian yang berlangsung lewat mekanisme pasar, yakni
sebagai hasil respons dunia usaha pada umumnya terhadap kelebihan kapasitas produksi yang
akan bermunculan di berbagai sektor. Dunia usaha akan mencari berbagai metode pembiayaan di
dalam dan di luar negeri untuk memanfaatkan excess capacity tersebut, sebagai bagian dari usaha
menghindari kerugian ataupun kebangkrutan. Pihak perbankan dan lembaga keuangan bukan
bank pun dan menyalurkan dana yang diperlukan. Asalkan deregulasi dan konsistensi
kebijaksanaan dipertahankan terus pada tahun-tahun mendatang, tak ada alasan untuk meragukan
kemampuan dunia usaha khususnya swasta untuk melanjutkan kegiatan-kegiatannya.
Juga patut diperhatikan, bagaimana pengendoran TMP mungkin akan dilakukan pada
periode itu dengan menggunakan instrumen SBI, SBPU, SWAP dan kegiatan antar bank dan
tidak lagi lewat kredit likuiditas yang kuat efek inflasinya itu. Dengan demikian, cara-cara
intervansi langsung-apalagi tindakan seperti Gebrakan Sumarlin I 1987 dan Gebrakan Sumarlin
II 1991-tampaknya tidak lagi akan digunakan. Hal ini harus dikaitkan dengan kenyataan bahwa
tingkat inflasi Indonesia sudah berhasil dibawah 10% per tahun sejak tahun 1984. Dengan
keberhasilan ini, berbagai instrument bisa dikerahkan untuk menghasilkan pengendalian moneter
yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, tampaknya tingkat harga minyak bumi
internasional akan diusahakan oleh semua pihak yang berkepentingan untuk stabil pada jangka
waktu menengah. Bangkitnya kembali laju pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 1992,
meskipun berpola rolling recovery, akan sangat membantu posisi ekonomi Indonesia khususnya
dalam hal ekspor nonmigas. Yang dikhawatirkan memang adalah tingkat bunga global, yang
diperkirakan akan tetap sulit turun, sebagai akibat kebutuhan akan dana yang meningkat lebih
cepat daripada global savings.
2.2 Analisa dan solusi dalam masalah pembiayaan
Sebagaimana secara komprehensif, baik secara teoritis maupun empiris, dipaparkan oleh
Bank Dunia di dalam laporan tahunannya untuk tahun 1989, masalah pembiayaan pembangunan
khususnya dan sistem keuangan pada umumnya menjadi semakin menonjol di perekonomian
kelompok Negara sedang berkembang ketika peranan sektor swasta diberikan keleluasaan yang
semakin besar dalam menentukan resource allocation. Seperti yang dialami Indonesia sejak saat
deregulasi 1983 hingga kini,keleluasaan semacam itu dibarengi oleh semakin pentingnya
peranan mekanisme pasar menentukan berbagai harga-harga barang dan jasa, tingkat sewa, harga
devisa atau kurs, dan sebagainya. Pada gilirannya, kesemua harga tersebut member aba-aba
kepada kegiatan produksi serta perdagangan, dan investasi yang terkait dengan keduanya.
Adalah sangat penting, karena itu, agar aba-aba itu tidak membawa unsur distorsi yang berasal
dari berbagai sumber diluar pasa, antara lain pihak pemerintah lewat intervensinya, demi
munculnya pola alokasi sumber ekonomi yang paling efesien dan selanjutnya pertumbuhan
ekonomi.
Dengan tujuan membahas masalah pembiayaan pembangunan yang akan muncul di masa
mendatang yang dekat, demi tercapainya laju pertumbuhan ekonomi tahun 1992 dan 1993.
Seperti yang diproyeksikan dalam makalah Prof. Dr. Moh. Arsjad Anwar dan Dr. Iwan J. Azis,
dilakukanlah kajian tentang :
1 Masalah pembiayaan sektor pemerintah (oleh Prof. Dr. M. Arsjad Anwar; Faisal H. Basri,
SE, MA; dan Moh. Ikhsan, SE, MA)
2 Masalah pembiayaan dunia usaha dan peranan perbankan (oleh Dr. M. Arif Djanin)
3 Masalah ekspor nonmigas sebagai sumber penghasil devisa (oleh Dr. Hadi Soesatrio)
4 Masalah arus dana internasional ke kelompok Negara sedang berkembang (oleh Dr.
Anwar Nasution)
5 Masalah pembiayaan pembangunan daerah (oleh Dr. Susiyati B. Hirawan)
Seperti dikemukakan di dalam makalah Prof. Dr. M.Arsjad Anwar-Faisal H.Basri, SE, MAMoh. Ikhsan, SE, MA; peranan pemerintah di Indonesia akan terus menonjol dalam hal investasi
di bidang prasarana, di bidang pengembangan wilayah, dan di bidang pengembangan sumber
daya manusia. Pengalaman masa lalu memperlihatkan, bagaimana upaya menggalakan
penerimaan rutin dari pajak yang dilakukan lewat reformasi pajak sejak tahun 1983 belum
berhasil mengurangi ketergantungan kepada bantuan/pinjaman luar negeri, apalagi pada saat
terjadinya penurunan dari harga Internasional minyak bumi. Tampak, bagaimana pemerintah
tetap terbatas sebagai akibatnya, yang menyebabkan pengeluaran pembangunan juga tertahan
kenaikannya. Bertahannya peranan penting dari bantuan/pinjaman luar negeri harus diwaspadai,
sebab hal itu akan menimbulkan beban pembayaran hutang luar negeri yang mampu
menggerogoti Anggaran Rutin; dan selanjutnya membatasi tabungan pemerintah sebagai sumber
pembiayaan pembangunan. Hal ini menuntut upaya peningkatan penerimaan pajak yang semakin
kuat di masa datang.
Disisi lain, seperti dikemukakan didalam makalah Dr.Arif Djanin, peranan sektor dunia
usaha semakin berkembang dan menuntut adanya dukungan dari sumber pembiayaan yang
semakin meningkat pula. Hal ini harus dikaitkan dengan proyeksi Prof. Dr. M. Arsjad AnwarDr. Iwan J. Azis tentang akan semakin kuatnya sumbangan laju pertumbuhan PDB yang berasal
dari kelompok sektor nonmigas, yakni sebagian terbesar justru ditangani dunia usaha swasta.
Tampaknya, dunia usaha akan makin memerlukan dana yang dihimpun oleh sistem keuangan
dari masyarakat luas untuk mengkompensasikan kekurangan dana yang dihimpun dari dalam.
Hal ini menuntut tindakan lanjutan deregulasi dan pembenahan di bidang perbankan dan
lembaga keuangan bukan bank. Tanpa usaha
ini, dunia usaha akan menghadapi masalah kekurangan dana yang serius dimasa mendatang.
Makalah Dr. Hadi Soesastro tentang prospek ekspor nonmigas mengungkapkan, bagaimana
laju pertumbuhan ekspor kelompok komoditi ini sangat ditentukan oleh :
1
2
3
Perkembangan harga internasional minyak bumi
Perkembangan ekonomi dunia; dan
Perkembangan kapasitas produksi, kemampuan, dan daya saing ekspor.
Prospek yang baik itu antara lain timbul dari kenyataan bahwa pangsa pasar Indonesia di
luar kawasan Asia Timur belum besar, khususnya untuk ekspor hasil industry manufaktur; dan
sebagian besar PMA yang masuk ke Indonesia belakangan ini berasal dari kelompok Asian NIEs
yang umumnya berorientasikan ekspor. Dapat diperkirakan karena itu, perolehan devisa dari
ekspor non migas akan tetap meningkat pada tahun 1991dan tahun 1992 mendatang. Dr. Hadi
Soesastro kemudian mengemukakan perlunya sejumlah kebijaksanaan dilakukan untuk
menjamin agar prospek ini terealisasi antara lain karena kuatnya sifat foot-loose dari industri
yang terkait ekspor ini.
Dari pembahasan masalah pembiayaan diatas terlihat, bagaimana masalah pembiayaan
pembangunan muncul baik dalam hal perolehan rupiah maupun perolehan devisa, pada
lingkungan pemerintah maupun dunia usaha pada umumnya, dan baik pada tingkatan nasional
maupun tingkatan pemda I dan pemda II. Juga terlihat, bagaimana prospeknya untuk tahun 1992
dan tahun-tahun sesudahnya diperkirakan tetap baik, meskipun kondisi lingkungan global agak
merisaukan bagi NSB pada umumnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Prospek ekonomi Indonesia pada tahun 1992 dan jangka pendek di muka; serta konsekuensi
pada pembiayaan pembangunan,tampak bagaimana kebijaksanaan deregulasi sejak tahun 1983
telah merupakan mixed blessing bagi pembangunan Indonesia. Disatu pihak : deregulasi itu
berhasil memacu laju pertumbuhan ekonomi, sambil meningkatkan tersedianya dana pembiayaan
rupiah dan devisa. Di pihak lain : deregulasi itu telah menciptakan masalah manajemen ekonomi
yang makin sulit dan kompleks, baik pada tingkatan makro maupun mikro, serta baik pada
dimensi sektoral maupun regional. Kesulitan dan kompleksitas itu juga disebabkan oleh semakin
banyaknya actor yang terlibat dalam kegiatan ekonomi pada umumnya, dan kegiatan
pembangunan khususnya, selain juga semakin menguatnya peranan factor-faktor eksternal, yang
cukup banyak menimbulkan external shocks bagi Indonesia. Pada akhirnya, tampak pula
bagaimana mekanisme pasar semakin berperan dalam perekonomian, mensejarahi peranan sektor
swasta yang meningkat pesat pada desawarsa 1980-an yang lalu dan dewasa ini. Hal ini
mengisyaratkan perlunya intervensi pemerintah makin bersifat market – friendly, yang
mengutamakan kepada pemberian aba-aba yang konsisten dan rasional kepada semua actor
ekonomi, dan bukannya cara-cara intervensi langsung, apalagi yang berupa paksaan. Tindakantindakan yang tidak bertepatan dengan syarat ini akan mudah menganggu perkembangan
ekonomi, apalagi di sektor keuangan yang berkaitan erat dengan kegiatan pembiayaan
pembangunan di mana factor psikologis sering turut memainkan pengaruh yang cukup kuat
3.2 Saran
prospek ekonomi jangka pendek dan pembangunan pembiayaan harus memiliki pengaruh juga
pada masa mendatang agar tetap berkembang dan dapat menimbulkan dampak positif .
DAFTAR PUSTAKA
Hirawan, Susiyati B. “Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan
Daerah”. Pembahasan atas makalah sibero, A. pada Lokakarya peningkatan kemampuan
keuangan daerah, di Yogyakarta, 20 Agustus 1991.
Hirawan, Susiyati B. “Kelulusan Daerah atau Kontrol Pusat?’, Moh. Arsyad Anwar Iwan Jaya
Azis, eds., Bunga Rampai Konsep Ekonomi. L.P-F.E.U.I, 1990.
Hirawan, Susiyati B. “Peraturan Perundang-undangan Pajak dan Daerah”. Pada seminar sehari
pajak dan Retribusi Daerah, Pemda DKI Jakarta Raya, Jakarta 12 Desember 1990.
Hutaean, P. “Kebijaksanaan Pinjaman Pemerintah Daerah, Latar Belakang, Konsekuensi, dan
Aspek Administrasi”. Makalah disajikan pada Pekan Orientasi KKD, di Hotel Garden, Kemang
13-17 Mei 1991.
Sibero, Atar “Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan Prasarana
Daerah”. Makalah disajikan pada Lokakarya Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah di
Yogyakarta, 20-22 Agustus 1991.
Nota Keuangan. Departemen Keuangan, beberapa tahun.
“Lampiran Pidato Presiden RI di depan DPR”. Departemen Penerangan RI, 16 Agustus 1991.
Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, 1990.
Prospek Ekonomi Indonesia Jangka Pendek dan Sumber Pembiayaan
Pembangunan
Mata Kuliah Bahasa Indonesia
(Kelas: D)
Dosen Pengampu: Zein Muttaqin, S.E.I., M.A
Nama
NIM
Oleh
: Nurul Elisa Putri
: 15423051
Program Studi Ekonomi Islam
Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas izin-Nya kami dapat
menyelesaikankan makalah ini guna memenuhi tugas tentang “Prospek Ekonomi Indonesia
Jangka Pendek dan Sumber Pembiayaan Pembangunan” yang diberikan oleh Dosen Pengajar
Ekonomi Islam dengan mata kuliah Bahasa Indonesia oleh bapak Zein Muttaqin, S.E.I., M.A
Dengan mengucap puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,atas semua
rahmat yang diberikan, sehingga mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Bahasa Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap makalah ini bermanfaat dalam hal menambah wawasan serta ilmu
pengetahuan mengenai Bahasa Indonesia, Selain itu juga sebagai bahan pelajaran kedepannya.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kami sendiri maupun bagi pembaca. Kami mohon
maaf jika didalam makalah ini terdapat kesalahan dalam penulisannya.
Yogyakarta, 21 Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Bab II Pembahasan
2.1 Definisi
2.2 Analisa
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Peristiwa penurunan cepat dari harga internasional minyak bumi yang berpangkal pada
resesi global periode 1980-1983, terlihat pengaruhnya sangat buruk bagi perekonomian
Indonesia khususnya pada periode sesudah resesi tersebut berakhir, yaitu pada tahun-tahun 1983medio 1990. Seperti diketahui, penurunan harga Internasional minyak bumi baru berhenti sejak
pecahnya perang Teluk pada bulan Agustus 1990-April 1991. Gejolak harga minyak bumi
Internasional ini telah mendorong pemerintah Indonesia untuk melancarkan serangkaian
kebijaksanaan deregulasi yang bercirikan sup-ply-side, yang ditujukan untuk meningkatkan
efesiensi kegiatan di berbagai sector penghasil barang dan penghasil jasa, agar laju pertumbuhan
perekonomian bangkit kembali. Rangkaian kebijaksanaan deregulasi yang dilancarkan sejak juni
1983 itu juga ditujukan untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan perekonomian
Indonesia kepada ekspor minyak bumi dan gas alam, serta kepada penerimaan Negara yang
bersumberkan migas. Tindakan deregulasi yang terus berlangsung hingga kini; dan yang semakin
intensif dilakukan sejak tahun 1985, ternyata memerlukan bantuan beberapa kebijaksanaan yang
dramatis seperti Devaluasi Maret 1983, penjadwalan kembali Mega Project Mei 1983, Devaluasi
September 1986, dan Gebrakan Sumarlin (I) Juni 1987 serta Gebrakan Sumarlin (II) Januari
1991.
Rangkaian kebijaksanaan deregulasi yang dibarengi beberapa “kegiatan” dan “gebrakan” itu
telah berhasil membangkitkan kembali laju pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada tahun
1988 laju pertumbuhan PDB telah mencapai sekitar 5,8%, dan pada tahun 1989 sekitar 7,5%
sedangkan pada tahun 1990 sekitar 7,4%. Dengan demikian, laju pertumbuhan PDB Indonesia
telah kembali sekitar 7% pertahun rata-ratanya yang pernah tampak pada periode panjang 19681981. Struktur ekspor Indonesia semakin didominasi ekspor nonmigas-bila pada tahun 1979
ekspor migas masih menguasai porsi sebesar 65,2% dari ekspor total, maka pada tahun 1990
porsi migas tinggal sebesar 43,1% dari ekspor total Indonesia. Juga tampak, bagaimana ekspor
hasil industry Indonesia semakin meningkat, dan tidak lagi hanya terdiri dari tipe resource-based,
melainkan juga technology-based.
Ditengah optimism yang dilandasi bangkitnya kembali perekonomian ternyata berbagai
masalah bermunculan; yaitu sejak akhir 1990 hingga saat ini. Dengan cepat optimisme itu
berubah menjadi sikap yang skeptis; bahkan pesimistis, tentang prospek perkembangan ekonomi
ditahun 1991 dan di periode jangka menengah didepan. Perubahan sikap yang mendadak ini
sebgian timbul sebagai akibat upaya drastic dari pemerintah untuk mengendalikan hal-hal yang
berkaitan erat dengan lonjakan rencana investasi dari dunia usaha swasta, baik domestik maupun
asing. Kenaikan impor yang terlalu cepat, mengancam posisi neraca pembayaran yang sejauh ini
selalu positif. Juga, di dalam menghangatnya kembali ancaman inflasi.Sebagian lagi sebab dari
perubahan sikap yang mendadak di atas juga terletak pada optimism kalangan swasta yang
berlebbih-lebihan; seperti terlihat dari rencana investasi mega projects mereka, yang kemudian
dihadapkan kepada penjadwalan kembali yang ketat serupa ditahun 1983.
Dipandang dari kaca mata ekonomi makro pemerintah Indonesia, tampaknya kesemua
perkembangan pada periode 1988-1990 menimbulkan pertanyaan : apakah laju pertumbuhan
seperti itu mampu bertahan lama tanpa mempersulit pengendalian, demi terjaganya stabilitas
ekonomi selain politik? Yang terpenting : apakah sumber pembiayaan pembangunan akan
mampu mendukung perkembangan ekonomi secepat itu? Apakah sumber pembiayaan akan
mampu menghadapi tuntutan pembangunan yang semakin meningkat bukan saja dari swasta
pada umumnya, melainkan juga dari pemerintah pusat serta pemerintah Indonesia, selain juga
masyarakat sebagai keseluruhan? Hal ini patut ditanyakan, antara lain sebagai akibat munculnya
ancaman menurunnya arus dana Internasional ke kelompok Negara sedang berkembang.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu:
1 Apa pengertian dari prospek ekonomi ?
2 Bagaimana analisa dan solusi dari masalah pembiayaan ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Prospek Ekonomi
Simulasi yang dilakukan dengan menggunakan model ekonometri ekonomi Islam Indonesia
yang kompleks memperlihatkan bahwa baik menurut skenario rendah, menengah, maupun tinggi
laju pertumbuhan PDB pada tahun 1992 akan lebih baik dari tahun 1991. Laju pertumbuhan
PDB tahun 1991 menurut skenario menengah dapat dicapai hanya 5,3%, antara lain sebagai
akibat kebijaksanaan uang ketat atau yang ditujukan baik untuk mengerem impor yang naik
terlalu cepat maupun mengendalikan tingkat kenaikan harga-harga umum. Pada tahun 1992 laju
pertumbuhan PDB akan dapat naik ke 6,7% dan pada tahun 1993 ke 7,0%. Hal ini akan terjadi
sebagai akibat proses-proses penyesuaian yang berlangsung lewat mekanisme pasar, yakni
sebagai hasil respons dunia usaha pada umumnya terhadap kelebihan kapasitas produksi yang
akan bermunculan di berbagai sektor. Dunia usaha akan mencari berbagai metode pembiayaan di
dalam dan di luar negeri untuk memanfaatkan excess capacity tersebut, sebagai bagian dari usaha
menghindari kerugian ataupun kebangkrutan. Pihak perbankan dan lembaga keuangan bukan
bank pun dan menyalurkan dana yang diperlukan. Asalkan deregulasi dan konsistensi
kebijaksanaan dipertahankan terus pada tahun-tahun mendatang, tak ada alasan untuk meragukan
kemampuan dunia usaha khususnya swasta untuk melanjutkan kegiatan-kegiatannya.
Juga patut diperhatikan, bagaimana pengendoran TMP mungkin akan dilakukan pada
periode itu dengan menggunakan instrumen SBI, SBPU, SWAP dan kegiatan antar bank dan
tidak lagi lewat kredit likuiditas yang kuat efek inflasinya itu. Dengan demikian, cara-cara
intervansi langsung-apalagi tindakan seperti Gebrakan Sumarlin I 1987 dan Gebrakan Sumarlin
II 1991-tampaknya tidak lagi akan digunakan. Hal ini harus dikaitkan dengan kenyataan bahwa
tingkat inflasi Indonesia sudah berhasil dibawah 10% per tahun sejak tahun 1984. Dengan
keberhasilan ini, berbagai instrument bisa dikerahkan untuk menghasilkan pengendalian moneter
yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, tampaknya tingkat harga minyak bumi
internasional akan diusahakan oleh semua pihak yang berkepentingan untuk stabil pada jangka
waktu menengah. Bangkitnya kembali laju pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 1992,
meskipun berpola rolling recovery, akan sangat membantu posisi ekonomi Indonesia khususnya
dalam hal ekspor nonmigas. Yang dikhawatirkan memang adalah tingkat bunga global, yang
diperkirakan akan tetap sulit turun, sebagai akibat kebutuhan akan dana yang meningkat lebih
cepat daripada global savings.
2.2 Analisa dan solusi dalam masalah pembiayaan
Sebagaimana secara komprehensif, baik secara teoritis maupun empiris, dipaparkan oleh
Bank Dunia di dalam laporan tahunannya untuk tahun 1989, masalah pembiayaan pembangunan
khususnya dan sistem keuangan pada umumnya menjadi semakin menonjol di perekonomian
kelompok Negara sedang berkembang ketika peranan sektor swasta diberikan keleluasaan yang
semakin besar dalam menentukan resource allocation. Seperti yang dialami Indonesia sejak saat
deregulasi 1983 hingga kini,keleluasaan semacam itu dibarengi oleh semakin pentingnya
peranan mekanisme pasar menentukan berbagai harga-harga barang dan jasa, tingkat sewa, harga
devisa atau kurs, dan sebagainya. Pada gilirannya, kesemua harga tersebut member aba-aba
kepada kegiatan produksi serta perdagangan, dan investasi yang terkait dengan keduanya.
Adalah sangat penting, karena itu, agar aba-aba itu tidak membawa unsur distorsi yang berasal
dari berbagai sumber diluar pasa, antara lain pihak pemerintah lewat intervensinya, demi
munculnya pola alokasi sumber ekonomi yang paling efesien dan selanjutnya pertumbuhan
ekonomi.
Dengan tujuan membahas masalah pembiayaan pembangunan yang akan muncul di masa
mendatang yang dekat, demi tercapainya laju pertumbuhan ekonomi tahun 1992 dan 1993.
Seperti yang diproyeksikan dalam makalah Prof. Dr. Moh. Arsjad Anwar dan Dr. Iwan J. Azis,
dilakukanlah kajian tentang :
1 Masalah pembiayaan sektor pemerintah (oleh Prof. Dr. M. Arsjad Anwar; Faisal H. Basri,
SE, MA; dan Moh. Ikhsan, SE, MA)
2 Masalah pembiayaan dunia usaha dan peranan perbankan (oleh Dr. M. Arif Djanin)
3 Masalah ekspor nonmigas sebagai sumber penghasil devisa (oleh Dr. Hadi Soesatrio)
4 Masalah arus dana internasional ke kelompok Negara sedang berkembang (oleh Dr.
Anwar Nasution)
5 Masalah pembiayaan pembangunan daerah (oleh Dr. Susiyati B. Hirawan)
Seperti dikemukakan di dalam makalah Prof. Dr. M.Arsjad Anwar-Faisal H.Basri, SE, MAMoh. Ikhsan, SE, MA; peranan pemerintah di Indonesia akan terus menonjol dalam hal investasi
di bidang prasarana, di bidang pengembangan wilayah, dan di bidang pengembangan sumber
daya manusia. Pengalaman masa lalu memperlihatkan, bagaimana upaya menggalakan
penerimaan rutin dari pajak yang dilakukan lewat reformasi pajak sejak tahun 1983 belum
berhasil mengurangi ketergantungan kepada bantuan/pinjaman luar negeri, apalagi pada saat
terjadinya penurunan dari harga Internasional minyak bumi. Tampak, bagaimana pemerintah
tetap terbatas sebagai akibatnya, yang menyebabkan pengeluaran pembangunan juga tertahan
kenaikannya. Bertahannya peranan penting dari bantuan/pinjaman luar negeri harus diwaspadai,
sebab hal itu akan menimbulkan beban pembayaran hutang luar negeri yang mampu
menggerogoti Anggaran Rutin; dan selanjutnya membatasi tabungan pemerintah sebagai sumber
pembiayaan pembangunan. Hal ini menuntut upaya peningkatan penerimaan pajak yang semakin
kuat di masa datang.
Disisi lain, seperti dikemukakan didalam makalah Dr.Arif Djanin, peranan sektor dunia
usaha semakin berkembang dan menuntut adanya dukungan dari sumber pembiayaan yang
semakin meningkat pula. Hal ini harus dikaitkan dengan proyeksi Prof. Dr. M. Arsjad AnwarDr. Iwan J. Azis tentang akan semakin kuatnya sumbangan laju pertumbuhan PDB yang berasal
dari kelompok sektor nonmigas, yakni sebagian terbesar justru ditangani dunia usaha swasta.
Tampaknya, dunia usaha akan makin memerlukan dana yang dihimpun oleh sistem keuangan
dari masyarakat luas untuk mengkompensasikan kekurangan dana yang dihimpun dari dalam.
Hal ini menuntut tindakan lanjutan deregulasi dan pembenahan di bidang perbankan dan
lembaga keuangan bukan bank. Tanpa usaha
ini, dunia usaha akan menghadapi masalah kekurangan dana yang serius dimasa mendatang.
Makalah Dr. Hadi Soesastro tentang prospek ekspor nonmigas mengungkapkan, bagaimana
laju pertumbuhan ekspor kelompok komoditi ini sangat ditentukan oleh :
1
2
3
Perkembangan harga internasional minyak bumi
Perkembangan ekonomi dunia; dan
Perkembangan kapasitas produksi, kemampuan, dan daya saing ekspor.
Prospek yang baik itu antara lain timbul dari kenyataan bahwa pangsa pasar Indonesia di
luar kawasan Asia Timur belum besar, khususnya untuk ekspor hasil industry manufaktur; dan
sebagian besar PMA yang masuk ke Indonesia belakangan ini berasal dari kelompok Asian NIEs
yang umumnya berorientasikan ekspor. Dapat diperkirakan karena itu, perolehan devisa dari
ekspor non migas akan tetap meningkat pada tahun 1991dan tahun 1992 mendatang. Dr. Hadi
Soesastro kemudian mengemukakan perlunya sejumlah kebijaksanaan dilakukan untuk
menjamin agar prospek ini terealisasi antara lain karena kuatnya sifat foot-loose dari industri
yang terkait ekspor ini.
Dari pembahasan masalah pembiayaan diatas terlihat, bagaimana masalah pembiayaan
pembangunan muncul baik dalam hal perolehan rupiah maupun perolehan devisa, pada
lingkungan pemerintah maupun dunia usaha pada umumnya, dan baik pada tingkatan nasional
maupun tingkatan pemda I dan pemda II. Juga terlihat, bagaimana prospeknya untuk tahun 1992
dan tahun-tahun sesudahnya diperkirakan tetap baik, meskipun kondisi lingkungan global agak
merisaukan bagi NSB pada umumnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Prospek ekonomi Indonesia pada tahun 1992 dan jangka pendek di muka; serta konsekuensi
pada pembiayaan pembangunan,tampak bagaimana kebijaksanaan deregulasi sejak tahun 1983
telah merupakan mixed blessing bagi pembangunan Indonesia. Disatu pihak : deregulasi itu
berhasil memacu laju pertumbuhan ekonomi, sambil meningkatkan tersedianya dana pembiayaan
rupiah dan devisa. Di pihak lain : deregulasi itu telah menciptakan masalah manajemen ekonomi
yang makin sulit dan kompleks, baik pada tingkatan makro maupun mikro, serta baik pada
dimensi sektoral maupun regional. Kesulitan dan kompleksitas itu juga disebabkan oleh semakin
banyaknya actor yang terlibat dalam kegiatan ekonomi pada umumnya, dan kegiatan
pembangunan khususnya, selain juga semakin menguatnya peranan factor-faktor eksternal, yang
cukup banyak menimbulkan external shocks bagi Indonesia. Pada akhirnya, tampak pula
bagaimana mekanisme pasar semakin berperan dalam perekonomian, mensejarahi peranan sektor
swasta yang meningkat pesat pada desawarsa 1980-an yang lalu dan dewasa ini. Hal ini
mengisyaratkan perlunya intervensi pemerintah makin bersifat market – friendly, yang
mengutamakan kepada pemberian aba-aba yang konsisten dan rasional kepada semua actor
ekonomi, dan bukannya cara-cara intervensi langsung, apalagi yang berupa paksaan. Tindakantindakan yang tidak bertepatan dengan syarat ini akan mudah menganggu perkembangan
ekonomi, apalagi di sektor keuangan yang berkaitan erat dengan kegiatan pembiayaan
pembangunan di mana factor psikologis sering turut memainkan pengaruh yang cukup kuat
3.2 Saran
prospek ekonomi jangka pendek dan pembangunan pembiayaan harus memiliki pengaruh juga
pada masa mendatang agar tetap berkembang dan dapat menimbulkan dampak positif .
DAFTAR PUSTAKA
Hirawan, Susiyati B. “Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan
Daerah”. Pembahasan atas makalah sibero, A. pada Lokakarya peningkatan kemampuan
keuangan daerah, di Yogyakarta, 20 Agustus 1991.
Hirawan, Susiyati B. “Kelulusan Daerah atau Kontrol Pusat?’, Moh. Arsyad Anwar Iwan Jaya
Azis, eds., Bunga Rampai Konsep Ekonomi. L.P-F.E.U.I, 1990.
Hirawan, Susiyati B. “Peraturan Perundang-undangan Pajak dan Daerah”. Pada seminar sehari
pajak dan Retribusi Daerah, Pemda DKI Jakarta Raya, Jakarta 12 Desember 1990.
Hutaean, P. “Kebijaksanaan Pinjaman Pemerintah Daerah, Latar Belakang, Konsekuensi, dan
Aspek Administrasi”. Makalah disajikan pada Pekan Orientasi KKD, di Hotel Garden, Kemang
13-17 Mei 1991.
Sibero, Atar “Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan Prasarana
Daerah”. Makalah disajikan pada Lokakarya Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah di
Yogyakarta, 20-22 Agustus 1991.
Nota Keuangan. Departemen Keuangan, beberapa tahun.
“Lampiran Pidato Presiden RI di depan DPR”. Departemen Penerangan RI, 16 Agustus 1991.
Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, 1990.