Pemakaian Sapaan Pada Pedagang di Lingku

PEMAKAIAN SAPAAN PEDAGANG MAKANAN DI
LINGKUNGAN FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
Hilma Erfiani Baroroh (1106035934)
Mesiyarti (1106036086)
Pascasarjana Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia, Depok

Abstrak
Penelitian ini berusaha mendeskripsikan pemertahanan dan sikap bahasa daerah Jawa pada
pedagang di sekitar stasiun Pondok Cina. Kajian ini menggunakan metode kualitatif yang
memperoleh data dari penyebaran kuesioner dan wawancara. Pemertahanan dan sikap bahasa
dibahasa dalam bentuk kecenderungan bahasa yang digunakan oleh responden baik ditinjau
dari situasi pemakaian baik sebelum berdagang, ketika berdagang, dan setelah berdagang.
Penelitian ini juga membahasa sikap bahasa responden terhadap bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemertahanan bahasa terjadi pada
responden pria dan wanita lajang sedangkan pergeseran bahasa terjadi pada kalangan pria dan
wanita menikah. Pemertahanan dan pergeseran bahasa dipengaruhi oleh situasi, kondisi
pekerjaan dan tempat tinggal, serta faktor subyektif. Sikap bahasa menunjukkan bahwa
kelompok pria lajang lebih positif dibandingkan pria menikah, sedangkan kelompok wanita
lajang dan menikah bersikap positif terhadap bahasa daerahnya.

Abstract
This aim of this research is to describe the traditional language maintenance and language
shifting to traders around the Pondok China railway station. This study used qualitative
methods to obtain data from questionnaires and interviews. Language maintenance and
attitudinal language in the form of the language used by the tendency of respondents both in
terms of the situation well before use to trade, when to trade, and after the trade. This study
also discusses the attitude of respondents to the Javanese language and Indonesian language.
The results showed that the process of language maintenance occurs in single men and
women respondents, while language shifting occurs among men and women in marriage.
Language maintenance and language shifting is affected by the situation, conditions of
employment and housing, as well as subjective factors. The attitudinal of the language
indicates that the single men more positive than married men, while single women and
married groups are more favorable to language regions.
Keywords: language maintenance, language shifting, bilingual, attitudinal tendency,
diglossia

0

1. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Tuhan dalam berbagai suku dan bangsa. Setiap suku dan bangsa

membentuk satu komunitas yang memiliki ciri dan budaya masing-masing. Masyarakat yang
merupakan anggota komunitas tersebut memerlukan bahasa untuk dapat berkomunikasi satu
sama lain. Bahasa ini dapat dijadikan ciri terpenting dari suatu masyarakat, sebab melalui
bahasa, keanggotaan seseorang di dalam masyarakat dapat diidentifikasi.
Namun demikian, suatu masyarakat bahasa yang memiliki bahasa yang sama dapat juga
memiliki beragam bahasa, tergantung pada pemakai dan pemakaiannya. Menurut Suhardi dan
Sembiring dalam buku yang sama, keberagaman bahasa ditentukan oleh berbagai aspek luar
bahasa, seperti kelas sosial, jenis kelamin, etnisitas, dan umur. Sebagian besar aspek tersebut
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan pemakai bahasa itu. Adanya perbedaan dialek dan
aksen dalam satu komunitas merupakan bukti keberagaman itu yang keberadaannya
dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial (2007:48).
Berkenaan dengan masalah etnisitas, penelitian sosiolinguistik yang penulis lakukan
berfokus pada komunitas pedagang makanan di lingkungan Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia. Komunitas pedagang tersebut datang dari berbagai daerah
yang melatarbelakangi keragaman variasi bahasa masing-masing, sehingga menghasilkan
suatu tindak tutur yang beragam. Sumampouw dalam Purwo (ed.) menegaskan bahwa setiap
tindak ujaran yang dihasilkan dalam peristiwa ujaran yang tercipta karena adanya interaksi
sosial bersemuka, dengan ragam apapun, salah satu seginya yang penting adalah sistem
penyapaan (2000:220).
Sistem sapaan dalam interaksi sosial memiliki sebutan lain yaitu tutur sapa.

Kridalaksana menjelaskan bahwa sistem tutur sapa yakni “sistem yang mempertautkan
seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil
para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa” (1982:14). Kartomiharjo mengatakan bahwa
sapaan merupakan salah satu komponen bahasa yang penting karena dalam sapaan tersebut
dapat ditentukan suatu interaksi tertentu akan berlanjut. Walaupun sebagian besar pembicara
tidak menyadari betapa pentingnya penggunaan sapaan, tetapi karena secara naluriah setiap
pembicara akan berusaha berkomunikasi secara jelas, maka dalam berkomunikasi, dengan
bahasa apapun, sapaan hampir selalu digunakan (lihat Subiyatningsih 2008:73).
Penggunaan sapaan dalam berkomunikasi tidak hanya dilihat dari cara penutur
memanggil atau menyapa petuturnya. Hal yang menarik untuk diteliti adalah bagaimana
petutur menggunakan sapaan tertentu untuk menjawab sapaan penutur. Dalam hal ini respon
petutur juga harus diperhatikan.
1

1.2 Rumusan Masalah
Pentingnya sistem sapaan dalam interaksi, sebuah ketertarikan tersendiri bagi penulis
untuk meneliti sistem sapaan yang digunakan para pedagang makanan di lingkungan Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, namun penelitian dikhususkan pada
tuturan seputar kegiatan perdagangan, antara penjual-pembeli maupun antara pemilik kantin
dengan karyawannya dan respon yang diberikan oleh petutur, baik itu pembeli maupun

karyawan kantin. Beberapa permasalahan dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Tuturan apa sajakah yang digunakan oleh pedagang makanan di kantin Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
2) Alasan apa sajakah yang mempengaruhi pemilihan pemakaian tuturan sapaan itu?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai ragam sapaan ini bertujuan untuk:
1) Menemukan pola tuturan sapaan pedagang makanan di Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia.
2) Menemukan
3) Menganalisis dan mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan
sapaan tertentu di dalam respons.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang sosiolinguistik, yang dilakukan di
ruang lingkup yang sederhana yaitu di lingkungan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia. Penelitian ini berusaha mengungkapkan sistem sapaan yang digunakan
pada tuturan seputar kegiatan perdagangan, antara penjual-pembeli maupun antara pemilik
kantin dengan pegawainya dan respon yang diberikan oleh petutur, baik itu pembeli maupun
pegawai kantin. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat
bagi penelitian selanjutnya yang lebih besar dan rinci, terutama mengenai kajian
sosiolinguistik.

2. Metode Penelitian
Populasi penelitian ini adalah pertuturan komunitas pedagang makanan di lingkungan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, khususnya pertuturan seputar
2

kegiatan perdagangan yang terjadi di pasar tradisional. Sampel diambil dengan kategori
variabel berupa jenis pekerjaan, jenis kelamin dan usia. Metode penyediaan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara. Metode penelitian yang dilakukan
adalah deskriptif, yakni mencari ciri-ciri khusus pertuturan seputar kegiatan perdagangan
yang terjadi di kantin KANSAS Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Teknik pengumpulan data, seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, dilakukan dengan
cara wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara langsung dan diikuti dengan
pencatatan.
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan
data. Pengklasifikasian dan pengelompokkan data tentu harus

didasarkan pada tujuan

penelitian (Mahsun 2005:229). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan data
kualitatif berupa peristiwa bahasa. Alasan penggunaan metode ini adalah karena metode ini

mengarah pada penekanan penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta
yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang
dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang bisa dikatakan sifatnya paparan
seperti apa adanya (Djadjasudarma 1993).
2. 1 Kerangka Teori
Keragaman bahasa yang mencerminkan keragaman masyarakat, hal tersebut dapat
terlihat pada salah satu segi bahasa yang dinamakan tutur sapa. Semua bahasa mempunyai
apa yang disebut sistem tutur sapa, yakni sistem yang mempertautkan seperangkat kata-kata
atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam
suatu peristiwa bahasa (Kridalaksana 1982:14).
Dalam penelitian ini, para pelaku peristiwa bahasa adalah pedagang, pembeli, dan
pertuturannya.
Kata Sapaan
Brown dan Gilman dalam tulisannya menggunakan T (tu) dan V (vous) sebagai
bentuk akrab atau formal. Pemilihan kata ganti orang kedua yang digunakan penyapa kepada
pesapa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kekuasaan (power) dan solidaritas (solidarity).
(Fasold, 1990:3)
Arti dari kekuasaan disini adalah seseotang memiliki kuasa terhadap orang lain
sampai batas di mana ia dapat mengontrol sikap orang tersebut. Dasar dari kekuasaan itu
sendiri bermacam-macam, seperti orang yang lebih tua terhadap orang yang lebih muda,

3

orang tua terhadap anaknya, atasan terhadap karyawannya dan lain-lain. Sedangkan
solidaritas mengimplikasikan kesamaan antara kedua orang, hal ini ditunjukkan dengan
sekolah yang sama, pekerjaan yang sama, dan tentu saja hubungan keluarga.
Penggunaan V dan T oleh penutur terhadap mitra tutur dibagi ke dalam dua pola yaitu
pola resiprokal dan pola non-resiprokal. Hal tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Table 1:

The Dimensional Semantic in Equilibrium

V
Equality and Solidarity

Superior

T
T

V

Equality and not Solidarity
V

Inferior

T

Sumber: Brown dan Gilman (1972:259) dalam Fasold, 1990:5
Penjelasan tabel di atas adalah sebagai berikut. Apabila penyapa dan pesapa keduanya
berkuasa, mereka akan saling menyapa dengan bentuk V. sebaliknya apabila keduanya tidak
berkuasa, penyapa dan pesapa akan saling menyapa dengan bentuk T. Namun, apabila
penyapa lebih berkuasa daripada pesapa, penyapa akan menyapa dengan bentuk T dan akan
disapa dengan bentuk V. Begitupula sebaliknya, apabila penyapa tak lebih berkuasa daripada
pesapa maka ia akan menyapa dengan bentuk V dan akan disapa dalam bentuk T. Penyapa
dan pesapa yang memiliki tingkat kekuasaan serta memiliki hubungan solidaritas yang sama
akan menggunakan bentuk T untuk saling menyapa. Namun, jika keduanya tidak memiliki
hubungan solidaritas, mereka akan saling menyapa dengan bentuk V.
Menurut tabel di atas dapat dilihat bahwa, faktor kekuasaan lebih diutamakan
daripada hubungan solidaritas dalam pemilihan kata ganti orang kedua. Namun, menurut
Brown dan Gilman, hubungan berdasarkan solidaritas juga memiliki peranan dalam

pemilihan kata ganti orang kedua. Pola solidaritas dalam pemilihan kata ganti orang kedua
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

4

Table 1: The Dimensional Semantic Under Tension
V Superior and not solidarity V
V

Superior and solidarity
Equal and solidarity

T
Equal and not solidarity

T
T

Inferior and solidarity T


V

V
Inferior and not solidarity T

Sumber: Brown dan Gilman (1972:259) dalam Fasold, 1990:5
Pengertian tabel di atas adalah bahwa pada tabel bagian kiri, apabila penyapa lebih
berkuasa serta memiliki hubungan solidaritas terhadap pesapa, maka ia akan menyapa dengan
bentuk T dan dapat disapa dengan bentuk V atau T. Demikian pula sebaliknya jika penyapa
tidak lebih berkuasa namun memiliki hubungan solidaritas terhadap pesapa maka ia dapat
menyapa dengan bentuk V atau T akan disapa dengan bentuk T.
Pada tabel bagian kanan, apabila penyapa lebih berkuasa namun tidak memiliki
hubungan solidaritas terhadap pesapa maka ia akan menyapa dengan bentuk V dan T dan
dapat disapa dengan bentuk T. Demikian pula sebaliknya jika penyapa tidak lebih berkuasa
serta tidak memiliki hubungan solidaritas terhadap pesapa maka ia dapat menyapa dengan
bentuk V dan akan disapa dengan bentuk V dan T.
Tabel bagian tengah menandakan tingkat kekuasaan yang sama. Apabila penyapa dan
pesapa memiliki tingkat kekuasaan yang sama serta memiliki hubungan solidaritas maka ia
akan saling menyapa dengan bentuk T. Namun, jika mereka tidak memiliki hubungan
solidaritas, mereka akan saling menyapa dengan bentuk V.

Pada dasarnya pengertian tabel 1 dan 2 tidak jauh berbeda, namun pola yang ada di
tabel ini hubungan penyapa dan pesapa juga ditekankan berdasarkan kesolidaritasannya
sehingga seseorang dapat disapa ataupun menyapa dengan bentuk T dan V sekaligus. Dengan
demikian, terlihat bahwa hubungan solidaritas juga memiliki peran dalam terpilihnya satu
bentuk kata ganti.
Di dalam penelitian ini dipaparkan kata sapaan yang digunakan di dalam pertuturan
antara pedagang dan pembeli juga antara pemilik kantin dan karyawannya pada situasi
perdagangan. Selain itu kata sapaan yang digunakan di dalam respon petutur pada situasi juga
dianalisis untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Kata sapaan yang
dianalisis adalah kata-kata yang digunakan penutur untuk menyapa petutur. Jenis-jenis kata
sapaan yang digunakan merujuk pada sembilan kata sapaan dalam bahasa Indonesia menurut

5

Kridalaksana. Penelitian ini dilakukan di kantin KANSAS, Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia.
4. Analisis dan Interpretasi Data
Data penelitian diperoleh dari hasil wawancara dengan sepuluh informan pedagang
makanan yang ada di kantin FIB Universitas Indonesia.Berdasarkan permasalahan dan tujuan
yang diajukan dalam penelitian ini, analisis dilakukan terhadap 1) pemakaian sapaan
pedagang makanan di kantin FIB Universitas Indonesia, 2)
4. 1. Tutur Sapaan Pedagang kepada Mahasiswa Indonesia
Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang.
Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI.
Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik
konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia
dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan
mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya.
Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan
pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 1. Pemakaian Sapaan Pedagang Kepada Mahasiswa Indonesia
No

Responde
n

1

R1

Frekuensi
Sering
Jarang

2
3
4

5

R2
R3
R4

R5

Sering
Jarang
Sering
Jarang

Mahasiswa Indonesia
Muda
Tua
L
P
L
P
Nama/
Nama
Bapak/Mas
Mba/Ibu+
Neng
+Nama
Nama
Mas
Mba
Nama/
Nama
Mas/Bapak
Mba/Ibu
Mas
Mba
Mas
Mba
Bapak
Ibu
Nama
Nama
Bapak
Ibu
Mas
Mba
Bapak
Ibu

Jarang

Nama/
Mas
Mas

Sering

Nama

Nama

Jarang

Mas

Mba

Sering

Nama/
Mba
Mba

Mas/Bapak
Ibu/Mba+
+ Nama
Nama
Mas/Bapak
Mba/Ibu
Mas/Bapak Mba/Ibu+
+ Nama
Nama
Mas/Bapak

Mba/Bapak

6

6

R6

7

R7

8

R8

9

10

Sering

Adek

Neng

Om

Tante/Mba

Jarang
Sering
Jarang

Adek
Mas
Mas

Neng
Mba
Mba

Om
Bapak
Bapak

Tante/Mba
Ibu
Ibu

Sering

Nama

Nama

Bapak +
Nama

Ibu + Nama

Jarang
Sering
Jarang

Mas
Nama
Mas

Mba
Nama
Mba

Bapak
Ibu
Bapak
Ibu
R9
Bapak
Ibu
Mas/
Mba/ Ibu +
Sering
Nama
Nama
Bapak +
Nama
R10
Nama
Jarang
Mas
Mba
Bapak
Ibu
Tabel di atas menunjukkan bahwa pedagang cenderung menggunakan nama panggilan

kepada pembeli mahaiswa Indonesia yang lebih muda usianya dan lebih sering membeli.
Sedangkan, untuk pembeli mahasiswa Indonesia yang usianya lebih muda namun jarang
membeli makanan, mereka lebih sering menggunakan Mas untuk merujuk pada pembeli lakilaki yang usianya lebih muda dan sapaan Mba untuk pembeli yang usianya lebih muda dari
pedagang tersebut. Sebanyak 90 % responden memilih menggunakan Nama panggilan
digunakan untuk menyapa pembeli laki-laki maupun perempuan yang usianya lebih muda.
Alasan yang dikemukakan responden memilih Nama panggilan karena merasa lebih kenal
dan ingin lebih akrab dengan pelanggan. Hanya 10 % responden yang memilih menggunakan
sapaan Adek untuk pembeli mahasiswa Indonesia laki-laki usia muda dan sapaan Neng untuk
pembeli mahasiswa Indonesia perempuan usia muda. Responden tidak membedakan
frekuensi membeli jarang atau sering, namun mereka cenderung menggunakan sapaan ini
karena ingin mengajak pelanggan yang datang membeli untuk lebih akrab terlepas dia sering
atau jarang membeli.
Untuk pembeli mahasiswa Indonesia usia lebih tua yang berusia di bawah 40 tahun,
pedagang lebih memilih menggunakan sapaan Mas atau Bapak dengan menyebut namanya
untuk laki-laki dan sapaan Mba atau Ibu disertai namanya untuk perempuan karena dianggap
lebih sopan dan kecendrungan pelanggan untuk dipanggil lebih muda lebih disukai daripada
lebih tua dari usianya.Sapaan Mas dan Mba untuk pembeli mahasiswa Indonesia lebih tua
tidak dibedakan berdasarkan frekuensi membeli. Sebanyak 90 % responden memilih sapaan
Mas dan Mba untuk pembeli mahasiswa Indonesia yang berusia lebih tua atau berusia di
bawah 40 tahun. Sedangkan sebanyak 10 % responden memilih menggunakan sapaan Om
dan sapaan Mba atau Neng untuk pembeli yang berusia lebih tua tanpa membedakan

7

frekuensi membeli dan berusia di bawah atau di atas 40 tahun karena responden memilih
untuk lebih akrab walaupun tidak sering membeli. Responden tidak membedakan frekuensi
membeli dengan alasan untuk membuat pelanggan merasa nyaman dan akrab. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa responden lebih memilih sapaan nama untuk pembeli mahasiswa yang
berusia lebih muda dan sering membeli, namun lebih menggunakan sapaan Mas atau Mba
untuk responden yang dikatakan jarang membeli atau dianggap kurang akrab.
4.2 Tutur Sapaan dengan Mahasiswa Asing
Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang.
Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI.
Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik
konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia
dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan
mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya.
Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan
pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 1. Pemakaian Sapaan Pedagang Kepada Mahasiswa Asing
No

Responden

1

R1

2

R2

3

R3

4

R4

5

R5

6

R6

Frekuensi
Sering
Jarang
Sering
Jarang
Sering
Jarang
Sering
Jarang
Sering
Jarang
Sering
Jarang
Sering

7

R7
Jarang

8

R8

Sering

Mahasiswa Asing
Muda
Tua
L
P
L
P
Nama
Nama
Anda
Anda
Anda
Anda
Nama
Nama
Anda
Anda
Anda
Anda
Anda

Anda

Anda

Anda

Anda

Anda

Anda

Anda

Nama
Anda
Mister
Mister
Hai/
Hello

Nama
Anda
Hai/
Hello

Mister
Anda
Mister
Mister
Hai/
Hello

Mis
Anda
Hai/
Hello

Hai/
Hello
Hai/
Hello

Hai/
Hello
Hai/
Hello

Hai/
Hello
Hai/
Hello

Hai/
Hello
Hai/
Hello

8

9
10

R9
R10

Jarang

Hai/
Hello

Hai/
Hello

Sering

Nama

Nama

Jarang
Sering
Jarang

Anda
Hai
Anda

Anda
Hai
Anda

Hai/
Hello
Hai
Mister
Anda
Hai
Anda

Hai/
Hello
Hai
Anda
Hai
Anda

Tabel di atas menunjukkan bahwa pedagang cenderung menggunakan nama panggilan
kepada pembeli mahaiswa Indonesia yang lebih muda usianya dan lebih sering membeli.
Sedangkan, untuk pembeli mahasiswa Indonesia yang usianya lebih muda namun jarang
membeli makanan, mereka lebih sering menggunakan Mas untuk merujuk pada pembeli lakilaki yang usianya lebih muda dan sapaan Mba untuk pembeli yang usianya lebih muda dari
pedagang tersebut. Sebanyak 90 % responden memilih menggunakan Nama panggilan
digunakan untuk menyapa pembeli laki-laki maupun perempuan yang usianya lebih muda.
Alasan yang dikemukakan responden memilih Nama panggilan karena merasa lebih kenal
dan ingin lebih akrab dengan pelanggan. Hanya 10 % responden yang memilih menggunakan
sapaan Adek untuk pembeli mahasiswa Indonesia laki-laki usia muda dan sapaan Neng untuk
pembeli mahasiswa Indonesia perempuan usia muda. Responden tidak membedakan
frekuensi membeli jarang atau sering, namun mereka cenderung menggunakan sapaan ini
karena ingin mengajak pelanggan yang datang membeli untuk lebih akrab terlepas dia sering
atau jarang membeli.
Untuk pembeli mahasiswa Indonesia usia lebih tua yang berusia di bawah 40 tahun,
pedagang lebih memilih menggunakan sapaan Mas atau Bapak dengan menyebut namanya
untuk laki-laki dan sapaan Mba atau Ibu disertai namanya untuk perempuan karena dianggap
lebih sopan dan kecendrungan pelanggan untuk dipanggil lebih muda lebih disukai daripada
lebih tua dari usianya.Sapaan Mas dan Mba untuk pembeli mahasiswa Indonesia lebih tua
tidak dibedakan berdasarkan frekuensi membeli. Sebanyak 90 % responden memilih sapaan
Mas dan Mba untuk pembeli mahasiswa Indonesia yang berusia lebih tua atau berusia di
bawah 40 tahun. Sedangkan sebanyak 10 % responden memilih menggunakan sapaan Om
dan sapaan Mba atau Neng untuk pembeli yang berusia lebih tua tanpa membedakan
frekuensi membeli dan berusia di bawah atau di atas 40 tahun karena responden memilih
untuk lebih akrab walaupun tidak sering membeli. Responden tidak membedakan frekuensi
membeli dengan alasan untuk membuat pelanggan merasa nyaman dan akrab. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa responden lebih memilih sapaan nama untuk pembeli mahasiswa yang

9

berusia lebih muda dan sering membeli, namun lebih menggunakan sapaan Mas atau Mba
untuk responden yang dikatakan jarang membeli atau dianggap kurang akrab.
4.3 Tutur Sapaan Pedagang dengan Dosen
Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang.
Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI.
Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik
konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia
dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan
mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya.
Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan
pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 3. Pemakaian Sapaan Pedagang Kepada Dosen
Dosen
No

1

2

Responden

R1

R2

3

R3

4

R4

5

R5

6

R6

7

R7

8

R8

9

R9

Frekuensi

Muda

Tua

P
Mba+
Nama
Ibu

Bapak

Ibu

Jarang

L
Mas+
Nama
Bapak

Bapak

Ibu

Sering

Mas

Mba

Om/
Bapak

Ibu Cantik/
Ibu Wow

Jarang
Sering
Jarang

Mas
-

Mba
-

Sering

Bapak

Ibu

Jarang

Jarang
Sering
Jarang
Sering
Jarang

Mas
Mas+
Nama
Mas
Om
Bapak
Mas
Mas

Mba
Mba+
Nama
Mba
Tante
Ibu
Mba
Mba

Ibu
Ibu
Ibu
Ibu+
Nama
Ibu
Ibu+
Nama
Ibu
Tante
Ibu
Ibu
Ibu

Sering

Mas

Mba

Jarang
Sering
Jarang

Mas
Mas
Mas

Mba
Mba
Mba

Bapak
Bapak
Bapak
Bapak+
Nama
Bapak
Bapak+
Nama
Bapak
Om
Bapak
Bapak
Bapak
Bapak +
Nama
Bapak
Bapak
Bapak

Sering

Sering

L

P

Ibu + Nama
Ibu
Ibu
Ibu
10

10

R10

Sering
Jarang

Mas +
Nama
Mas

Mba +
Nama
Mba

Bapak +
Nama
Bapak

Ibu +
Nama
Ibu

Tabel di atas menunjukkan bahwa pedagang cenderung menggunakan nama panggilan
kepada pembeli mahaiswa Indonesia yang lebih muda usianya dan lebih sering membeli.
Sedangkan, untuk pembeli mahasiswa Indonesia yang usianya lebih muda namun jarang
membeli makanan, mereka lebih sering menggunakan Mas untuk merujuk pada pembeli lakilaki yang usianya lebih muda dan sapaan Mba untuk pembeli yang usianya lebih muda dari
pedagang tersebut. Sebanyak 90 % responden memilih menggunakan Nama panggilan
digunakan untuk menyapa pembeli laki-laki maupun perempuan yang usianya lebih muda.
Alasan yang dikemukakan responden memilih Nama panggilan karena merasa lebih kenal
dan ingin lebih akrab dengan pelanggan. Hanya 10 % responden yang memilih menggunakan
sapaan Adek untuk pembeli mahasiswa Indonesia laki-laki usia muda dan sapaan Neng untuk
pembeli mahasiswa Indonesia perempuan usia muda. Responden tidak membedakan
frekuensi membeli jarang atau sering, namun mereka cenderung menggunakan sapaan ini
karena ingin mengajak pelanggan yang datang membeli untuk lebih akrab terlepas dia sering
atau jarang membeli.
Untuk pembeli mahasiswa Indonesia usia lebih tua yang berusia di bawah 40 tahun,
pedagang lebih memilih menggunakan sapaan Mas atau Bapak dengan menyebut namanya
untuk laki-laki dan sapaan Mba atau Ibu disertai namanya untuk perempuan karena dianggap
lebih sopan dan kecendrungan pelanggan untuk dipanggil lebih muda lebih disukai daripada
lebih tua dari usianya.Sapaan Mas dan Mba untuk pembeli mahasiswa Indonesia lebih tua
tidak dibedakan berdasarkan frekuensi membeli. Sebanyak 90 % responden memilih sapaan
Mas dan Mba untuk pembeli mahasiswa Indonesia yang berusia lebih tua atau berusia di
bawah 40 tahun. Sedangkan sebanyak 10 % responden memilih menggunakan sapaan Om
dan sapaan Mba atau Neng untuk pembeli yang berusia lebih tua tanpa membedakan
frekuensi membeli dan berusia di bawah atau di atas 40 tahun karena responden memilih
untuk lebih akrab walaupun tidak sering membeli. Responden tidak membedakan frekuensi
membeli dengan alasan untuk membuat pelanggan merasa nyaman dan akrab. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa responden lebih memilih sapaan nama untuk pembeli mahasiswa yang
berusia lebih muda dan sering membeli, namun lebih menggunakan sapaan Mas atau Mba
untuk responden yang dikatakan jarang membeli atau dianggap kurang akrab.

11

4.4 Tutur Sapaan Pedagang dengan Karyawan
Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang.
Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI.
Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik
konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia
dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan
mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya.
Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan
pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4. Pemakaian Sapaan Pedagang Kepada Karyawan
Karyawan
No

1

2

3

4

5

Responden

R1

R2

R3

R4

R5

6

R6

7

R7

8

Frekuensi

Muda

Tua

Jarang

L
Mas+
Nama
Mas

P
Mba+
Nama
Mba

Sering

Mas

Mba

Jarang

Jarang

Mas
Mas+
Nama
Mas

Sering

Mas

Jarang

Jarang
Sering
Jarang
Sering

Mas
Mas+
Nama
Mas
Nama
Mas
Nama

Mba
Mba+
Nama
Mba
Mba+
Nama
Mba
Mba+
Nama
Mba
Nama
Mba
Nama

Jarang

Mas

Mba

Sering

Mas +
Nama

Mba

Pak

Bu/
Mba

Jarang

Mas

Mba

Pak

Bu/
Mba

Sering

Sering

Sering

R8

L

P

Bapak

Ibu

Bapak
Mas/
Bapak
Bapak

Ibu
Mba/
Ibu
Ibu

Bapak

Ibu

Bapak

Ibu

Bapak

Ibu

Bapak
Bapak+
Nama
Bapak
Bapak
Bapak
Bapak
Mas/
Bapak

Ibu
Ibu+ Nama
Ibu
Ibu
Ibu
Ibu/ Mba
Mba/
Ibu

12

9

R9

10

R10

Sering

Mas

Mba

Jarang
Sering
Jarang

Mas
Mas
Mas

Mba
Mba
Mba

Bapak +
Nama
Bapak
Bapak
Bapak

Ibu +
Nama
Ibu
Ibu
Ibu

4.5 Tutur Sapaan Pedagang dengan Pejabat Fakultas
Jumlah responden pedagang yang terjaring dalam penelitian ini sebanyak 10 orang.
Responden yang diambil adalah pedagang makanan di kantin Kansas dan Café di FIB UI.
Kebanyakan responden bekerja sebagai pramusaji, koki, dan kasir, bukan sebagai pemilik
konter makanan. Pemakaian sapaan pedagang dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia
dianggap sebagai variabel pembeda jika dibandingkan dengan pemakaian sapaan dengan
mahasiswa asing yang memang banyak di lingkungan Fakultasi Ilmu Pengetahuan Budaya.
Berdasarkan data yang terjaring melalui kuesioner, kecendrungan pemakaiaan sapaan
pedagang kepada mahasiswa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 4. Pemakaian Sapaan Pedagang kepada Pejabat Fakultas
Pejabat
No

Responden

1

R1

2

R2

3

R3

4

R4

5

R5

6

R6

7

R7

8

R8

9

R9

Frekuensi

Muda

Tua

Sering
Jarang
Sering
Jarang
Sering
Jarang
Sering
Jarang

L
Bapak
Bapak
Bapak
Mas
Mas

P
Ibu
Ibu
Ibu
Mba
Mba

Sering

Bapak

Ibu

Jarang
Sering
Jarang

Mas
Om
-

Mba
Tante
-

Sering

-

-

Jarang
Sering
Jarang
Sering

Mas
Bapak
Bapak
Mas

Mba
Ibu
Ibu
Mba

L
Bapak
Bapak
Bapak
Bapak
Bapak
Bapak
Bapak
Bapak
Bapak+
Jabatan
Bapak
Om
Bapak +
Nama
Bapak
Bapak
Bapak
Bapak

P
Ibu
Ibu
Ibu
Ibu
Ibu
Ibu
Ibu
Ibu
Ibu+
Jabatan
Ibu
Tante
Ibu +
Nama
Ibu
Ibu
Ibu
Ibu
13

10

R10

Jarang

Mas

Mba

Bapak

Ibu

Sering

Mas +
Nama

Mba
+
Nama

Bapak
+ Nama

Ibu
+ Nama

Jarang

Mas

Mba

Bapak

Ibu

DAFTAR PUSTAKA
Fasold, Ralph. W. 1990. The Sociolinguistic of Language. Oxford: Blackwell
14

Djajasudarma, F. 2006. Metode Linguistik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Kridalaksana, H. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Jakarta: Penerbit Nusa Indah.
Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Subiyatningsih. 2008. “Kaidah Sapaan Bahasa Madura” dalam Identitas Madura dalam
Bahasa dan Sastra. Sidoarjo: Balai Bahasa Surabaya.
Suhardi, B. dan Sembiring, B.C. 2007. “Aspek Sosial Bahasa” dalam Pesona Bahasa.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sumampouw, E. 2000. “Pola Penyapaan Bahasa Indonesia dalam Interaksi Verbal dengan
Latar Multilingual” dalam Kajian Serba Linguistik untuk Anton Moeliono. Jakarta:
Pereksa Bahasa.
Wardhaugh, R. 2006. An Introduction to Sociolinguistics. Edisi kelima. Oxford: Blackwell
Publishing.

15

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45