Universitas Sriwijaya PENGARUH dan PENAMBAHA

PENGARUH PENAMBAHAN PEKTIN DAN GELATIN
TERHADAP KARAKTERISTIK SELAI WORTEL
(Daucus Carota L.)
The Effect of Pectin and Gelatin Addition on the Characteristics of the Carrot
(Daucus carota L.) Spread-Jam
Mira Erlina1, Filli Pratama2, Friska Syaiful2
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya
Jl. Raya Palembang-Prabumulih KM 32 Indaralaya, Ogan Ilir
Telp (0711) 580664 Fax.(0711) 480279

ABSTRACT

The objective of the research was to analyze the effect of addition pectin and gelatin on
the characteristics of the carrot (Daucus carota L.) spread jam. The research used a Completely
Randomized Factorial Design with two factors and each treatment was repeated three times. The
first factor was gelling agents (pectin and gelatin) and the second factor was the concentration of
gelling agents (0.5%, 1.0%, 1.5%). The parameters were physical characteristics (texture and
color), chemical characteristics (moisture contents, total dissolved solids, antioxidant activity) and
hedonic test (color, spreadability, and taste). The results showed that the gelling agents and the
concentration of gelling agents had significant effect on texture, color (a *, b*), moisture contents,

total dissolved solids, and antioxidant activity. The interaction of those factors had significant
effect on total dissolved solids. Based on some chemical properties and hedonic test, the best
treatment was A1B2 (pectin 1,0%) with the texture of 32.73 gf, L* 42.63%, a* 20.47%, b* 22.73%,
moisture contents 29.00%, total dissolved solids 65.77% Brix, antioxidant activity 645.978 ppm,
hedonic scores for color, spreadability, and taste were 3.04, 3.16, and 3.16, respectively.

Keywords: carrot (Daucus carota L.), pectin, gelatin, spread-jam

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan pektin dan gelatin
terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensoris selai oles wortel (Daucus carota L.). Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan masingmasing diulang sebanyak tiga kali. Faktor pertama yaitu bahan pembentuk gel (pektin dan gelatin)
dan faktor kedua konsentrasi bahan pembentuk gel (0,5%, 1,0% dan 1,5%), masing-masing
perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Parameter yang diamati meliputi karakteristik fisik (tekstur
dan warna), karakteristik kimia (kadar air, total padatan terlarut, dan aktivitas antioksidan), dan uji
sensoris (warna, daya oles dan rasa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pembentuk
gel (pektin dan gelatin) dan perlakuan konsentrasi pembentuk gel berpengaruh nyata terhadap
tekstur, warna (redness, yellowness), kadar air, total padatan terlarut, dan aktivitas antioksidan.
Interaksi konsentrasi pembentuk gel dan jenis pembentuk gel berpengaruh nyata terhadap total
padatan terlarut. Perlakuan penambahan konsentrasi pembentuk gel A 1B2 (pektin 1,0%)

merupakan perlakuan terbaik dalam proses pembuatan selai oles wortel berdasarkan beberapa sifat
kimia dan organoleptik yaitu tekstur 32.73 gf, lightness 42.63%, redness 20.47%, yellowness
22.73%, kadar air 29.00%, total padatan terlarut 65.77% Brix, aktivitas antioksidan 645.978 ppm
dan uji hedonik (warna 3.04, daya oles 3.16 dan rasa 3.16).
Kata kunci: wortel (Daucus carota L.), pektin, gelatin, selai oles

Universitas Sriwijaya
1

menggunakan pektin dari limbah kulit kakao
(Fahrizal dan Fadhil, 2014). Pada selai ubi jalar ungu
dilakukan penambahan pektin karena pada ubi jalar
ungu mengandung pektin 0,47 mg. Selai ubi jalar
ungu menambahkan gula pasir sebesar 65% dan
kandungan pektin berkisar 1 hingga 1,5%. Pada
penelitian selai nenas dengan penambahan limbah
kakao, pektin yang ditambahkan berkisar 0 hingga
1,5%. Menurut Baker (1997), kandungan pektin di
dalam wortel cukup rendah yaitu sebesar 0,72 hingga
1,01%, maka perlu ditambahkan bahan pengental

untuk menghasilkan tekstur yang agak kental pada
selai wortel.
Pektin memegang peranan penting dalam
pembuatan selai.
Pektin yang berlebihan akan
menyebabkan selai menjadi kaku dan pektin yang
terlalu sedikit akan menyebabkan gel yang kurang
padat dan lembut. Penggunaan pektin yang paling
umum adalah sebagai bahan pengental (gelling
agent), sebagai bahan pengisi, serta sebagai stabiliser
emulsi (Satria dan Ahda, 2011).
Gelatin merupakan suatu polipeptida larut
hasil hidrolisis parsial kolagen yang merupakan
konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat
hewan. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu
berubah secara reversible dari bentuk sol ke bentuk
gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk
film serta mempengaruhi viskositas suatu bahan.
Gelatin dalam industri pangan dimanfaatkan sebagai
pembentuk busa, pengikat, penstabil, pembentuk gel

(gelling agent), peningkat viskositas, pengemulsi dan
pengental (Poppe,1992). Pemanfaatan penambahan
pektin dan gelatin sebagai bahan tambahan
pembentuk gel pada selai diharapkan dapat
menghasilkan teksur selai yang baik. Penelitian ini
mengkaji pengaruh penambahan pektin dan gelatin
terhadap karakteristik, fisik, kimia dan sensoris selai
wortel.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan nilai tambah pada wortel dan
memanfaatkan wortel ketika hasil panen banyak.

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wortel (Daucus carota L.) merupakan
komoditas hortikultura yang berpotensi dikembang
kan di Indonesia. Tanaman wortel umum nya
dipanen setelah berumur sekitar tiga bulan sejak sebar
benih (Tinambunan et al., 2014). Wortel berwarna
jingga dengan bagian yang dapat dimakan dari wortel

adalah bagian umbi atau akarnya. Wortel merupakan
salah satu jenis sayuran yang bernilai gizi cukup
tinggi, terutama kandungan α dan β karoten. Menurut
Kotecha et al. (1998), wortel mengandung senyawa
karotenoid dalam jumlah besar yaitu berkisar antara
6.000 hingga 54.800/100 g. β - karoten merupakan
suatu senyawa kimia pembentuk vitamin A.
Senyawa ini yang membuat umbi wortel berwarna
kuning.
Selain mengandung karoten, di dalam 100 g
wortel mengandung protein sebesar 1,2 g, serat
sebesar 4 g (Rusilanti dan Kusharto, 2007). Serat
wortel memiliki TDF (total dietary fiber ) yang tinggi
sebesar 46,95% basis kering (bk) dengan IDF
(insoluble dietary fiber ) 41,29% basis kering (bk)
dan SDF (soluble dietary fiber ) sebesar 5,66% basis
kering (bk) sehingga wortel termasuk sayuran dengan
serat tidak larut yang tinggi (Muchtadi, 1998).
Wortel juga mengandung zat mineral seperti zat besi
0,66 mg, magnesium 18 mg, sodium 2,4 mg, fosfor

35 mg, potassium 240 mg kalsium 33 mg, serta sulfur
dan kalium (Zubaedah et al., 1996).
Wortel memiliki kadar air yang tinggi yaitu
mencapai 88%, sehingga wortel segar mudah rusak
maka perlu penanganan pascapanennya harus optimal
(Nuansa, 2011). Untuk meningkatkan pemanfaatan
nya wortel diolah menjadi beberapa produk olahan,
antara lain jus wortel (Haris, 2013), tepung wortel
(Amiruddin, 2013), dan coklat wortel (Putri et al.,
2013).
Salah satu bentuk olahan wortel adalah selai
wortel. Wortel memiliki warna jingga yang menarik
sangat cocok untuk diolah menjadi selai. Menurut
Desroiser (2008), selai adalah produk olahan
makanan yang kental atau setengah padat yang dibuat
dari 45 bagian berat buah dan ditambah 55 bagian
berat gula. Selai dikonsumsi dengan cara mengoles
kan pada roti. Oleh karena itu, selai yang demikian
sering disebut sebagai selai oles.
Dalam pembuatan selai, perlu adanya bahan

tambahan seperti gula, asam sitrat, dan pektin. Pektin
mempunyai peranan yang penting dalam pengolahan
bahan pangan terutama pada sifatnya yang dapat
meningkatkan kekentalan cairan atau membentuk gel
dengan gula dan asam. Oleh karena itu, pektin
banyak digunakan dalam pembuatan jeli, selai dan
kembang gula (Thakur, 1997). Beberapa penelitian
terkait dengan pemanfaatan pektin dalam pembuatan
selai diantaranya pembuatan selai ubi jalar ungu
(Yulistiani et al., 2013) dan selai nenas yang

1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh penambahan pektin dan gelatin terhadap
karakteristik fisikokimia dan sensoris selai wortel
(Daucus carota L.).

1.3. Hipotesis
Penambahan pektin dan gelatin diduga
berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik, kimia

dan sensoris selai wortel (Daucus carota L.).

.

Universitas Sriwijaya
2

1.
2.

BAB 2 PELAKSANAAN PENELITIAN

2.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium 3.
Kimia Hasil Pertanian, dan Laboratorium Sensoris,
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas
Sriwijaya,
Indralaya.
Penelitian

dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan 4.
Mei 2017.
5.

2.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah : 1) aquadest, 2) alat pengukus, 3) baskom, 4)
Beaker glass, 5) botol selai 6) cawan aluminium, 7)
cawan porselin, 8) colour reader merek Nippon, 9)
desikator, 10) labu Erlenmeyer, 10) kompor gas, 12)
kuali, 13) neraca analitik, 14) panci, 15) parutan, 16)
penjepit, 17) pisau, 18) spatula, 19) sendok, 20)
spektrofotometer,
21) texture analyzer merek
Brookfield CT,. Germany.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 1) air, 2) asam sitrat, 3) gelatin 4) gula
pasir merek Gulaku, 5) pektin, 6) wortel.

6.

7.

Wortel dipilih yang masih segar.
Wortel dicuci bersih, disikat kulitnya dan
diparut.
Wortel yang sudah diparut kemudian ditimbang
sebanyak 100 gram dan dicampurkan dengan
bahan penunjang seperti gula, asam sitrat, pektin
dan gelatin sesuai perlakuan.
Gula sebanyak 30g (30% b/b), asam sitrat 0,25 g
(0,25% b/b), pektin dan gelatin (sesuai
perlakuan).
Semua campuran bahan dipanaskan pada suhu ±
65ºC dengan waktu pemanasan selama 10 menit.
Selai yang sudah masak dilakukan pengemasan
dengan memasukkan ke dalam botol.
Selai siap dianalisa.
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Tekstur

Tekstur selai wortel berkisar antara 31,87 gf
hingga 41,67 gf. Nilai tesktur selai wortel tertinggi
yaitu sebesar 41,67 gf pada perlakuan A2B3 (gelatin
dengan konsentrasi 1,5%), sedangkan tekstur
terendah yaitu sebesar 31,87 gf pada perlakuan A1B1
(pektin
dengan konsentrasi 0,5%). Rata-rata nilai
2.3. Metode Penelitian
tekstur
(gf)
selai wortel disajikan pada Gambar 3.1.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap Faktorial (RALF) dengan dua faktor
perlakuan, yaitu (A) bahan pembentuk gel yang
terdiri dari dua taraf perlakuan dan (B) konsentrasi
bahan pembentuk gel yang terdiri dari 3 taraf
perlakuan, sehingga diperoleh 6 perlakuan.
Perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Faktor
perlakuan adalah sebagai berikut :
1. Bahan pembentuk gel (A) :
A1 = Pektin
A2 = Gelatin
2. Konsentrasi bahan pembentuk gel (B) :
B1 = 0,5% (b/b)
B2 = 1,0% (b/b)
B3 = 1,5% (b/b)
Keterangan :
A1 = Pektin

B1= Konsentrasi (0,5%)

Data yang diperoleh akan dilakukan analisa A2 = Gelatin
B2= Konsentrasi (1,0%)
keragaman (Anova). Perlakuan yang berpengaruh
B3= Konsentrasi (1,5%)
nyata akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur
(BNJ) 5% dan sifat organoleptik akan dianalisa Gambar 3.1. Nilai tekstur (gf) rata-rata selai wortel
dengan uji Friedman-Conover.
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
perlakuan A (bahan pembentuk gel) dan perlakuan B
2.4. Parameter
Parameter yang diamati meliputi karakteristik (konsentrasi bahan pembentuk gel) berpengaruh
fisik (tekstur dan warna), karakteristik kimia (kadar nyata, sedangkan interaksi perlakuan A (bahan
air, total padatan terlarut,dan antioksidan), dan uji pembentuk gel) dan perlakuan B (konsentrasi bahan
hedonik (warna, daya oles dan rasa).
pembentuk gel) berpengaruh tidak nyata terhadap
tekstur selai yang dihasilkan. Hasil uji lanjut BNJ
2.5. Cara Kerja
taraf 5% pengaruh pembentuk gel dan konsentrasi
Cara kerja pembuatan selai oles dengan bahan pembetuk gel terhadap tekstur selai wortel
penambahan konsentrasi pektin dan gelatin menurut dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan 3.2.
Hasanah (2006) yang sudah dimodifikasi:

Universitas Sriwijaya
3

Tabel 3.1. Uji lanjut BNJ pengaruh bahan pembentuk
gel terhadap nilai tekstur selai wortel
Perlakuan
Rerata (gf)
BNJ 5% = 2,46
A1 (pektin)
33,07
a
A2 (gelatin)
37,30
b
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata.

3.2. Warna
Warna merupakan penilaian dasar penerimaan
konsumen terhadap suatu produk dan mutu dari
produk. Analisa warna pada selai lembar bunga
rosella menggunakan L*, a*, b* .
3.2.1. Nilai L* (Lightness)
NotasI L* menyatakan parameter kecerahan.
Nilai lightness selai wortel dengan penambahan
pektin dan gelatin yang semakin rendah menunjukkan
bahwa selai yang dihasilkan semakin gelap. Nilai
Lighness rata-rata pada selai wortel dengan
penambahan pektin dan gelatin berkisar antara
42,27% sampai 43,07%. Nilai L* rata-rata selai
wortel dengan penambahan pektin dan gelatin dapat
dilihat pada Gambar 3.2 dan menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi penambahan pektin dan
gelatin nilai lightness selai akan semakin menurun.

Hasil uji lanjut BNJ pada taraf 5 % (Tabel
4.1) menunjukkan bahwa perlakuan A1 (pektin)
berbeda nyata dengan A2 (gelatin). Pektin dan gelatin
memiliki sruktur molekul kimia yang berbeda.
Pektin memiliki gugus OH yang lebih banyak
dibandingkan gelatin sehingga lebih banyak air yang
berikatan dengan gugus pektin. Gugus OH pektin
lebih banyak berikatan dengan air, sehingga tekstur
selai yang dihasilkan menjadi lembut (Wijana et al.,
2014). Sebaliknya, tekstur selai dengan penambahan
gelatin lebih keras dibandingkan dengan pektin.
Gelatin yang berasal dari tulang ikan dapat membuat
tekstur selai semakin elastis dan semakin keras
karena
gelatin
merupakan
derivat
protein
mengandung kolagen yang berasal dari asam amino
(Fardiaz, 1989). Struktur kimia gelatin memiliki
gugus OH lebih sedikit dibanding struktur kimia
pektin sehingga kemampuan gelatin untuk mengikat
air lebih sedikit dan nilai tekstur selai
yang
dihasilkan lebih keras.
Gelatin mempunyai sifat dapat berubah
secara reversible dari bentuk sol menjadi gel. Gelatin
sebagai pembentuk gel yang sifatnya reversible yaitu
jika gel dipanaskan akan membentuk cairan dan bila
didinginkan akan membentuk gel kembali (Hambali
et al, 2004).

Keterangan :
A1 = Pektin
A2 = Gelatin

Gambar 3.2. Nilai Lightness (%) rata-rata selai wortel

Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa faktor A (bahan pembentuk gel), faktor B
(konsentrasi bahan pembentuk gel), dan interaksi
antara Faktor A dan faktor B berpengaruh tidak nyata
terhadap lightness selai wortel yang dihasilkan.

Tabel 3.2. Uji lanjut BNJ pengaruh konsentrasi bahan
pembentuk gel terhadap nilai tekstur selai
wortel
Konsentrasi
Rerata (gf)
BNJ 5% = 3,68
B1 (0,5%)

33,42

a

B2 (1,0%)

34,00

a

B1= Konsentrasi (0,5%)
B2= Konsentrasi (1,0%)
B3= Konsentrasi (1,5%)

3.2.2. Nilai a* (Redness)
B3 (1,5%)
38,13
b
Nilai a* selai wortel berkisar antara 18,27%
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
hingga 20,97%. Rata-rata nilai a* tertinggi yaitu
yang sama pada kolom yang sama
sebesar 20,97% terdapat pada perlakuan A1B3 (pektin
menunjukkan berbeda tidak nyata.
dengan konsentrasi 1,5%), sedangkan nilai a*
terendah yaitu pada perlakuan A2B1 (gelatin dengan
Perlakuan B3 (1,5%) berbeda nyata dengan
konsentrasi 0,5%) sebesar 18,27. Rata-rata nilai a*
perlakuan lainnya. Konsentrasi pektin dan gelatin
selai wortel disajikan pada Gambar 3.3.
dalam gel menentukan stabilitas gel.
Semakin
banyak jumlah konsentrasi pektin dan gelatin yang
ditambahkan maka teksturnya akan semakin keras,
sebaliknya penambahan konsentrasi jumlah pektin
dan gelatin yang sedikit akan menghasilkan tekstur
yang semakin lembut.

Universitas Sriwijaya
4

dikarenakan penambahan bubuk gelatin berwarna
kuning kecoklatan, sehingga menghasilkan warna
merah yang kurang menarik.
Tabel 3.4. Hasil uji lanjut BNJ 5% untuk pengaruh
konsentrasi terhadap nilai a * selai wortel
Redness
Konsentrasi
BNJ 5% =1,097
rata-rata
B1 (0,5%)
18,61
a
B2 (1,0%)
Keterangan :
A1 = Pektin
A2 = Gelatin

Gambar 3.3.

19,55

ab

B3 (1,5%)
20,45
b
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata.

B1= Konsentrasi (0,5%)
B2= Konsentrasi (1,0%)
B3= Konsentrasi (1,5%)

Nilai a* (%) rata-rata selai wortel

Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa perlakuan A (bahan pembentuk gel) dan
perlakuan B (konsentrasi bahan pembentuk gel)
berpengaruh nyata, sedangkan interaksi perlakuan A
(bahan pembentuk gel) dan perlakuan B (konsentrasi
bahan pembentuk gel) berpengaruh tidak nyata
terhadap redness selai yang dihasilkan. Hasil uji
lanjut BNJ taraf 5% pengaruh pembentuk gel dan
konsentrasi bahan pembetuk gel terhadap redness
selai wortel dapat dilihat pada Tabel 3.3. dan 3.4.
Tabel 3.3. Uji lanjut BNJ pengaruh bahan pembentuk
gel terhadap nilai redness selai wortel
Redness
Perlakuan
BNJ 5% =1,097
rata-rata
A2 (gelatin)
18,94
a

Hasil uji lanjut BNJ 5% pada Tabel 3.4.
menunjukkan bahwa perlakuan B3 (konsentrasi
pembentuk gel 1,5%) berbeda nyata dengan
perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena
wortel umumnya berwarna kuning. Selama proses
pengolahan warna selai yang awalnya kuning
berubah menjadi merah kecoklatan.
Perubahan
warna karena adanya proses pemanasan yang
disebabkan oleh reaksi Mailard. Reaksi Maillard
adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat pada
gugus pektin, dan protein pada gelatin. Gelatin yang
digunakan berwarna sedikit kekuningan sehingga
semakin
banyak
gelatin
yang
digunakan
menyebabkan warna berubah menjadi semakin gelap
dibandingkan pektin (Rahmi et al., 2012). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
pembentuk gel maka nilai a* akan semakin tinggi dan
warna merah pada selai akan semakin pekat.

3.2.3. Nilai b* (Yellowness)
A1 (pektin)
23,27
b
Hasil pengukuran b* pada selai wortel
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
dengan penambahan pektin dan gelatin berkisar
yang sama pada kolom yang sama
antara 21,47% sampai dengan 23,63%. Nilai
menunjukkan berbeda tidak nyata.
yellowness rata-rata selai wortel dengan penambahan
pektin dan gelatin dapat dilihat pada Gambar 4.4
Hasil uji lanjut BNJ 5% menunjukkan
bahwa perlakuan pembentuk gel terhadap nilai a*
selai wortel perlakuan A2 (gelatin) berbeda nyata
dengan A1 (pektin). Hal ini berhubungan dengan
warna dasar wortel. Wortel segar berwarna kuning
sampai kemerahan. Warna kuning menjadikan buah
wortel mengandung β karoten, kandungan wortel β
karoten adalah 2813 µg/ 100 g (Zubaedah et al,
1994). Perlakuan pembentuk gel (pektin dan gelatin )
berbeda nyata terhadap nilai a*. Pektin memiliki pH
2,7 sampai dengan 3,0 (Nelson et al., 1977)
sedangkan gelatin memiliki pH 4,5 sampai dengan
Keterangan :
6,5 (GMIA, 2012).
B1= Konsentrasi (0,5%)
Pektin sebelum dilarutkan dalam air panas A1 = Pektin
B2= Konsentrasi (1,0%)
berupa bubuk berwarna putih kekuningan dan ketika A2 = Gelatin
B3= Konsentrasi (1,5%)
dilarutkan dalam air panas, pektin akan larut dan
membentuk gel (Chaplin, 2004), sehingga
Gambar 3.4. Nilai b* (%) rata-rata selai wortel
menghasilkan warna merah yang cerah. Sedangkan
pada gelatin memiliki warna merah yang pekat

Universitas Sriwijaya
5

Hasil pengukuran L*, a* , dan b* terhadap
Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa faktor B (konsentrasi
pembentuk gel) bubur wortel dan produk selai yang dihasilkan
berpengaruh nyata, akan tetapi faktor A (bahan disajikan pada Tabel 3.6.
pembentuk gel pektin dan gelatin) dan interaksi
faktor A dan faktor B berpengaruh tidak nyata
terhadap selai wortel yang dihasilkan. Hasil uji lanjut
BNJ 5 % interaksi perlakuan pektin dan gelatin dapat
dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 3.5. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh konsentrasi
bahan
pembentuk
gel
terhadap
yellowness selai wortel.
Redness
Konsentrasi
BNJ 5% =1,097
rata-rata
B1 (0,5%)
18,61
a
B2 (1,0%)
19,55
ab
B3 (1,5%)
20,45
b
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata.
Hasil uji lanjut 5% menunjukkan bahwa
perlakuan B3 (konsentrasi 0,5%) berbeda nyata
dengan perlakuan B1 (konsentrasi 0,5%), namun
berbeda tidak nyata dengan perlakuan B2 (konsentrasi
1,0%). Hal ini berkaitan dengan warna selai wortel
yang berwarna kuning, warna kuning yang dihasilkan
dikarenakan pigmen karotenoid yang terdapat pada
wortel. Semakin tinggi konsentrasi pembentuk gel
maka nilai b* terhadap selai semakin rendah,
sehingga konsentrasi pembentuk gel yang tinggi akan
membuat kondisi asam yang semakin cepat sehingga
karoten semakin cepat rusak. Menurut Rauf (2015),
cahaya, oksigen, panas, dan keasaman merupakan
perlakuan yang dapat mengganggu stabilitas
karotenoid.
Secara umum, pengaruh dari perlakuan yang
mengganggu
stabilitas
karotenoid
adalah
berkurangnya intensitas warna karotenoid. Wortel
mengandung β karoten yang diindikasikan dengan
warna kekuningan, kandungan wortel β karoten
adalah 2813 µg/ 100 g (Zubaedah et al., 1994).
Dengan demikian, semakin tinggi konsentrasi
pembentuk gel maka semakin rendah nilai b* selai
wortel.

Tabel 3.6. menunjukkan bahwa ∆�* pada
selai wortel bernilai positif yang berarti selai lebih
terang dibandingkan dengan bubur wortel karena
adanya penambahan gula pasir yang membuat selai
menjadi berwarna kilap. Negatif ∆a * menunjukkan
bahwa selai selai berwarna kurang merah akibat
adanya pemanasan pada saat proses pengolahan selai
yang telah merusak senyawa karotenoid pada selai
wortel tersebut. Apabila proses pemanasan dilakukan
terlalu lama dengan suhu tinggi akan terjadi
kerusakan pada warna selai yang dihasilkan
(Winarno, 2002).
Positif ∆b* menunjukkan bahwa selai lebih
kuning dibandingkan dengan standar. Intensitas
kuning pada selai wortel karena mengandung
senyawa β karoten. β karoten merupakan penangkap
oksigen dan sebagai antioksidan yang potensial. β
karoten berfungsi sebagai antioksidan yang memiliki
peranan penting dalam mengurangi konsentrasi
radikal peroksil (Goldberg, 1994).
3.3. Kadar Air
Hasil pengukuran rata-rata kadar air selai
wortel berkisar antara 24,92% hingga 30,72%. Kadar
air selai wortel tertinggi yaitu sebesar 30,72% pada
perlakuan A1B3 (pektin dengan konsentrasi 1,5%),
sedangkan kadar air terendah yaitu sebesar 24,92%
pada perlakuan A2B1 (gelatin dengan konsentrasi
0,5%). Semakin tinggi konsentrasi penambahan
bahan pembentuk gel, maka kadar air semakin
meningkat. Rata-rata nilai kadar air (%) selai oles
wortel disajikan pada Gambar 3.5.

3.2.4. Perbedaan Total Warna (∆�*)
Pada prinsipnya pengukuran warna secara
instrumental atau menggunakan alat meliputi proses
analisa dan pendeskripsian.
Salah satu sistem
pengukuran warna menggunakan sistem CIE
(Commision
Internationale
de
L’Clairage)
merekomendasikan menggunakan sistem CIE
L,*a,*b. Perhitungan perbedaan warna yang diberi
simbol ∆� . Rumus perhitungan ∆� sebagai berikut :
∆� = √ ∆�2 + ∆ 2 + ∆ 2

Universitas Sriwijaya
6

Hasil uji BNJ pada taraf 5% menunjukkan
bahwa perlakuan penambahan konsentrasi B 1 (0,5%)
berbeda nyata dengan perlakuan B3 (1,5%) namun
berbeda tidak nyata dengan perlakuan B2 (1,0%). Hal
ini disebabkan karena pektin dan gelatin keduanya
mampu mengikat air sehingga semakin tinggi
penambahan konsentrasi pektin maupun gelatin nilai
kadar air akan semakin tinggi.
Menurut Yulistiani et al. (2011), semakin
tinggi penambahan pektin, kadar air selai semakin
tinggi. Hal ini disebabkan sifat pektin yang mampu
membentuk gel bersama air-gula-asam, sehingga air
yang ada terperangkap untuk pembentukan gel.
Sama halnya dengan pektin, gelatin merupakan
hidrokoloid yang dapat menyerap air dan dapat
mempengaruhi kadar air pada suatu bahan (Desroiser,
1988). Semakin tinggi konsentrasi pektin dan gelatin,
maka semakin banyak air yang terikat yang
menyebabkan kadar air meningkat, dan sebaliknya
semakin rendah konsentrasi pektin dan gelatin maka
kadar air yang dihasilkan pada selai semakin rendah.

Keterangan :
A1 = Pektin
A2 = Gelatin

B1= Konsentrasi 0,5%
B2= Konsentrasi 1,0%
B3= Konsentrasi 1,5%
Gambar 4.5. Nilai kadar air rata-rata (%) selai wortel
Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa faktor A (bahan pembentuk gel) dan faktor B
(konsentrasi pembentuk gel) berpengaruh nyata
terhadap kadar air selai wortel yang dihasilkan,
sedangkan dan interaksi antara faktor A dan faktor B
berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air selai
wortel yang dihasilkan. Hasil uji lanjut BNJ 5%
untuk pengaruh bahan pembentuk gel terhadap kadar
air (%) selai wortel disajikan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Hasil uji lanjut BNJ 5% untuk pengaruh
bahan pembentuk gel terhadap
kadar air (%)
selai wortel
Kadar air
Perlakuan
BNJ 5% =1,25
rata-rata
A2 (gelatin)

26,02

a

A1 (pektin)
29,02
b
3.4. Total Padatan Terlarut
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
Total padatan terlarut adalah jumlah
yang sama pada kolom yang sama berarti
molekul-molekul terlarut di dalam bahan yang berupa
berbeda tidak nyata
butiran-butiran halus. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata total padatan terlarut selai wortel
Hasil uji BNJ pada taraf 5% menunjukkan berkisar antara 56,47% Brix hingga 66,50% Brix.
bahwa perlakuan A2 (gelatin) berbeda nyata dengan Total padatan terlarut tertinggi yaitu sebesar 66,50%
A1 (pektin). Kadar air pada bahan pembentuk gel Brix pada perlakuan A1B3 (pektin dengan konsentrasi
dengan pektin lebih tinggi dibandingkan dengan 1,5%), sedangkan total padatan terlarut terendah yaitu
gelatin, hal ini dikarenakan pektin memiliki OH yang sebesar 56,47% Brix pada perlakuan A1B1 (pektin
lebih banyak dibandingkan dengan gelatin, sehingga dengan konsentrasi 0,5%). Rata-rata nilai total
kemampuan pektin dalam mengikat air lebih besar padatan terlarut disajikan pada Gambar 4.7.
dibandingkan dengan gelatin. Gugus karboksilat yang
bermuatan negatif pada pektin dapat mempercepat
pembentukan gel dan akan membentuk ikatan
hidrogen dengan air (May, 1999) sehingga menghasil
kan kadar air yang tinggi. Gelatin memilik memiliki
gugus OH yang lebih sedikit dibandingkan dengan
pektin sehingga jumlah air terikat lebih rendah,
menghasilkan selai wortel dengan kadar air yang
lebih rendah.
Tabel 3.8. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh konsentrasi
bahan pembentuk gel terhadap
Keterangan :
nilai kadar air selai wortel
A1 = Pektin
B1= Konsentrasi 0,5%
Kadar air
Konsentrasi
BNJ 5% =1,88
A2 = Gelatin
B2= Konsentrasi 1,0%
rata-rata
B3= Konsentrasi 1,5%
B1 (0,5%)
26,04
a
Gambar
4.6.
Nilai
total
padatan terlarut (% Brix)
B2 (1,0%)
ab
27,45
rata-rata
selai
wortel
B3 (1,5%)
28,98
b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang
Hasil analisis keragaman menunjukkan
sama pada kolom yang sama
bahwa
faktor
A (pembentuk gel) dan faktor B
menunjukkan perlakuan berbeda
(konsentrasi
pembentuk
gel) dan interaksi antara
tidak nyata.
faktor A dengan faktor B (konsentrasi pembentuk
gel) berpengaruh nyata terhadap nilai tekstur selai
wortel yang dihasilkan. Hasil uji BNJ 5% pengaruh

Universitas Sriwijaya
7

perlakuan pektin dan gelatin, dan konsentrasi pembentuk gel (B), B1 berbeda nyata dengan semua
perlakuan pektin dan gelatin dapat dilihat pada Tabel perlakuan lainnya.
Hal ini disebabkan karena
3.9. 3.10. dan 3.11.
semakin tinggi penambahan konsentrasi pembentuk
gel maka semakin besar total padatan terlarut yang
Tabel 3.9. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh pektin dan dihasilkan. Pektin merupakan komponen penyusun
gelatin terhadap total padatan terlarut dari total padatan terlarut. Menurut Winarno (2002),
selai wortel
total padatan terlarut dipengaruhi oleh pektin yang
larut, sedangkan penambahan gula pasir juga
Total padatan
BNJ 5%
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terlarut (% Brix)
Perlakuan
=1,42
total padatan terlarut. Istini et al. (2005), menyatakan
rata-rata
bahwa total padatan terlarut meningkat karena air
A1 (pektin)
63,93
a
bebas diikat oleh pektin sehingga konsentrasi bahan
A2 (gelatin)
67,00
b
yang larut meningkat. Menurut Desrosier (1988),
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf kandungan total padatan terlarut suatu bahan meliputi
yang sama pada kolom yang sama gula reduksi, gula non reduksi, asam organik, pektin
berarti berbeda tidak nyata
dan protein.
Mohrle (1989) menyatakan bahwa gula
Hasil uji lanjut BNJ pada taraf 5% memiliki sifat higroskopis sehingga mudah larut
menunjukkan bahwa perlakuan A1 (pektin) berbeda dalam air, adanya campuran pelarut air yang sebagian
nyata dengan A2 (gelatin). Pektin sangat mudah larut besar terkandung pada buah wortel menyebabkan
dalam air dikarenakan pektin adalah koloid hidrofilik peluang kelarutan gula semakin meningkat.
yang bermuatan negatif (dari gugus karboksil bebas Pantastico
(1986)
mengungkapkan
bahwa
yang terionisasi) (Hariyati, 2006), sehingga peningkatan TPT disebabkan karena terjadinya
menambah total padatan terlarut pada campuran pemutusan
rantai
panjang
senyawa-senyawa
bahan selai wortel. Pektin memiliki kemampuan karbohidrat menjadi senyawa gula yang larut.
terbaik dalam mengikat sejumlah partikel-partikel
Total padatan terlarut akan semakin
yang berada dalam larutan. Semakin mudah larut meningkat dengan meningkatnya konsentrasi gelatin
suatu jenis zat penstabil, maka semakin tinggi total dalam campuran. Hal ini disebabkan karena gelatin
padatan terlarut pada selai. Pektin lebih mudah larut merupakan hidrokoloid yang mampu mengikat
dibanding jenis penstabil lainnya, sehingga tingkat sejumlah partikel-partikel terlarut yang berada dalam
kelarutannya yang tinggi dapat meningkatkan total campuran. Menurut Farikha et al. (2013), total
padatan terlarut pada bahan. Semakin banyak partikel padatan terlarut meningkat karena air bebas diikat
yang terikat oleh bahan penstabil pektin maka total oleh bahan partikel yang terikat oleh bahan penstabil
padatan yang terlarut juga akan semakin meningkat maka total padatan yang terlarut juga akan semakin
dan mengurangi endapan yang terbentuk. Gelatin meningkat sehingga mengurangi endapan yang
merupakan pembentuk gel yang berasal dari kulit dan terbentuk. Bahan penstabil yang terdapat dalam
tulang hewan, bersifat tidak mudah larut air bahan akan menyebabkan partikel-partikel yang
dikarenakan terdapat senyawa kolagen yang bersifat tersuspensi terperangkap sehingga tidak mengendap.
tidak larut air. Dengan demikian, penambahan bahan
pembentuk gel dengan karagenan memiliki nilai total Tabel 3.11. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh interaksi
padatan terlarut yang lebih tinggi dibandingkan
pektin dan gelatin terhadap total
dengan gelatin.
padatan terlarut selai wortel
Total padatan
BNJ 5%
Tabel 3.10. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh konsentrasi
Perlakuan
terlarut (% Brix)
= 2,13
pektin dan gelatin terhadap
rata-rata
total padatan terlarut selai wortel
A2B1 (gelatin 0,5%)
56,47
a
A2B2 (gelatin 1,0%)
62,80
b
Total padatan terlarut
BNJ 5% =
Perlakuan
A2B3 (gelatin 1,5%)
63,67
b
(% Brix) rata-rata
2,13
A1B1 (pektin 0,5%)
65,37
b
B1 (0,5%)
60,92
a
A1B2 (pektin 1,0%)
65,77
b
B2 (1,0%)
64,28
b
A1B3 (pektin 1,5%)
66,50
b
B3 (1,5%)
65,08
b
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
yang sama pada kolom yang sama
yang sama pada kolom yang sama
berarti berbeda tidak nyata
berarti berbeda tidak nyata
Hasil uji lanjut 5% menunjukkan bahwa
Hasil uji lanjut BNJ 5% Tabel 3.10. perlakuan A2B1 (gelatin 0,5%) berbeda nyata dengan
menunjukkan bahwa total padatan terlarut selai perlakuan lainnya. Perbedaan nilai total padatan
wortel dengan faktor perlakuan konsentrasi terlarut setiap perlakuan disebabkan oleh bahan

Universitas Sriwijaya
8

pembentuk gel yaitu pektin dan gelatin. Hal ini
disebabkan karena pektin bersifat mudah larut air.
Pada pembentukan gel pektin, banyak terbentuk
ikatan hidrogen yang berikatan silang pada
molekulnya.
Ikatan silang yang terjadi pada
pembentukan gel pektin, yaitu ikatan hidrogen
diantara gugus-gugus karboksil dan antara gugusgugus hidroksil molekulnya molekulnya dan ikatan
hidrogen silang antara gugus-gugus hidroksil dari
gula dan molekul pektin (Fardiaz,1989). Sedangkan
pada gelatin merupakan pembentuk gel yang berasal
dari kulit dan tulang hewan, bersifat tidak mudah
larut air dikarenakan terdapat senyawa kolagen yang
bersifat tidak larut air.

pektin dan gelatin, serta interaksi perlakuan pektin
dan gelatin dapat dilihat pada Tabel 3.12. dan 3.13.

3.5. Aktivitas Antioksidan
Pengukuran aktivitas antioksidan selai
wortel menggunakan metode DPPH.
Aktivitas
antioksidan diukur sebagai penurunan serapan DPPH
(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) dari penambahan sampel
yang dilakukan. Aktivitas antioksidan dinyatakan
secara kuantitatif dengan IC50. Tujuannnya adalah
untuk mengetahui nilai IC50 dari masing-masing
sampel. IC50 adalah konsentrasi larutan uji yang
memberikan perendaman DPPH sebesar 50%.
Menurut Simanjuntak et al. (2004), makin kecil nilai
absorbansi maka semakin tinggi nilai aktivitas
penangkapan radikal bebas yang menunjukkan
aktivitas antioksidannya semakin besar. Rata-rata
aktivitas antioksidan selai wortel berkisar antara
514,814 ppm sampai dengan 860,445 ppm. Rata-rata
aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Hasil uji lanjut BNJ 5% (Tabel 4.10.)
menunjukkan bahwa pengaruh pembentukkan gel
terhadap aktivitas antioksidan selai wortel perlakuan
A1 (pektin) berbeda nyata dengan A2 (gelatin). Hal ini
disebabkan karena pektin memiliki gugus OH yang
lebih banyak dibandingkan gelatin. Menurut Kumala
et al. (2015), zat yang memiliki gugus OH banyak
dapat dipastikan mengikat radikal bebas paling
banyak. Peningkatan aktivitas antioksidan disebab
kan karena air yang terperangkap di dalam pektin
melindungi
komponen
antioksidan
sehingga
konsentrasi pektin tinggi maka antioksidan juga
tinggi (Latifah et al., 2013). Menurut Orona et al.
(2010), bahwa pektin dan asam pektat memiliki
aktivitas antioksidan yang berhubungan dengan
pengurangan molekul-molekul radikal bebas.

Tabel 3.12. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh perlakuan
pektin dan gelatin terhadap aktivitas
antioksidan selai wortel
Aktivitas antioksidan
BNJ 5% =
Perlakuan
(ppm) rata-rata
68,25
A1 (pektin)
628,578
a
A2 (gelatin)

782,486

b
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
yang sama pada kolom yang sama
berarti berbeda tidak nyata

Tabel 3.13. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh konsentrasi
pektin dan gelatin terhadap
aktivitas antioksidan selai wortel
Aktivitas antioksidan
BNJ 5% =
Perlakuan
(ppm) rata-rata
102,32
B3 (1,5%)
615,196
a
B2 (1,0%)
708,705
ab
B1 (0,5%)
792,694
b
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
yang sama pada kolom yang sama berarti
berbeda tidak nyata
Keterangan :
A1 = Pektin
A2 = Gelatin

Hasil uji lanjut BNJ 5% Tabel 4.11.
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan selai
wortel dengan faktor perlakuan konsentrasi
pembentuk gel (B), B3 (1,5%) berbeda nyata dengan
B1 (0,5%), tetapi berbeda tidak nyata dengan B 2
(1,0%). Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
konsentrasi pembentuk gel yang ditambahkan, nilai
IC50 semakin menurun yang berarti nilai aktivitas
antioksidan selai wortel semakin meningkat.
Senyawa antioksidan yang terdapat pada wortel
adalah senyawa karoten.
Karotenoid tersebut
biasanya berupa beta karoten, alpha karoten,
cryptoxanthin, lutein, zeaxanthin, dan likopen (Low
et al., 1997). Karotenoid merupakan komponen yang
sensitif terhadap cahaya, oksigen, panas dan

B1= Konsentrasi 0,5%
B2= Konsentrasi 1,0%
B3= Konsentrasi 1,5%

Gambar 3.7. Nilai aktivitas antioksidan rata-rata
(ppm) selai wortel
Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa faktor A (pembentuk gel) dan faktor B
(konsentrasi pembentuk gel) berpengaruh nyata
sedangkan, interaksi faktor A dan faktor B
berpengaruh tidak nyata terhadap selai wortel yang
dihasilkan. Hasil uji BNJ 5% pengaruh perlakuan

Universitas Sriwijaya
9

keasaman. Pemanasan bisa merusak kandungan
karoten, namun dengan adanya bahan pembentuk gel
(pektin dan gelatin) karoten dapat tertahan, karena
perlakuan panas merusak pembentuk gel terlebih
dahulu. Oleh karena itu, nilai IC50 pada selai wortel
semakin
meningkat
dengan
meningkatnya
konsentrasi pembentuk gel.
3.6. Uji Organoleptik
3.6.1. Warna
Warna merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi mutu suatu produk pangan dan
menentukan penerimaan oleh konsumen (Winarno,
2002). Hasil uji organoleptik terhadap warna selai
wortel menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis
berkisar antara 2,92 (tidak suka) hingga 3,16 (suka).
Skor tertinggi diperoleh pada perlakuan A1B1 (pektin
dengan konsentrasi 0,5%) yaitu sebesar 3,16.
Sedangkan skor terendah diperoleh pada perlakuan
A2B3 (gelatin dengan konsentrasi 1,5%) sebesar 2,96.
Rata-rata skor hedonik terhadap warna terhadap
warna selai wortel disajikan pada Gambar 3.8.

warna selai wortel yang dihasilkan, sehingga tidak
dilakukan uji lanjut.
4.6.2. Daya Oles
Daya oles adalah salah satu sifat sensorik
yang tidak kalah pentingnya dalam produk selai. Bila
nilai daya oles selai rendah, selai terlalu encer atau
terlalu keras/kental yang menyebabkan selai sulit
dioles pada roti, crakers dll. Ini biasanya akan
menurunkan penerimaan konsumen.
Hasil uji hedonik, penilaian panelis terhadap
daya oles selai wortel berkisar antara 2,84 hingga
3,16. Nilai tersebut secara deskriptif menunjukkan
penilaian tidak suka sampai suka. Nilai rata-rata
penerimaan panelis terhadap daya oles selai wortel
disajikan pada Gambar 3.9.

Keterangan :
A1 = Pektin
A2 = Gelatin

Keterangan :
A1 = Pektin
A2 = Gelatin

B1= Konsentrasi 0,5%
B2= Konsentrasi 1,0%
B3= Konsentrasi 1,5%
Gambar 3.8. Nilai rata-rata skor hedonik warna selai
wortel

B1= Konsentrasi 0,5%
B2= Konsentrasi 1,0%
B3= Konsentrasi 1,5%

Gambar 3.9. Nilai rata-rata skor hedonik daya oles
selai wortel
Berdasarkan Gambar 3.9. daya oles selai
wortel dengan A1B2 (selai wortel dengan konsentrasi
pektin 1,0%) mempunyai nilai penerimaan panelis
tertinggi dengan nilai rerata 3,16 (suka), sedangkan
perlakuan A1B3 (selai wortel dengan konsentrasi
pektin 1,5%) mempunyai nilai penerimaan panelis
terendah berdasarkan nilai rerata 2,84 (tidak suka).
Analisa data uji organoleptik (Lampiran)
terhadap daya oles selai wortel menunjukkan bahwa
nilai kritik yang lebih besar dari pada nilai F tabel
sehingga perlu dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut
Friedman-Conover dapat dilihat pada Tabel 3.14.

Berdasarkan Gambar 4.8. menunjukkan
bahwa panelis lebih menyukai selai wortel dengan
prlakuan A1B1 (penambahan pektin 0,5%), hal ini
dikarenakan warna orange selai wortel yang
dihasilkan lebih cerah. Penggunaan pektin memberi
pengaruh yang baik pada nilai skor warna sehingga
selai lebih disukai oleh panelis. Menurut pernyataan
Istini et al. (2005), pada pengolahan selai dengan
menggunakan pektin, selai yang dihasilkan memiliki Tabel 3.14. Hasil uji lanjut Friedman
nilai skor warna yang lebih baik, hal ini disebabkan terhadap daya oles selai wortel
karena pektin mampu mempertahankan padatan
Perlakuan
J. Pangkat X =
terlarut yang dimiliki bahan, baik itu zat alami warna
A1B3 (pektin 1,5%)
77
bahan maupun rasa dan aroma pada bahan, sehingga
A1B1 (pektin 0,5%)
85
nilai organoleptik warna, rasa dan aroma pangan
A
B
(gelatin
1,0%
86
2 2
yang menggunakan pektin lebih unggul.
A
B
(gelatin
1,0%)
88
2 1
Hasil uji lanjut Friedman Conover terhadap
A
B
(pektin
1,0%)
96
1
2
warna selai wortel menunjukkan bahwa konsentrasi
A
B
(gelatin
1,5%)
98
2
3
pektin, dan gelatin berpengaruh tidak nyata terhadap

Conover

20,15
a
ab
ab
ab
ab
b

Universitas Sriwijaya
10

Berdasarkan Gambar 3.10. rasa selai wortel
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf
yang sama pada kolom yang sama dengan A1B2 (selai wortel dengan penambahan pektin
1,0%) mempunyai penerimaan panelis tertinggi,
berarti berbeda tidak nyata
sedangkan perlakuan A2B1 (selai wortel dengan
Hasil uji lanjut Friedman Conover (Tabel penambahan gelatin 1,5%) mempunyai penerimaan
Hal ini dikarenakan wortel
4.13.) menunjukkan bahwa daya oles selai wortel panelis terendah.
pada perlakuan A1B3 berbeda nyata dengan perlakuan memiliki rasa manis yang ada pada wortel itu sendiri
A2B3 namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan dan penambahan bahan pembentuk gel serta gula
lainnya.
Daya oles oles selai wortel dengan (55%) pada setiap perlakuan yang menjadikan selai
perlakuan A1B2 (selai wortel dengan penambahan wortel terasa manis yang disukai oleh panelis.
Analisa data uji organoleptik terhadap daya
pektin 1,0%) mempunyai nilai panelis tertinggi,
sedangkan perlakuan A1B3 (selai wortel dengan oles selai wortel menunjukkan bahwa nilai kritik
penambahan pektin 1,5%) mempunyai nilai yang lebih besar dari pada nilai F tabel sehingga perlu
penerimaan panelis terendah. Daya oles berhubungan dilkukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Friedmandengan tekstur selai yang dihasilkan. Selai yang Conover dapat dilihat pada Tabel 4.15.
menggunakan pektin lebih disukai panelis karena Tabel 3.15. Hasil uji lanjut Friedman Conover
dihasilkan tekstur selai yang elastis dan lebih lembut terhadap rasa selai wortel
sehingga lebih mudah untuk dioles pada roti.
Menurut Winarno (2002), penggunaan konsentrasi
Perlakuan
J. Pangkat
X= 21,85
penambahan gel sebanyak 1% adalah formulasi
A1B3 (pektin 1,5%)
78,5
a
terbaik untuk menghasilkan tekstur selai.
A B (gelatin 0,5%)
81
ab
2

3.6.3. Rasa
Rasa adalah salah satu faktor penentu utama
yang dapat mempengaruhi tingkat kesukaan
konsumen terhadap suatu produk pangan (Padaga dan
Sawitri, 2005). Rasa merupakan parameter sangat
penting dan menentukan tingkat penerimaan
konsumen terhadap suatu produk makanan. Rasa
yang enak dapat menunjang produk sehingga
diterima konsumen. Senyawa-senyawa cita rasa
dapat memberikan rangsangan pada penerima pada
saat pengecapan (Sundari dan Komari, 2010). Hasil
uji organoleptik terhadap rasa selai wortel
menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis
berkisar antara 2,6 hingga 3,16. Skor tertinggi
diperoleh pada perlakuan A1B2 (pektin dengan
konsentrasi 1,0%) dan skor terendah pada perlakuan
A2B3 (gelatin dengan konsentrasi 1,5%). Nilai ratarata penerimaan panelis terhadap daya oles selai
wortel disajikan pada Gambar 3.10.

1

A2B3 (gelatin 1,5%)
81
ab
A2B2 (gelatin 1,0%)
83,5
abc
A1B1 (pektin 0,5%)
101
bc
A1B2 (pektin 1,0%)
103
c
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf
yang sama pada kolom yang sama
menunjukan perlakuan berbeda tidak
nyata
Hasil uji lanjut Friedman Conover (Tabel
3.15) menunjukkan bahwa rasa selai wortel pada
perlakuan A1B3 berbeda nyata dengan perlakuan
A1B2 namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan
lainnya. Rasa selai wortel dengan perlakuan A1B2
(selai wortel dengan penambahan pektin 1,0%)
mempunyai nilai panelis tertinggi, sedangkan
perlakuan A2B3 (selai wortel dengan penambahan
pektin 1,5%) mempunyai nilai penerimaan panelis
terendah. Menurut pernyataan Istini et al. (2005),
pada pengolahan selai dengan menggunakan pektin,
selai yang dihasilkan memiliki nilai skor warna yang
lebih baik, hal ini disebabkan karena pektin mampu
mempertahankan padatan terlarut yang dimiliki
bahan, baik itu zat alami warna bahan maupun rasa
dan aroma pada bahan, sehingga nilai organoleptik
warna, rasa dan aroma pangan yang menggunakan
pektin lebih unggul.
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

Keterangan :
A1 = Pektin
A2 = Gelatin

B1= Konsentrasi (0,1%)
B2= Konsentrasi (0,3%)
B3= Konsentrasi (0,5%)
Gambar 3.10. Nilai rata-rata skor hedonik rasa selai
wortel

4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlakuan pembentuk gel yaitu pektin dan gelatin
berpengaruh nyata terhadap tekstur, warna
(redness), kadar air, total padatan terlarut, dan
aktivitas antioksidan.

Universitas Sriwijaya
11

2.

3.

4.

Perlakuan
konsentrasi
pembentuk
gel
berpengaruh nyata terhadap tekstur, warna
(redness, yellowness), kadar air, total padatan
terlarut, dan aktivitas antioksidan.
Interaksi konsentrasi pembentuk gel dan jenis
pembentuk gel berpengaruh nyata terhadap nilai
total padatan terlarut.
Perlakuan penambahan konsentrasi pembentuk
gel A1B2 (pektin 1,0%) merupakan perlakuan
terbaik dalam proses pembuatan selai wortel
berdasarkan organoleptik yaitu tekstur 32,73 gf,
lightness 42,63%, redness 20,47%, yellowness
22,73%, kadar air 29,00%, total padatan terlarut
65,77%, aktivitas antioksidan 645,978 ppm, dan
uji hedonik (warna 3,04, daya oles 3,16 dan rasa
3,16)

GMIA (Gelatin Manufacturers Institute of America ).
2012. Gelatin. http:// www. gelatin gmia.
com/, (Diakses tanggal 15 April 2017).
Goldberg. 1994. Khasiat Buah Naga . Bhrata Karya
Aksara. Jakarta.
Hambali, E., Suryani, A., dan Widianingsih., N.
2004. Membuat Aneka Olahan Mangga .
Penebar Swadaya. Jakarta.

Haris, N. F. 2013. Pengaruh Pemberian Jus Wortel
(Daucus Carrota L.) Terhadap Tekanan
Darah Lansia Pada Hipertensi Di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Unit Budhi
Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta.
Naskah Publikasi Program Studi Ilmu Kepe
rawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
4.2. Saran
Aisyiyah, Yogyakarta.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, penulis menyarankan menggunakan
perlakuan A1B2 (pektin 1,0%) untuk mendapatkan Hariyati, M. N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi
Pektin dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk
sifat fisik, kimia, dan organoleptik selai wortel yang
Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa).
disukai.
IPB Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
Hasanah, D.E. 2006. Pengaruh Konsentrasi Pektin
dan Gula terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan
Amiruddin, C. 2013. Pembuatan Tepung Wortel
Organoleptik Selai Tomat (Lycopersicum
(Daucus carrota L.) dengan Variasi Suhu
esculentum Mill.). Skripsi. Ilmu dan Teknologi
Pengering. Skripsi S1 Program Studi Teknik
Pangan. Fakultas Pertanian Peternakan.
Pertanian
Universitas
Hasanuddin,
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Makassar.
Baker, R.A. 1997. Reassessment of some fruit and Istini, S., Zatnika, A., dan Suhaimi. 2005. Pektin
dalam Pengolahan Pangan. Seafaming
vegetable pectin levels. Int. J. Food. Sci,
Workshop Report. Bandar lampung.
62(2):225–229.
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Kotecha P.M, Desai B.B, Madhavi D.L. 1998. Carrot.
Handbook of Vegetable Science and
Pangan. Univertas Indonesia Press, Jakarta.
Technology:
Production, Cornposition,
Storage and Processing. Salunkhe DK,
Fahrizal, dan Fadhil. R. 2014. Kajian fisiko kimia dan
Kadam SS (ed), Marcel Dekker Inc
daya terima organoleptik selai nenas yang
New york.
menggunakan pektin dari limbah kulit
kakao. Jurnal Teknologi dan Industri
Kumala, A.P., Juswono, P.U., dan Widodo, C.S.
Pertanian Indonesia , 6(3):65-68.
2015. Pengaruh ekstrak kulit manggis
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen
terhadap kandungan protein daging sapi
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
yang diradiasi gamma. Paramitha, 2(1):1-5.
Jendral Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan
Gizi. IPB. Bogor.
Latifah., Nurismanto, R., Agniya, C., 2013.
Pembuatan
Selai
Lembaran
Terong
Farikha, I. N., Anam, C., dan Widowati, E. 2013.
Belanda.http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.
Pengaruh jenis dan konsentrasi bahan pens
php/reka pangan/article view/ 409, (Diakses
tabil alami terhadap karakteristik fisiko
tanggal 15 April 2017).
kimia sari buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) selama penyimpanan. Jurnal Low J, Kinyae P, Gichuki S, Oyunga MA.
Teknosains Pangan , 2(1): 2-8.
Hagenimana V, Kabira J. 1997. Combating
Vitamin A Deficiency through The Use of

Universitas Sriwijaya
12

Sweetpotato. Peru. Central International
Potato Press.

identifikasi antioksidan dari ekstrak Benalu
Teh (Scurulla oortiana
(Korth) Danser).
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia . ISSN :
1693-1831.5(1): 19-24.

May, C.D. 1999. Carageenan . In Imeson, A. (Ed.).
Thickening and Gelling Agentsfor Food .
A Chapman & Hall Food Science Book. Thakur B.R, Singh, R.K., Handa A.K., 1997.
Chemistry and pectin uses- a review.
Aspen Pub., Inc. Gaithersburg, Maryland :
230-261.
Crit. Rev. Food Sci. Nutr , 37 : 47-73.

Mohrle, R. 1989. Effervescent Tablet in Pharmaceu Tinambunan, E., Setyobudi, L., Suryanto, A. 2014.
tical Dosage Form Table. Marcel Dekker
Penggunaan beberapa jenis mulsa terhadap
Inc. New York.
produksi baby wortel (Daucus carota L.)
varietas Hibrida. Jurnal Produksi Tanaman ,
Muchtadi, D., T.R., Muchtadi dan E. Gumbira, 1998.
2(1):25 – 30.
Pengolahan Hasil Pertanian II Nabati. IPB
Press, Bogor.
Wijana, N., Mulyadi, A.F., dan Septivirta. 2014.
Pembuatan Permen Jelly dari Buah Nanas
(Ananas Comosus l.) Subgrade (kajian
Nuansa, A. 2008. Wortel. http://www.scribd. com/
konsentrasi karagenan dan gelatin ). Jurnal
doc/ 70544887/wortel#, (Diakses tanggal 15
Pertanian. Universitas Brawijaya.
Desember 2016).
Padaga, M.Ch., dan Sawitri M. E.. 2005. Membuat Es Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. P.T
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Krim Yang Sehat. Teknologi Pangan.
Jakarta.
Yulistiani, R., Murtiningsih, Mahmud, M. 2011.
Peran pektin dan sukrosa pada selai ubi
Pantastico, B. E. R. 1986. Fisiologi Pasca Panen.
jalar ungu (the Role of Pectin and Sucrose
Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
on Purple Sweet Potato J ). Reka Pangan ,
5(2):114 -120.
Poppe, J. 1992. Gelatin in Thickening and Gelling
Agents for Food . Blakie Academic and
Zubaedah, E., T. Susanto, J. Kusnadi, dan A.
Profesional, London.
Sutrisno. 1996. Pengenalan produk olahan
wortel
dalam
rangka
meningkatkan
Putri, K. A., Permata, F. M. C., Firdausi, F., Safitri,
pendapatan petani di Kecamatan Dau,
A. M., Adawiyah, A. R., Yuliawati, S. 2013.
Kabupaten Malang. Mitra Akademisi Ed.III
Pengolahan sayur wortel menjadi cemilan
(5) : 31- 35.
sehat chocotel (chocolate wortel) kaya gizi
non-kolesterol. Jurnal Ilmiah Mahasiswa,
3(2): 64 – 67.
Rahmi, S.L., Tafzi, F., dan Anggraini, S. 2012.
Pengaruh penambahan gelatin terhadap
pembuatan permen jelly dari bunga rosella
(Hibiscus
sabdariffa
Linn).
Jurnal
Penelitian Universitas Jambi Seri Sains , 14
(1): 37- 44.
Rauf, R. 2015. Kimia Pangan . Yogyakarta. Penerbit
Andi.
Rusilanti dan Kusharto. C. M. 2007. Sehat dengan
Makanan Berserat. Agromedia Pustaka,
Jakarta Selatan.
Satria, H. B., dan Ahda, Y. 2010. Pengolahan Limbah
Kulit Pisang Menjadi Pektin Dengan Metode
Ekstraksi. Skripsi. Fakultas Teknologi Perta
nian. Universitas Diponegoro, Semarang.
Simanjuntak, P., Parwati, T., Lenny, L.E., Tamat,
S.R., Murwani, R. 2004. Isolasi dan

Universitas Sriwijaya
13

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26