Sebaran Nitrat dan Fosfat di Perairan Mu

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi suatu wilayah pesisir erat kaitannya dengan sistem suatu sungai yang bermuara ke wilayah itu. Oleh karena itu, wilayah pesisir secara alami merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem aliran sungai (Supriharyono, 2007). Sungai merupakan perairan yang memiliki peran penting bagi makhluk hidup. Keberadaan ekosistem sungai dapat memberikan manfaat bagi makhluk hidup, baik yang hidup didalam sungai maupun yang ada disekitarnya. Kegiatan manusia sebagai bentuk kegiatan pembangunan akan berdampak pada perairan sungai. Adanya kegiatan manusia dan industri yang memanfaatkan air sungai sebagai tempat untuk membuang limbah akan berdampak pada penurunan kualitas air, yaitu perubahan kondisi fisika, kimia dan biologi (Sastrawijaya, 1991). Sungai akan memperoleh masukan bahan maupun energi yang berasal dari wilayah sepanjang aliran sungai atau segala aktivitas manusia yang berkaitan dengan produksi limbah dan kemudian dialirkan melalui badan-badan sungai. Pembangunan industri di daerah permukiman sepanjang aliran sungai memberikan masukan bahan-bahan pencemar bagi perairan sungai yang pada akhirnya akan dialirkan ke muara (Santoso, 2007).

Pesisir Sidoarjo secara umum dialiri sejumlah sungai, salah satunya adalah sungai Porong. Sungai Porong yang terletak di Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak pada posisi112°53'10.98" BT dan 7°34'40.50" LS.

Menurut Supriharyono (2007) muara sungai Porong merupakan perairan yang sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia terutama dari daratan. Pemasukan air dari darat cukup banyak karena adanya aliran sungai yang bermuara di Sungai. Unsur-unsur hara yang berasal dari daratan dan aktivitas manusia yang masuk ke dalam sungai akan terbawa oleh aliran sungai, sehingga mencapai ke muara sungai. Aliran tersebut menyebabkan dampak terhadap lingkungan sekitarnya, karena unsur-unsur hara akan mengendap di daerah muara. Masuknya limbah air buangan dari indusri tekstil, industri pengalengan makanan, home industri, kegiatan pertambakan ikan dan pemukiman penduduk menyebabkan daerah muara tersebut banyak mengandung unsur hara nitrat, fosfat dan zat organik lain. Nitrat dan fosfat menyebar ke berbagai arah, dan pola sebaran ke dua unsur tersebut sangat dipengaruhi oleh arah arus ke muara. Bagaimanakah pola atau arah sebaran unsur nitrat dan fosfat di daerah muara, maka perlu dilakukan penelitian tentang sebaran nitrat dan fosfat di perairan muara sungai Porong Kabupaten Sidoarjo.

1.2 Pendekatan Masalah

Limbah atau buangan yang mengandung unsur hara (nitrat dan fosfat) akan terbawa oleh aliran sungai Porong dan mencapai ke daerah muara. Nitrat dan fosfat yang terdapat di muara sungai akan menyebar ke berbagai arah. Pola atau arah sebaran akan sangat dipengaruhi oleh fenomena oseanografi terutama pola arus yang terbentuk. Oleh karena itu untuk mengetahui pola sebaran nitrat dan Limbah atau buangan yang mengandung unsur hara (nitrat dan fosfat) akan terbawa oleh aliran sungai Porong dan mencapai ke daerah muara. Nitrat dan fosfat yang terdapat di muara sungai akan menyebar ke berbagai arah. Pola atau arah sebaran akan sangat dipengaruhi oleh fenomena oseanografi terutama pola arus yang terbentuk. Oleh karena itu untuk mengetahui pola sebaran nitrat dan

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi dan arah

sebaran konsentrasi nitrat (N-NO -

3 ) dan fosfat (P-PO 4 ) pada saat surut di perairan muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah didapatkannya data mengenai arah sebaran nitrat dan fosfat sebagai indikator produktivitas perairan pesisir melalui parameter fisika kimia perairan yang diharapkan dapat menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan muara Sungai Porong dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang terlibat.

1.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada 18-31 Desember 2013. Lokasi penelitian berada di wilayah muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Unsur Hara dan Kesuburan Perairan

Senyawa kimia yang terdapat di laut sangat kompleks, baik zat-zat organik maupun anorganik. Beberapa senyawa dari zat tersebut sangat dibutuhkan untuk perkembangan populasi mahluk hidup dilaut yang selanjutnya disebut sebagai zat hara (nutrien). Unsur hara adalah suatu unsur yang mempunyai peranan dalam melestarikan kehidupan karena dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam peningkatan pertumbuhan yang mendukung produktivitas primer. Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton yang merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan perairan (Fachrul et al., 2005).

Kesuburan perairan adalah deskripsi kualitatif yang menyatakan konsentrasi unsur hara yang terdapat dalam suatu badan air. Penelitian yang dilakukan dari berbagai belahan bumi menemukan bahwa unsur hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah fosfat dan nitrat sebagai komponen penyusun jaringan fitoplankton melalui sintetis zat organik dalam aktivitas metabolisme. Menurut Chester (2003), proses penguraian senyawa organik terjadi melalui aktivitas bakteri dan organisme pengurai lainnya, mengalami dekomposisi menjadi senyawa anorganik dan dimanfaatkan oleh organisme autotrof. Kandungan nutrien (nitrat dan fosfat) yang diperoleh dari proses penguraian tersebut memacu pertumbuhan fitoplankton dan meningkatkan konsentrasi klorofil-a.

2.2. Nitrat Dalam Perairan

3 ) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Menurut Imas (1989), nitrifikasi merupakan proses nitrit mengalami oksidasi menjadi nitrat. Sementara Jenie (1993) menyebutkan, bahwa dalam sistem biologi, senyawa nitrogen organik dapat ditransformasikan menjadi amonia dan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat. Oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat disebut nitrifikasi dan berlangsung dalam kondisi aerobik. Konsentrasi nitrat di suatu perairan selain berasal dari proses nitrifikasi nitrit, juga berasal dari masukan limbah rumah tangga, limbah pertanian yang berupa sisa pemupukan, limbah peternakan sisa dari pakan, pengikatan nitrogen bebas dari udara oleh mikroorganisme dan aliran tanah yang masuk ke laut (Wardoyo, 1982).

Nitrat (NO -

Oksidasi ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang yang mendapatkan energi dari proses kimiawi. Oksidasi nitrit menjadi ammonia

ditunjukkan oleh persamaan berikut : 2NH +

3 + 3O 2 2NO 2 + 2H + 2H 2 O sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat ditujukkan oleh persamaan : 2NO -

nitrosomonas

2 +O 2

nitrobakter

2NO -

3 (Effendi, 2003).

Nitrogen di air laut berada dalam bentuk nitrogen molekuler (N 2 ) atau

sebagai garam-garam anorganik seperti nitrat (NO -

3 ), nitrit (NO 2 ), amonium (NH +

4 ) dan beberapa senyawa nitrogen organik seperti urea dan asam-asam amino. Nitrogen yang terdapat di laut selain berasal dari udara dan laut itu sendiri, juga berasal dari limbah domestik dan industri, hujan serta dari bahan-bahan organik yang dialirkan oleh sungai (Susana, 1987). Sementara menurut Sidjabat (1973) menyatakan, bahwa senyawa-senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam bentuk gas nitrogen terlarut dan nitrogen yang terikat pada senyawa- senyawa organik maupun anorganik.

Nitrat di alam didapatkan dari hasil siklus nitrogen, sehingga dalam pembahasan tentang nitrat tidak terlepas dari unsur nitrogen. Pada umumnya senyawa nitrogen organik terlarut dalam bentuk hasil metabolisme organisme bahari dan hasil proses pembusukan. Nitrogen terdapat juga dalam bentuk molekul-molekul protein pada organisme yang telah mati kemudian diuraikan menjadi bentuk-bentuk anorganik oleh serangkaian organisme pengurai, terutama bakteri pembusuk nitrat. Bentuk organik dapat berasal dari hasil metabolisme organisme bahari dan hasil pembusukan, sedangkan yang berbentuk zarah (particulate) dari reruntuhan sedimen, binatang dan tumbuhan laut (Koesoebiono, 1980).

Senyawa nitrat umumnya berada dalam kondisi terlarut sebagai hasil metabolisme oragnisme laut dan hasil pembusukan. Bentuk nitrat yang berupa molekul-molekul protein terdapat pada organisme mati kemudian diuraikan menjadi bahan organik oleh bakteri pengurai. Nitrat merupakan salah satu nutrien Senyawa nitrat umumnya berada dalam kondisi terlarut sebagai hasil metabolisme oragnisme laut dan hasil pembusukan. Bentuk nitrat yang berupa molekul-molekul protein terdapat pada organisme mati kemudian diuraikan menjadi bahan organik oleh bakteri pengurai. Nitrat merupakan salah satu nutrien

Menurut Millero dan Sohn (1992), keberadaan nitrat di lapisan permukaan laut juga diatur oleh proses biologi dan fisika. Pemanfaatan nitrat oleh fitoplankton terjadi selama berlangsung proses fotosintesis dan tergantung pada

intensitas sinar matahari. Proses regenerasi NO -

3 sebagian oleh bakteri

pengoksidasi dari nitrogen organik, yang kemudian melepaskan NH 2-

4 dan PO 4

selanjutnya NH -

4 akan mengalami oksidasi menjadi NO 3 .

Pada siklus nitrogen (Gambar 1) terdapat dua bagian (Pescod, 1973), yaitu:

a. Pemanfaatan nitrat oleh fitoplankton melalui proses fotosintesis yang menghasilkan asam-asam amino.

b. Proses regenerasi, yaitu proses bakterial senyawa-senyawa organik yang mengandung nitrogen dirombak menjadi amonia yang kemudian diubah menjadi nitrat.

Gambar 1. Siklus nitrogen di laut (Millero dan Sohn, 1992)

2.3. Fosfat Dalam Perairan

Menurut Romimohtarto dan Juana (2003), fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi berbagai organisme akuatik. Fosfat merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut (Nybakken, 1992).

Sumber fosfat di perairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi

antara lain dalam bentuk ion H 3-

2 PO 4 , HPO 4 , PO 4 . Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk ke dalam rantai makanan. Sumber

2- 2-

Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan nukleotid koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun

dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H -

3 PO 4 ) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Di permukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat (Effendi, 2003).

Kotoran burung Organ burung Organ tanaman Organ hewan Feses Fosforus organik Partikel Fotosintesis Limbah manusia Bakteri Sedimentasi tanah dan batuan

Ortofosfat terlarut

Gambar 2. Siklus fosfor di perairan (Kolowith et al., 2001)

Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan dan ikan. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya. Fenomena ini dikenal istilah konsumsi berlebih (luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan pada saat perairan mengalami defisiensi fosfor sehingga algae masih dapat hidup untuk beberapa waktu selama periode kekurangan pasokan fosfor (Effendi, 2003).

Damanhuri (1997) menyatakan, bahwa kadar fosfat akan semakin tinggi dengan menurunnya kedalaman. Biasanya terjadi pengendapan sehingga nutrien meningkat seiring dengan waktu karena proses oksidasi P dan bahan organik. Adanya proses run off yang berasal dari daratan akan mensuplai kadar fosfat pada lapisan permukaan. Konsentrasi fosfat relatif konstan pada perairan dalam, tetapi ini tidak terlalu besar. Penambahan terbesar dari lapisan dalam melalui proses kenaikan massa.

2.4. Faktor Lingkungan Perairan

Faktor lingkungan perairan yang mempengaruhi konsentrasi nitrat dan fosfat diantaranya sebagai berikut :

2.4.1. Salinitas

Salinitas adalah garam-garaman terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken, 1993). Salinitas merupakan indikator utama untuk mengetahui penyebaran massa air laut sehingga penyebaran nilai-nilai salinitas secara langsung menunjukkan penyebaran dan peredaran massa air dari satu tempat ke tempat lainnya. Menurut Dahuri (2001), secara umum salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata berkisar antara 32-34 per mil. Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar ke air laut, curah hujan, musim, topografi, pasang surut dan evaporasi (Nybakken, 1993). Ditambahkan pula oleh Nontji (1987), bahwa sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, dan aliran sungai.

Daerah yang mengalami penguapan cukup tinggi akan mengakibatkan salinitas perairan yang tinggi. Salinitas air laut juga akan semakin tinggi dengan bertambahnya kedalaman. Perbedaan terbesar terjadi pada kedalaman 100-1000 meter. Selain beberapa hal di atas perubahan salinitas juga dapat disebabkan oleh pola sirkulasi massa air dan aliran sungai. Perubahan salinitas di perairan bebas lebih kecil dibandingkan dengan perairan dangkal. Perubahan ini disebabkan karena perairan pantai banyak dipengaruhi oleh massa air tawar terutama pada musim hujan. Nilai kisaran salinitas di perairan laut terbuka secara umum bervariasi antara 33 psu sampai 37 psu dengan nilai rata-rata 35 psu (Ross, 1970 dalam Rosmawati, 2004). Satuan psu dalam menuliskan nilai salinitas merupakan

singkatan dari “practical salinity unit”. Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya salinitas tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan “psu” singkatan dari “practical salinity unit”. Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya salinitas tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan “psu”

Tinggi rendahnya kadar garam (salinitas) sangat tergantung kepada banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut semakin rendah dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi (Prasetyarto dan Suhendar, 2010 dalam Dewi, 2011).

2.4.2. Suhu

Suhu air laut merupakan salah satu faktor abiotik yang sangat berperan dalam kehidupan dan pertumbuhan organimse perairan. Perubahan suhu pada perairan alami terjadi karena adanya pemanasan oleh radiasi matahari yang menembus lapisan air. Secara langsung suhu ini akan mempengaruhi organisme fitoplankton dalam aktifitas fotosintesis dan kelarutan berbagai macam gas (Boney, 1976). Hutabarat dan Evans (1985) menambahkan, bahwa suhu sebagai salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di laut karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Suhu di laut adalah faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme (Nybakken, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu air antara lain komposisi substrat, kekeruhan, air hujan, luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari serta perairan yang menerima pasokan air (Nybakken, 1992). Selain itu suhu suatu badan air juga dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari sirkulasi udara, penutupan awan Suhu di laut adalah faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme (Nybakken, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu air antara lain komposisi substrat, kekeruhan, air hujan, luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari serta perairan yang menerima pasokan air (Nybakken, 1992). Selain itu suhu suatu badan air juga dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari sirkulasi udara, penutupan awan

Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena pengaruh angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28°C) yang homogen. Oleh sebab itu lapisan teratas ini sering pula disebut lapisan homogen. Karena adanya pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bisa menjadi lebih tebal lagi. Di perairan dangkal lapisan homogen ini sampai ke dasar (Nining, 2002).

Tingginya suhu memudahkan terjadinya penyerapan nutrien oleh fitoplankton. Dalam kondisi konsentrasi fosfat sedang di dalam kolom perairan, laju fotosintesis maksimum akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi (Brotowidjoyo dan Ruyitno, 1995).

2.4.3. Kekeruhan

Kekeruhan (turbiditas) adalah gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam air tersebut (APHA, 1989).

Kekeruhan pada sungai lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar berupa lapisan permukaan tanah yang terletak oleh aliran air pada saat hujan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kekeruhan sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Menurut Davis dan Comwell (1991), kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Perairan yang mempunyai kekeruhan yang tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam kolom air sehingga membatasi proses fotosintesis dan produktivitas perairan berkurang.

2.4.4. Derajat Keasaman (pH)

Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).

Air laut umumnya memiliki nilai pH diatas 7 yang berarti basa, namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi rendah sehingga menjadi bersifat asam. pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi sepanjang hari sehingga perubahan nilai pH yang demikian berpengaruh terhadap kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap kehidupan biota di dalamnya. Banyaknya buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri- industri kimia juga dapat mempengaruhi nilai pH di dalamnya (Masduqi, 2004).

Biasanya angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

vegetasi akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O 2 dan CO 2 . Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup. Adapun pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7-8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer), yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Nybakken, 1993).

Satino (2010) menjelaskan bahwa air yang agak basa dapat mendorong proses perombakan atau penguraian bahan organik yang ada dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh tumbuhan dan fitoplankton sehingga pH ikut berperan dalam menentukan produktivitas perairan. Perairan yang baik untuk fitoplankton adalah pH normal, yaitu 7,0 atau mendekati basa, karena perairan dengan pH tinggi (7-9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton. Penggolongan nilai pH bila dihubungkan dengan tipe kesuburan perairan maka perairan dengan pH 4-5 termasuk tipe perairan oligotrofik, pH 5-7 termasuk tipe perairan mesotrofik dan pH 7-9 termasuk tipe perairan eutrofik.

2.4.5. Oksigen Terlarut (DO)

DO atau Dissolved Oxygen atau oksigen terlarut adalah parameter kimia perairan yang menunjukkan banyaknya oksigen yang terlarut dalam ekosistem perairan. Odum (1971) berpendapat, bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas dan dimanfaatkan untuk respirasi, dekomposisi kimia di dalam air. Jumlah oksigen dalam air bervariasi sesuai dengan variasi parameter lingkungan. Semakin besar ketinggian (latitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut juga semakin kecil (Effendi, 2003).

Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005).

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesuburan perairan (Salmin, 2005).

2.5. Faktor Hidro-Oseanografi

Arus adalah pergerakan massa air atau partikel air dari tempat yang satu ke tempat yang lain di suatu perairan. Arus adalah gerakan massa air yang arah gerakannya horizontal maupun vertikal. Arus sungai adalah gerakan massa air sungai yang arahnya searus dengan aliran sungai menuju hilir atau muara. Faktor yang mempengaruhi arus, yaitu tahanan dasar, gaya Coriolis, perbedaan densitas (Wibisono, 2005).

Arus dapat dibedakan dalam 2 kategori, yaitu: arus permukaan (surface current ) dan arus dalam (subsurface current). Arus permukaan dibangkitkan dari berbagai proses, termasuk di dalamnya adalah akibat gesekan angin dan perbedaan densitas karena pemanasan matahari. Arus permukaan ini bergerak secara horizontal sedangkan arus dalam yang dikenal dengan termohalin merupakan pergerakan arus yang disebabkan oleh adanya perbedaan temperatur dan salinitas. Arus ini dapat disebut juga arus densitas karena arus ini digerakkan oleh gradien densitas air. Arus termohalin ini pergerakannya secara vertikal.

Menurut Hutabarat dan Evans (1985), faktor pembangkit arus permukaan adalah:

1. Bentuk topografi pulau-pulau sekitarnya Beberapa sistem lautan utama dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan juga oleh equatorial current disisi yang keempat. Batas-batas ini menghasilkan sistem aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat aliran air mengarah dalam satu bentuk bulatan.

2. Gaya Coriolis dan arus Ekman Gaya Coriolis mempengaruhi aliran massa air, gaya ini akan membelokan arah arus dari arah yang lurus. Gaya ini timbul sebagai akibat dari perputaran bumi pada porosnya. Pembelokan ini dibelahan bumi utara mengarah kekanan dan dibelahan bumi selatan mengarah ke kiri.

Stress angin yang bekerja pada permukaan laut akan mendorong lapisan permukaan dan gerakan lapisan permukaan ini akan mendorong lapisan dibawahnya dan begitu seterusnya, sehingga terbentuk arus permukaan sampai kedalaman 100-300 m. Arus yang terjadi di perairan laut dapat dipisahkan menjadi arus pasut dan arus residual, peran arus pasut di daerah estuari cenderung lebih dominan dibandingkan dengan arus residu (Surbakti, 2012).

Arus pasut adalah pergerakan massa air laut secara horisontal yang dihubungkan dengan naik turunnya permukaan air laut akibat gaya tarik benda- benda angkasa terutama bulan dan matahari. Pada waktu pasang di suatu perairan muara arus laut akan bergerak memasuki muara. Sebaliknya arus bergerak dalam arah yang berlawanan (keluar muara) pada saat surut. Arus pasut memiliki sifat bergerak dengan arah yang saling tolak belakang (bi-directional). Arah arus saat air meninggi biasanya bertolak belakang dengan arah arus saat air merendah. Kecepatan arus pasut minimum atau efektif nol terjadi saat air tinggi atau air rendah (slack waters), pada saat-saat tersebut pasut minimum terjadi saat-saat antara air tinggi dan air rendah. Dengan demikian, perioda kecepatan arus pasut akan mengikuti perioda pasut yang membangkitkannya.

Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaanair laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik benda-benda astronomi terutama oleh bumi, bulan dan matahari. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh dan ukurannya lebih kecil. Faktor non astronomi yang mempengaruhi pasang surut terutama di perairan semi tertutup seperti teluk adalah bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan (Musrifin, 2011).

Pada tipe pasut harian tunggal arus pasut yang terjadi adalah harian tunggal sedangkan untuk tipe pasut harian ganda maka arus pasutnya akan mengalami dua kali perubahan arah arus dalam satu hari. Pasut campuran arahnya akan mengalami perubahan dalam interval sekali sampai dua kali sehari. Pada saat elevasi pasut mencapai titik tertinggi (maksimum) dan terendah (minimum) maka laju arus akan sama dengan nol. Laju arus maksimum terjadi pada saat elevasinya sama dengan nol. Arus pasut akan mengalami perubahan arah setelah elevasi pasut mencapai minimum atau maksimum (Wyrtki, 1961).

Energi pasang dari laut akan berkurang sebanding dengan berkurangnya kedalaman. Ketika memasuki estuari air sungai didesak ke atas sehingga alirannya menjadi relatif terhenti saat puncak pasang tertinggi selama beberapa saat. Ini berarti permukaan air sungai sama tinggi dengan permukaan air laut dimana kecepatan aliran dari kedua belah pihak menjadi nol. Sebaliknya kecepatan air sama dengan nol juga terjadi pada saat air rendah. Suatu titik yang berada di tengah antara air tinggi dan air rendah mempunyai kecepatan alir terbesar (Danial, 2008).

Kecepatan arus saat kondisi perbani tidak sebesar saat kondisi purnama, hal ini disebabkan karena saat kondisi purnama gaya tarik bulan dan matahari mencapai maksimum sehingga selain menyebabkan muka air laut mengalami kenaikan tertinggi juga menyakibatkan pergerakan arus yang disebabkan oleh pasang surut menjadi maksimal maka kecepatan arus yang terjadi menjadi besar, sedangkan saat kondisi perbani gaya tarik bulan dan matahari menjadi minimum sehingga muka air laut mengalami kenaikan terendah hal ini menyakibatkan pergerakan arus pasut menjadi minimal maka kecepatan arus yang terjadi menjadi kecil (Atmodjo, 2011).

2.6. Pemodelan Pergerakan Arus Dengan Program SMS

Program SMS ini dirancang untuk mensimulasikan kondisi oseanografi yang terjadi di alam ke dalam sebuah model satu dimensi, dua dimensi, atau tiga dimensi dengan finite element method (metode elemen hingga). Model yang dipakai untuk membuat simulasi pola arus yang terjadi pada lokasi studi adalah ADCIRC. Pemodelan dengan ADCIRC berdasarkan finite element methode (metode elemen hingga) untuk memperoleh simulasi pola arus dan pasang surut. Parameter yang mempengaruhi pola arus dan pasang surut adalah kedalaman nodal, periode gelombang, bentuk garis pantai, garis boundary dan posisi matahari dan bulan.

Menggunakan peta batimetri dapat diketahui kedalaman nodal, bentuk garis pantai dan penentuan garis boundary. Kedalaman nodal dapat menentukan Menggunakan peta batimetri dapat diketahui kedalaman nodal, bentuk garis pantai dan penentuan garis boundary. Kedalaman nodal dapat menentukan

Data yang dibutuhkan untuk menjalakan model ADCIRC yaitu:

1. Peta batimetri lokasi studi

2. Pasang Surut

III. MATERI DAN METODE

3.1. Keadaan Umum Muara Sungai Porong Sidoarjo

Kabupaten Sidoarjo memiliki luas wilayah sebesar 714.243 km 2 yang terbagi dalam 353 Kelurahan/Desa dan 18 Kecamatan. Secara administratif

Kabupaten Sidoarjo dibatasi oleh:  Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto  Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura

Geomorfologi daerah Sidoarjo dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu daerah pegunungan yang menempati bagian selatan, dan daerah dataran yang menempati bagian utara. Daerah dataran terdapat di bagian utara dengan ketinggian mencapai 15-18 m dpl merupakan delta dikenal sebagai delta Brantas yang terbentuk oleh sungai Surabaya yang mengalir di bagian utara ke Kota Surabaya dan sungai Porong yang mengalir di bagian selatan. Ke dua sungai ini merupakan anak dari sungai Brantas. Sungai Porong merupakan anak dari sungai Brantas yang termasuk sungai terbesar di Jawa Timur, sungai-sungai tersebut memasok sejumlah besar angkutan sedimen yang terbawa dari daratan, sehingga mempengaruhi banyak hal di perairan muara sungai Porong, seperti pendangkalan, perubahan garis pantai dan kualitas perairan.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan muara sungai Porong Kabupaten Sidoarjo. Lokasi penelitian terletak di perairan Selat Madura dan secara geografis terletak pada 112°53'10.98" BT dan 7°34'40.50" LS. Pelaksanaan survei lapangan dilakukan pada tanggal 4-6 November 2013 dan pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 18 Desember 2013. Lokasi pengamatan dan koordinat titik sampling tersaji dalam Tabel 1: Tabel 1. Lokasi pengambilan sampel

No. Titik Sampling

112°52'1.78" Stasiun 2

7°33'48.73"

112°52'28.29" Stasiun 3

7°33'45.77"

112°52'23.11" Stasiun 4

7°33'56.56"

112°52'40.81" Stasiun 5

7°33'24.51"

112°52'50.16" Stasiun 6

7°33'51.61"

112°52'46.46" Stasiun 7

7°34'23.41"

112°53'0.59" Stasiun 8

7°32'59.95"

112°53'10.87" Stasiun 9

7°33'49.66"

112°53'10.98" Stasiun 10

7°34'40.50"

112°53'5.44" Stasiun 11

7°34'27.63"

112°53'17.39" Stasiun 12

7°32'48.60"

7°33'42.96"

112°53'29.64"

3.3. Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah data hasil pengukuran selama pengambilan sampel. Data primer berupa data nutrien (nitrat dan fosfat) data kualitas perairan (suhu, DO, kekeruhan, salinitas dan pH) dan data arus lapangan, sedangkan data sekunder atau data pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah data peramalan pasut dan peta batimetri.

3.3.1. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bahan kimia untuk analisa nitrat dan fosfat (Tabel 2). Tabel 2. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kadar nitrat dan fosfat

No.

Nama Bahan

1. Bahan kimia untuk analisis nitrat - Aquabides

- Cadmium - Asam Fosforat

- NH 4 Cl - Glass wool - Sulphanilamide - N-1-Napthtylene iarmin dihidrocloride

- Cupri Sulfat (CuSO 4 )

2. Bahan kimia untuk analisis fosfat

- H 2 SO 4

- Aquabides - Asam Askorbat (AA) - Kalium Antimonil Tartrat (KAT) - Amonium Molibdat (AM)

3.3.2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian di perairan muara Sungai Porong Kabupaten Sidoarjo tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3 . Alat-alat yang digunakan di perairan muara Sungai Porong

No. Nama alat

Kegunaan

1. GPS Menentukan posisi sampling

2. Perahu

Alat transportasi

3. Botol sampel

Menyimpan sampel air

4. Kertas label Memberi label pada sampel

5. Coolbox Menyimpan botol sampel

6. Bola duga

Mengambil data arus

7. Spektrofotometer Untuk mengukur kandungan nitrat dan fosfat dari sampel air laut, panjang gelombang 880 nm untuk fosfat dan 454 nm untuk nitrat

8. Termometer Mengukur temperatur di lokasi (digital)

penelitian

9 pH meter Digunakan untuk mengukur pH sampel

10. DO meter Untuk mengetahui kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian

11. Salinometer

Untuk mengukur salinitas

12. Software SMS 8.1

Membuat permodelan arus

13. Software ArcGIS Mengolah peta hasil penelitian dan

10.1 pengolahan dari SMS

3.4. Bagan Alir Penelitian

Permasalahan : Kegiatan manusia dan industri yang

memanfaatkan air sungai Porong

Adanya

Muara Sungai Porong

limbah air buangan

industri tekstil,

Kondisi kualitas air

pengalengan makanan,

Data Primer

n Data Sekunder

Nitrat Peramalan pasut

Fosfat Peta Batimetri

Arus insitu

Kualitas air : suhu, DO, kekeruhan, pH,

salinitas

Diperoleh: data konsentrasi nitrat dan Permodelan arus fosfat

dengan software SMS 8.1

Hasil : pola sebaran antara konsentrasi nitrat, fosfat dan hasil

model pola arus

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian

3.5. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan bersifat eksploratif. Menurut Whitney (1960) dalam Dianingrum (2007), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nasir, 1983 dalam Dianingrum, 2007). Menurut Husein (1999) metode eksploratif adalah jenis penelitian yang berusaha mencari ide-ide atau hubungan-hubungan yang baru. Dalam hal ini adalah kandungan unsur hara yang menyebar akibat adanya pengaruh arus.

Posisi stasiun pengambilan sampel air ditetapkan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) secara purposive. Hadi (2004) menerangkan bahwa, metode purposive merupakan metode pengambilan sampel yang merepresentasikan keadaan keseluruhan. Penentuan lokasi stasiun penelitian dilakukan berdasarkan kondisi yang dapat mewakili kondisi secara keseluruhan daerah dan memperhatikan kemudahan pencapaian.

3.6. Metode Pengambilan Data dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan di beberapa stasiun dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning system). Data yang di ambil meliputi data nutrien (nitrat dan fosfat), data kualitas air dan data arus. Parameter tersebut diukur di dekat bibir muara dan di daerah perairan yang jauh dari muara Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan di beberapa stasiun dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning system). Data yang di ambil meliputi data nutrien (nitrat dan fosfat), data kualitas air dan data arus. Parameter tersebut diukur di dekat bibir muara dan di daerah perairan yang jauh dari muara

3.6.1. Data Kualitas Air

Pengambilan sampel air laut dilakukan dengan menggunakan botol sampel dan analisis sampel air laut yang meliputi konsentrasi nitrat dan fosfat yang dilakukan di Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Surabaya. Parameter lingkungan perairan yang diukur selama penelitian seperti suhu, DO, kekeruhan, salinitas, dan pH, merupakan data pendukung dari penelitian Tim Porong.

Pengujian sampel air untuk menentukan konsentrasi nitrat dan konsentrasi fosfat dilakukan di Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Surabaya, dimana metode yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Nitrat

Butiran Cd (Cadmium) dalam kolom pereduksi yang akan mereduksi semua kandungan nitrat untuk diubah menjadi nitrit. Selanjutnya nitrit dari hasil reduksi tersebut dalam suasana asam kuat di determinasi dengan sulphanilamide dalam senyawa diazonium. Senyawa tersebut dengan N-1- Napthtylene diamin dihidrocloride dapat bereaksi menjadi larutan berwarna pink kemudian diukur absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 454 nm (Prosedur nitrat pada lampiran 1).

2. Fosfat

10 ml larutan sampel ditambah dengan 1 ml mix reagen. Kemudian diamkan selama 10 menit. Selanjutnya dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm (Prosedur fosfat pada lampiran 1).

3.6.2. Data Arus

Pengambilan data arus dilakukan dengan teknik pengukuran Lagrangian. Dalam proses perekaman data arus didapat juga koordinat titik pengukuran. Data kecepatan arus dalam cm/det diubah kesatuan m/det. Data kecepatan arus yang dikelompokkan dan diubah kesatuan m/det tersebut digunakan untuk verifikasi dengan kecepatan arus hasil model. Dalam pembuatan model ini menggunakan modul RMA2 untuk pola sirkulasi arus. Simulasi dilakukan untuk 15 hari untuk simulasi pola arus dengan RMA2.

Verifikasi model adalah proses membandingkan data lapangan dan hasil simulasi menggunakan cara statistik. Dalam proses verifikasi ini, hanya dilihat sejauh mana kemiripan hasil simulasi terhadap data lapangan. Metode statistik yang dapat digunakan pada proses verifikasi model adalah rata-rata kesalahan relatif (Mean Relative Error/MRE) (Thomann. et al., 1987)

RE = [

] x 100%

MRE = ∑

Keterangan :

h c = besar nilai hasil model

h o = besar nilai pengukuran lapangan n = jumlah lapangan Jika MRE < 10 %, maka model diterima Jika MRE > 10 %, maka model ditolak

3.7. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh melalui pengukuran lapangan kemudian dianalisa di laboratorium. Berikut teknis pengolahan datanya.:

3.7.1. Data Kualitas Air

Hasil pengujian laboratorium untuk data kandungan nitrat, fosfat dan parameter lingkungan perairan yang lain seperti suhu, DO, kekeruhan, salinitas, dan pH yang merupakan data sekunder dilakukan pemetaan sebaran konsentrasinya diolah dengan menggunakan software ArcGIS 10.1.

3.7.2. Data Arus

Pengambilan data arus dilakukan dengan teknik pengukuran Lagrangian dengan menggunakan Bola Duga untuk memperoleh data kecepatan arus (jarak tempuh bola, waktu tempuh bola). Berdasarkan pengukuran data lapangan, maka didapatkan besar dan arah arus total serta titik koordinat tempuh bola). Peneliti tidak menggunakan ADCP disebabkan karena ketidaktersediaan alat tersebut dalam penelitian dan data yang dihasilkan oleh ADCP harus di konversi terlebih Pengambilan data arus dilakukan dengan teknik pengukuran Lagrangian dengan menggunakan Bola Duga untuk memperoleh data kecepatan arus (jarak tempuh bola, waktu tempuh bola). Berdasarkan pengukuran data lapangan, maka didapatkan besar dan arah arus total serta titik koordinat tempuh bola). Peneliti tidak menggunakan ADCP disebabkan karena ketidaktersediaan alat tersebut dalam penelitian dan data yang dihasilkan oleh ADCP harus di konversi terlebih

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil analisis sampel air untuk menentukan konsentrasi nitrat, fosfat dan pengolahan data hidro-oseanografi disajikan sebagai berikut :

4.1.1. Konsentrasi Nitrat

3 ) yang terukur di perairan muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo berkisar antara 1,3043-3,1079 mg/l (Tabel 4). Konsentrasi nitrat tertinggi terdapat di stasiun 3, dan terendah terdapat di stasiun 5. Secara ilustratif arah sebaran konsentrasi nitrat dapat dilihat pada Gambar 5.

Hasil analisis laboratorium untuk nilai konsentrasi nitrat (N-NO -

Tabel 4. Konsentrasi nitrat (mg/l) di muara Sungai Porong

Stasiun Pengamatan

Nitrat (mg/l)

Stasiun 1

2,8746

Stasiun 2

3,0823

Stasiun 3

3,1079

Stasiun 4

2,5206

Stasiun 5

1,3043

Stasiun 6

1,5242

Stasiun 7

2,5874

Stasiun 8

2,6945

Stasiun 9

2,5535

Stasiun 10

2,4411

Stasiun 11

2,4713

Stasiun 12

2,6456

4.1.2. Konsentrasi Fosfat

4 ) yang terukur di perairan muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo berkisar antara 0,084-0,128 mg/l (Tabel 5). Konsentrasi fosfat tertinggi terdapat di stasiun 9, dan terendah terdapat di stasiun 2.Secara ilustratif arah sebaran konsentrasi fosfat dapat dilihat pada Gambar 6.

Hasil analisis laboratorium untuk nilai konsentrasi fosfat(P-PO -

Tabel 5. Konsentrasi fosfat (mg/l) di muara Sungai Porong

Stasiun Pengamatan

Fosfat (mg/l)

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4

Stasiun 5

Stasiun 6

Stasiun 7

Stasiun 8

Stasiun 9

Stasiun 10

Stasiun 11

Stasiun 12

4.1.3. Parameter Pendukung Kualitas Perairan

Hasil pengukuran kualitas perairan yang menjadi faktor pendukung dalam penelitian meliputi kedalaman, suhu, DO, kekeruhan, salinitas dan pH. Hasil pengukuran kualitas air tersebut masih baik. Nilai kedalaman pada masing-masing stasiun berkisar antara 0,4-2,2 m. Stasiun 1 memiliki kedalaman paling besar yaitu

2,2 m dibandingkan stasiun lainnya. Suhu berkisar antara 22-22,5 o

C. Oksigen terlarut (DO) perairan ini berkisar antara 5-5,9 mg/l dan nilai kekeruhan berkisar antara 3,6-20,5 NTU. Nilai salinitas berkisar antara 20-20,8 ‰, dan nilai pH berkisar antara 7,1-7,9 (Tabel 6).

Tabel 6. Hasil parameter pendukung kualitas perairan

Stasiun Kedalaman

Salinitas pH (m) o ( C)

(mg/l)

(NTU)

4.1.4. Arus Permukaan

Dari hasil pengukuran kecepatan dan arah arus yang dilakukan pada saat penelitian menunjukkan arah arus permukaan dominan mengalir dari Barat ke Timur. Kecepatan arus maksimal di permukaan mencapai 0,5 m/det dan kecepatan arus minimal adalah 0,01 m/det. Data sampling kecepatan dan arah arus disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Data sampling arah dan kecepatan arus di permukaan perairan muara

Sungai Porong

Kecepatan

Titik Arah Arus

(m/det)

Hasil pemodelan arus permukaan dengan menggunakan software SMS 8.1 disajikan pada Gambar 7.

4.1.4.1. Verifikasi Hasil Permodelan

Berdasarkan hasil permodelan pola arus di muara sungai Porong yang telah di dapat, selanjutnya dilakukan verifikasi data hasil model dengan data arus lapangan agar diketahui hasil permodelan tersebut dapat diterima atau tidak. Perbandingan data lapangan dan data hasil permodelan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Verifikasi hasil permodelan dan nilai MRE

RE (%) lapangan (m/det)

Data arus

Data arus hasil

model (m/det)

MRE (%)

4.1.5. Pasang Surut

Data pasang surut digunakan sebagai data sekunder berasal dari data pengamatan pasang surut yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk wilayah perairan sekitar Surabaya tahun 2011, kemudian diolah dengan menggunakan metode admiralty untuk menentukan nilai MSL, HHWL dan LLWL serta tipe pasang surut.

Pengamatan pasang surut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut di lokasi penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat ditetapkan datum vertikal penelitian yang sesuai untuk keperluan-keperluan tertentu pula.

Berdasarkan perhitungan dengan metode Admiralty didapatkan perhitungan bilangan Formzahl untuk komponen pasang surut menghasilkan nilai 0,9607 yang berarti pasut bertipe campuran cenderung ganda. Tinggi muka air laut (MSL) 180 cm, pasang tertinggi (HHWL) 337 cm dan surut terendah (LLWL) 24 cm seperti terlihat pada Gambar 7. Dari data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode Admiralty sehingga diperoleh nilai konstanta harmonik yang telah disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Konstanta harmonik hasil pengolahan data dengan menggunakan metode Admiralty

g0 Harmonik

Konstanta

A (cm)

A = tinggi/nilai komponen pasut (cm) ; g = besar gaya pembangkit

Gambar 8. Grafik Pengamatan Pasang surut Bulan Desember 2011

Gambar 9. Waktu pengambilan sampel pada saat pasang menuju surut

4.2. Pembahasan

4.2.1. Sebaran Nitrat

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa pada masing-masing sampel air laut yang diambil di perairan muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo, memiliki konsentrasi antara 1,3043-3,1079 mg/l. Konsentrasi nitrat semakin jauh dari pantai semakin besar. Menurut Hutagalung dan Rozak (1997), distribusi horizontal kadar nitrat semakin tinggi menjauhi pantai dan kadar tinggi biasanya ditemukan di perairan muara. Dilihat dari Gambar 5 sebaran konsentrasi nitrat tertinggi pada lapisan permukaan ditunjukkan oleh stasiun 3 dengan nilai 3,1079 mg/l. Hal ini disebabkan karena stasiun 3 berada di sekitar Pulau Tujuh. Pulau Tujuh tersebut terbentuk karena adanya proses sedimentasi lumpur Lapindo yang membentuk suatu daratan kecil dan di pulau Tujuh tersebut ditumbuhi hutan mangrove. Dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organik yang berasal dari jasad flora dan fauna yang mati dapat mempengaruhi tingginya kandungan nitrat di perairan. Hutan mangrove yang serasahnya membusuk oleh bakteri, diuraikan menjadi zat hara nitrat. Nitrat merupakan zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa pada masing-masing sampel air laut yang diambil di perairan muara Sungai Porong, Kabupaten Sidoarjo, memiliki konsentrasi antara 1,3043-3,1079 mg/l. Konsentrasi nitrat semakin jauh dari pantai semakin besar. Menurut Hutagalung dan Rozak (1997), distribusi horizontal kadar nitrat semakin tinggi menjauhi pantai dan kadar tinggi biasanya ditemukan di perairan muara. Dilihat dari Gambar 5 sebaran konsentrasi nitrat tertinggi pada lapisan permukaan ditunjukkan oleh stasiun 3 dengan nilai 3,1079 mg/l. Hal ini disebabkan karena stasiun 3 berada di sekitar Pulau Tujuh. Pulau Tujuh tersebut terbentuk karena adanya proses sedimentasi lumpur Lapindo yang membentuk suatu daratan kecil dan di pulau Tujuh tersebut ditumbuhi hutan mangrove. Dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organik yang berasal dari jasad flora dan fauna yang mati dapat mempengaruhi tingginya kandungan nitrat di perairan. Hutan mangrove yang serasahnya membusuk oleh bakteri, diuraikan menjadi zat hara nitrat. Nitrat merupakan zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24