Pramoedya Ananta Toer – Mangir__-KPG_(Kepustakaan_Populer_Gramedia)(2000)
Jakarta
KP'G (Kepustakaan Populer Gramedia)
bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation. 2000
Ebook by syauqy _arr
VII
Mangir Pramoedya Ananta leer KPG 036-2000-82-S Gambar Sampul
Omni Art Desain Sampul
Rully Susanto © KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2000
DAFTAR lSI
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) TOER, Pramoedya Ananta
Mangir Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2000
XLIX + 114 him.; 14 em x
21 em
ISBN: 979-9023-40-8 Cetakan Pertama, Mei 2000
Cetakan Kedua, Juli 2000 Cetakan Ketiga, Februari 2001 Cetakan Keempat, Januari 2002
Daftar lsi
VII
IX
Prakata
Pertanggungjawaban
XXI
Dicetak oleh Percetakan Grafika Mardi Yuana Bogor lsi di luar tanggungjawab percetakan
Babak Pertama
Babak Kedua
Babak Ketiga
IX
PRAKATA OlEH SAVITRI SCHERER
Drama Mangir selesai ditulis Pramoedya pada 1976 berda sarkan cerita tutur yang masih diingat oleh masyarakat di J awa Tengah. Lakon tersebut memang tidak tercatat dalam dokumen tertulis keraton yang dirangkum dalam Babad Tanah Jawi (BTJ,
versi rangkuman Olthof, Leiden, KITLV, 1987). Banyak cerita tutur lain yang sempat tercatat, seperti lakon-Iakon tentang Jaka Tingkir, yang nantinya bernama Adiwijaya dan menjadi Sultan Pajang. Drama Mangir sendiri menyangkut Senapati dari Mataram yang berkuasa pada paruh kedua abad ke-16. Sejarah Mataram dalam penulisan babad dicatat sebagai kelanjutan Pajang.
Puncak peristiwa drama Mangir terjadi di keraton Senapati, di negara gung Matanim, yang dikenal sebagai Kota Gede. Dalam sebuah pertemuan keluarga, Senapati menjebak dan membunuh
menantunya, Wanabaya, panglima pasukan pertahanan desa perdikan Mangir. Peristiwa dramatik tersebut terjadi di depan mata
Pambayun, putri Senapati yang I?engandung janin dari perka-
XI
winannya dengan Wanabaya. Hadir juga dalam pertemuan terse -Mungkin saja hubungan Mangir dan Mataram sebelumnya but, penasihat Senapati, Juru Martani. Paman Senapati ini, dari
harmonis, yaitu ketika ayahanda Ki Ageng Pemanahan masih aktif pihak ibu, telah membantu Senapati membina Mataram. Sesuai
mengelola pemukiman di Mataram. Situasi berubah, ketika eerita namanya, paman ini menyumbangkan pandangannya sebagai ahli
Mangir ini dimulai. Ketidak-ha�monisan timbul mungkin karen a
membaea situasi lapangan. Selain mereka, hadir juga sebagai saksi Senapati membutuhkan daya tambahan untuk menopang gaya peristiwa tersebut Ki Ageng Pernanahan, ayahanda Senapati, yang
hidup manja dan mahal pengikut-pengikutnya di keraton. Siapa tidak lain tokoh pendiri Mataram.
lagi yang bisa dilirik untuk menyubsidi gaya hidup semaeam itu? Ki Ageng Pemanahan tereatat dalam babad sebagai ahli perang.
Meluaskan lahan pun membutuhkan tenaga kerja tambahan. Dari Ini diabadikan pula dalarn ingatan rnasyarakat seperti tereermin
mana mereka harus dieari')
pada namanya yang menyebut suatu perala tan perang. Ini juga Seperti dipaparkan dalam kreasi eerita tutur ini, baik masya menunjukkan bahwa pemanahan memiliki kehandalan khusus,
rakat Mangir maupun Mataram sarna-sarna memperkokoh sis tim yang menernpatkan dia dalarn posisi sosial tertentu di masyarakat
gaya hidup mereka dengan pasukan yang terlatih dalam seni J awa, sebagai pemimpin kaumnya. Sebagai imbalan atas jasanya
berperang. Wanabaya, yang berusia 23 tahun, adalah seorang
kepada penguasa Dernak, Pernanahan rnenerirna "hak pakai" untuk prajurit yang diangkat sebagai pemimpin masyarakat, justru karena membuka-membabat lahan baru di kawasan Matararn. Dari hasil
kepiawaiannya mempertahankan penduduk setempat dari rong lahan yang dikelolanya, Pemanahan menghidupi keluarga dan
rongan pasukan perang Senapati.
pengikutnya. Untuk menetralisirpenduduk Mangir, begitu dipaparkan Pramoedya,
Menurut Negara Krtagama (Pigeaud, Java in the 14th century,
Senapati menugaskan putrinya, Pambayun, untuk merayu Wanabaya.
vA, the Hague, Nijhoff, 1962), pada jaman Majapahit kawasan
Pambayun menyamar sebagai penari yang hidup di tengah masya pemukiman yang biasa disebut desa "perdikan" dibebaskan dari
rakat, dan akhirnya berjumpa dengan Wanabaya yang langsung kewajiban membayar pajak dan menyetor jasa bagi proyek kema
menikahinya. Dalam keadaan hamil, Pambayun diantar seeara syarakatan yang dijalankan petinggi keraton, termasuk bertugas
baik-baik oleh sang suami untuk menghadap Senapati. Tapi demi sebagai prajurit perang. Kebebasan tersebut diberikan karena
memperkokoh sistim politik ekspansi Mataram yang sedang diba penduduk "perdikan" diserahi tugas mengatur pendidikan spiritual
ngun oleh Senapati dan penasihatnya, Juru Martani, kebahagiaan masyarakat dan juga merawat rumah-rumah ibadah, warisan buda
sang putri, termasuk masa depan janin yang dikandungnya, dan ya eagar alam, dan "pesarean" para petinggi yang dikeramatkan.
suami harus disisihka'n.
Sistim tersebut masih terus dipertahankan pada peri ode pasea Sebagai pembanding, peristiwa yang serupa walau dengan variasi Majapahit. "Perdikan" Kadilangu dan Tembayat didirikan di bawah
yang berbeda, sempat tereatat d alam BTJ. Dalam versi keraton,
payung Demak dan Pajang. Tradisi ini diteruskan dalam pemu eerita terjadi di Keraton Pajang. Pada suatu malam, Pabelen, putra kiman "pesantren", dari jaman pemerintahan Sultan Agung hingga
adik Senapati yang bersuamikan pejabat Pajang, melompati pagar
XII
XIII
istana untuk menyusup ke ruangan keputrian Ratu Mas Cempaka, demikian Mataram waktu itu masih membawa nilai gaya hidup Sekar Kedaton, putri Sultan Pajang. Seminggu ia menginap di sana,
yang tidak sinkron dengan nilai yang lazim dipakai di Keraton sebelum Sang Sultan akhirnya tahu. Meskipun Sekar Kedaton
Pajang. Ada perbedaan antara nilai-nilai yang dipakai di dalam menerima dengan hati terbuka, tindakan kemenakan Senapati itu,
keraton dengan yang berlaku di luar.
yang melanggar tata-cara keraton, dilihat sebagai suatu kesalahan. Pengulangan peristiwa yang menyangkut putri penguasa, be Pabelen urung dijadikan mantu dan harus menerima hukurnan
rikut segala macam bunga variasi tersebut, sedikitnya telah menun Sultan. Peristiwa ini dipakai sebagai alas an Senapati dan pasukan
jukkan pola logika berpikir dan nilai-nilai yang dianut oleh para nya untuk rnengganjar Pajang.
tokoh yang terkait dengan peristiwa dramatik tersebut. Perhitungan
Dalarn tradisi tulis BTJ., dipaparkan hubungan Mataram de
mana yang "janggal" dan mana yang di-"lumrah" -kan, yang tidak
ngan kekuasaan politik yang lebih rnantap, dan dalarn versi Mangir
at au belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, yang digarnbarkan hubungan Matararn dengan kawasan yang saat itu
menyebabkan peristiwa penyusupan Pabelen ataupun penyamaran kurang lebih sarna tinggi tingkat gaya hidup rnasyarakatnya. Versi
Pambayun berdampak dramatik sehingga tetap disimpan dalam
resrni tradisi BTJ rnaupun versi urnurn dari tradisi tutur telah
ingatan masyarakat. Dalam proses penceritaan kembali, perang memaparkan gaya bergaul Matararn dengan jiran-jirannya melalui
kum cerita akan memilih posisi, unsur mana yang dapat dibenarkan tokoh putri keraton. Kedua penggambaran sastra tersebut, yang
dan ditolerir dan mana yang tidak.
secara tidak langsung menelanjangi gaya politik Mataram jaman
Dalam BTJ, "kejanggalan" yang rnencolok terlihat dari alasan Senapati, rnenunjukkan pada kita adanya suatu unsur truism dari
Senapati rnenyerang Pajang. Kemenakannya memasuki ruangan dua peristiwa yang menyangkut putri tokoh penguasa keraton.
pribadi sang putri tanpa sepengetahuan Sultan Pajang, kepala
Dalam versi Mangir? tokoh putri Matararn berhasil menyamar
keluarga keraton, tapi Senapati malah menyerang Pajang. Sultan keluar dari keraton dan sempat hidup di tengah masyarakat. Proses
Pajang memang telah menghukum pemuda yang teledor itu, tapi "turba" Pambayun itu rnenunjukkan adanya perbedaan nilai antara
sewajarnya peristiwa tersebut selesai di sini. Menurut nalar yang Keraton Mataram dengan yang lazim dianut masyarakat ramai
wajar, jelas pihak Senapati yang telah teledor. Dalam budaya mana waktu itu.
pun, setiap pendatang, diundang maupun tidak, yang berniat baik,
wajarnya masuk melalui gerbang utama atau dengan sepenge nilai tata krama keraton dilecehkan semaunya, bukan oleh siapa
Dalam versi BT J, Sultan Pajanglah yang "kecolongan". Nilai-
tahuan umum. Episode yang dicatat BTJ tersebut menunjukkan
siapa, tapi oleh kemenakan Senapati sendiri. Ketika itu Senapati
satu sisi cara Senapati memerintah. Dia berperan sebagai penguasa sudah mengelola kawasan Mataram, kawasan pemukiman yang
haru dari kawasan baru, yang bersitegang membela kerancuan baru saja dibuka oleh ayahandanya, Ki Ageng Pemanahan. Sebagai
nilai, yang sadar atau tidak, telah didukung sebagai "pembenaran" pengelola kawasan baru, Senapati sudah dilihat berpotensi untuk
oleh penyusun BTJ.
menandingi kekuasaan dan pengaruh Sultan Pajang. Meskipun
Dalam drama Mangir, sisi lain Senapati muncul. Sisi lain
E XIV � M A 1\ G R
xv Sesungguhnya karya sastra, apakah itu kreasi berbunga dari
tersebut menyangkut ketegaran hatinya dalam melecehkan kese lamatan titisannya. Masa depan darah-dagingnya, yaitu janin yang
imaginasi pujangga keraton ataupun penggalian kembali penulis masa kini, episode yang tetap dihidupkan berulang kali dengan
dikandung sang putri, menjadi tumbal kelangsungan gaya hidup beribu variasi, memang mempunyai suatu ikatan faktual dengan
yang sedang dikembangkan Keraton Mataram. Penyelesaian konflik, peristiwa sejarah. Masing-masing seolah-olah ingin saling tiru.
yakni antara masa depan janin dan perluasan Mataram, yang waktu Kecenderungan tadi menunjukkan pada kita, adanya suatu obsesi di
itu tidak lebih dari pemukiman baru yang dikelola oleh satu tengah masyarakat, yang masih hadir mencekam dan belum terse
generasi sebelumnya, diketengahkan secara simbolis dalam ingatan lesaikan. Tema yang itu-itu juga, lagi-Iagi menyangkut tokoh putri
masyarakat dengan demikian "janggal". Keselamatan janin, yang si penguasa, juga menyangkut proses pergantian tampuk peme
juga harapan masa depan keluarga, dijadikan tumbal persaingan rintahan, dari pimpinan politik yang lama kepada yang baru, yang
dua sistim kemasyarakatan dalam mempertahankan gaya hidup masing-masing.
selalu berlangsung melalui proses yang tidak mulus dan wajar. Wanabaya melihat janin yang sedang dikandung istrinya seba
Seolah-olah sejarah Jawa, dan kemudian sejarah Indonesia mo gai jaminan agar kehadiran mereka di hadapan Senapati tidak
deren, telah dikendalikan oleh suatu faktor "X" dari masa ke masa. mengundang hal-hal yang bakal mencelakakan dirinya dan keluar
Obsesi ata� pelanggaran tata-krama oleh tokoh yang berdiri di
ga, serta para pengikutnya yang saat itu berada dalam rongrongan luar keraton dipakai dari jaman ke jaman untuk meluruskan Mataram. Sebaliknya Senapati sudah lebih dari siap untuk mengur
kekerasan yang terjadi dalam penggusuran tampuk pemerintahan, bankan segalanya, termasuk masa depan turunannya sendiri, demi
yang prosesnya selalu berjalan tidak wajar, malah menumpahkan mengejawantahkan negara gung Mataram yang programnya harus
darah. Gambaran kekerasan tersebut, yang berulang-ulang dihi digubris para tetangga, sekalipun harus melalui jalan yang tidak
dupkan kembali, menunjukkan juga pada kita betapa masalah wajar.
suksesi, baik dari jaman Mataram hingga sekarang, belum terse Tidak mengherankan mengapa sistim tersebut, yang dikem
lesaikan, walaupun pemerintahan yang menerapkan sistim tersebut bangkan dengan menempatkan prioritas nilai yang "janggal",
telah hancur sejak lama. Persoalan yang belum ditemukan penye membawa sejarah penguasa Mataram penuh dengan konflik ke
lesaiannya itu tetap berdampak dalam kehidupan bermasyarakat luarga, dari generasi ke generasi. Bunga-bunga sastra yang meng
masa kini. Hal ini menunjukkan betapa kit a sebagai bangsa merasa gambarkan kekejaman Amangkurat I, II, maupun III, dan sete
"lumpuh" untuk mencari jalan keluar yang damai dari segala rusnya, ramai bertebaran dalam ingatan masyarakat J awa. Masing
permasalahan dalam kehidupan berbangsa. Alternatif penyelesaian masing tidak mengacu pad a pola yang logis; kekejaman yang acak
satu-satunya yang masih bisa dibayangkan sampai sekarang ini, acakan, yang tidak bertujuan jelas. Novelis Mangunwijaya sempat
hanyalah pergantian pimpinan, yang mengikutsertakan tokoh putri
memaparkan kekejaman Amangkurat I dalam trilogi Roro Mendut
pemimpin sebelumnya, dan melalui peragaan kekerasan.
(Jakarta, Gramedia, 1983).
Penggambaran berbagai peristiwa tersebut yang bergerak antara
A XVI R :'vi A N
XVII
realitas sejarah dan fiksi, seolah-olah membuktikan bahwa karya gaya hidup yang harns dikurbankan untuk melangkah maJu. Pesan sastra menguntit peristiwa sejarah dengan setia, dan selanjutnya
inilah yang dipaparkan secara tidak langsung melalui penghidupan peristiwa sejarah terjadi seolah-olah meniru kembali apa yang
kembali drama Mangir ini.
dibayangkan oleh para perangkum sastra, dari era BTJ sampai
Patut diingat peristiwa pertemuan keluarga yang berakhir masa kini. Mungkin masih segar dalam ingatan kita, peristiwa
dengan dramatik telah disaksikan oleh Pemanahan, tokoh yang
"lengsernya" Suharto dari Istana Negara pada Mei 1998 yang terjadi
membuka lahan Mataram ini. Pada tahap menunggu kehadiran di tengah kesimpangsiuran fitnah dan gunjingan. J atuh bangunnya
generasi keempat, serta hubungan antara generasi kedua dengan para tokoh yang tersangkut dalam peristiwa tersebut, seolah-olah
ketiga yang saling bermusuhan, kemungkinan keruntuhan (atau hanya bergerak dalam orbit yang dipenjarakan oleh pola pemikiran
kemajuan) dari suatu sistim masih sempat disaksikan oleh sang jaman Mataram yang membawakan kit a pada jalan "satu-satunya",
pemula, yang sudah berada dalam kedudukan yang tidak dapat lagi yakni menghadirkan quet pemimpin, Gus Dur-Mega, pada tahun
mempengaruhi perkembangan masa depan keluarga (simbol dari
2000 ini.
negara) yang pernah ia bangun. Kerapuhan sistim yang telah Logika pandangan dunia J awa, yang dibeberkan melalui episode-
disaksikan Pemanahan bukan disebabkan oleh siapa pun, tapi oleh episode yang dicatat maupun yang masih berbentuk tuturan,
generasi yang langsung menerima warisan si pemula, yakni menunjukkan betapa hubungan antara tokoh yang mewakili dunia
Senapati. Senapati sebagai tokoh yang mewakili generasi pewaris politik lama dan yang mewakili dunia politik baru tidak pernah
pertama, telah mengelola dan mengembangkan warisannya dengan berlangsung harmonis. Kenyataannya, naskah tulis dan tutur terse
suatu sistim yang otokratik, tanpa mempedulikan proses musya but, dari jaman ke jaman, selalu menekankan hubungan keke
warah antar generasi, yang sangat dibutuhkan untuk mencapai luargaan antara kedua generasi tokoh-tokoh yang terkait. Dalam
keberhasilan suatu program.
tradisi tutur maupun tulis, tokoh pimpinan yang baru selalu Suatu sistim yang tak dapat bertahan untuk masuk ke generasi diangkat sebagai anggota keluarga, anak angkat, atau menantu dari
keempat, yang hanya bisa dilanjutkan dengan menggeser generasi penguasa sebelumnya. Adipati Demak adalah anak angkat Raja
ketiga, yaitu Pambayun dan suaminya, menunjukkan pada kita Majapahit Brawijaya, Sultan Pajang anak angkat Adipati Demak,
suatu unsur "ketidak-beresan" sistim perkembangan kehidupan dan Senapati sempat diangkat sebagai anak tertua Sultan Pajang
berbudaya dalam masyarakat Jawa masa lalu, yang tetap berdam Adiwijaya. Generasi berikut tidak pernah dilihat sebagai kepan
pak hingga kini. Ini dapat dilihat dari rancunya pergantian tampuk jangan atau hasil positif dari generasi sebelumnya. Ini menun
kekuasaan politik da � i satu generasi ke generasi berikutnya Keti
jukkan pada kita suatu "kegagalan" masyarakat J awa tradisional dak-harmonisan tersebut bagaimanapun tidak dapat terselubungi dalam membawa pesan leluhur untuk membina generasi pengganti
oleh kepiawaian pujangga keraton merangkum ceritanya. yang tangguh yang mempunyai visi ke depan dalam menimbang
Yang cukup �encolok dalam tradisi, sang putri favorit justru nimbang risiko: berapa besar dan berapa pantas unsur budaya dan
dijadikan tumbal. Melihat kecenderungan demikian dalam sastra
G XVIII R
XIX kita, janganlah heran mengapa idealisme tokoh emansipasi wanita
Indonesia jaman moderen seperti Kartini harus berakhir sebagai Melihat tradisi, sesungguhnya masyarakat di Jawa dan kawasan kurban hanya demi kelanjutan jabatan ayahandanya. Dalam hal ini,
kawasan lain di Indonesia juga mempunyai pilihan bebas untuk karya sastra yang baik, tidak dapat tidak, selalu jujur terhadap
membentuk masyarakat yang dianggap sesuai bagi kehidupan sejarah dan kemungkinan-kemungkinan berbagai unsur sosial
bersama. Cara Pramoedya menggali inspirasi dari tradisi leluhur budaya masyarakatnya yang dapat memenjarakan pemikiran seka
secara kreatif merupakan tahap paling awal bagi kita untuk meng ligus menggalakkan dinamika kehidupan; jika mereka memang
hayati jati-diri sebagai bangsa, supaya kita dapat memilih dan beritikad demikian.
menemukan sistim yang serasi, juga jalan keluar yang paling pas Dengan mempelajari warisan leluhur, kita dapat menjadi lebih
untuk mengatasi masalah yang berpotensi merusak. Sudah waktu waspada untuk menyimak letak kelemahan-kelemahan dan ketim
nya kita berembuk bersama untuk menanamkan nilai-nilai budaya pangan suatu sistim hawaan mas a lalu. Sebagai catatan, Desa
yang membangun sebagai fondasi dari masyarakat yang adil, yang Mangir, hampir tiga abad kemudian masih sempat juga menuliskan
menjadi acuan masyarakat dunia. Selamat membaca.
sejarahnya. Dalam arsip Belanda tercatat, pad a 15 Juli 1825 Pangeran
Diponegoro menghubungi "wong dUlJana dan kecz/' (begitu ca L'Isle Adam, Mei 2000
tatan arsip) dari Desa Kamijara dan Mangir, yang terletak di sebelah Selatan Yogyakarta, untuk mendukung gerakannya (P. Carey, Babad Diponegoro, KL., MBRAS, 1981, fn36 hal. 243).
Khusus mengenai tradisi tutur maupun tulis di Jawa, dari BTJ,
kumpulan cerita Panji, kumpulan cerita rakyat Sunda dan kawasan lainnya di Jawa, hingga cerita-cerita kehidupan Wali Sanga, terlihat bahwa sesungguhnya masyarakat di J awa mempunyai banyak pilihan. Mereka dapat hidup dalam suatu sistim yang dikelola bersama dengan menciutkan kesenjangan antar warga. Atau seba liknya, mereka hanya mempertajam perbedaan, dengan mem
Savitri Scherer lahir di Jakarta pada 1945. Dia meraih gelar master persempit usaha-usaha penyelesaian konflik secara damai. Dalam
dalam bidang sejarah di Cornell University, Arnerika Serikat. Gelar doktor kenyataan sehari-hari, di masyarakat yang bebas, di mana pun pada
dalam bidang sastra diperolehnya dari Australian National University masa moderen ini, kedua gaya hidup tersebut selalu hadir bersa
(ANU). Beberapa tulisannya telah diterbitkan oleh Research School of maan. Hanya saja ada cukup arus di masyarakat yang akan menjaga
Pacific Studies (ANU) dan sebagian lainnya dimuat dalam majalah supaya usaha untuk mendatarkan perbedaan, baik pendapat atau
Indonesia (Cornell University). Tesis master ibu tiga anak ini diterbitkan pun gaya hidup, dapat dinegosiasikan dan diperdebatkan secara
pada 1985 dengan judul Keselarasan dan Kejanggalan: Pemikiran
P r a mo e dy a A n a n ta T o e r
XX I
PERTANGGUNGJA WABAN
SEBELUM sampai pada cerita panggung MANGIR ini rasanya ada perlunya suatu penyuluhan mengapa cerita ini berbentuk sebagaimana dituliskan di dalam naskah ini. Cerita ten tang Mangir merupakan permata dalam kesusastraan Jawa setelah masuknya
Islam, bukan karena bentuk sastranya, tetapi karen a makna sejarah nya. Berbeda halnya dengan Rara Mendut-Pranacitra yang pernah dibelandakan dan diperanciskan, cerita ini belum, bahkan juga belum diindonesiakan. Penulisannya dalam bahasa J awa, atau tepatnya dalam Babad Tanah JawI: terpaut seratus lima puluh sampai dua ratus tahun setelah kejadian yang sesungguhnya, suatu jarak waktu yang nisbiah lama dan terlalu berlebihan, sehingga melahirkan cerita-ce rf ta lisan dengan berbagai macam versi, versi
Mataram dan versi Mangir, versi istana dan versi desa. Maka waktu kejadian itu dituliskan sudah tak dapat ditemukan kembali pelukisan kejadian yang sebenarnya. Selain itu, ditambah dengan tradisi jawa yang terlalu hati-hati dalam menuliskan raja-raja atau dinastinya yang masih berkuasa, pujangga-pujangga Jawa terpaksa menempuh
XI
Pramo edya A n a n ta T o e r
XXIII
jalan sanepa atau kias. Sebaliknya, pembaca berabad kemudian juga
hilangnya pusat kekuasaan Kekuasaan-kekuasaan kecil pad a berdi
kari: kadipaten, kabupaten, sampai juga desa-desa. Tentang kadi memahami maksud-maksud mereka.
terpaksa harns dapat membuka kunci-kunci sanepa itu untuk dapat
paten dan kabupaten, sastra Jawa di kemudian hari sangat sering dan Kerasnya feodalisme Jawa telah menghasilkan kehati-hatian
banyak menyinggung, tetapi tidak ten tang desa-desa yang berdikari para pujangganya, suatu kehati-hatian yang keras berlebih-Iebihan
yang melahirkan pemimpin-pemimpin barn, yang biasa menggu
untuk tidak menggunakan kata kelemahan watak. Sanepa-sanepa
nakan gelar barn Ki Ageng.
yang dilahirkan oleh para pujangga Jawa dalam persyaratan demi Dalam jarak waktu ini orang nisl'-iah tidak mempunyai kesem kian telah mencapai nilai yang sedemikian tinggi (atau rendah,
patan berkreasi. Kekuasaan tak berpusat, tersebar praktis di seluruh tergantung dari tempat memandang) dan jarang bisa didapatkan
Jawa, menyebabkan keadaan kacau balau, perang yang terns-mene dalam sastra bangsa-bangsa manusia mana pun.
rus untuk berebut jadi penguasa tunggal membikin pulau Jawa
bermandi darah. Apabila tentang masa ini seorang sejarawan asing dua muka: historis dan daya imaginasi pujangga. Setiap tafsiran atau
Berhadapan dengan sanepa adalah berhadapan dengan teka-teki
menamainya masa schn7cbewind atau masa pemerintahan teror,
uraian atasnya bisa kelirn. Biar begitu tak ada jalan lain yang dapat
kira-kira ia tidak berlebih-Iebihan.
ditempuh daripada melalui tafsir. Penerimaan mentah-mentah oleh Pengalaman dari jarak waktu ini meninggalkan pengarnh yang pembaca atau pendengar-penonton, sebagaimana diperkenalkan
mendalam pada para pencipta. Apalagi sesuai dengan kata-kata melalui panggung atau wayang atau terbitan gaya sebelum Perang
bekas presiden Perancis almarhum, Pompidou, yang juga seorang Dunia II, bukan hanya tidak bisa dibenarkan, tapi juga sudah tidak
pengarang, bahwa di masa-masa yang lalu sastra selalu mengabdi bisa ditenggang lagi, terlalu kedongeng-dongengan dan tidak men
pada politik, demikian pula halnya dengan sastra Jawa di masa lalu. didik.
Selama dan setelah suatu schn7cbewind, seorang seniman harns
Dalam lakon yang dituliskan ini, semua tokoh dilucuti dari berpikir sepuluh kali untuk memulai karyanya, karenajangan-jangan pakaian dongeng dan ditampilkan sebagai manusia biasa, dijauhkan
seorang raja yang diangkat-angkatnya atau dinastinya mendadak dari tanggapan-tanggapan mistik dan fetis, yang memiliki impian,
jatuh dilanda kekuasaan yang lain sarna sekali.
usaha, kegagalan, dan suksesnya. Demikianlah satu sebab mengapa cerita ini terlambat paling tidak seratus lima puluh atau dua ratus tahun dituliskan.
MENGAPA CERITA INI TERLAMBAT DITULISKAN?
Cerita ini terjadi antara naiknya Panembahan Senapati menjadi Jarak waktu yang membentang antara jatuhnya Majapahit dan
raja Mataram (1575�1601) sampai kira-kira tahun 1577, lebih pemerintahan Sultan Agung Mataram (1613-1645), atau boleh
jelasnya, cerita ten tang permusuhan Mataram-Mangir. dikata satu abad penuh, tiada meninggalkan permata-permata
Adalah suatu teka-teki sejarah mengapa Mataram, yang sejak kesenian sebagaimana halnya dengan sebelumnya, baik di bidang
herdirinya telah mempunyai seorang pujangga keraton dalam diri sastra, musik, ataupun arsitektur. Jatuhnya Majapahitmenyebabkan
Tumenggung Mandaraka, tidak menuliskannya. Lebih mengheran-
XXIV
P ramoedya Ana n ta To e r
xxv
kan lagi ia sendiri justrn arsitek dari kerajaan Mataram, juga arsitek untuk menghilangkan jejaknya dari sejarah, disorong ke alam do dari peperangan ini. Boleh jadi di kemudian hari akan ada yang
ngeng yang tak bakal terjamah oleh usaha-usaha pembuktian. menjawab teka-teki ini.
Sudah menjadi kebiasaan dalam penulisan tradisional Jawa sejak Sebab lain mengapa sampai begitu lama peristiwa permusuhan
Airlangga (1010-1049), musuh atau oknum yang tidak disukai oleh
ini tidak dituliskan tentunya karena Mataram terlalu sibuk dengan raja atau dinastinya digambarkan sebagai bukan sepenuhnya-manu peperangan-peperangan untuk merebut kekuasaan tllnggal. Dan
sia (Calon Arang misalnya), yang terpuji sebagai satria teladan yang sebab lain pula yang boleh jadi dipergunakan sebagai alas an ialah
diambil dari tokoh-tokoh Bharatayuddha� dan bila seseorang dari
karen a Mataram nampaknya malu menderita kekalahan perang rakyat kebanyakan, digambarkan tepat sebagai hewan dengan sifat melawan balatentara Mangir, balatentara orang desa. Di samping itu
sifatnya (dalam cerita Sangkuriang misalnya). Dalam jaman Maja
untuk memenangkannya Mataram tanpa reserve telah melaksa
pahit, semasa Jawa semakin banyak bersinggungan dengan luar nakan pikiran-pikiran �umenggung Mandaraka alias Juru Martani,
negeri, terntama dengan negeri-negeri induk kebudayaan Asia, seorang Machiavellis sebelum Niccolo Machiavelli dikenal oleh
konsep dan idea tentang manusia dan masyarakatnya menjadi agak dunia. Jalan-jalan kotor yang telah ditempuh tentu tidak akan
cerah seperti dapat dilihat dalam hikayat berangkai (eye/us roman)
menguntungkan bila ditulis, dan dengan kelicikan saja Mataram
PalY!: bahkan sedikit atau banyak dalam Negarakrtagama tulisan
berhasil me nang perang mengalahkan Mangir, suatu kemenangan
Prapanca (1365) ataupun Kidung Sunda.
yang tidak merupakan karangan bunga. Sedikit dari kecerahan Majapahit ini belum dikenal oleh Jawa Tengah di lapangan pemikiran termasuk di masa Mataram Panem
W AJAH PENUlISAN KEMUDIAN
bahan Senapati, sehingga konsepnya tentang manusia dan masyara Peristiwa yang terlalu lama tidak dituliskan itu telah melahirkan
katnya masih tetap bersemangat sebelum Majapahit. Berdasarkan ini terlalu banyak versi, pelebih-Iebihan dan pengurangan, sehingga
dapat difahami mengapa Barn Klinting bisa ditampilkan sebagai ular, merusakkan gambaran yang semestinya, bahkan dicacadkan oleh
kemudian sebagai tombak pusaka.
sanepa-sanepa yang keterlaluan. Salah sebuah cacad di antaranya adalah munculnya sesuatu atau seseorang yang dinamai Barn
BARU KlINTING
Klinting, yang sangat dibenci, ditakuti, tapi juga dihormati oleh
Sebagai nama J awa, Barn Klinting terdengar janggal. Kata baru
Mataram. adalah asing dalam Jawa, maka bisa dikatakan kata barn. Mengingat Pada mulanya Baru Klinting dalam cerita yang kemudian jadi
bahwa selera Jawa lama dapat dikatakan konservatif, baik dalam umum ditampilkan sebagai seekor ular, kemudian sebagai lidahnya
nama, pakaian, maupun makanan, maka kata baru ini menimbulkan saja, yang bernbah jadi tombak sakti di tangan Ki Ageng Mangir yang
juga teka-teki yang misterius, apalagi dimunculkan sebagai ular yang bernama Wanabaya.
nyaris dapat melingkari Gunung Merapi.
Motif untuk menyandikan apa atau siapa Barn Klinting jelas Baruadalah kata Melayu yang dalam J awa berbunyi waru(nama
XXVI
P ramoedya A n anta Toer
XXVII
pohon). Tetapi Mataram terlalu jauh dari pengaruh Melayu, apalagi menyamakannya dengan ular, dan dari persamaan ular menjadi ular ia sebuah kerajaan pedalaman yang tidak mempunyai pelabuhan
sesungguhnya.
antarpulau atau internasional seperti halnya dengan Gresik, Tuban, Setelah Baru Klinting berbentuk ular, seorang pujangga bisa J epara, dan Banten.
menebah dada karen a hasil sanepanya yang gilang-gemilang. Tetapi
Baru bisa jadi berasal dari pengubahan kata ben: yakni gong itu tidak bisa lama, karena Baru Klinting seorang anggota masyara besar dengan cembung rendah dan dengan kaki-lingkar rendah juga,
katnya dan menyertai hampir dalam segala peristiwa. Seekor ular berbunyi sember dan merupakan kelengkapan perang di samping
tidak mungkin bisa ditampilkan dalam kehidupan manusia yang gurduang (canan g) dan gurdnita, untuk memanggil atau memberani
bermasyarakat secara terus-menerus. Oleh pujangganya ia diubah kan pasukan. Bila dihubungkan dengan bunyi-bunyian, maka
menjadi tombak pusaka. Untuk itu ia terpaksa membikin persyaratan
KlinHng bisa berarti giring-giring atau bunyinya. Bila demikian
dengan menempuh acuan sastra J awa yang umum, yakni persyaratan
yang diberikan oleh seorang anak yang mengharapkan pengakuan menggerindng.
maka Baru Klinting bisa berarti sebuah beri yang berbunyi kedl
ayahnya, suatu sisa-sisa dari tradisi dan kepercayaan pemuliaan
Baru bisa juga suatu kata rusak dari bahu. Dalam Jawa terdapat
leluhur. Ayah Baru Klinting, kepala Perdikan Mangir sebelum
istilah bahuning praja (pelaksana perintah negara), yang mendekati
Wanabaya, melihat bahwa ular itu kurang sejengkal melingkari
kata Melayu Panglima (dari pe-lima, jari lima pemegang kekuasaan
Gunung Merapi dan menjelirkan lidahnya untuk menutup keku
ketentaraan). Dalam Jawa terdapat juga istilah bahu desa, yang
rangan yang tinggal sejengkal, telah memotong lidah itu dengan keris berarti pelaksana keamanan desa atau tangan kanan kepala desa.
pusaka. Lidah itulah yang kemudian menjadi tombak pusaka di
Baru itu berasal dari ben" atau bahu (-ning praja), dua-duanya tangan Wanabaya, Ki Ageng Mangir yang menggantikannya. punya persangkutan dengan kekuasaan dan pelaksanaannya.
Ada yang berpendapat kat a Baru berasal dari Bhre seperti pad a Suatu pendapat bahwa baru adalah perusakan dari kata bahu�
Bhre Wijaya dan Bhre Wirabumi, yang berarti penguasa tertinggi perusakan yang dilakukan dengan sengaja, juga masuk aka!. Dan bila
atau raja, yang kemudian bisa berubah-ubah jadi wre,pre� atau pra .
demikian, Klinting bisa berarti mengerut karena kering, atau Sebagai hasil pencarian asal kata boleh jadi pendapat itu benar, mengelupas karena kering. Maka Baru Klinting berarti seorang
tetapi dalam hubungan dengan Perdikan, suatu masyarakat desa di punggawa Perdikan karen a Mangir adalah sebuah Perdikan atau
tepi Samudra Hindia, rasa-rasanya kata Bhre ini tidak mempunyai
penguasa Perdikan dengan kulit mengkerut atau mengelupas kering,
persangkutan dengan Baru.
boleh jadi karena penyakit kulit, kaskado. Setelah menimbang-nimbang kemungkinan, maka dugaan bah Dari kerusakan kulit seorang pujangga Jawa, yang sengaja
wa Baru adalah perusakan sengaja atas kata bahu dipergunakan
hendak menyandikannya, dalam pada itu berpihak pada Mataram,
sebagai patokan dalam cerita panggung ini
mendapat bah an untuk melebih-Iebihkan penggambaran, bahwa si Dalam pertunjukan-pertunjukan, Baru Klinting selalu ditam bahu perdikan itu berkulit seperti sisik, dan dari kulit bersisik ia
pilkan sebagai ular atau tombak pusaka, setia pada karya pujangga
XXVIII
P ramoedya Ananta Toer
XXIX
yang menuliskannya. Baru Klinting dalam bentuk ular muneul juga Perdikan dalam arti swapraja maupun republik desa merupakan dalam dongeng tentang terjadinya Rawa Pening. Walaupun menurut
status hukum. Perdikan Mangir boleh jadi mendapatkan status dongengan belakangan ini, ia telah ada sebelum peristiwa Mataram
perdikan semasa Perang Paregreg, semasa Majapahit membutuhkan Mangir, tetapi pembuatannya jelas setelah itu, malahan jauh setelah
banyak bantuan dari rakyatnya untuk memenangkan perang mela itu.
wan Bhre Wirabumi Blambangan. Mendapatkannya dari kerajaan Dalam alam kemerdekaan pernah dirintis dengan jalan menya
Oemak atau pun Pajang rasa-rasanya tidak mungkin, mengingat rankan, kemudian jugamenampilkan, Baru Klintingsebaga\ manusia
mereka memang tidak atau belum biasa 'llemberikan status hukum biasa, dan temyata tidak mendapat protes dari penonton, suatu per
itu pada masyarakat-masyarakat tertentu.
tanda bahwa umum sudah mulai menganggapnya sebagai sanepa
Menurut eerita sementara penduduk Mangir, dahulu terdapat atau kias belaka.
sebuah patok kayu dengan garis tengah ± 40 em, yang untuk waktu
lama dianggap sebagai patok eaneangan gajah. Karena di Jawa
PERDlKAN MANGIR
sepanjang pantai Samudra Hindia seeara tradisional tidak dipelihara Sejarah yang sampai sekarang dikenal belum lagi menjawab
gajah, baik gajah kerja ataupun gajah perang, lebih mungkin patok apakah Mangir mendapatkan perdikannya karena jatuhnya
tersebut dahulunya berisi maklumat raja yang menyatakan karunia Majapahit atau justru dari Majapahit semasa hidupnya. Jawaban itu status hukum perdikan. Maklumat demikian bisa dipahatkan untuk sangat penting untuk memungkinkan penulisan eerita panggung
diketahui umum.
tentangnya. Bila benar Mangir mendapat status perdikan semasa Majapahit Perdikan bisa diartikan sebuah daerah otonomi (swapraja) yang sebagai otonomi, denganjatuhnya kekaisaran tersebut dengan sendi takluk pada suatu kerajaan, tetapi dibebaskan dari kewajiban rinya ia menjadi republik desa dengan segala konsekwensinya, membayar upeti atau pajak, karena di masa-masa yang lalu telah termasuk soal pertahanan wilayahnya dan menjunjung kehormatan sangat berjasa pada raja atau telah membantu seseorang sampai bisa masyarakat dan wilayahnya suatu hal yang menyebabkan terjadinya marak jadi raja, sebagai ueapan terimakasih, tetapi dia juga bisa perang Mataram-Mangir. Tanpa menjadi republik desa rasanya jauh berarti sebuah wilayah (biasanya desa atau gabungan dari beberapa
kemungkinannya terjadi peperangan itu.
desa) yang tidak berada dalam kekuasaan raja manapun. Bila
Perdikan Mangir terletak hanya 20 km di baratdaya dari kerajaan
demikian halnya ia bisa berarti sebuah republik desa, suatu bentuk Mataram (Kota Gede). Justru karena dekatnya ini orang dapat masyarakat dan pemerintahan sebelum datangnya feodalisme
melihat bagaimana p roses Mataram dari suatu kekuasaan keeil
Hindu, sebagaimana banyak didapatkan di berbagai pulau di Indone
menjad i negara. Bahkan eerita permusuhan Mataram-Mangir dapat
sia di luar J awa sebelum pemerintahan Gubernur J endral Van Heutsz
dikatakan sebagai kisah teIjadinya sebuah negara.
(1904-1909), atau lebih tepatnya sebelum adanya keharusan bagi landschap dan negorij untuk menandatangani "Korte Verklaring" takluk pad a Hindia Belanda.
xxx
Pramo edya A n a n ta T o e r
XXXI
BARU KiINTING SEBAGAI TOMBAK PUSAKA
Bahwa mula-mula ia dilukiskan sebagai ular lebih menjelaskan Dimulai dengan dongeng tentang Ken Arok yang menaiki tahta
tentang kedudukan-sosialnya yang rendah, bolehjadi malah terhalau dengan keris Mpu Gandring, senjata pusaka sejak itu menduduki
dari masyarakatnya. Atau dapat juga dikatakan ia seorang outcast.
temp at yang spesifik dalam sastra Jawa setelah Majapahit, makin Bahwa kemudian ia meninggalkan wujud sebagai ular diwakili lama makin dipandang mengandung daya mistik-magi. Seorang
oleh lidahnya menjadi tombak pusaka and alan Mangir dan Wanabaya tokoh dalam sastra tersebut hampir tidak bisa terpisahkan dari
tiada sulit untuk menangkap maknanya: dengan keampuhan lidah senjata-pusakanya. Demikian juga Wanabaya, Ki Ageng Mangir itu
nya barang tentu sebagai pembicara dan pengatur ia telah meninggal dengan tombak pusakanya yang bernama Barn Klinting. Pandangan
kan kedudukan-sosialnya yang rendah dan diterima baik di dalam sastra yang demikian semakin lama semakin menyesatkan, seakan
pimpinan Perdikan.
usaha manusia, yang digambarkan oleh sastra J awa lama setelah Berdasarkan analisa ini Barn Klinting ditampilkan dalam cerita Majapahit tidak tergantung pad a munusianya, tapi pada senjatanya.
panggung ini.
Pandangan ini juga dikenakan pada tombak pusaka Barn Klinting, seakan kekalahan Wanabaya tidak bersumber pada kelemahan ANTARA BARU DAN BARO
manusia Wanabaya, hanya disebabkan karena tangkai sang tombak Jatuhnya Majapahit, yang berarti juga mulai merosotnya pen dipotong setiap melewati gapura Mataram yang semakin rendah juga
didikan, pemeliharaan mandala-mandala, rnntuhnya kekuasaan pusat, yang berarti juga runtuhnya pembiayaan terhadap usaha
itu. Pernah terjadi penilaian, bahwa senjata pusaka dalam sastra
pendidikan, menyebabkan mundurnya kebutuhan tulis dan baca. Orang hanya disibuki oleh perang tak henti-hentinya selama lebih
Jawa tidak lain daripada lambang kemampuan tokoh yang memi likinya. Di luar tepat atau melesetnya penilaian tersebut, khusus
kurang satu abad sampai peristiwa permusuhan Mataram-Mangir mengenai cerita ini tombak Barn Klinting tidak bisa dikenakan dalam
meletus. Dibutuhkan seratus lima puluh sampai dua ratus tahun lagi, penilaian ini. Hal ini didasarkan pada dongeng itu juga tentang
barn peristiwa itu dituliskan. Namanya bisa bernbah sekalipun terjadinya Barn Klinting, bahwa ia anak dari perawan Mendes, yang
rangka kejadian itu sendiri lebih sulit untuk bisa bernbah. Maka juga karena memangku senjata pus aka
Ki tidak mengherankan bila dalam satu versi tertentu terdapat nama (sebelum digantikan oleh Wanabaya), menjadi hamil dan melahirkan
Ageng Mangir terdahulu
Barn Klinting, sedang dalam versi lain Baro Klinting. Versi-versi lisan itu kemudian juga diikuti oleh versi tulisan.
anak berbentuk ular. Keris atau senjata pusaka demikian tidak bisa Dalam cerita ini jtlga terdapat terlalu banyak perbedaan nama
diartikan sebagai kemampuan Ki Ageng Mangir, lebih tepat sebagai untuk tokoh-tokoh yang sarna seperti pada para demang yang
alat penurnnan benih. Jadi Barn Klinting adalah anak di luar perkawinan syah, dan karenanya sulit untuk bisa diterima (accept
berpihak pada Perdikan Mangir, atau pun nama para telik (mata
able) oleh masyarakat lama yang dibandingkan dengan yang seka
mata) Mataram yang menyamar memasuki Mangir. Tentang kelain rang jauh lebih ketat berpegang pada adat kebiasaan.
an nama samaran ini, seorang pemain ketoprak profesional malah
XXXII Pramo edya A n antd Toer A N G R
XXXIII
pernah mengatakan bahwa biasanya orang menggunakan nama
WANABAYA DAN KI AGENG MANGIR TERDAHUlU
samaran apa saja. Tidak mengherankan bila Putri Pambaytm sebagai Wanabaya adalah nama Ki Ageng Mangir waktu cerita ini terjadi. telik Mataram dalam permainan ketoprak pernah juga diberi nama
Antara Wanabaya dengan Barn Klinting belum pernah didapatkan samaran Sarinem, pad a waktu dan temp at lain Nyi Laras dan
bukti adanya hubungan darah. Memang ada sementara anggapan, sebagainya. Soalnya karen a dalam satu setengah abad tidak ditulis
bahwa Wanabaya adalah anak Ki Ageng Mangir terdahulu dan kan, nama-nama mudah hilang, malahan Putri Pambayun artinya
dengan demikian Baru Klinting bisa dianggap sebagai setengah putri pertama tak ditemukan naJ'oanya yang benar, tinggal hanya
saudara Wanabaya.
sebutan. Mengingat akan wujud dari demokrasi desayang masihjuga agak Demikian pula halnya mengapa teIjadi perbedaan antara Barn
terpelihara sampai sekarang, lebih besar kemungkinan Wanabaya dan Baro. Mana di an tara dua itu yang lebih tepat, untuk waktu yang
terangkatjadi (ke)tua Perdikan melalui pemilihan, setelah Ki Ageng cukup lama belum bisa dipastikan. Baro memang mendekati kata
Mangir sebelumnya meninggal atau mengundurkan diri. Wanabaya
barong� bahkan juga dengan barongsal: Dan barong sendiri adalah
adalah seorang pemuda berumur dua puluhan. Suatu hal yang suatu tokoh dalam tarian yang umum kenai baik di Bali maupun di
luarbiasa bisa terpilih sebagai tua Perdikan. Tetapi keadaan Mangir J awa, ditampilkan sebagai hewan berkaki empat seperti seekor bison
dalam ancaman perang dari Mataram pun tidak kurang luarbiasanya.
dan berkepala seperti kala, menakutkan, demonic. Tetapi barong
Dalam keadaan terancam yang dibutuhkan oleh Mangir adalah tidak mempunyai persangkutan dengan lidah ular. Maka boleh jadi
pemimpin yang muda, berani, tanpa ragu-ragu memutuskan perka orang mempunyai kecendernngan menyebutkan Baro yang mende
ra-perkara pelik, suatu hal yang memungkinkan seorang pemuda
kati barong itu, karena lebih terdengar Jawa daripada Barn.
terpilih jadi tua Perdikan.
Bahwa Barn Klinting disangkut-pautkan dengan ular mernpakan Juga karena terlambatnya peristiwa dituliskan sebenarnya orang sesuatu yang logis dalam alam pikiran Jawa, karena setelah Jawa
hanya mengenal nama Wanabaya untuk tua Perdikan Mangir. Hal ini mempersenjatai diri dengan keris atau senjata pusaka dalam bentuk
menyebabkan terjadinya kekisrnhan siapa sesungguhnya dimaksud atau cara penggunaan yang lain, senjata-senjata itu dianggap sebagai
kan apabila orang menyebut nama Ki Ageng Mangir Wanabaya, yang ular, binatang yang mempunyai makna mistis dalam alam pikiran
menyebabkan munculnya Barn Klinting ataukah yang menghadapi Jawa. Maka senjata yang bergelombang dipandang secara Jawa
Mataram dengan perang? U ntuk menghindari kekisruhan itu ada
sebagai ular yang sedang bergerak, sedang yang tidak bergelombang yang menempuh dua jalan, memberikan nama Ki Ageng Mangir sebagai ular yang sedang bermenung.
Wanabaya I untuk yang terdahulu, dan Ki Ageng Mangir Wanabaya Barong tidak mempunyai persangkutan dengan ular dalam alam
II untuk yang kemudian. Ada pula yang bernsaha membuat nama lain mistik Jawa, dua-duanya berdiri sendiri-sendiri. Sedang nama Baro
untuk yang terdahulu. Tidak samanya versi-versi itu dalam meng terlalu jauh untuk dapat dikukuhkan dalam cerita panggung ini,
gunakan nama bagi yang terdahulu menjelaskan duduk-perkara maka tetap dipergunakan Barn.
sesungguhnya, bahwa Ki Ageng yang terdahulu sudah tak dikenal
XXXIV
Pramocdya A n a n ta T o e r
XXXV
mencatat, sedang Mangir, yang juga berkepentingan, hanyalah des a
KEMATIAN WANABAYA
yang semakin lama semakin mundur dengan kemenangan Mataram. Dalam semua versi cerita ini disebutkan, bahwa Ki Ageng Mangir Dalam cerita ini, Ki Ageng Mangir yang terdahulu tidak diberi
Wanabaya menemui ajalnya karen a sewaktu bersuJud pada nama, kalau perlu hanya disebutkan Tua untuk membedakan dari
Panembahan Senapati, kepalanya ditangkap oleh raja Mataram dan yang Muda.
dihantamkan pada "watu gilang", yang berada di bawah takhta, sehingga pecah.
N AMA PARA DEMANG PENGIKUT MANGIR Bagian dari cerita ini bukan lagi merupakan sanepa atau kias,
Dalam versi-versi tulisan maupun lisan, empat orang demang tetapi terang-terangan bersifat (bertendensi) mengagungkan keung pengikut Mangir mempunyai nama yang berbeda-beda. Untuk
gulan feodalisme, untuk menyatakan, bahwa tua Perdikan itu benar menghindari kekisruhan, nama-nama demangyang dipergunakan di
telah bersujud pada kaki raja Mataram, telah takluk, sebelum
sini diambil dari nama.kedemangannya (Lihat Peta Tafsir him. XL).
dibunuh secara tidak satria.
Kematian ini kurang wajar mengingat beberapa hal. Pertama, TENTANG KI AGENG PAMANAHAN
Wanabaya adalah seorang pendekar, dan tidak semudah itu terlena Ki Ageng Pamanahan adalah ayah kandung Panembahan Senapati.
terhadap gerak-gerik yang mencurigakan. Naluri pembelaan diri Dalam alam pikiran feodal Jawa, yang menganggap seseorang tidak
tidak akan mati begitu saja dari jiwanya, apalagi mengetahui sedang bisajadi raja kalau tidak berdarah raja, menyalahi kenyataan historis
berhadapan dengan seorang raja yang hendak menumpas perdi tentang Ken Arok. Hal ini menyebabkan orang menempuh jalan
kannya. Kedua, sebagai panglima perang ia sudah selayaknya selalu
feodal dengan melukiskan bahwa Panembahan Senapati sebenarnya siaga di tengah-tengah musuhnya sendiri dan tidak akan menye anak tidak syah dari Sultan Pajang Hadiwijaya, yang juga ayah
rahkan hidup dan mati begitu saja pada mertua yang kebetulan raja angkatnya sendiri. Lukisan demikian ditolak dalam cerita panggung
dan sekaligus musuh. Dengan demikian dalam cerita panggung ini ini.
dipergunakan adegan yang lebih wajar.
Dalam beberapa cerita, Ki Ageng Pamanahan telah meninggal walaupun ia lebih muda daripada Tumenggung Mandaraka alias
TENTANG GELAR
Juru Martani, yang waktu peristiwa ini terjadi berumur mendekati
Dalam ilmu perang tradisional J awa, gelar berarti fonnasi 100 tahun, masih lincah dan berpikiran tajam.
perang dan sekaligus juga taktik yang dimungkinkan oleh formasi itu. Dalam cerita panggung ini, Ki Ageng Pamanahan, berbeda dari
Ilmu perang yang di'dalamnya termaktub banyak macam gelar
beberapa tersebut tadi, masih hidup dalam keadaan yang sudah berasal dari Hindu, dan dengannya feodalisme Hindu telah menga sangat lemah, setengah pikun.
lahkan republik-republik desa di Jawa dan Sumatra pada masa pertama kedatangan dan kemudian pengembangnya.
Dalam permusuhan Mataram-Mangir, yang belakangan ini
XXXVI
Pr a mo e dy a A n a nt a To e r
XXXVII
terkemuka yang berpihak pad a Mangir, dan sekaligus anggota Dewan Jaya Manggilingan, sebuah nama
menggunakan ge/ar Ronggeng
Perang Mangir.
yang tidak terdapat dalam kamus Pimpinan formasi perang, berkedudukan di tengkuk, adalah perang tradisional J awa. Walau
Wanabaya dan Baru Klinting.
Ronggeng sebagai nama awal formasi Mangir bisa berarti tandak dalamnya tak bisa tidak, karena
demikian, kata Manggi/ingan di
atau penari, tetapi di sini adalah nama sebangsa anjing liar kecil, ajag, Mangir hanya desa, adalah se
yang hidup dalam kawanan besar, lebih dari ratusan, mengembarai
butan keliru daripada Gi/Zilgan
daerah pantai selatan Jawayang berbukit-bukit dan berhutan. Dalam
Rata, nama sebuah ge/ar yang
kawanan besar, ronggeng menyerang mangsanya secara mendadak tersebut dalam cerita perang
dan cepat, kemudian membuyar dan menghilang secara cepat pula. Bharatayuddha.
Cara penyerangan binatang ini yang ditiru oleh balatentara Mangir, Gilingan Rata (Rata = roda,
diduga didapatkan oleh Baru Klinting dalam pengelanaannya sebagai
Gambar: Gilingan Rata dari Bharatayuddha.
rad [Belanda] atau kereta) adalah
Gambar pokok dari Sadjarah Wayang
seorang yang tidak diterima oleh masyarakatnya.
sebuah formasi perang yang me
Dapatlah dibayangkan, Ronggeng Jaya Manggilingan adalah ngerahkan balatentara secara be-
Purwa, 1965, oteh Hardjowirogo
kombinasi antara tingkah ronggeng dalam penyerangan dengan sar-besaran dan bergerak cepat, untuk menindas musuhnya secara
Gilingan Rata dari Bharatayuddha.
cepat dan kuat. Pimpinan balatentara sebagian berada di depan
Dalam cerita panggung (cerpang) ini, ada juga disebut ge/ar lain
sebagian di belakang. Setiap Rata (kesatuan pasukan) berputar maju
yang bernama Sarpa Kurda, yang berarti ular mengamuk. Ge/arini
ke depan sambil melindungi ten tara induk yang belum bergerak adalah warisan bekas panglima Mataram, Takih Susetya, setelah keluar dari formasi. Dengan demikian Rata punya tugas kembar,
melihat sendiri dalam pengembaraannya di sepanjang pantai selatan menyerang musuh dan melindungi pedalaman formasi sendiri.
Jawa, bahwa satu-satunya binatangyang dapatmengalahkan kawan Ujung paling atas adalah pasukan terdepan. Di tengkuknya
an ronggeng hanya ular (sarpa). De
terdapat dua titik yang melambangkan panglima dengan pembantu-
ngan kepalanya, binatang itu mema
nya.
gut-magut cepat, dan bersamaan de
Dalam Bharatayuddha? Gilingan Rata terdiri atas 16 buah Rata;
ngan itu dengan ekornya ia melakukan
dalam Ronggeng Jaya Manggilingan ditambah dengan 4 lagi se
pukulan-pukulan yan g tidak diperki
hingga menjadi 20. Setiap Rata dipimpin oleh seorang gegeduk,
rakan oleh lawan.
artinya komandan bukan dari pihak balatentara kerajaan.
Berbeda dengan nama semua ge/ar
Empat Rata paling depan adalah tambahan atas Gilingan Rata
yang ada, yang tujuannya adalah meng-