Pariwisata Berbasis Masyarakat dalam Lib (1)

Kebijakan Perekonomian Internasional

Pariwisata Berbasis Masyarakat dalam Liberalisasi
Perdagangan Sektor Jasa di Indonesia

Sakti Haposan Yudhistira
041411131012

Program Studi Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga
Surabaya
2017

Pariwisata Berbasis Masyarakat dalam Liberalisasi Perdagangan Sektor Jasa di Indonesia
Sakti Haposan Yudhistira

Abstrak
Liberalisasi perdagangan merupakan fenomena yang tak terhindarkan bagi negara
berkembang di dunia, sementara dampak positif dan negatif dari liberalisasi ekonomi masih
menjadi perdebatan. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif berupa studi literatur untuk

melihat potensi subsektor pariwisata dalam liberalisasi perdagangan Indonesia di sektor jasa.
Subsektor pariwisata merupakan penyumbang terbesar bagi ekspor neraca perdagangan Indonesia
pada sektor jasa, sementara liberalisasi dan pertumbuhan subsektor pariwisata dapat memberikan
peningkatan bagi berbagai indikator makroekonomi. Pengembangan pariwisata berbasis
masyarakat atau CBT (Community Based Tourism) merupakan konsep yang ideal bagi Indonesia
sebab berpotensi meminimalisir dampak buruk bagi lingkungan, serta memberikan diversifikasi
lapangan pekerjaan mengingat surplus tenaga kerja yang dialami Indonesia pada masa bonus
demografi mendatang.
Kata Kunci ; liberalisasi, sektor jasa, pariwsiata berbasis masyarakat

I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada November 2002, ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) telah ditandatangani oleh
Cina, negara – negara ASEAN, termasuk Indonesia. Kerjasama ekonomi bilateral dan
multilateral juga diinisiasi dengan berbagai perjanjian yang melibatkan Indonesia seperti
AFTA (ASEAN Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) dan WTO
(World Trade Organization). Berbagai perjanjian ini merupakan bentuk dari upaya integrasi
perekonomian, khususnya di kawasan Asia.
Usaha liberalisasi perdagangan melalui perjanjian – perjanjian oleh berbagai negara dalam
suatu region, pada dasarnya menekankan adanya penurunan hambatan dalam kegiatan

ekonomi antarnegara, baik dalam skala makro maupun mikro. Teori liberalisasi konvensional
yang dikembangkan dari (HOS) Heckscher-Ohlin-Samuelson, menyatakan bahwa liberalisasi
perdagangan dan keterbukaan ekonomi akan menguntungkan bagi unskilled labor pada negara
berkembang karena keunggulan komparatif yang dimiliki pada sektor unskilled labor-intensive
goods (Suryahadi, 2001). Disisi lain, Stiglitz (2002) mengkritik konsep pasar bebas dan

liberalisasi yang dapat mengakibatkan ketimpangan.

Gambar 1 Perdagangan Internasional Sektor Jasa Indonesia (Sumber ASEANstats, 2015)

Berdasarkan data yang dirilis oleh ASEANstats, travel and tourism merupakan subsektor
yang memiliki kontribusi terbesar bagi neraca perdagangan Indonesia di sektor jasa. Sementara,
jika melakukan benchmarking sektor pariwisata Indonesia dengan negara – negara tetangga,
Indonesia berada pada posisi yang cukup ideal. Gambar 2 menunjukkan peringkat sektor
pariwisata Indonesia berdasarkan kontribusi terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja.

Gambar 2 Potensi Pariwisata Indonesia (Sumber World Travel and Tourism Council, 2014)

1.2 Tujuan
Sebagai salah satu pelaku dalam perekonomian internasional, Indonesia memiliki

keunggulan komparatif dari keberlimpahan penduduk dan angkatan kerja, terutama pada masa
bonus demografi di tahun 2020. Sementara itu, subsektor pariwisata sangat berpotensi
mendongkrak perekonomian Indonesia dalam konteks liberalisasi dan globalisasi. Tulisan ini
bertujuan mengaitkan keunggulan yang dimiliki Indonesia terkait surplus tenaga kerja dan
potensi subsektor pariwisata dalam upaya memperoleh keuntungan dalam tantangan
liberalisasi ekonomi, terutama di sektor jasa.

II. Pembahasan
2.1 Liberalisasi dan Pariwisata
Barudin (2011) menggunakan metode CGE (Computable General Equilibrium) dan
WAYANG menganalisis dampak peningkatan sektor pariwisata dalam liberalisasi ekonomi
terhadap berbagai indikator makroekonomi. Dari gambar 3. dapat dilihat simulasi yang dilakukan,
liberalisasi perdagangan dan peningkatan pariwisata akan meningkatkan PDB sebesar 0.17%,
jumlah tenaga kerja 0.39%, permintaan domestik 0.3%, konsumsi rumahtangga 0.012% dan
menurunkan IHK 0.001 %.

Gambar 3Dampak Liberalisasi Perdagangan dengan kenaikan permintaan wisatawan 10 persen di Indonesia
(Sumber Barudin, 2011)

Sementara, Sugyarto, Blake, dan Sinclair (2003) melakukan analisis terhadap dampak

globalisasi melalui penurunan tarif dan pertumbuhan pariwisata di Indonesia dengan mengunakan
metode CGE. Hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan pariwisata memperbesar dampak positif
dari globalisasi bagi perekonomian Indonesia. Dibuat 5 skenario dalam simulasi CGE yaitu PG
(Partial Globalization), FG (Far – reaching Globalization), DI (Foreign Tourist Demand
Increase), PG & DI, serta FG & DI.

Gambar 4. Dampak Globalisasi dan Pertumbuhan Pariwisata (Sumber Sugiyarto, Blake, Sinclair, 2003)

Lebih lanjut, Sugiyarto , Blake, dan Sinclair (2003) menyimpulkan bahwa globalisasi dan
pertumbuhan pariwisata dapat menurunkan tingkat harga domestic, dan menstimulus produksi,

meningkatkan performa makroekonomi Indonesia melalui peningkatan kesejahteraan dan
konsumsi rumahtangga.

2.3 Pariwisata Berbasis Masyarakat
Sugiyarto, Blake, dan Sinclair (2003) pada bagian kesimpulan memperingatkan bahwa
temuan positif dari penelitian yang dilakakukan, tidak memperhitungkan dampak yang dapat
ditimbulkan dari liberalisasi pariwisata asing terhadap lingkungan dan budaya bagi Indonesia.
Begitu Asker et al., (2010) menyampaikan, walaupun Asia Timur dan Asia Pasifik merupakan
region dengan pertumbuhan pariwisata yang paling pesat di dunia, namun perlu diperhatikan

bahwa pariwisata memiliki dampak besar terhadap masyarakat lokal dan lingkungan, oleh sebab
itu diperlukan kesadaran untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Pada dasarnya, pariwisata berbasis masyarakat, atau Community Based Tourism (CBT),
merupakan pola pariwisata yang menunjukkan adanya interaksi antara pengunjung dan masyarakat
lokal, secara partikular sangat ideal bagi bagi daerah rural, yang mengkonsepkan masyarakat lokal
sebagai produsen atau provider, mempertimbangkan kearifan budaya lokal dan lingkungan, serta
didukung oleh stakeholder seperti pemerintah setempat dan lembaga swadaya atau NGOs (Asker
et al., 2010). Konsep ini sangat ideal dikembangakan di Indonesia, mengingat sebaran lokasi
wisata yang berada di daerah rural, serta mampu memberdayakan penduduk dengan menyediakan
lapangan pekerjaan.
Tolkach dan King (2015) dalam penelitiannya di Timor – Leste, menemukan bahwa konsep
CBT memberikan alternatif pengembangan pariwisata yang memaksimalkan keuntungan bagi
masyarakat lokal, mengadvokasi capacity building, serta memberikan pemberdayaan. Hal ini
dapat dicapai dengan adanya keseimbangan antar stakeholder yang memiliki peran dalam
perencanaan dan pelaksanaan, pendanaan yang baik, serta kapabilitas tim managerial.
Asker et al., (2010), menjabarkan beberapa keuntungan yang didapat dari konsep CBT
yang berjalan secara efektif jika diaplikasikan pada sektor pariwisata :
❖ Mendoong pembangunan ekonomi lokal melalui diversifikasi penyerapan tenaga kerja
❖ Dapat berjalan secara finansial


❖ Mendorong partisipasi yang seimbang bagi masyarakat lokal

❖ Meminimalisir dampak bagi lingkungan dan berkelanjutan secara ekologis
❖ Konservasi budaya

❖ Mengedukasi pengunjung tentang budaya dan alam
❖ Mendemonstrasikan praktirk managerial yang baik

❖ Memberikan pengalaman yang berkualitas bagi individu yang turut serta.

III. Kesimpulan
Liberalisasi perekonomian menjadi fenomena yang tidak terhindarkan bagi negara
berkembang, khususnya Indonesia yang telah berpartisipasi pada berbagai kerjasama
multinasional terkait perdagangan bebas seperti ACFTA, AFTA, APEC, dan WTO. Data
menunjukkan bahwa subsektor pariwisata Indonesia memiliki daya saing yang ideal di tingkat
internasional, serta kontribusi yang besar pada neraca perdagangan nasional. Studi literatur pada
liberalisasi dan pertumbuhan sektor pariwisata juga menunjukkan adanya dampak positif bagi
berbagai indikator makroekonomi seperti PDB, konsumsi rumahtangga, dan perbaikan tingkat
harga komoditas. Sebab itu, sektor pariwisata dapat menjadi kunci bagi Indonesia dalam upaya
memperoleh keuntungan dari liberalisasi ekonomi, terutama pada sektor jasa.

Perlu diperhatikan bahwa pertumbuhan ekonomi dan liberalisasi, terutama pada sektor
pariwisata, dapat berdampak buruk bagi lingkungan serta masyarakat lokal. Konsep CBT atau
pariwisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan pariwisata yang ideal bagi Indonesia.
Selain memberikan dampak berkelanjutan bagi lingkungan, menjaga kearifan budaya lokal,
mendorong partisipasi, konsep ini juga aplikatif untuk mendorong diversifikasi lapangan
pekerjaan, mengingat tingginya jumlah angkatan kerja sebagai keunggulan komparatif yang
dimiliki Indonesia. Penulis mereferensikan Asker et al., (2010) mengenai pembahasan
pelaksanaan CBT lebih detail.

Referensi
Asker, S. A., Boronyak, L. J., Carrard, N. R., & Paddon, M. (2010). Effective community
based tourism: a best practice manual. Sustainable Tourism Cooperative Research Center,
Australia.
Barudin. (2011). Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan
Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sketoral di Indonesia (Tesis). Bogor : IPB
Stiglitz, J. E. (2002). Globalization and its Discontents (Vol. 500). Norton: New York.
Sugiyarto, G., Blake, A., & Sinclair, M. T. (2003). Tourism and globalization: economic
impact in Indonesia. Annals of Tourism Research, 30(3), 683-701.
Suryahadi, A. (2001). Globalization and wage inequality in Indonesia: a CGE analysis.
East-West Center Working Papers No.26, Hawaii.

Tolkach, D., & King, B. (2015). Strengthening Community-Based Tourism in a new
resource-based island nation: Why and how?. Tourism Management, 48, 386-398.