HUBUNGAN ANTARA MELASMA DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA MELASMA DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NONIEK RAHMAWATI G0008140 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

Hubungan antara Melasma dengan Tingkat Kualitas Hidup

Noniek Rahmawati, G0008140, Tahun 2011

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari , Tanggal November 2011

Pembimbing Utama,

Arie Kusumawardani, dr., Sp.K.K.

NIP: 1975 0718 2010 01 2 001

Penguji Utama,

Nugrohoaji Dharmawan, dr., Sp.K.K., M.Kes.

NIP: 1975 1030 2008 12 1 001

Pembimbing Pendamping,

Hardjono, Drs., M.Si.

NIP: 1959 0119 1989 03 1 002

Anggota Penguji,

M. Eko Irawanto, dr., Sp.K.K.

NIP: 1975 1225 2008 12 1 003

Tim Skripsi

Ari N. Probandari, dr., M.PH.

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 15 November 2011

Noniek Rahmawati G0008140

Noniek Rahmawati, G0008140. 2011. Hubungan antara Melasma dengan

Tingkat Kualitas Hidup. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui adanya hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup.

Metode Penelitian : Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional. Subyek pada penelitian ini adalah ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta. Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah fixed exposure sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Seluruh sampel diperiksa secara klinis untuk menentukan tingkat keparahan melasma melalui skor MASI, kemudian dilakukan pengisian kuesioner MelasQol untuk menilai tingkat kualitas hidup. Data selanjutnya dianalisis menggunakan analisis regresi linear berganda.

Hasil Penelitian : Berdasarkan perhitungan, didapatkan nilai p = 0,749, menunjukkan secara keseluruhan skor MASI dan pendapatan tidak berhubungan secara signifikan dengan skor MelasQol (p > 0,05). Hasil perhitungan statistik untuk MASI, p = 0,488. Untuk pendapatan, p = 0,777. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan baik antara skor MASI dengan skor MelasQol, maupun antara pendapatan dengan skor MelasQol (p > 0,05).

Simpulan Penelitian : Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup. Semakin berat tingkat keparahan melasma tidak menunjukkan kualitas hidup penderita semakin rendah.

Kata Kunci : melasma, kualitas hidup

ABSTRACT

Noniek Rahmawati, G0008140, 2011. Correlation between Melasma with the

Level of Quality of Life. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective : To determine correlation between melasma with the level of quality of life.

Method : This type of study was an observational analytic study with cross- sectional study approach. The subjects in this study were mothers Empowerment Family Welfare (PKK) in the Jebres District, Jebres Subdistrict, Surakarta. The sampling technique was fixed exposure sampling with sample size of 30. All samples were examined clinically to determine the severity of melasma through MASI score, then MelasQol questionnaire form filling out was done. The data were analyzed by using multiple linear regression analysis.

Results : Based on calculations, p = 0.749, showed the overall score MASI and income were not significantly correlated with score MelasQol (p > 0.05). The results of statistical calculations for MASI, p = 0.488. For income, p = 0.777. This showed no significant relationship between score MASI with score MelasQol, as well as between the income with score MelasQol (p > 0.05).

Conclusions : From the research can be concluded that there was no significant relationship between melasma with the level of quality of life. The more severe melasma severity did not indicate lower quality of life.

Keywords : melasma, quality of life

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, dengan segala rahmat dan anugerah-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Melasma dengan Tingkat Kualitas Hidup” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak lain adalah berkat peran serta banyak pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

2. Arie Kusumawardani, dr., Sp.K.K., selaku pembimbing utama yang telah memberi bimbingan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Hardjono, Drs., M.Si., selaku pembimbing pendamping yang telah memberi bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

4. Nugrohoaji Dharmawan, dr., Sp.K.K., M.Kes., selaku penguji utama yang telah memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. M. Eko Irawanto, dr., Sp.K.K., selaku anggota penguji yang telah memberi penilaian dan saran demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.

6. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta staf Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.

7. Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes., selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan pengarahannya.

8. Ibu-ibu PKK di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta yang telah bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.

9. Papa dan Mama (Sukino dan Sunarni), atas doa dan dukungannya selama ini. Juga teruntuk Arni Nur Rahmawati dan Nikki Faj Rahmawati tersayang, serta Mas Riawan Yudi Purwoko yang telah memberi inspirasi dan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat seperjuangan selama kuliah dan selama penyusunan skripsi, Wiji Hastuti, Yuannisa Pratita Devi, dan Avionita Rahma Dewi P.

11. Galuh Perwita, Shinta Melani, Irvinna Mutiara Murni, dan teman-teman kos “Virgo Lover” atas semangat dan kebersamaannya.

12. Teman-teman, saudara seangkatan Pendidikan Dokter 2008, untuk kerjasama dan bantuannya selama ini.

13. Pihak-pihak lain yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu. Dalam penyusunan skripsi ini, tentu masih banyak terdapat kekurangan

sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan yang lebih baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak.

Surakarta, 15 November 2011

Tabel 4.1. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Subjek .................. 29 Tabel 4.2. Data Perolehan Tingkat Keparahan Melasma, Pendapatan,

dan Tingkat Kualitas Hidup Subjek .............................................. 29

Tabel 4.3. Distribusi Subjek Berdasarkan Lama Menderita Melasma ......... 30 Tabel 4.4. Distribusi Tingkat Kualitas Hidup Subjek Berdasarkan Umur,

Lama Menderita Melasma, Status Pekerjaan, dan Riwayat Pendidikan ...................................................................................... 31

Tabel 4.5. Tabulasi Silang Variabel Bebas dengan Variabel Terikat ........... 33 Tabel 4.6. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ....................................... 34

Lampiran 1. Surat Pernyataan Lampiran 2. Formulir Persetujuan (Informed Consent) Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Data Subjek Penelitian Lampiran 5. Perhitungan Statistik Lampiran 6. Foto Sampel Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Melasma adalah hiperpigmentasi didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan predileksi pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu (Soepardiman, 2010). Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di daerah tropis, umumnya sering dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan kulit berwarna gelap (Soepardiman, 2010) seperti Asia, Timur Tengah, India, Amerika Selatan (Wolff et al., 2005). Melasma terutama dijumpai pada wanita, meskipun didapat pula pada pria (10 %). Perbandingan kasus wanita dan pria di Indonesia adalah 24:1 dengan insiden terbanyak pada usia 30 - 44 tahun (Soepardiman, 2010). Di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (IKKK RSCM), prevalensi melasma pada tahun 2004 adalah 2,39 %, dengan distribusi 97,93 % wanita dan 2,07 % pria (Febriyanti et al., 2004).

Melasma atau yang dikenal dengan istilah flek, secara medis merupakan masalah kesehatan dan secara estetika dapat mengganggu kecantikan. Meskipun tidak membahayakan, flek menimbulkan dampak negatif yang signifikan pada kualitas hidup penderitanya di mana secara Melasma atau yang dikenal dengan istilah flek, secara medis merupakan masalah kesehatan dan secara estetika dapat mengganggu kecantikan. Meskipun tidak membahayakan, flek menimbulkan dampak negatif yang signifikan pada kualitas hidup penderitanya di mana secara

Melasma merupakan masalah kulit yang banyak dijumpai, mengganggu penampilan kulit wajah, dan dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang sehingga banyak upaya dilakukan untuk meringankan kondisi ini. Meskipun telah tersedia beragam pengobatan melasma, masih sangat sedikit informasi mengenai dampak melasma pada kehidupan sehari-hari penderitanya. Selain itu, pengetahuan masyarakat tentang melasma cenderung masih sedikit dan seolah-olah bukan merupakan suatu masalah yang perlu ditanggulangi. Namun berdasarkan dampak yang ditimbulkan dari melasma di mana terjadi bercak-bercak kulit berwarna coklat pada wajah, secara estetika dapat menyebabkan gangguan psikologis bagi penderitanya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengevaluasi dampak melasma pada kualitas hidup penderitanya dengan meneliti hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu kedokteran dan penelitian selanjutnya tentang hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup.

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan dapat memberi masukan pentingnya dilakukan

upaya penatalaksanaan melasma.

b. Menambah wawasan tentang melasma sebagai masalah kesehatan yang perlu ditanggulangi mengingat secara estetika dapat memberi dampak psikologis penderitanya.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Melasma

a. Definisi

Melasma adalah hiperpigmentasi didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan predileksi pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu (Soepardiman, 2010).

b. Sinonim

Disebut kloasma, istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan melasma yang muncul saat kehamilan, sehingga disebut juga mask of pregnancy. Kloasma berasal dari bahasa Yunani chloazein yang berarti “menjadi hijau”. Adapun melas, juga bahasa Yunani yang berarti “hitam” (Wolff et al., 2005). Karena pigmentasi yang muncul tidak berwarna hijau, istilah melasma yang lebih suka digunakan (Montemarano, 2010).

Melasma dapat mengenai semua ras terutama yang tinggal di daerah tropis (Soepardiman, 2010). Melasma kebanyakan dijumpai pada wanita, meskipun didapat pula pada pria (10 %) (Baumann dan Saghari, 2009). Di Indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1. Terutama tampak pada wanita usia subur dengan riwayat terpajan sinar matahari secara langsung. Insiden terbanyak pada usia

30 - 44 tahun. Kelainan ini dapat mengenai wanita hamil, wanita pemakai pil kontrasepsi, pemakai kosmetik, pemakai obat, dan lain- lain (Soepardiman, 2010).

d. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab melasma belum sepenuhnya diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan pada patogenesis melasma, antara lain:

1) Pajanan Sinar Matahari

Spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfihidril di epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultra violet menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu proses melanogenesis (Soepardiman, 2010).

Dilaporkan adanya kasus melasma terkait keluarga sekitar

20 - 70 % (Soepardiman, 2010). Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan kulit berwarna gelap (Soepardiman, 2010) seperti Asia, Timur Tengah, India, Amerika Selatan (Wolff et al., 2005). Pajanan sinar matahari dan faktor genetik merupakan faktor terkuat yang berperan pada patogenesis melasma (Pichardo et al., 2009).

3) Faktor Endokrin (kehamilan, Hormone Replacement Therapy (HRT), pil kontrasepsi, serta disfungsi kelenjar tiroid dan ovarium)

Mekanisme di mana kehamilan mempengaruhi proses melanogenesis tidak diketahui secara jelas (Hexsel et al., 2009). Tingkat estrogen, progesteron, dan Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) biasanya meningkat selama trimester tiga kehamilan. Namun, pasien nulipara dengan kloasma tidak memiliki peningkatan tingkat estrogen atau MSH (Bolanca et al., 2008). Melasma juga muncul pada wanita menopause sebagai akibat dari penggunaan HRT yaitu kombinasi estrogen dan progesteron untuk pencegahan osteoporosis. Akan tetapi, melasma tidak muncul pada wanita yang hanya diberi pengobatan pengganti estrogen, tanpa progesteron (Wolff et al., 2005).

Hormone (LH) yang signifikan dan penurunan level estradiol diduga sebagai faktor yang mendasari timbulnya melasma. Namun, studi pada 26 wanita yang memiliki disfungsi ovarium ringan menunjukkan tidak ada perbedaan kadar LH, Follicle Stimulating Hormone (FSH), mau pun α-MSH antara pasien dengan melasma dan tanpa melasma. Disfungsi tiroid dan peningkatan kadar 17b-estradiol juga telah dilaporkan pada pasien dengan melasma (Grimes, 2007).

4) Penggunaan Kosmetik

Bahan kosmetik yang mengandung zat pengharum, pewarna, atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang dapat menimbulkan hiperpigmentasi pada wajah jika terpajan sinar matahari (Soepardiman, 2010).

5) Pengaruh Obat-obatan Tertentu

Misalnya difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik, dan minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat merangsang melanogenesis (Soepardiman, 2010).

peningkatan aktivitas dan jumlah melanosit oleh sinar ultra violet dari sinar matahari dan akibat faktor-faktor lain, misalnya hormon, yang mana meningkatkan sintesis melanin (Lee et al., 2006).

e. Klasifikasi

Melasma dapat dibedakan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan sinar wood, dan pemeriksaan histopatologi.

1) Berdasarkan gambaran klinis (Soepardiman, 2010):

a) Bentuk sentrofasial, meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian

medial, bawah hidung, serta dagu (63 %)

b) Bentuk malar, meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21 %)

c) Bentuk mandibular, meliputi daerah mandibula (16 %)

2) Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar wood (Lapeere et al.,

a) Tipe epidermal, melasma akan tampak lebih jelas di bawah

sinar, berwarna coklat tua

b) Tipe dermal, melasma tidak tampak jelas di bawah sinar,

berwarna coklat terang

c) Tipe campuran, kombinasi antara warna coklat muda dan

coklat tua coklat tua

b) Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan, terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah di dermis bagian atas dan bawah, pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat

f. Pemeriksaan

Pemeriksaan secara klinis ditemukan makula berwarna coklat sampai abu-abu dan coklat gelap, berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, umumnya simetris (Wolff et al., 2005). Pemeriksaan dengan sinar wood membantu menentukan tipe melasma (Soepardiman, 2010).

g. Penatalaksanaan

Pengobatan dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur karena melasma bersifat kronis residif. Pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang kausal sehingga etiologi dari melasma penting dicari. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

1) Perlindungan terhadap sinar matahari yaitu menghindari pajanan langsung sinar ultra violet terutama antara pukul 09.00 - 15.00,

2) Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma misalnya menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, kosmetik, atau obat-obatan seperti hidantoin, sitostatika, obat antimalaria, dan minosiklin (Soepardiman, 2010). Melasma biasanya hilang secara spontan dalam beberapa bulan pada wanita hamil atau setelah penghentian konsumsi pil kontrasepsi atau HRT, jika menjalani terapi tersebut (Lynde et al., 2006).

Adapun pengobatan yang biasa dilakukan antara lain (Soepardiman, 2010):

1) Obat topikal

: Hidroquinon, Tretinoin, Asam azeleat.

2) Obat sistemik

: Vitamin C dan Glutation.

3) Tindakan khusus : pengelupasan kimiawi dan bedah laser.

Baru-baru ini, kombinasi terapi dengan dosis tetap hidroquinon

4 %, tretinoin 0,05 %, dan fluocinolon acetonid 0,01 % memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan tunggal. Mengobati melasma dengan terapi kombinasi telah menguntungkan secara klinis dan psikologis (Cestari et al., 2006).

Metode pengukuran tingkat keparahan melasma dapat menggunakan Melasma Area and Severity Index (MASI) yang dikembangkan oleh Kimbrough et al. (1994). Ahli dalam melasma telah menggunakan skor MASI sebagai ukuran hasil yang dominan selama hampir 20 tahun, menunjukkan MASI memiliki validitas isi yang baik. MASI dengan skala kontinu memberikan angka perkiraan keparahan melasma yang tepat (Pandya et al., 2009). Tingkat keparahan melasma pada empat area (dahi, malar kanan, malar kiri, dagu) dinilai berdasarkan pada tiga faktor yaitu luas keterlibatan melasma (Area/A) dengan skor 0 - 6, derajat kegelapan melasma (Darkness/D)

dan derajat

homogenitas

dari melasma (Homogeneity/H) dengan skor 0 - 4 (Bhor dan Pande, 2006). Adapun perhitungan MASI sebagai berikut (Tardan dan Baumann, 2009):

1) Luas keterlibatan melasma pada empat area tersebut dibagi menjadi 0 = tidak ada keterlibatan, 1 = < 10 %, 2 = 10 - 29 %,

3 = 30 - 49 %, 4 = 50 - 69 %, 5 = 70 - 89 %, dan 6 = 90 - 100 %.

2) Pengukuran derajat kegelapan melasma adalah membandingkan dengan kulit normal dan dibagi menjadi 0 = warna kulit normal tanpa bukti hiperpigmentasi, 1 = hiperpigmentasi hampir tidak tampak, 2 = hiperpigmentasi ringan, 3 = hiperpigmentasi sedang, dan 4 = hiperpigmentasi berat.

yaitu 0 = minimum, 1 = sedikit, 2 = ringan, 3 = sedang, dan

4 = berat.

Total skor MASI yang semakin tinggi menunjukkan keparahan melasma yang semakin berat. Berikut ini adalah perhitungan total skor MASI untuk wajah penuh (Tardan dan Baumann, 2009):

2. Kualitas Hidup

Kualitas hidup didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan sesuai dengan sistem budaya dan nilai-nilai tempat hidup dalam kaitannya dengan kepentingan, tujuan hidup, harapan, dan standar yang ingin dicapainya (Wolffsohn et al., 2000).

Pengukuran kualitas hidup dapat menggunakan kuesioner yang berisikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Pengukuran kualitas hidup yang bersifat spesifik untuk dermatologi masih dalam tahap perkembangan dan validasi. Terdapat tiga jenis pengukuran kualitas hidup pada dermatologi, yaitu kuesioner kualitas hidup terkait kesehatan umum, kuesioner spesifik untuk dermatologi seperti Dermatology Life of Quality (DLQI), SKINDEX-16, dan kuesioner spesifik untuk penyakit kulit

Total skor MASI = (dahi) 0,3A (D+H) + (malar kanan) 0,3A (D+H) + (malar kiri) 0,3A (D+H) + (dagu) 0,1A (D+H)

2006).

3. Hubungan Melasma dengan Kualitas Hidup

Melasma merupakan kelainan pigmentasi yang sering dijumpai dan mudah dideteksi pada wanita. Meskipun tidak membahayakan, melasma menimbulkan dampak negatif yang signifikan pada kualitas hidup penderitanya di mana secara psikologis berpotensi mengganggu penampilan dan mengakibatkan rasa rendah diri yang dapat menurunkan produktivitas, harga diri, dan fungsi sosial bagi penderitanya (Hamed, 2004). Sekitar 80 % pasien yang didiagnosis menderita satu atau lebih kelainan pigmentasi, 47,3 % pasien dapat merasakan dan menyadari kondisi kulitnya, 21,8 % merasa orang lain memperhatikan kulitnya, 32,7 % merasa tidak menarik karena kondisi kulitnya, 32,7 % berusaha untuk menyembunyikan kondisi kulitnya, dan 23,6 % merasa kondisi kulit mempengaruhi aktivitasnya (Taylor et al., 2008).

Evaluasi pada 102 pasien wanita yang berusia antara 18 - 65 tahun, dilaporkan bahwa melasma berdampak pada kehidupan sosial, kegiatan rekreasi, dan kondisi emosional. Dari hasil analisis multivariat, variabel prediktor terkuat yang berhubungan dengan penurunan kualitas hidup wanita yang menderita melasma adalah tingkat keparahan melasma (Balkrishnan et al., 2003). Penelitian ini menunjukkan hubungan yang

skor penilaian kualitas hidup. Dampak buruk terhadap kualitas hidup penderita melasma meningkat seiring dengan bertambahnya keparahan melasma yaitu semakin berat tingkat keparahan melasma, semakin rendah kualitas hidup penderita. Penelitian lain menunjukkan pasien wanita dengan usia lebih dari 45 tahun dan yang menderita melasma dalam waktu yang lama mempunyai kualitas hidup yang rendah (Misery et al., 2009). Hal ini menunjukkan pentingnya upaya penatalaksanaan melasma mengingat dampak buruk melasma terhadap kualitas hidup penderitanya. Salah satu pilihan yang sederhana dan efektif bagi perempuan adalah penggunaan make up sebagai kamuflase kosmetik. Pengobatan yang efektif untuk melasma ini dapat meningkatkan kualitas hidup wanita (Pichardo et al., 2009).

4. Kuesioner Melasma Quality of Life Scale (MelasQol)

MelasQol adalah instrumen kuesioner kualitas hidup yang telah dikembangkan dan divalidasi oleh Balkrishnan et al. (2003), berfokus pada pengaruh melasma terhadap aspek emosional seperti daya tarik, produktivitas, dan vitalitas. Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai kualitas hidup seseorang pada delapan aspek kehidupan yaitu pekerjaan, hubungan keluarga, kehidupan sosial, hubungan seksual, kegiatan rekreasi, kesehatan fisik, masalah keuangan, dan kondisi emosional. Dari delapan aspek kehidupan tersebut, tiga aspek yang paling

rekreasi, dan kondisi emosional. MelasQol mudah digunakan dalam pelaksanaannya dan dapat mengevaluasi secara objektif pengaruh melasma terhadap kualitas hidup pasien. Korelasi yang tinggi dengan DLQI dan SKINDEX-16 menunjukkan bahwa MelasQol adalah instrumen yang valid di mana skor dalam kuesioner ini dapat menjadi panduan metode pengobatan dalam upaya perbaikan kualitas hidup pasien (Balkrishnan et al ., 2003). MelasQol memiliki konsistensi internal yang tinggi, validitas, dan kekuatan diskriminatif yang baik bila dibandingkan dengan kuesioner lain (DLQI) (Cestari et al., 2006).

Setiap pertanyaan dalam MelasQol memiliki skor 1 - 7 dengan total skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas hidup yang buruk sebagai berikut (Balkrishnan et al., 2003):

a. Tampilan kondisi kulit Anda

b. Frustrasi dengan kondisi kulit Anda

c. Malu dengan kondisi kulit Anda

d. Depresi atau merasa tertekan dengan kondisi kulit Anda

e. Pengaruh kondisi kulit Anda terhadap hubungan dengan orang lain (misalnya dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan sebagainya)

f. Pengaruh kondisi kulit Anda terhadap keinginan untuk bersama orang lain f. Pengaruh kondisi kulit Anda terhadap keinginan untuk bersama orang lain

h. Perubahan warna kulit membuat Anda merasa tidak menarik bagi orang lain

i. Perubahan warna kulit membuat Anda merasa kurang produktif j. Perubahan warna kulit mempengaruhi rasa kebebasan Anda

C.

Keterangan: ( ) variabel yang diteliti

( ) variabel tidak terkendali ( ) variabel terkendali

D. Hipotesis

Terdapat hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup. Semakin berat tingkat keparahan melasma, semakin rendah kualitas hidup

Melasma

Dampak psikologis

Perubahan interaksi sosial

Persepsi kualitas hidup berubah

Riwayat penyakit kronik Tingkat sosial ekonomi

Lama menderita

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan pendekatan sekaligus pada suatu saat (Taufiqurrahman, 2008).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta

C. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Kelurahan Jebres. Adapun subjek pada penelitian ini adalah ibu-ibu PKK di Kelurahan Jebres dengan kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi :

a. Menderita melasma

b. Berusia 30 - 55 tahun

c. Bersedia menandatangani lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian c. Bersedia menandatangani lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian

b. Menderita penyakit kronik lain

D. Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol pengaruh faktor perancu (confounding factor) yang dapat menurunkan validitas penelitian. Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan jumlah variabel independen (Murti, 2010):

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu melasma dan tingkat sosial ekonomi. Dengan demikian sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebesar 30 hingga 40 subjek.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah fixed exposure sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan status paparan subjek meliputi terpapar atau tidak terpapar oleh faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyakit, sedangkan status penyakit subjek bervariasi mengikuti status paparan subjek. Fixed exposure sampling memastikan jumlah subjek penelitian cukup dalam kelompok terpapar dan tidak terpapar, sehingga merupakan keuntungan bagi peneliti ketika prevalensi paparan faktor yang diteliti rendah atau langka (Murti, 2010).

n= 15 hingga 20 subjek per variabel independen

F. Rancangan Penelitian

G. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

: Melasma

2. Variabel Terikat

: Kualitas hidup

3. Variabel Luar Terkendali

a. Usia

b. Kehamilan

c. Riwayat penyakit kronik lain

d. Tingkat sosial ekonomi

4. Variabel Luar Tidak Terkendali : Lama menderita melasma

Populasi

Melasma Quality

of Life Scale

(MelasQol )

Analisis regresi linear

berganda

Melasma Area and

Severity Index

(MASI)

Sampel

1. Variabel bebas : Melasma

a. Definisi

Melasma adalah hiperpigmentasi didapat yang umumnya simetris berupa makula berwarna coklat sampai abu-abu dan coklat gelap, berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, mengenai area yang terpajan sinar UV dengan predileksi pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. Diagnosis melasma ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan metode pengukuran tingkat keparahan melasma dilakukan dengan menggunakan Melasma Area and Severity Index (MASI). Tingkat keparahan melasma pada empat area (dahi, malar kanan, malar kiri, dagu) dinilai berdasarkan pada tiga faktor yaitu luas keterlibatan melasma (Area/A) dengan skor 0 - 6, derajat kegelapan melasma (Darkness/D) dan derajat homogenitas dari melasma (Homogeneity/H) dengan skor 0 - 4 sebagai berikut:

1) Luas keterlibatan melasma pada empat area tersebut dibagi menjadi 0 = tidak ada keterlibatan, 1 = < 10 %, 2 = 10 - 29 %,

3 = 30 - 49 %, 4 = 50 - 69 %, 5 = 70 - 89 %, dan 6 = 90 - 100 %.

2) Pengukuran derajat kegelapan melasma adalah membandingkan dengan kulit normal dan dibagi menjadi 0 = warna kulit normal tanpa bukti hiperpigmentasi, 1 = hiperpigmentasi hampir tidak tampak, 2 = hiperpigmentasi ringan, 3 = hiperpigmentasi sedang, dan 4 = hiperpigmentasi berat.

yaitu 0 = minimum, 1 = sedikit, 2 = ringan, 3 = sedang, dan

4 = berat. Total skor MASI dihitung dengan menjumlahkan derajat kegelapan dari melasma (D) dan homogenitas (H), kemudian dikalikan dengan derajat keterlibatan melasma (A) pada keempat area. Total skor MASI yang semakin tinggi menunjukkan keparahan melasma yang semakin berat.

b. Alat bantu

: Kamera digital merek Spectra 7

megapiksel

c. Skala pengukuran

: Interval

2. Variabel terikat : Kualitas hidup

a. Definisi

Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan sesuai dengan sistem budaya dan nilai-nilai tempat hidup dalam kaitannya dengan kepentingan, tujuan hidup, harapan, dan standar yang ingin dicapainya. Pengukuran kualitas hidup menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan skor

1 - 7 untuk setiap pertanyaan dan total skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas hidup yang buruk.

Total skor MASI = (dahi) 0,3A (D+H) + (malar kanan) 0,3A (D+H) + (malar kiri) 0,3A (D+H) + (dagu) 0,1A (D+H)

(MelasQol)

c. Skala pengukuran

: Interval

3. Variabel perancu

a. Usia

1) Definisi Usia adalah jumlah tahun hidup subjek sejak lahir sampai dengan penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini subjek yang dipakai adalah kelompok wanita usia 30 - 55 tahun.

2) Alat bantu

: Kuesioner

3) Skala pengukuran : Rasio

b. Kehamilan

1) Definisi Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan dapat menyebabkan melasma yang bersifat sementara (transient melasma). Dalam penelitian ini subjek yang dipakai adalah kelompok wanita yang tidak hamil.

2) Alat bantu

: Kuesioner

3) Skala pengukuran : Nominal

1) Definisi Penyakit kronik adalah penyakit yang berlangsung sangat lama seperti kanker, serangan jantung, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, dan sebagainya. Dalam penelitian ini subjek yang dipakai adalah kelompok wanita yang tidak menderita penyakit kronik selain melasma.

2) Alat bantu

: Kuesioner

3) Skala pengukuran : Nominal

d. Tingkat sosial ekonomi

1) Definisi Tingkat sosial ekonomi adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi. Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan atau perekonomian individu. Dalam penelitian ini, tingkat sosial ekonomi subjek dinilai berdasarkan pendapatan keluarga tiap bulan.

2) Alat bantu

: Kuesioner

3) Skala pengukuran : Nominal

Pada penelitian ini peneliti menggunakan:

1. Lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian

2. Melasma Area and Severity Index (MASI)

3. Kuesioner Melasma Quality of Life Scale (MelasQol)

4. Alat tulis

5. Kaca pembesar dengan penerangan cukup

6. Kamera digital merek Spectra 7 megapiksel

J. Cara Kerja

Cara kerja dalam penelitian ini adalah:

1. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, diminta menandatangani lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian.

2. Subjek diperiksa secara klinis dengan kaca pembesar dan penerangan cukup untuk menentukan tingkat keparahan melasma menggunakan Melasma Area and Severity Index (MASI).

3. Melakukan dokumentasi foto pada bagian yang mengalami melasma dan dikonsultasikan kepada dokter spesialis kulit dan kelamin.

4. Subjek diminta menjawab pertanyaan dalam kuesioner Melasma Quality of Life Scale (MelasQol).

5. Pengumpulan data didapat dari hasil pengisian kuesioner. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan program SPSS versi 17.0.

Penelitian ini menggunakan model analisis regresi linear berganda dengan program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 17.0. untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup dengan memperhitungkan variabel perancu yakni tingkat sosial ekonomi. Persamaan model analisis regresi linear berganda:

Keterangan: y = variabel respons (variabel dependen) yaitu variabel tidak bebas dalam

arti merupakan hasil dari pengaruh sebuah atau sejumlah variabel bebas. Dalam analisis regresi linear berganda, variabel y diukur dalam skala kontinu (kualitas hidup diukur dalam skor).

x = variabel prediktor (variabel independen) yaitu variabel bebas yang berada pada posisi sebagai prediktor terjadinya variabel y. Secara klasik variabel x diukur dalam skala kontinu, tetapi secara praktis bisa diterapkan pada semua jenis variabel.

x 1 = melasma (skor Melasma Area and Severity Index (MASI)) x 2 = tingkat sosial ekonomi (pendapatan keluarga tiap bulan)

b = koefisien regresi adalah perkiraan besarnya rata-rata perubahan yang dialami variabel y untuk setiap unit perubahan variabel x. Besarnya

y=a+b 1 x 1 +b 2 x 2

variabel x yang bersangkutan terhadap terjadinya variabel y.

b 1 = koefisien regresi melasma

b 2 = koefisien regresi tingkat sosial ekonomi

a = konstan adalah perkiraan besarnya rata-rata variabel y ketika nilai variabel xi = 0. Dengan kata lain, meskipun tanpa pengaruh suatu variabel independen, variabel y sudah memiliki suatu nilai tertentu yang konstan sifatnya.

Persamaan regresinya menjadi:

Analisis regresi linear ganda ini merupakan alat statistik yang sangat kuat untuk menganalisis hubungan antara paparan (melasma) dan efek (kualitas hidup) dengan mengendalikan pengaruh sejumlah faktor perancu potensial (tingkat sosial ekonomi). Dengan menggunakan analisis regresi linear berganda diharapkan penelitian akan lebih valid karena telah mengendalikan variabel luar/perancu (Murti, 1997).

Skor Kualitas Hidup = a + b 1 (melasma) + b 2 (tingkat sosial ekonomi)

HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian wanita yang berusia antara 30 tahun hingga 55 tahun yang didiagnosis menderita melasma di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta dan yang memenuhi persyaratan untuk diikutsertakan dalam penelitian ini adalah 30 orang, sesuai dengan rancangan penelitian. Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011.

A. Keadaan Umum Subjek

Dari hasil penelitian, diketahui rata-rata usia subjek adalah 42 tahun dengan mayoritas subjek adalah berusia 41 - 50 tahun sebanyak 15 orang (50 %), kemudian subjek yang berusia 30 - 40 tahun sebanyak 13 orang (43,3 %), dan usia > 50 tahun sebanyak 2 orang (6,7 %).

Berdasarkan status pekerjaan, mayoritas subjek adalah sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja yaitu sebanyak 21 orang (70 %), sedangkan subjek yang bekerja sebanyak 9 orang (30 %).

Berdasarkan riwayat pendidikan, mayoritas subjek pernah menempuh pendidikan baik di SD, SMP, SMA, diploma, maupun sarjana yaitu sebanyak 28 orang (93,3 %) dan yang tidak bersekolah sebanyak 2 orang (6,7 %). Distribusi subjek berdasarkan umur, status pekerjaan, dan riwayat pendidikan ditampilkan dalam tabel 4.1.

berdasarkan skor MASI (Melasma area and Severity Index) adalah 7,4. Rata-rata pendapatan keluarga pada 30 subjek adalah sekitar Rp 898.333,00 dan rata-rata skor kualitas hidup pada 30 subjek yang dinilai berdasarkan skor MelasQol (Melasma Quality of Life) adalah 25,9. Data perolehan skor MASI, pendapatan, dan skor MelasQol pada 30 subjek ditampilkan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.1 Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Subjek

No Karakteristik Subjek

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 Umur

a. 30 - 40 tahun b. 41 - 50 tahun

c. > 50 tahun

2 Status pekerjaan

a. Bekerja b. Tidak bekerja

3 Riwayat pendidikan

a. Ya b. Tidak

Tabel 4.2 Data Perolehan Tingkat Keparahan Melasma, Pendapatan, dan

Tingkat Kualitas Hidup Subjek

Minimum

Maksimum Rata-Rata MASI

Pendapatan

MelasQol

Tabel 4.3 Distribusi Subjek Berdasarkan Lama Menderita Melasma

Lama menderita melasma

5 - 10 tahun > 10 tahun

C. Tingkat Kualitas Hidup

Distribusi tingkat kualias hidup subjek berdasarkan usia, lama menderita melasma, status pekerjaan, dan riwayat pendidikan dinilai berdasarkan skor MelasQol.

Hasil penelitian menunjukkan subjek yang berusia > 50 tahun memiliki skor 43,5, skor yang lebih tinggi daripada subjek yang berusia 30-40 tahun dan 41 - 50 tahun. Berdasarkan lama menderita melasma, subjek yang telah menderita melasma selama > 10 tahun memiliki skor Hasil penelitian menunjukkan subjek yang berusia > 50 tahun memiliki skor 43,5, skor yang lebih tinggi daripada subjek yang berusia 30-40 tahun dan 41 - 50 tahun. Berdasarkan lama menderita melasma, subjek yang telah menderita melasma selama > 10 tahun memiliki skor

Tabel 4.4 Distribusi Tingkat Kualitas Hidup Subjek Berdasarkan Umur, Lama Menderita Melasma, Status Pekerjaan, dan Riwayat Pendidikan

No

Karakteristik Subjek

Skor Melasqol

1 Umur

a. 30 - 40 tahun

b. 41 - 50 tahun

c. > 50 tahun

2 Lama menderita melasma

a. < 5 tahun

b. 5 - 10 tahun

c. > 10 tahun

3 Status pekerjaan

a. Bekerja

b. Tidak bekerja

4 Riwayat pendidikan

a. Ya

b. Tidak

Dalam penelitian ini, variabel bebas yang digunakan adalah tingkat keparahan melasma dan pendapatan. Tingkat kualitas hidup subjek dinilai berdasarkan skor MelasQol dengan hasil 10 - 70, yaitu semakin tinggi skor MelasQol menunjukkan kualitas hidup yang semakin rendah.

Tingkat keparahan melasma dinilai berdasarkan skor MASI dengan hasil 0 - 48 yaitu semakin tinggi skor MASI menunjukkan semakin berat tingkat keparahan melasma. Untuk mempermudah penggunaan tabulasi silang, skor MASI diklasifikasikan menjadi 3 yaitu 0 - 15, 16 - 30, dan > 30. Mayoritas subjek menderita melasma dengan skor MASI berkisar antara 0 - 15 yaitu sebanyak 26 orang (86,7 %).

Pendapatan menggambarkan tingkat sosial ekonomi subjek. Dalam penggunaan tabulasi silang, pendapatan diklasifikasikan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) untuk Surakarta pada tahun 2011 yaitu Rp 826.252,00. Sebanyak 18 subjek (60 %) memiliki pendapatan di bawah UMR, sedangkan 12 subjek lainnya (40 %) di atas UMR. Tabel berikut ini menggambarkan distribusi tersebut.

Variabel Bebas

Skor MelasQol (Tingkat Kualitas Hidup)

Skor MASI (Tingkat Keparahan)

E. Analisis Data

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan analisis regresi linear berganda, didapatkan data sebagai berikut: Untuk kesesuaian model regresi linear dalam penelitian ini, diperoleh nilai R 2 = 0,021 menunjukkan hanya sebesar 2 % variasi-variasi dalam tingkat kualitas hidup dapat dijelaskan oleh MASI dan pendapatan. R 2

makin mendekati 100 % berarti variabel independen makin baik dalam memprediksi kejadian variabel dependen.

Untuk menguji kemaknaan hubungan antara variabel dependen dan semua variabel independen secara keseluruhan diukur dengan statistik F melalui prosedur analisis varians (ANOVA). Berdasarkan perhitungan statistik, didapatkan F keseluruhan = 0,292 dan nilai p = 0,749, Untuk menguji kemaknaan hubungan antara variabel dependen dan semua variabel independen secara keseluruhan diukur dengan statistik F melalui prosedur analisis varians (ANOVA). Berdasarkan perhitungan statistik, didapatkan F keseluruhan = 0,292 dan nilai p = 0,749,

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

No

Variabel

Konstanta MASI Pendapatan

23,762

0,215 1,518

0,488 0,777

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa subjek yang berusia > 50 tahun memiliki kualitas hidup yang lebih rendah daripada subjek yang berusia 30 - 40 tahun dan 41 - 50 tahun. Berdasarkan lama menderita melasma, subjek yang telah menderita melasma selama > 10 tahun memiliki kualitas hidup paling rendah di antara yang menderita melasma < 5 tahun dan 5 - 10 tahun. Hasil ini sesuai penelitian sebelumnya yaitu pasien wanita dengan usia lebih dari 45 tahun dan yang menderita melasma dalam waktu yang lama mempunyai kualitas hidup yang rendah (Misery et al., 2009). Berdasarkan status pekerjaan, diketahui bahwa tingkat kualitas hidup pada subjek yang tidak bekerja tidak berbeda jauh dengan subjek yang bekerja. Berdasarkan riwayat pendidikan, subjek yang pernah menempuh pendidikan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah daripada subjek yang tidak bersekolah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh subjek yang pernah menempuh pendidikan memiliki pengetahuan tentang perawatan diri dan penyakit yang mengganggu kecantikan seperti melasma, serta berinteraksi dengan banyak orang sehingga subjek memperhatikan penampilannya. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara pengetahuan dengan apa yang terjadi pada subjek, diduga hal ini menyebabkan penurunan kualitas hidup subjek.

Pada uji hipotesis, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan baik antara tingkat keparahan melasma dengan tingkat kualitas hidup, maupun antara pendapatan dengan tingkat kualitas hidup. Demikian halnya secara Pada uji hipotesis, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan baik antara tingkat keparahan melasma dengan tingkat kualitas hidup, maupun antara pendapatan dengan tingkat kualitas hidup. Demikian halnya secara

Tingkat sosial ekonomi adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi. Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan pekerjaan, karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada jaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan atau perekonomian individu yang berpengaruh pada kualitas hidup seseorang. Tidak ditemukannya hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan tingkat kualitas hidup pada penelitian ini menunjukkan subjek menilai kualitas hidup bukan berdasarkan tingkat sosial ekonomi. Berapa pun hasil yang diperoleh setiap bulan, selalu diterima dengan rasa syukur yang tinggi oleh setiap subjek sehingga tidak ada perasaan rendah diri maupun terbebani dalam kesehariannya.

Kekuatan hubungan antara tingkat keparahan melasma dan pendapatan dengan tingkat kualitas hidup yang ditunjukkan oleh R 2 sebesar 2 %, memiliki arti

bahwa tingkat kualitas hidup subjek dalam penelitian ini lebih banyak dipengaruhi oleh variabel-variabel selain tingkat keparahan dan pendapatan. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya kemungkinan disebabkan oleh

Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta sebagai lokasi penelitian ini. Sebagian besar subjek adalah ibu rumah tangga, sehingga adanya kondisi melasma tidak begitu berarti dalam kehidupan sehari-hari. Berbeda halnya dengan penderita melasma yang bekerja, terutama dengan pekerjaan yang menuntut untuk berhubungan dengan banyak orang, kondisi melasma diduga dapat menyebabkan rasa rendah diri.

Rata-rata pendapatan subjek sebesar Rp 898.333,00 menunjukkan bahwa pendapatan tiap bulan cukup untuk sehari-hari, penggunaannya tentu berdasarkan prioritas utama seperti kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak. Perawatan kulit untuk mengatasi permasalahan kulit seperti adanya kondisi melasma, tentu bukanlah prioritas utama dalam kehidupan subjek. Faktor usia turut mempengaruhi dalam hal ini. Semakin bertambahnya usia, subjek menganggap penampilan bukanlah hal yang utama. Kesehatan fisik, pendapatan, kebutuhan anak, dianggap sebagai hal-hal yang jauh lebih penting daripada hanya sekedar penampilan.

Namun yang menjadi keterbatasan penelitian ini adalah belum ditemukan kuesioner MelasQol versi Bahasa Indonesia yang telah divalidasi, sehingga penelitian ini menggunakan kuesioner MelasQol versi Bahasa Indonesia hasil terjemahan peneliti yang dikonsultasikan kepada dokter spesialis kulit kelamin dan pihak yang berkompeten dalam bidang kejiwaan.

antara melasma dengan tingkat kualitas hidup. Semakin berat tingkat keparahan melasma tidak menunjukkan kualitas hidup penderita semakin rendah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis peneliti.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara melasma dengan tingkat kualitas hidup. Semakin berat tingkat keparahan melasma tidak menunjukkan kualitas hidup penderita semakin rendah.

B. Saran

1. Perlu diadakan penerangan kepada masyarakat tentang melasma, upaya pencegahan, dan pengobatannya, terutama bagi wanita penderita melasma sehingga tidak menambah tingkat keparahan melasma.

2. Sebaiknya dilakukan penelitian serupa dengan jumlah sampel lebih banyak dan pengambilan sampel berasal dari wanita karir yang diduga sangat memperhatikan penampilan dalam keseharian untuk mencari kesesuaian hasil penelitian dengan hipotesis peneliti.

3. Untuk penelitian lebih lanjut, dapat dilakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner MelasQol versi Bahasa Indonesia.

4. Perlu diperhatikan variabel-variabel lain yang diduga mempengaruhi kualitas hidup subjek dan dapat disertakan dalam perhitungan analisis, seperti faktor usia dan lama menderita melasma.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SERBUK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) TERHADAP EMBRIOGENESIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 63

HUBUNGAN OBESITAS DAN SINDROM PRA MENSTRUASI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMAN 2 NGAWI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

0 1 83

VERSI SERIAL TV BBC TESIS Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Penerjemahan

0 0 147

ANALISIS TEKNIK, METODE, DAN IDEOLOGI PENERJEMAHAN SUBTITLE FILM BECKHAM UNWRAPPED DAN DAMPAKNYA PADA KUALITAS TERJEMAHAN TESIS

1 12 157

METODE PENCUCIAN PRODUCER GAS PADA GASIFIKASI SEKAM PADI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK OKSIDASI TERBATAS

0 0 40

DETEKSI VIRUS HEPATITIS C (HCV) PADA KOMUNITAS GIGOLO SURAKARTA BERBASIS NESTED PCR PADA REGIO E1-E2 SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 36

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN PADA PRIMIGRAVIDA USIA KEHAMILAN 36 - 40 MINGGU DENGAN LAMA PERSALINAN DI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 49

PERBEDAAN KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA PERSALINAN SEKSIO SESARIA DAN PERSALINAN SPONTAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 45

VARIABEL DETERMINAN PENGGUNAAN COTTON BUD TERHADAP INSIDENSI OTITIS EKSTERNA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 1 58

DOSIS JUS BUAH NANAS (Ananas comosus Merr.) SEBAGAI DIURESIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 55