BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament untuk Meningkatkan Kemampuan Kerjasama dan Hasil Belajar Matem

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Belajar

  Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku (Suyono, 2011: 9). Gegne (dalam Agus Suprijono, 2013: 2) mengemukakan pendapatnya, bahwa belajar adalah perubahan disposisi suatu kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Sedangkan Winkel (dalam Yatim Riyanto, 2010: 5) belajar adalah suatu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan- perubahan dalam pengetahuan –pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap.

  Menurut R. Gagne (dalam Ahmad Susanto, 2013: 1) , belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sedangkan Muhamad Surya (Pebria, 2012: 7) mendifinisikan belajar merupakan sebuah pruses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara menyeluruh, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian diharapkan untuk uaktif dalam proses belajar guna memperoleh pengalaman yang dapat merubah tingkahlaku siswa ke arah yang lebih baik dan dengan usaha yang dilakukan melalui belajar, siswa dapat membentuk dirinya untuk memahami dan mendapat pengetahuan baru.

  Berdasarkan definisi belajar menurut para ahli dapat disimpulkan, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku suatu aktivitas baik secara mental/ psikis menuju kearah yang lebih baik untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, serta memperbaiki perilaku. Seseorang yang telah

2.1.2 Hasil Belajar

2.1.2.1 Hakikat Hasil Belajar

  Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimilki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2011: 2). Makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar (Ahmad Susanto, 2013: 5). Gagne (dalam Suprijono, 201: 5), menjelaskan bahwa hasil belajar berupa hal-hal berikut: Hasil-hasil belajar meliputi: (1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis; (2) Keterampian intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang; (3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri; (4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi; (5) Sikap adalah kemampun menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

  Menurut Dimyati dan mujiono ( Kusumaningrum Prasetyani, 2013: 30), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Jadi, hasil belajar biasanya diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Dimulai dari tidak tahu menjadi tahu. Hasil belajar juga bisa diperoleh ketika tes diberikan dan kemudian diketahui angka-angka atau skor yang merupakan hasil dari belajar.

  Oemar Hamalik (Saur Tampubolon, 2014: 140) mengemukakan hasil belajar sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat

  Dari pengertian hasil belajar dari beberapa ahli dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan proses perubahan pengetahuan atau perilaku yang dilakukan dengan sengaja malalui proses belajar dengan tujuan untuk memperoleh tingkat keberhasilan yang dinyatakan dalam bentuknilai melalui evaluasi pembelajaran. Perubahan aspek tersebut meliputi aspek kognitif, afektis dan psikomotorik.

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Faktor

  • –faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, namun dapat digolongkan menjadi dua faktor yatu intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. (Slameto, 2010: 54)

  Faktor intern adalah faktor

  • – faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang timbul dari sisi individu yang sedang belajar, dapat disimpulkan sebagai berikut:

  Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor intern yang meliputi: a.

  Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh b.

  Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan.

  c.

  Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani. Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar atau bukan dari sisi individu siswa yang sedang belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar, dapat disimpulkan sebagai berikut:

  Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang meliputi: a.

  Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.

  b.

  Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung, metode belajar, tugas rumah.

  c.

  Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu dalam diri siswa (intern) dan faktor yang berasal dari luar siswa (ekstern). Kedua faktor tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa apabila mempunyai hubungan positif dalam proses pembelajaran, dan sebaliknya prestasi belajar siswa akan menurun apabila mempunyai hubungan negatif dalam proses pembelajaran.

2.1.3 Kerjasama

2.1.3.1 Hakikat Kerjasama

  Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus mampu kelakukan kerjasama dengan orang lain baik dilingkungan rumah, sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Kerjasama dilakukan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya, baik untuk memenuhi kebutuhannya atau tujuan- tujuan lain (Isjoni dalam Kusumaningrum, 2013: 24). Kerjasama atau belajar bersama adalah proses beregu (berkelompok) dimana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat (Landsberger, 2015: 5).

  Dalam kegiatan belajar mengajar diperlukan kemampuan kerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kerjasama dalam proses belajar mengajar disebut juga belajar bersama. Belajar bersama merupakan proses beregu ( berkelompok) dimana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Hal ini identik dengan definisi dari pembelajaran kooperatif. Menurut menurut Nurulhayati (Rusman, 2011: 203), pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam

  Dari pengerian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa kerjasama adalah suatu kegiatan yang dilakukan antara dua orang atau lebih secara bersama- sama dengan tujuan tertentu untuk kepentingan bersama. Dalam proses belajar mengajar hasil mufakat akan mudah tercapai jika dilakukan dengan kerjasama, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.

  2.1.3.2 Cara Mengukur Kerjasama

  Pengumpulan data hasail kerjasama siswa dapat dilakukan dengan teknik non tes yaitu dengan observasi. Observasi merupakan teknik yang dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang akan diamati (Suprijono dalam Kusumaningrum, 2013: 29).

  Observasi dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (teams game tournament). Observasi dilakukan untuk mendapatkan nilai tentang kemampuan kerjasama siswa, selain itu juga dapat mengamati proses pengajaran yang dilakukan oleh guru.

  2.1.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Kerjasama

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama kelompok menurut Kartino (2009: 1) adalah sebagai berikut.

  1. Adanya rasa percaya (trust) diantara sesama anggota.

  2. Adanya keterbukaan (Openness) diantara sesama anggota kelompok.

  3. Adanya kesempatan mengekspresekan perwujudan diri (Self Realization) bagi setiap anggota kelompok.

  4. Adanya rasa saling ketergantungan (interdependence) diantara setiap anggota dalam melaksanakan tugas masing-masing, untuk mencapai tujuan kelompok.

  Dari ke-empat faktor yang dikemukakan Kartino (2009: 1) salah satu faktor yang mempengaruhi kerjasama adalah adanya rasa saling Maka dapat diartikan bahwa pembelajaran kooperatif dapat mempengaruhi kerjasama siswa dalam sebuah pembelajaran. Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan dan siswa dapat bekerja secara produktif falam kelompok, maka siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif yaitu untuk melancarkan peranan hubungan kerjasama dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok (Trianto, 2011: 63-64).

  Keterampilan-keterampilan selama kerjasama atau kooperatif menurut Lungdren (dalam isjoni, 2011: 65) antara lain sebagai berikut.

1. Keterampilan kooperatif tingkat awal

  a) Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerjasama dalam kelompok.

  b) Menghargai kontribusi, yaitu memperhatikan yang dikerjakan oleh anggota lain.

  c) Menggambil giliran dan berbagi tugas, yaitu setiap anggota bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugasserta tanggung jawab tertentu dalam kelompok.

  d) Berada dalam kelompok, yaitu setiap anggota kelompok tetep berada dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.

  e) Berada dalam tugas, yaitu meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.

  f) Mendorong partisipasi, yaitu mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok. h) Menyelesaikan tugas dalam waktunya, yaitu bersikap menghormati terhadap perbedaan budaya, suku, ras tau pengalaman dari semua siswa. i)

  Menghormati perbedaan individu, yaitu menghormati terhadap perbedaan budaya, suku, rasa ingin tahu dari semua siswa.

  2. Keterampilan tingkat menengah Keterampilan selama kerjasama tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaandan simpati, mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya membuat ringkasan, menafsirkan, mengorganisir dan mengurangi ketegangan.

  3. Keterampilan tingkat mahir Keterampilan kerjasama pada tingkat mahir meliputi mengolaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan dan berkompromi.

  Keterampilan tingkat awal digunakan peneliti sebagai indikator untuk mengukur kerjasama siswa dalam penggunaan model kooperatif tipe teams

  game tournament (TGT) dalam pembelajaran Matematika. Keterampilan

  tingkat awal digunakan sebagai indikator untuk mengukur kemampuan kerjasama siswa karena pada penelitian ini obyek penelitian siswa SD.

2.1.4 Matematika

2.1.4.1 Hakikat Matematika

  Kata “matematika” berasal dari kata mathema dalam bahasa yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar”, juga mathematikos yang diaryikan sebagai

  “suka belajar ( Sriyanto, 2007: 12). Sujono mengemukakan pengertian matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan Menurut Russefendi (Heruman, 2007: 1) matematika merupakan bahasa simbol, ilmu deduktif, dan ilmu tentang pola keteraturan, serta struktur yang terorganisai mulai dari unsur yang tidak terdefinisi ke unsur yang terdefinisikan, ke aksioma dan akhirnya ke dalil. Menurut Wahudi dan Inawati (2009:

  5) mengemukakan bahwa “matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka- angka atau simbol”.

  Menurut Subarinah (2006) dalam Wahyudi, matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.

  Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya serta tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.

2.1.4.2 Karakteristik Matematika

  Secara umum matematika memiliki ciri-ciri sebagaimana telah disepakati bersama oleh para ahli yaitu : (Abdul Halim Fathani , 2009: 58)

  1. Memiliki Objek Kajian yang Nyata Matematika mempunyai objek kajian yang bersifat abstrak, walaupun tidak setiap yang abstrak adalah matematika. Sementara beberapa matematikawan menganggap objek matematika itu “konkret” dalam pemikiran mereka, maka kita dapat menyebut objek matematika secara lebih tepat sebagai objek mental atau pikiran. Ada empat objek kajian matematika, yaitu fakta, operasi atau relasi, konsep, dan prinsip.

  2. Bertumpu pada kesepakatan Simbol-simboldan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau konvensi yang penting. Dengan simbol dan istilah

  3. Berpola Pikir Deduktif Dalam matematika, hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif.

  Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus.

  4. Konsisten dalam sistemnya Dalam matematika, terdapat berbagai macam sistem yang dibentuk dari beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Ada sistem- sistem yang berkaitan, ada pula sistem-sistem yang dapat dipandang lepas satu dengan yang lainnya. Sistem

  • –sistem aljabar dengan sistem- sistem geometri dapat dipandang lepas satu dengan yang lainnya.

  5. Memiliki simbol yang kosong arti Secara umum, model atau simbol matematika sesungguhnya kosong dari arti. Ia akan bermakna sesuatu bila kita mangaitkannya dengan konteks tertentu. Secara umum, hal ini pula yang membedakan simbol matematika dengan simbol bukan matematika. Kosong arti dari model- model matematika itu merupakan “kekuatan” matematika, yang dengan sifat tersebut, ia bisa masuk pada berbagai macam bidang kehidupan, dari masalah teknis, ekonomi, hingga kebidang psikologi.

  6. Memerhatikan semesta pembicaraan Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol matematika, bila kita menggunakannya kita seharusnya memmerhatikan pula lingkup pembicaraannya. Lingkup atau sering disebut semesta pembicaraan bisa sembit bisa pula luas. Bila kita bebicara tentang bilangan-bilangan, maka simbol-simbol tersebut menunjukkan bilangan-bilangan pula.

  7. Karakteristik Matematika Sekolah. sehubungan dengan karakteristik umum matematika diatas, dalam dalam hal: 1) penyajian, 2) pola pikir, 3) keterbatasan semesta, dan 4) tingkat keabstrakan.

  2.1.4.3 Ruang Lingkup Matematika

  Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1.

  Bilangan 2. Geometri dan pengukuran 3. Pengolahan data

  2.1.4.4 Tujuan Pembelajaran Matematika Sekolah

  Pembelajaran matematika di SD memiliki tujuan tertentu yang tertuang di dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

  2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

  3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

  4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

2.1.4.5 Karakteristik Anak Usia SD

  Peserta didik pada usia SD, yaitu pada rentan umur 6 sampai 12 tahun merupakan tahapan perkembangan penting dan mendasar bagi perkembangan peserta didik pada tahap selanjutnya. Maka dari itu sebagai guru, perlu memahami sifat dan karakteristik peserta didik usia SD ini. Secara umum peserta didik SD memiliki empat karakteristik yaitu senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok dan senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung (Kurniawan dalam Naniek, 2012: 5-6). Sedankan Bassett, Jacka dan Logan (Naniek, 2012:7-8) mengemukakan pendapatnya tentang karakteristik pesertadidik usia sekolah dasar secara umum sebagai berikut: a)

  Mereka secara ilmiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi mereka sendiri.

b) Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira-riang.

  c) Mereka suka mengatur dirinya sendiri untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru.

  d) Mereka biasanya tergetar pereasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan.

  e) Mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi.

  f) Mereka belajar dengan cara bekerja mengobservasi, bernisiatif dan mengajar peserta didik-peserta didik lainya.

  Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa anak usia SD yaitu 6 sampai 12 tahun memiliki karakteristik suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, senang melakukan hal secara langsung, belajar dengan cara bekerja dan observasi serta terdorong untuk berprestasi.

2.1.5 Model Pembelajaran Cooperative Tipe Teams Game Tournament

2.1.5.1 Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif

  Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan guru (Agus Suprijono, 2013: 54). Menurut Slavin (dalam Etin Solihatin, 2009: 4) coopertive lerning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolabopratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

  Pada dasarnya Cooperative learning mengandung pengerian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri (Etin Solihatin, 2009: 4). Sedangkan menurut Bern dan Erickson (Kokom Komalasari, 2010: 62) mengemukakan bahwa cooperative

  

learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang

  mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan ketrampilan sosial yang bermuatan akademik (Davidson dan Warsham dalam Isjoni, 2011: 28). Salvin (dalam Isjoni, 2008: 15) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen”.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja kelompok yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif.

2.1.5.2 Unsur-unsur Pokok Model Pembelajaran Kooperatif Sanjaya 2009 ada 4 unsur pokok model pembelajaran kooperatif, yaitu 1.

  Adanya peserta dalam kelompok, 2. Adanya atuan kelompok, 3. Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan 4. Adanya tujuan ayang akan dicapai.

  a.

  Adanya Peserta dan Kelompok Peserta pembelajaran kooperatif adalah peserta para siswa yang melakukan kegiatan belajar secara kelompok. Pengelompokan siswa biasa dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, misalnya minat, bakat kemampuan akademis, dst. Pertimbangan apapun yang dipilih dalam mengelompokkan siswa, tujuan pembelajaran harus diutamakan.

  b.

  Adanya Aturan Kelompok Aturan kelompok merupakan sesuatu yang telah disepakati oleh pihak- pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik maupun siswa seabagai anggota kelompok.

  c.

  Adanya Upaya Setiap Anggota Kelompok Upaya belajar merupakan segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan baik kemampuan yang telah dimiliki, maupun kemampuan yang baru. Aktivitas belajar siswa dilakukan secara berkelompok, sehingga diantara mereka terjadi saling membelajar melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan.

  d.

  Adanya Tujuan yang Akan Dicapai Aspek tujuan dalam model pembelajaran ini dimaksudkan untuk memberikan arahan pada perencanaan, pelaksanaan, dan juga evaluasi. Dengan adanya tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami saran setiap aktivitas belajar.

2.1.5.3 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Learning.

  Pembelajaran Cooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling berhubungan. Element-elemen yang sekaligus merupakan karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: saling ketergantungan positif, interaksi tataap muka, akuntabilitas individual, dan ketrampilan hubungan antar pribadi ( Nurhadi dan Senduk dalam ika Windarti 2013). Berikut penjelasan untuk masing-masing elemen: a.

  Saling Ketergantungan Positif Saling ketergantungan positif adalah hubungan yang saling membutuhkan. Saling ketergantungan positif menutut adanya interaksi promotof yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motovasi untuk meraih hasil yang optimal, yang dicapai melalui : saling ketergantungan pencapaian tujuan, saling ketergantungan dalam mencapai tujuan, saling ketergantungan bahan atau sumber ajar, saling ketergantungan peran dan saling ketergantungan hadiah.

  b.

  Interaksi Tatap Muka Interaksi tatap muka terwujud engan adanya dialog yang dilakukan bukan hanya antara siswa dengan guru tetapi juga antara siswa dengan siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar. Fakta seperti itu dapat dibutuhkan karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesama siswa.

  c.

  Akuntabilitas Individual Pembelajaran kooperative terwujud dalam bentuk belajar secara individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa diantara mereka yang memerlukan bahan dan yang dapat memberikan bantuan.

  d.

  Keterampilan Menjaliin Hubungan antar Pribadi Dalam Pembelajaran kooperatif keterampilan menjalin hubungan antar pribadi dikembangkan. Pengetahuan kemampuan tersebut dilakukan dengan

2.1.5.4 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Game Turnament

  Team Game Tournament adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif

  yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda (Rusman, 2011: 225). Kokom Komalasari (2010: 67) mengemukakan bahwa model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan serta reinforcement.

   Menurut Slavin (2015: 166-167), langkah-langkah model pembelajaran

  TGT ada lima tahap, yaitu: tahap presentasi di kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Uraian selengkapnya sebagai berikut: 1)

  Presentasi di kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi kepada siswa terlebih dahulu yang biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung melalui ceramah.

  Selain menyajikan materi, pada tahap ini guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, serta memberikan motivasi.

  Pada saat penyajian materi, siswa harus benar-benar memperhatikan serta berusaha untuk memahami materi sebaik mungkin, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok, game dan saat turnamen akademik. Selain itu, siswa dituntut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran seperti mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan yang diajukan guru, dan mempresentasikan jawaban di depan kelas. 2)

  Tim/kelompok Setelah penyajian materi oleh guru, siswa kemudian berkumpul berdasarkan kelompok yang sudah dibagi guru. Setiap tim atau kelompok terdiri dari 3 sampai

  5 siswa yang anggotanya heterogen. Dalam kelompoknya siswa berusaha mendalami materi yang telah diberikan guru agar dapat bekerja dengan baik dan yang mengajukan pertanyaan, teman sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjawab dan menjelaskan pertanyaan tersebut. Apabila teman sekelompoknya tidak ada yang bisa menjawabnya, maka pertanyaan tersebut bisa diajukan kepada guru. 3)

  Game (permainan)

  Game dimainkan oleh perwakilan dari tiap-tiap kelompok pada meja yang

  telah dipersiapkan. Di meja tersebut terdapat kartu bernomor yang berhubungan dengan nomor pertanyaan-pertanyaan pada lembar permainan yang harus dikerjakan peserta. Siswa yang tidak bermain juga berkewajiban mengerjakan soal-soal game beserta teman sekelompoknya. 4)

  Tournament (turnamen) Turnamen biasanya dilakukan tiap akhir pekan atau akhir subbab. Turnamen diikuti oleh semua siswa. Tiap-tiap siswa akan ditempatkan di meja turnamen dengan siswa dari kelompok lain yang kemampuan akademiknya setara. Jadi, dalam satu meja turnamen akan diisi oleh siswa-siswa homogen (kemampuan setara) yang berasal dari kelompok yang berbeda.

  Meja turnamen diurutkan dari tingkatan kemampuan tinggi ke rendah. Meja 1 untuk siswa dengan kemampuan tinggi, meja 2 untuk siswa dengan kemampuan sedang. Meja 3 untuk siswa dengan kemampuan di bawah siswa-siswa di meja 2, dan seterusnya. Di meja turnamen tersebut siswa akan bertanding menjawab soal- soal yang disediakan mewakili kelompoknya.

  Soal-soal turnamen harus dirancang sedemikian rupa agar semua siswa dari semua tingkat kemampuan dapat menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Jadi, guru membuat kartu soal yang sulit untuk siswa pintar, dan kartu dengan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar.

  Siswa yang mendapat skor tertinggi akan naik ke meja yang setingkat lebih tinggi. Siswa yang mendapatkan peringkat kedua bertahan pada meja yang sama, sedangkan siswa dengan peringkat-peringkat di bawahnya akan turun ke meja

  5) Rekognisi tim (penghargaan tim)

  Huru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-msing tim akan mendapatkan sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria, yaitu rata-rata tim 40 dalam kategori tim baik, rata-rata 45 kategiri tim sangat baik dan rata-rata 50 kategori tim super.

  

2.1.5.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe

Teams Game Turnament

  Cooperative learning tipe teams games tournaments adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok

  • – kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda (Rusman, 2011: 225).

  Dalam pelaksanaan cooperative learning tipe team games tournament memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran ini yaitu:

  1. Kelebihan cooperarive learning tipe teams games tournament (TGT)

   Siswa tidak terlalu tergantung kepada guru

   Siswa lebih percaya diri untuk untuk berfikir mandiri, menemukan

  informasi dari berbagai sumber, dan belajar bersama siswa lainnya

   Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide secara verbal dan membandingkan dengan ide-ide orang lain

   Menumbuhkan sikap respon terhadap orang lain

   Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar

   Meningkatkan prestasi akademik dan kemampuan sosial,  Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan

  mengubah belajar abstrak menjadi nyata

  2. Kekurangan Model cooperative learning tipe teams games tournaments

   Siswa yang memiliki kemampuan lebih akan merasa terhambat oleh siswa yang berkemampuan kurang.

   Memerlukan kerja keras dalam memadukan kemampuan individu siswa dengan kerjasamanya menciptakan kondisi saling memberi pemahaman antar siswa, bisa timbul pemahaman yang berbeda dengan apa yang diharapkan

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian yang dialakukan oleh Pebria Dheni Purnasari yang berjudul: “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Cooperative Tipe Teams

  

Game Tournament (TGT) Pokok Bahasan Pecahan pada Siswa Kelas IV SD

  Negeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo Tahun

  Pelajaran 2011/2012” Menunjukkan adanya perubahan yaitu adanya peningkatan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SDNegeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo Tahun Pelajaran 2011/2012 nilai rata-rata kelas pada pra siklus 63,33 dengan persentase ketuntasan sebesar 58 % sedangkan pada siklus I nilai rata-rata hasil tes Matematika meningkat menjadi 87,27 dengan persentase ketuntasan 91,67 % dan pada Siklus II nilai rata-rata tes Matematika adalah 91,25 dengan persentase ketuntasan mencapai 100%.

  Ika Windarti melakukan penelitian yang berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournamen (TGT) Berbantu Pohon Pintar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Negeri Berlang Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014”.

  Menunjukkan adanya peubahan yaitu adanya peningkatan hasil belajar, pada pra siklus nilai rata-rata 59,5, siklus I menjasi 66,25 dan siklus II menjadi 76,5. Dari pra siklus siswa yang tuntas baru 24 atau 60% setelah dilakukan penelitian tindakan kelas siklus I yang tuntas menjadi 28 atau 70%, sedangkan yang belum tuntas 12 siswa atau 30%, pada siklus II siswa mengalami ketuntasan berjumlah 36 siswa atau 85 %, sedangkan belum tuntas 6 siswa atau 15%.

  Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Berbantuan LKS Siswa Kelas V Semester II Di SD Negeri 2 Candiroto Tahun 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal, data yang diperoleh dari 25 siswa bahwa rata-rata kerjasama siswa adalah 66.33, nilai tengah 66.67, dengan standar deviasi 4.34. Nilai terendah yaitu 58.33 dan nilai tertinggi 75.00. Setelah dilaksanakan tindakan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan LKS dalam pembelajaran, pada siklus I rara-rata kerjasama siswa naik menjadi 75.22, nilai tengah 75.00, dengan standar deviasi 1.93. Nilai terendah yaitu 72.22 dan nilai tertinggi 79.63. Dari keseluruhan kegiatan pembelajara siklus I yang diterapkan berdasarkan hasil observasi kerjasama memperoleh sekor rata-rata 75.00. dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantu LKS pada siklus I rata- rata kelas lebih dari 75.00 sesuai dengan indikator keberhasilan.

  Berdasarkan analisi kajian yang pernah dilakukan peneliti di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe teams

  

game tournament pada proses pembelajaran, dapat meningkatkan kerjasama dan

  hasil belajar. Dengan analisis tersebut, maka dalam penelitian ini akan menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe teams game tournament.

  2.3 Kerangka Berfikir Keberhasilan proses pembelajaran juga didukung oleh penggunaan model atau metode pembelajaran yang tepat, sesuai muatan pelajaran, materi dan kondisi siswa secara keseluruhan, selain oleh kemampuan siswa itu sendiri. Selain itu dalam pembelajaran guru harus dapat mengaktifkan siswa, agar interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa atau siswa dengan guru dapat berjalan dengan baik.

  Dengan menerapkan metode kooperatif tipe Teams Game Turnament pembelajaran akan lebih menyenangkan dan bermakna dalam pembelajaran Matematika di kelas V SDN Kutowinangun 11 Salatiga, Karena siswa yang positif antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dan diharapkan terjadi peningkatan hasil belajar.

  • Kemampuan Kerjasama Rendah - Hasil Belajar siswa rendah Kondisi Siklus I Penggunaan model kooperatif tipe TGT
  • Kemampuan Kerjasama meningkat
  • Hasil Belajar siswa meningkat Siklus I I Penggunaan model kooperatif tipe TGT lebih disempurnakan Metode pembelajaran kurang bervariasi/ monoton
  • Kemampuan Kerjasama dan hasil belajar lebih besar dari KKM

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

2.4 Hipotesis Penelitian

  Penggunaan Model Kooperatif tipe Teams Game Tournament diduga dapat meningkatkan:

  1. Kemampuan kerjasama pada siswa Kelas V SDN Kutowinangun 11 kecamatan Tingkir Salatiga.

  2. Hasil belajar Matematika pada siswa Kelas V SDN Kutowinangun 11 kecamatan Tingkir Salatiga.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Eksperimen Berbantuan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pe

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Eksperimen Berbantuan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pe

0 0 19

36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan

0 0 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Eksperimen Berbantuan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pe

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Eksperimen Berbantuan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pe

0 3 113

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Kuis untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Sampetan Ke

0 0 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar dan Hasil Belajar 2.1.1.1 Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Kuis untuk Meningkatkan Ha

0 0 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Kuis untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Kuis untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Semester

0 0 52

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Kuis untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Semester

0 0 21