2015 Burung Pemangsa di Pulau Rambut

Laporan Praktikum
MK. Ekologi dan Konservasi Satwaliar

Burung Pemangsa di Pulau Rambut: Telaah Singkat
Mengenai Ekologi dan Status Konservasi

Disusun Oleh:
Febiola Diah Pratiwi
Feri Irawan

E351124061
E351140061

Koodinator Mata Kuliah:
Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan

2014

Pendahuluan
Pulau Rambut merupakan salah satu pulau di gugusan pulau di Kepulauan
Seribu, Teluk Jakarta. Pulau ini ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1939 dan
mengalami perubahan status menjadi suaka margasatwa pada tahun 1999
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor
275/Kpts-II/1999. Penetapan pulau ini sebagai kawasan konservasi merupakan
langkah yang tepat mengingat kawasan ini digunakan oleh berbagai jenis burung
untuk berkembangbiak, terutama oleh burung air (merandai). Beberapa jenis
diantaranya adalah jenis-jenis burung yang dilindungi, seperti bangau bluwok
(Mycteria cinerea) dan anggota suku Ardeidae (Imanuddin dan Mardiastuti 2003).
Berbagai kegiatan penelitian dan wisata terbatas dapat dilakukan di Suaka
margastawa Pulau Rambut. Sebagai contoh kegiatan rutin yang dilakukan oleh
mahasiwa Institut Pertanian Bogor berupa kegiatan praktek mata kuliah yang
relevan. Kegiatan tersebut dapat membantu pihak pengelola dalam hal
menyediakan data dan informasi terkini berkenaan dengan potensi sumberdaya
hayati, permasalahan yang dihadapi bahkan mungkin memberikan alternatif solusi
guna mencapai pengelolaan kawasan yang efektif.
Oleh sebab itu, telaah singkat dilakukan selama dua hari dalam rangka

pemantauan berkala kondisi keanekaragaman hayati di SM Pulau Rambut.
Kunjungan dan pengamatan satwaliar di SM Pulau Rambut memiliki tujuan untuk:
1. Mengumpulkan data terkini berkenaan kekayaan jenis satwaliar yang
terdapat di SM Pulau Rambut secara umum, khususnya jenis-jenis burung
pemangsa;
2. Menelaah secara singkat aspek ekologi dan konservasi burung pemangsa
(raptor) di SM Pulau Rambut;
Kegiatan ini diharapkan dapat membantu pihak pengelola dalam hal
pemutakhiran data dan informasi mengenai kekayaan jenis satwaliar di SM Pulau
Rambut serta memberikan tambahan pengetahuan terkait aspek ekologi dan
konservasi burung pemangsa.

Metodololgi
Lokasi pengamatan
Pulau Rambut merupakan salah satu dari 108 pulau yang berada di perairan
Teluk Jakarta dengan jarak terdekat sekitar tiga kilometer dari Pantai Tanjung Pasir,
Tangerang, Provinsi Banten. Pulau Rambut secara geografis berada pada koordinat
106o41’30” BT dan 5,5o57”LS. Pulau Rambut ditetapkan sebagai Suaka
Margasatwa berdasarkan SK Menhutbun Nomor 275/Kpts-II/1999 dengan luas 90
hektar yang mencakup wilayah terestrial dan perairan di sekitarnya. Kawasan ini

merupakan habitat utama bagi perlindungan berbagai jenis burung air di Teluk
Jakarta.
1

Kondisi fisik pulau umumnya landai dengan ketinggian berkisar antara 0 –
1,75 meter dari permukaan laut. Tipe formasi hutan yang terdapat di pulau ini terdiri
dari hutan mangrove, hutan pantai dan hutan campuran. Hutan mangrove dapat
dijumpai hampir di seluruh bagian pantai. Hutan pantai terdapat di bagian selatan
sedangkan hutan campuran berada di bagian tengah pulau.

Pengumpulan dan analisa data
Pengamatan keberadaan jenis burung pemangsa dilakukan pada tanggal 6 – 7
Desember 2014. Pengamatan pada tanggal 6 Desember 2014 dilakukan pada pukul
10.30 hingga 18.00 WIB. Pengamatan di hari kedua dilakukan pada pukul 5.30
hingga 10.30 WIB. Metode pengamatan yang digunakan adalah metode jelajah dan
vantage point (Bibby dkk. 2000).
Metode jelajah dengan menyusuri sepanjang pantai dan jalur pengamatan
yang tersedia dilakukan untuk memperoleh gambaran umum mengenai tipe habitat,
struktur dan komposisi vegetasi serta jenis satwaliar yang dijumpai. Pencatatan
jenis satwaliar menggunakan teknik daftar kehadiran (present-absent) yang dapat

berbeda antar pengamat. Metode Vantage Point menggunakan menara pengamatan
pada bagian tengah pulau dipilih untuk mengamati dan mengumpulkan data
perilaku, penyebaran, dan penggunaan ruang oleh burung pemangsa yang dijumpai.
Identifikasi jenis burung yang dicatat mengacu pada buku panduan lapangan
burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon dkk. 1998).
Selain itu, pengumpulan data sekunder dari berbagai pustaka yang relevan juga
dilakukan. Beberapa dokumentasi terkait kegiatan ini juga kami kumpulkan untuk
melengkapi hasil pengamatan. Seluruh hasil pengamatan yang diperoleh ditabulasi
menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013 dan dianalisa secara
deskriptif.

Hasil dan Diskusi
Kondisi Umum Habitat SM Pulau Rambut
Kondisi topografi Pulau Rambut umumnya landai dengan subtrat utama
batuan karang yang ditutupi oleh lapisan lapukan biologis bercampur lumpur dan
pasir. Pulau ini termasuk daerah dengan tipe iklim C (Schmidt dan Ferguson).
Musim kering dimulai pada bulan Mei hingga Oktober sedangkan bulan-bulan
basah dengan rata-rata curah hujan per bulan lebih dari 100 mm berlangsung pada
bulan Oktober hingga Maret. Suhu maksimum berkisar antara 31,2o-36,8oC
sedangkan suhu minimum rata-rata berada pada kisaran 22,8oC-23oC (Imanduddin

dan Mardiasturi 2003).
Kondisi perairan di sekitar Pulau Rambut pada saat kegiatan ini berlangsung
menunjukkan tanda-tanda terjadinya musim barat. Menurut penuturan petugas
setempat, umumnya musim angin barat terjadi pada bulan Desember hingga
Februari. Pada periode tersebut gelombang laut di sekitar Pulau Rambut dapat
mencapai 1,5 – 2 meter yang disertai oleh hujan dan angin yang kencang.

2

Secara umum tipe vegetasi hutan yang terdapat di Pulau Rambut dapat
dikelompokkan menjadi hutan pantai, hutan mangrove dan hutan campuran. Tipe
vegetasi hutan pantai dapat dijumpai pada bagian selatan pulau yang memiliki
subtrat tanah berpasir. Beberapa jenis tumbuhan berkayu yang dijumpai antara lain:
waru laut (Thespesia populnea), cemara laut (Casuarina equisetifolia), waru
(Hibiscus tilliaceus), akasia (Acacia auriculiformis), centigi (Pemphis acidula), dan
trumtum (Lumnitzera racemora).
Vegetasi hutan mangrove terletak di bagian timur laut, utara dan barat laut
pulau yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Adapun beberapa jenis
mangrove yang tercatat selama pengamatan antara lain: bakau (Rhizophora
mucronata), bola-bola (Xylocarpus granatum), jangkar (Rhizophora apiculata),

tanjang (Brugruiera gymnorrhiza), api-api (Avicennia officinalis), buta-buta
(Excoecaria agallocha), dan centigi (Pemphis acidula). Vegetasi hutan mangrove
memiliki peran penting dalam mendukung perkembangbiakan berbagai jenis
burung merandai (Ardeidae dan Anhingidae).
Pada bagian tengah pulau terdapat tipe vegetasi hutan campuran yang tumbuh
pada subtrat tanah yang bercampur lapukan organik (serasah), lumpur dan pasir.
Adanya semak belukar, liana dan pohon-pohon yang tinggi menjadi ciri hutan
campuran yang ada di Pulau Rambut. Berikut beberapa jenis pohon yang
teridentifikasi pada saat kegiatan ini: asam jawa (Tamarindus indica), kepuh
(Sterculia foetida), mindi (Melia azederach), kedoya (Disoxylum sp.), mengkudu
(Morinda citifolia), kayu hitam (Diospyros mauritima), kesambi (Schleichera
oleosa), jambu-jambuan (Ixora gradifolia), beringin (Ficus benjamina), melinjo
(Gnetum gnemon), jati pasir (Guettarda speciosa) dan sawo kecik (Manilkara
kauki). Pohon-pohon yang tinggi, seperti kepuh, kesambi dan beringin digunakan
berbagai jenis burung terestrial (pergam laut, kepudang kuduk-hitam, sesap madu,
kerak kerbau, kucica kampung) sebagai lokasi mencari pakan dan bersarang. Selain
itu, elang-laut perut-putih dan kalong juga teramati menggunakan pohon yang
tinggi sebagai lokasi bertengger dan beristirahat. Jenis burung air dari keluarga
pecuk (Phalacrocoracidae) juga teramati menggunakan pohon kepuh sebagai lokasi
bersarang.


Kekayaan Jenis Satwaliar Di SM Pulau Rambut
Jenis satwaliar yang terdapat di Pulau Rambut didominasi oleh jenis burung,
terutama jenis burung air. Selama kegiatan ini berlangsung tercatat setidaknya 34
jenis burung yang mencakup 13 jenis burung air (merandai), 16 jenis burung
terestrial, 4 jenis burung laut dan 1 jenis burung pantai (lihat Tabel 1.). Jenis
satwaliar lain yang tercatat antara lain: kalong (Pterous vampyrus), tikus (belum
teridentifikasi), biawak air asia (Varanus salvator), ular cincin mas (Boiga
dendrophila), kadal (Eutropis multifasciata), bunglon (belum teridentifikasi), tokek
(Gecko gecko), dan cicak (Cyrtodactylus sp.).

3

Tabel 1. Daftar jenis burung yang dijumpai di SM Pulau Rambut selama dua hari
pengamatan menggunakan teknik pencatatan present-absent.
No.
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Suku
Ciconiidae
Threskiornithidae
Ardeidae
Ardeidae
Ardeidae
Ardeidae
Ardeidae
Ardeidae

Ardeidae
Fregatidae
Fregatidae
Phalacrocoricidae
Phalacrocoricidae
Anhingidae
Falconidae
Accipitridae
Rallidae
Scolopacidae
Laridae
Laridae
Columbidae
Columbidae
Apodidae
Alcedinidae
Alcedinidae
Picidae
Acanthizidae
Artamidae

Oriolidae
Sturnidae
Muscicapidae
Nectariniidae
Nectariniidae
Estrildidae

Nama Ilmiah
Mycteria cinerea
Plegadis falcinellus
Bubulcus ibis
Egretta garzetta
Egretta sacra
Nycticorax nycticorax
Ardea cinerea
Ardea purpurea
Casmeradius albus
Fregata andrewsi
Fregata ariel
Phalacrocorax niger
Phalacrocorax sulcirostris
Anhinga melanogaster
Falco peregrinus
Haliaeetus leucogaster
Amaurornis phoenicurus
Actitis hypoleucos
Sterna bengalensis
Sterna bergii
Stigmatopelia chinensis
Ducula bicolor
Collocalia linchi
Todiramphus chloris
Alcedo coerulescens
Dendrocopos moluccensis
Gerygone sulphurea
Artamus leucorynchus
Oriolus chinensis
Acridotheres cinereus
Copsychus saularis
Anthreptes malacensis
Nectarinia jugularis
Lonchura punctulata

Nama lokal
Bangau bluwok
Ibis roko-roko
Kuntul kerbau
Kuntul kecil
Kuntul karang
Kowak-malam abu
Cangak abu
Cangak merah
Kuntul besar
Cikalang chrismas
Cikalang kecil
Pecuk-padi kecil
Pecuk-padi hitam
Pecuk-ular asia
Alap-alap kawah
Elang-laut perut-putih
Kareo padi
Trinil pantai
Dara-laut benggala
Dara-laut jambul
Tekukur biasa
Pergam laut
walet linci
Cekakak sungai
Raja-udang biru
Caladi tilik
Remetuk laut
Kekep babi
Kepudang kuduk-hitam
Kerak kerbau
Kucica kampung
Sesap-madu kelapa
Sesap-madu sriganti
Bondol peking

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa, terdapat 13 jenis burung yang dilindungi, yakni
cekakak sungai, raja-udang biru, sesap-madu kelapa, sesap-madu sriganti, elanglaut perut-putih, alap-alap kawah, pecuk-ular asia, cikalang chrismast, bangau
bluwok, ibis rokoroko, kuntul kerbau, kuntul kecil dan kuntul karang. Selain itu,
dua jenis diantaranya berstatus terancam punah merujuk pada kriteria keterancaman

4

populasi yang ditetapkan oleh IUCN tahun 2013, yakni cikalang chrismast
(kritis/critically endangered) dan bangau bluwok (genting/endangered). Kondisi
ini semakin memperkuat peranan penting ekosistem Pulau Rambut sebagai lokasi
pelestarian burung, khususnya burung-burung merandai.

Jenis Burung Pemangsa
Keberadaan burung pemangsa pada suatu habitat erat kaitannya dengan
mekanisme rantai makanan. Burung pemangsa berada di puncak tropik rantai
makanan yang berfungsi mengendalikan dan menyehatkan populasi mangsa.
Burung pemangsa yang pernah tercatat di Pulau Rambut yakni elang bondol
(Haliastur indus) dan elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster). Pada
kunjungan kali ini, alap-alap kawah (Falco peregrinus) merupakan catatan baru di
Pulau Rambut namun selama pengamatan elang bondol tidak kami temukan.
Telaah singkat mengenai aspek ekologi burung pemangsa yang dapat
dikumpulkan selama pengamatan hanya pada elang-laut perut-putih saja. Aspek
ekologi yang dikumpulkan berupa ciri morfologi, perilaku, penggunaan habitat dan
pernyebaran di Pulau Rambut.
Elang bondol (Haliastur indus)
Selama pengamatan berlangsung, kami tidak menemukan jenis ini. Elang
bondol pernah tercatat pada kegiatan serupa pada tahun-tahun sebelumnya
meskipun peluang kehadiran jenis ini di Pulau Rambut belum dikaji lebih lanjut
(Mustari kom.pers.). Jenis ini cenderung mengalami penurunan populasi yang
drastis di Pulau Jawa akibat hilangnya habitat, perburuan dan pencemaran (van
Balen 1998).
Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster)
Kami mencatat terdapat setidaknya 3 individu elang-laut yang menghuni
Pulau Rambut selama pengamatan berlangsung. Satu individu dewasa dan remaja
tercatat pada tanggal 6 Desember 2014. Individu dewasa tercatat ketika sedang
terbang meluncur dan bertengger sambil melakukan panggilan suara sedangkan
individu remaja hanya terlihat pada saat sedang soaring dan terbang meluncur di
bagian tenggara pulau.
Pada pengamatan hari berikutnya tercatat dua individu dewasa. Keduanya
ditemukan sedang bertengger di pohon kepuh (Sterculia foetida) yang berada di
bagian baratdaya pulau sekitar 120 meter dari menara pengamatan. Kami
mengasumsikan bahwa salah satu dari dua individu yang tercatat pada hari kedua
adalah individu yang sama dengan individu dewasa pada hari sebelumnya (6
Desember).
Alap-alap kawah (Falco peregrinus)
Satu ekor alap-alap kawah teramati sedang terbang meluncur di atas vegetasi
mangrove di pantai bagian barat laut Pulau Rambut. Awalnya, kami hanya dapat
mengidentifikasi jenis ini sebagai jenis alap-alap namun pengamatan selanjutnya
kami dapat pastikan bahwa jenis yang dimaksud adalah alap-alap kawah.
Keberadaan jenis ini di Pulau Rambut belum pernah tercatat pada kegiatan serupa
5

pada tahun-tahun sebelumnya sehingga kuat dugaan jenis ini bukanlah jenis
penetap di Pulau Rambut.

Aspek Bio-ekologi Elang-laut perut-putih
Morfologi
Elang-laut perut-putih merupakan salah satu anggota suku accipiteridae
(elang). Jenis ini memiliki panjang tubuh sekitar 70-85 cm dengan kombinasi warna
bulu yaitu putih, abu-abu dan hitam. Individu dewasa berwarna putih pada leher,
kepala dan bagian bawah tubuh, bagian atas berwarna abu-abu kebiruan. Pada
sayap, punggung dan ekor berwarna abu-abu, bulu primernya hitam. Memiliki
warna iris mata coklat. Kuku, paruh dan sera berwarna abu-abu. Tungkai tanpa bulu
dan kaki berwarna abu-abu. Rentang sayap pada individu dewasa berkisar antara
178-218 cm sesuai untuk terbang melayang karena elang laut perut putih sering
menghabiskan waktunya untuk terbang melayang mencari mangsa. Berat tubuh
jantan 1,8 - 2,9 kg dan betina 2,5 – 3,9 kg. Perbedaan jenis kelamin jantan dan
betina sulit dibedakan. Ummnya ukuran tubuh dewasa di alam rata-rata jantan
relatih lebih kecil dari betina (sekitar 70- 75 cm) sedangkan betina rata-rata diatas
85 cm (Beehler et. al., 2001; MacKinnon et al. 1998; Prawiradilaga et al. 2003).
Pada remaja bagian tubuh berwarna putih berganti dengan warna coklat pucat
dan bagian tubuh berwarna abu-abu berganti coklat gelap, warna bulu badan coklat
berbintik berwarna pucat; tanpa abu-abu dan putih; kadang-kadang dengan warna
dada yang gelap. Dari bawah, terlihat warna coklat pucat pada sayap dan bulu
primer/bulu terbang berwarna hitam; ekor berwarna pucat dengan ujung ekornya
berwarna hitam dan berbentuk baji.

Penyebaran dan Status Populasi
Menurut Mackinnon et al. (1998), elang-laut perut-putih tersebar secara umum (br:
berbiak; v: pengunjung) mulai dari Australia (br), Bangladesh (br), Brunei
Darussalam (br), Cambodia (br), China (br), Christmas Island (v), Hong Kong,
China (br), India (br), Indonesia (br), Lao People's Democratic Republic (br),
Malaysia (br), Myanmar (br), Papua New Guinea (br), Philippines (br), Singapore
(br), Sri Lanka (br), Taiwan, Province of China (v), Thailand (br), Timor-Leste, dan
Vietnam (br).
Haliaeetus leucogaster merupakan salah satu jenis burung pemangsa yang
tersebar luas di seluruh wilaayah Indonesia. Jenis ini termasuk satwa yang
dilindungi oleh negara merujuk pada Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan
Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta
Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Meskipun demikian masih banyak terjadi perburuan dan perdagangan merupakan
ancaman serius bagi kelestarian jenis ini di tingkat lokal. Selain itu, rusak atau
hilangnya habitat dan penggunaan pestisida juga merupakan ancaman bagi
kelangsungan hidup burung ini di alam mengingat jenis ini sebagai top predator
dalam tropik rantai makanan.

6

Status elang-laut perut-putih menurut kriteria IUCN (IUCN Red List 2007)
Least concern dengan perkiraan populasi 10.000-100.000 individu dengan luas
daerah penyebaran global seluas 1.000.000-10.000.000 km2. Trend jumlah populasi
global belum terukur namun terdapat indikasi mulai terjadi penurunan jumlah
populasi pada lokasi tertentu. Berdasarkan CITES, elang-laut perut-putih
dikategorikan Appendix II.

Gambar 1. Peta penyebaran populasi elang-laut perut-putih
Perilaku dan Penggunaan Habitat
Elang-laut perut-putih diketahui tinggal menetap dan umumnya ditemui di
daerah pantai, danau besar, dan sungai secara berkelompok maupun sendirian. Pada
saat terbang, umumnya melayang dan meluncur dengan posisi sayap membentuk
huruf V dengan kepakan pelan tapi kuat. Perilaku yang sering dilakukan yaitu
bertengger dengan sangat tegak pada pohon di pinggir perairan, di daerah karang,
atau di atas bagan-bagan. Sarangnya kokoh dibuat dipohon-pohon yang tinggi
terbuat dari cabang dan ranting, yang bisa digunakan selama bertahun-tahun dengan
musim kawin berkisar pada bulan Mei sampai dengan Oktober (MacKinnon et al.
1998; Prawiradilaga et al. 2003).
Selain terbang melayang dan meluncur, elang-laut perut-putih yang diamati
di SM Pulau Rambut sering melakukan aktivitas istirahat dengan bertengger di
pohon kepuh. Pohon kepuh dipilih sebagai lokasi bertengger karena pohon tersebut
merupakan pohon tertinggi di kawasan tersebut. Kondisi ini juga memberikan
keuntungan bagi elang-laut perut-putih dalam mengintai mangsa. Hal ini sesuai
dengan peran spesies tersebut sebagai top predator. Karakteristik pohon kepuh
yang memiliki tajuk lebat dimanfaatkan oleh elang laut perut putih sebagai srategi

7

bersenbunyi dari mangsa. Pemilihan pohon kepuh yang rimbun juga digunakan
elang laut perut putih untuk berlindung dari panas dan hujan.
Perilaku berburu mangsa dan jenis pakan tidak teramati dalam kunjungan
namun beberapa pustaka menyebutkan bahwa jenis pakan elang-laut perut-putih
bervariasi. Beberapa jenis ikan baik ikan laut maupun ikan air tawar, reptilia seperti
ular, kura-kura maupun penyu kecil serta burung air seperti penggunting laut,
petrel, camar, cikalang, pecuk dan cangak (MacKinnon et al. 1998; Prawiradilaga
et al. 2003).
Elang-laut perut-putih di sekitar Pulau Pambut diketahui memiliki wilayah
jelajah di sepanjang kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan
sekitarnya. Menurut Purwanto & Gunawan (2007) di TNKpS dan sekitarnya
terdapat sekitar 11 pasang elang-laut perut-putih, ditemukan 7 sarang yang dapat
dipastikan keberadaan sarangnya dan selebihnya belum diketahui keberadaan
sarangnya. Dari 7 sarang yang diketahui, 3 di antaranya berada di luar Kawasan
Taman Nasional Kepulauan Seribu, yaitu Pulau Bokor, Pulau Rambut dan Pulau
Bidadari. Sedangkan empat sarang lainnya berada di Pulau Yu, Pulau Dua, Pulau
Pantara dan Pulau Jagung. Tinggi sarang elang-laut perut-putih di Pulau Yu sekitar
35 m dari tanah dan berada pada strata atas pohon cemara laut (Casuarina
equisetifolia) yang tingginya 40 m dan berjarak 20 m dari pantai (Purwanto &
Gunawan 2007).
Populasi
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah individu elang-laut perut-putih yang
tercatat sebanyak 3 ekor dengan komposisi dua dewasa dan satu remaja. Penelitian
yang dilakukan oleh Purwanto dan Gunawan (2007) juga melaporkan bahwa
populasi elang-laut perut-putih di SM Pulau Rambut diperkirakan sebanyak 3 ekor
dengan komposisi 1 jantan, 1 betina, dan 1 anakan. Hal ini dapat menjadi indikasi
bahwa daya dukung habitat di SM Pulau Rambut hanya dapat memenuhi kebutuhan
hidup tiga ekor elang-laut perut-putih. Dengan demikian, jika terjadi penambahan
jumlah anggota dalam populasi maka diasumsikan sebagai anggota populasi akan
melakukan dispersal (pergerakan) untuk menemukan lokasi baru.

Konservasi Elang-laut perut-putih
Untuk meningkatkan upaya konservasi burung pemangsa/elang yang ada di
SM Pulau Rambut dengan mempertimbangkan aspek ekologinya, maka upaya
konservasi yang dapat diterapkan antara lain:
1. Melakukan pemetaan populasi dan distribusi elang laut perut putih di seluruh
bentang alam Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan Pulau Jawa secara
akurat dan mengkaji secara komprehensif status populasi elang-laut perut-putih.
2. Perlindungan pohon sarang dan sarang pada musim berbiak harus lebih intensif
dengan melibatkan beberapa pihak/lembaga dan masyarakat.
3. Patroli kawasan harus mulai dilakukan mengingat masih banyaknya pencurian
anakan dan penangkapan elang laut dengan menggunakan alat pancing ikan
oleh nelayan.
8

4. Memperkuat kerjasama dengan pemkab dan aparat penegak hukum (Balai
KSDA, Polri, dan kejaksaan) untuk mendukung proses hukum kejahatan
terhadap elang-laut perut-putih
5. Pelatihan berkala teknik pemantauan dan konservasi elang-laut perut-putih.
6. Membangun visi, misi dan kepentingan bersama di antara pelaku konservasi
elang-laut perut-putih, pemerintah daerah, LSM, lembaga penelitian, para
pengusaha dan stakeholder terkait
7. Pengembangan program kemitraan konservasi elang-laut perut-putih di antara
pelaku industri, pemerintah, LSM dan akademisi di tingkat lokal dalam
pengawasan dan pelaksanaannya agenda konservasi elang laut perut putih.
8. Memperkuat penegakan hukum di luar kawasan konservasi melalui
peningkatan efektivitas kerja BKSDA sebagai otoritas tunggal yang
bertanggung jawab terhadap konservasi elang-laut perut-putih di luar kawasan
konservasi bekerjasama dengan para pihak.
9. Melakukan sosialisasi program konservasi elang-laut perut-putih serta
pendidikan dan penyadartahuan secara berkala.
10. Melakukan pengembangan media pendidikan untuk membangun kesadaran
masyarakat luas terhadap konservasi elang-laut perut-putih dengan membangun
fasilitas dan infrastruktur pusat pendidikan dan konservasi alam di daerah.
11. Pembuatan publikasi kegiatan di media nasional dan lokal.

Kesimpulan
Kunjungan singkat ke Pulau Rambut selama dua hari berhasil mencatat
setidaknya 35 jenis burung, 2 jenis mamalia, dan 5 jenis reptil. Beberapa jenis
satwaliar yang dijumpai merupakan jenis yang sebelumnya belum tercatat seperti
alap-alap kawah (Falco peregrinus), kadal (Eutropis multifasciata), bunglon, tikus,
cicak (Cydactylus sp.). Dua jenis burung pemangsa tercatat dalam kunjungan ini
yakni elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster) yang merupakan jenis
penetap dan alap-alap kawah (Falco peregrinus) yang diduga kuat adalah jenis
pengunjung pada waktu tertentu.
Elang-laut perut-putih merupakan jenis burung pemangsa yang diduga kuat
memanfaatkan SM Pulau Rambut sebagai lokasi berbiak. Terdapat tiga individu
yang tercatat yakni dua dewasa (kemungkinan jantan dan betina) dan satu remaja.
Elang-laut perut-putih sebagai top preadator sangat tergantung dengan ketersedian
pohon yang menjulang tinggi, untuk bertengger, mengintai mangsa dan
membangun sarang. Pohon kepuh (Sterculia foetida) diketahui sebagai pohon yang
digunakan oleh elang-laut perut-putih sebagai lokasi tenggeran sehingga
keberadaan pohon ini di SM Pulau Rambut perlu dilestarikan.

9

Serangkaian penelitian lanjutan mengenai parameter demografi elang-laut
perut-putih masih sangat perlu dilakukan. Selain itu, komitmen para pihak yang
terkait juga perlu diperkuat dengan peningkatan kapasitas staf berwenang, pelibatan
masyarakat setempat, dan koordinasi dengan pemerintah setempat guna
mendukung upaya pelestarian kawasan SM Pulau Rambut sebagai lokasi
perlindungan kekayaan jenis hayati Indonesia.

Daftar Pustaka
Beehler, B. M., Angle, J. P., Gibbs, D., Hedemark, M. and Kuro. D. 2001. A field
survey of the resident birds of southern New Ireland. In: B.M. Beehler and
L.E. Alonso (eds), Southern New Ireland, Papua New Guinea: A
Biodiversity Assessment. Rap Bulletin of Biological Assessment 21.
Bibby C, Martin J, Stuart M. 2000. Teknik-Teknik Lapangan Survei Burung.
Bogor: BirdLife Indonesia Programme.
Imanuddin, Mardiastuti A. 2003. Ekologi Bangau Bluwok Mycteria cinereai di
Pulau Rambut, Jakarta. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB-Disney Wildlife Conservation & Wildlife Trust,
USA.
MacKinnon J, Phillipps K, van Balen B. 1998. Seri Panduan Lapangan Burungburung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor: Birdlife
International- Indonesia Programme – Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biologi LIPI.
Maulina Nurikasari. 2006. Studi tentang aktivitas harian elang laut perut putih
(haliaeetus leucogaster) dalam kandang rehabilitasi di pusat penyelamatan
satwa petungsewu (PPSP) Malang [Tesis]. University of Muhammadiyah
Malang.
Prawiradilaga M. Dewi, Tatsuyoshi Murate, Anwar Muzakir, Takehiko Inoue,
Kuswandono, Adam A. Supriatna, Desi Ekawati, M. Yayat Afianto,
Hapsoro, Toshiki Ozawa, and Noriaki Sakaguchi. 2003. Panduan Survei
Lapangan dan Pemantauan Burung Pemangsa (A Guide to Raptor Field
Survey and Monitoring). Biodiversity Conservation Project – JICA.
Purwanto AA, Gunawan. 2007. Distribution and home range of White Bellied Sea
Eagle (Haliaeetus leucogaster J.M.Gmelin, 1788) at The National Marine
Park of Kepulauan Seribu, Jakarta, Indonesia. International Animal
Rescue Indonesia.

10