hubungan konflik peran ganda dengan psyc

HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN PSYCHOLOGICAL
WELL BEING PADA IBU BEKERJA SEBAGAI PEGAWAI BANK
Dhinar Pratiwi W.
Dhinar_imut@yahoo.com
Faizah
Ari Pratiwi
Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara konflik peran
ganda dengan psychological well being pada Ibu yang bekerja sebagai pegawai bank. Penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif dengan sampel sebanyak 99 Ibu yang bekerja sebagai
pegawai di Bank Rakyat Indonesia Kota Madiun dengan menggunakan purposive sampling. Data
diperoleh dengan menggunakan Skala Konflik Peran Ganda dan Skala Psychologcal Well Being
dengan menggunakan analisis uji korelasi Product Moment Pearson. Dari hasil analisis diketahui
bahwa terdapat korelasi signifikan antara konflik peran ganda dengan psychological well being.
Hal ini ditunjukkan dengan r = 0.317 dan signifikansi 0.001 (0.001 < 0.05). Hasil analisis
tambahan menunjukkan terdapat dua dimensi dari konflik peran ganda yang memiliki korelasi
yang tinggi dengan psychological well being yaitu dimensi gangguan kerja berbasis ketegangan
dengan keluarga (strain-based work interference with family) dan dimensi gangguan kerja
dengan keluarga berbasis perilaku (behavior-based work interference with family).

Kata Kunci:

Konflik Peran Ganda, Psychological Well Being, dan Ibu Bekerja.
ABSTRACT

This research was aimed at understanding about correlation between work family conflict
and psychological well being of working mother who work as Bank Employee. The method of
this research was quantitative study. The sample was 99 working mothers of Bank Rakyat
Indonesia, in Madiun. The data are obtained using work family conflict Scale and Psychological
well being Scale with correlation test using Product Moment Pearson. The result of analysis
indicates that there is a significant correlation between work family conflict and psychological
well being. It is supported by r = 0, 317 with significance of 0,001 which is 0,001 < 0,05. The
result of additional analyzes that there are two dimensions of work family conflict who have high
correlation with psychological well being they were strain-based work interference with family
dimension and behavior-based work interference with family dimension.
Keyword: Work family conflict, psychological well being, working mother.

LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan jaman dan perkembangan teknologinya yang semakin
maju kebutuhan menjadi semakin meningkat, setiap keluarga dituntut untuk bekerja keras demi

mencukupi kebutuhan hidup sehari – hari. Dengan meningkatnya kebutuhan tersebut, maka bila
hanya suami saja yang bekerja dirasa tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga,
sehingga kini mulai banyak istri atau ibu yang bekerja. Wanita pada jaman dahulu hanya
berperan sebagai seorang ibu yang mengurus rumah tangga dan anak-anaknya saja, kini
mempunyai peran ganda yaitu sebagai wanita bekerja. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi saja, sebagai seorang Ibu bekerja mereka juga butuh untuk mengaktualisasikan diri,
menerapkan ilmu yang pernah didapatkan entah melalui pendidikan formal, maupun tidak formal
dan juga kursus-kursus keterampilan yang pernah diadakan untuk mendapatkan tenaga kerja
baru. Bekerja bagi seorang Ibu tentunya memiliki dampak tersendiri, baik dampak positif
maupun dampak negatif. Bagi Ibu, bekerja bisa meningkatkan harga diri dan bisa menunjang
kehidupan ekonominya sehingga lebih mandiri dan tidak tergantung orang lain. Setiasih
(Permatasari, 2010) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa hasil penelitian yang menemukan
bahwa anak dengan Ibu yang bekerja bisa lebih mandiri dibandingkan ibu yang tidak bekerja.
Selain dampak positif, sebagai wanita karir pasti memiliki dampak negatif juga. Ibu yang sudah
menikah dan pastinya memiliki banyak peran, tidak hanya sebagai istri, namun juga sebagai Ibu
dan juga sebagai karyawati atau sebagai pekerja.
Primastuti (Permatasari, 2010) menjelaskan ada beberapa motif yang menyebabkan
wanita bekerja yaitu menambah penghasilan keluarga, tidak tergantung secara ekonomi pada
suami, mengisi waktu kosong di rumah, ketidakpuasan dalam pernikahan, mempunyai keahlian
tertentu yang bisa dimanfaatkan, memperoleh status, pengembangan diri dan aktualisasi diri.

Selain itu Junita (2011) juga menjelaskan mengenai motif dari Ibu menjadi pekerja yaitu dengan
bekerja memungkinkan seorang Ibu mengekspresikan dirinya dengan cara yang kreatif dan
produktif, untuk menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap diri sendiri,
terutama jika prestasinya mendapatkan umpan balik yang positif. Junita (2011) menjelaskan
bahwa wanita yang bekerja cenderung mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi,
sehingga cenderung mempunyai pola pikir yang lebih luas dan dinamis.

Seiring meningkatnya pekerja wanita, masyarakat tetap menuntut wanita juga tetap
bertanggung jawab pada perannya sebagai istri, dan juga Ibu. Dengan beberapa peran tersebut
maka bisa menyita waktu menguras energi, tenaga dan juga pikiran. Adanya peran ganda ini bisa
menyebabkan konflik tersendiri bagi Ibu, utamanya Ibu yang memiliki anak yang masih
membutuhkan pengasuhan intens. Apabila Ibu juga berperan sebagai wanita bekerja maka Ibu
kurang memiliki waktu yang maksimal bersama anaknya, dan juga suaminya. Peran ganda inilah
yang menimbulkan beberapa masalah yang pastinya dihadapi oleh Ibu yang bekerja. Peran ganda
ini bisa menimbulkan konflik dalam diri Ibu. Konflik tersebut biasanya meliputi kekurangan
waktu untuk mengurus rumah tangga, kurang dalam memberikan perhatian pada anak dan suami
serta tuntutan dari pekerjaan yang mengharuskan Ibu tersebut bekerja dengan sempurna yang
tentunya banyak menghabiskan waktu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rice (Junita,
2011) didapatkan bahwa wanita yang bekerja mengalami stress lebih tinggi dibandingkan dengan
pria. Hal ini dikarenakan Ibu yang bekerja menghadapi konflik peran. Konflik yang dialami para

Ibu bekerja ini biasa disebut dengan konflik peran ganda.
Ibu yang mengalami konflik peran ganda kemungkinan kurang mampu mengendalikan
emosi dan jarang memiliki perasaan yang positif sehingga kesulitan mencapai kesejahteraan
psikologis atau yang biasa disebut dengan Psychological Well Being yang selanjutnya disebut
dengan PWB. Sebaliknya, Ibu dengan PWB rendah akan lebih mudah mengalami konflik peran
ganda tersebut. Peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut bagaimana hubungan antara konflik
peran ganda tersebut dengan kesejahteraan psikologis ibu yang bekerja sebagai pegawai bank.
Konflik peran ganda yang dialami ibu bekerja tersebut terjadi karena kesulitan untuk membagi
waktu dan perhatiannya, sehingga mereka sulit untuk mencapai kesehjahteraan psikologis.
Widyastuti (Permatasari, 2010) menjelaskan bahwa konflik peran ganda itu sendiri
merupakan konflik antar peran dimana ada tuntutan peran pekerjaan dan keluarga yang
berlawanan, ketika menjalankan satu tuntutan disatu sisi akan sulit menjalankan tuntutan lainnya.
Indriyani (2009) konflik peran ganda akan timbul ketika wanita mulai merasa ada ketegangan
antara pekerjaan dan keluarga. Junita (2011) menjelaskan bahwa pada karyawan wanita yang
sudah berkeluarga, lebih beresiko muncul konflik peran tersebut. Dari beberapa penjelasan diatas
bisa kita pahami mengenai konflik peran ganda itu sendiri yaitu konflik yang terjadi dalam diri
seseorang atau individu ketika kesulitan dalam menjalankan beberapa peran dalam satu waktu

sehingga muncul pertentangan dalam diri individu tersebut. Koyuncu (2012) menjelaskan
konflik peran lebih sering dialami oleh wanita yang bekerja dibandingkan laki-laki yang bekerja.

Astuti (2011) menjelaskan bahwa penelitian mengenai psychological well being dipelopori
oleh Ryff. Ryff (1989) menjelaskan bahwa penelitian mengenai PWB mulai berkembang sejak
para ahli menyadari bahwa selama ini ilmu psikologi lebih banyak menekankan pada penderitaan
dan ketidak bahagiaan seseorang dibandingkan bagaimana cara seseorang agar bisa berfungsi
positif. Ryff dan Singer (1996) menjelaskan bahwa, tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi
menunjukkan bahwa orang itu memiliki hubungan yang baik dengan lingkungannya, mempunyai
kepercayaan diri yang baik, bisa membangun hubungan baik dengan orang lain dan
menunjukkan bahwa individu tersebut mempunyai tujuan pribadi dan juga dalam pekerjaannya.
Dari beberapa penjelasan diatas bisa disimpulkan mengenai pengertian PWB atau kesejahteraan
psikologis itu sendiri, yaitu suatu kondisi dimana individu tersebut mampu menjalankan hal-hal
positif dalam hidupnya, salah satunya dengan berhubungan baik dengan lingkungan sekitar,
mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain, mau menerima diri dengan apa adanya,
mampu menghadapi masalah yang sedang dihadapi dan mampu merasakan kepuasan hidup bagi
dirinya sendiri.
Dari beberapa penjelasan diatas peneliti tertarik untuk melihat sejauh mana hubungan
antara konflik peran ganda dengan kesejahteraan psikologis ibu bekerja, dimana konflik peran
ganda tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis Ibu yang bekerja sebagai pegawai
bank. Dengan jam kerja pegawai bank yang lebih lama dan tuntutan kerja sesuai dengan aturan
kantor yang sangat ketat dan beban kerja yang berat bisa dibilang pegawai bank lebih berpotensi
untuk mengalami konflik peran ganda ini.


METODE
Partisipan dan Desain Penelitian
Penelitian ini melibatkan keseluruhan dari Ibu bekerja sebagai pegawai di Bank Rakyat
Indonesia kantor cabang Kota Madiun sebagai populasi. Sedangkan sampel penelitian
menggunakan teknik non probability sampling, yaitu dengan purposive sampling. Pemilihan
sampel dengan menggunakan teknik purposive dilakukan karena sampel yang terpilih harus
memiliki karakteristik-karakteristik khusus sesuai dengan tujuan dari penelitian. Penggunaan
teknik purposive sampling pada penelitian ini didasarkan pada penilaian terhadap karakteristik-

karakteristik yang dimiliki oleh anggota dalam populasi yang dianggap mampu memberikan
informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian atau menjawab penelitian, karena memiliki
karakteristik yaitu, 1. Berjenis kelamin wanita dan berstatus menikah, 2. Memiliki anak. Desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat korelasi,
yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel dengan
variabel lain.
Data Penelitian
Metode pengumpulan data dengan skala digunakan untuk mengukur data yang berupa
konsep psikologis (Azwar, 2012). Hal tersebut dapat diungkap melalui indikator-indikator untuk
kemudian disusun berupa aitem-aitem pertanyaan atau pernyataan. Melalui skala tersebut,

atribut-atribut tertentu dapat diungkap melalui respon pertanyaan tersebut.Alat ukur yang
digunakan dalam penlitian ini adalah sebanyak dua skala yaitu skala konflik peran ganda. Skala
ini dibuat oleh Carlson, Kacmar dan William pada tahun 2000 (Madsen, 2001) dengan jumlah 18
item. Hasil uji coba skala konflik peran ganda menunjukkan bahwa alat ukur valid dan reliabel
dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.873. Sedangkan alat ukur PWB buatan Ryff dan Keyes
pada tahun 1995 (Springer and Hauser, 2003) dan terdapat 42 aitem dalam skala ini. Hasil uji
coba skala PWB menunjukkan bahwa alat ukur valid dan reliabel dengan koefisien reliabilitas
sebesar 0.888. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi atau content
validity. Berdasarkan validitas isi yang menjadi kriteria untuk menetapkan valid atau tidaknya
alat ukur adalah isi atau substansi yang diukur (Poerwanti, 2000). Validitas isi merupakan
validitas yang melalui pengujian isi tes dengan analisis yang rasional atau dengan professional
judgement. Peneliti juga mengunakan face validity atau validitas tampang.
Analisa Data
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan memberikan skala kepada subjek penelitian yaitu
Ibu bekerja sebagai pegawai Bank Rakyat Indonesia kantor Cabang Kota Madiun. Skala yang
diberikan kepada subjek telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas, hal tersebut setelah
dilakukannya uji coba terhadap aitem-aitem pada skala. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan
tujuan penelitian dan meminta kesediaan subjek dalam partisipasinya sebagai subjek penelitian..
Selanjutnya data diolah dengan menggunakan bantuan program SPSS 20.0 for windows, peneliti
menganalisis dan menginterpretasi data, menyusun laporan penelitian, serta membuat

kesimpulan dari hasil penelitian.

HASIL
Data Demografi Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini pegawai Bank Rakyat Indonesia di Kota Madiun. Sampel
penelitian ini adalah pegawai bank berjenis kelamin wanita yang sudah menikah dan juga sudah
memiliki anak sebanyak 99 orang.
Tabel 1. Data Demografi Subjek Penelitian
Data demografi
Usia subjek

Kategori
24 tahun – 30 tahun
31 tahun – 35 tahun
36 tahun – 40 tahun
45 tahun – 50 tahun

Jumlah
50 orang
28 orang

12 orang
9 orang

Presentase
50.5 %
28.2 %
12.12 %
9.9 %

Jumlah anak

1
2
3
Bersama orang tua
Dirumah sendiri

58
33
8

52
47

58.5 %
33.3 %
8.08 %
52.5 %
46.5 %

Tempat tinggal

Berdasarkan deskripsi data penelitian, dapat dilakukan pengelompokkan yang mengacu pada
kriteria pengkategorisasian yang didasarkan pada asumsi bahwa skor subjek penelitian
terdistribusi secara normal (Azwar, 2000).
Tabel 2. Deskripsi Variabel Konflik Peran Ganda dan Psychological Well Being

Variabel
Konflik Peran
Ganda
PWB


Skor Empirik

Skor Hipotetik

Min

Maks

Mean

SD

Min

Maks

Mean

SD

14

56

31.5

7.4166

14

56

35

7

52

95

70.2

8.4790

24

96

60

12

Setelah perhitungan skor empirik dan hipotetik, maka hasil tersebut dimasukkan kedalam
rumus kriteria jenjang kategori.

Tabel 3. Kriteria Jenjang Kategorisasi Variabel Konflik Peran ganda Psychological Well
Being
Variabel

Konflik

Jenjang

Rentang

Kategorisasi

Nilai

x < (µ - 1.0α)

x < 38.89

(µ-1.0α) ≤ x ≤ 38.89 ≤ x

Peran Ganda (µ+1.0α)

≤24,05

Kategori

17

17.17% Rendah

65

65.6%

Sedang

(µ+1.0α) < x

24.05< x

17

17.17% Tinggi

x < (µ - 1.0α)

X < 77.27

19

19.19% Rendah

65

65.6%

15

15.15% Tinggi

Psychological (µ-1.0α) ≤ x ≤ 77.27≤ x ≤
Well Being

Frekuensi %

(µ+1.0α)

63.07

(µ+1.0α) < x

63.07 < x

Sedang

Uji asumsi
Skala diberikan kepada subjek dengan jumlah 112 karyawati yang sesuai dengan karakteristik
subjek penelitian, kemudian diseleksesi hingga tersisa 99 mahasiswa yang memenuhi
karakteristik penelitian, 13 sisanya gugur karena tidak memenuhi salah satu karakteristik
penelitian yaitu belum memiliki anak. Skala telah diisi oleh subjek penelitian selanjutnya
dilakukan analisis data. Uji analisis data meliputi uji asumsi dan uji hipotesa, sebelum dilakukan
uji hipotesa terlebih dahulu dilakukan uji asumsi. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan uji
linearitas. Uji normalitas dan linearitas dilakukan dengan bantuan SPSS (Statistical Package for
Social Science) version 20.0 for windows.
a. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data yang kita miliki.
Uji normalitas dalam penelitian ini akan dianalasis menggunakan tes Kolmogorov-Sminovdengan
bantuan SPSS (Statistical Package for Social Science) version 20.0 for windows dengan tingkat
signifikansi 0,05. Populasi data dikatakan terdistribusi secara normal apabila hasil tes
Kolmogorov-Sminov(p)> 0,05. berikut ini adalah hasil uji normalitas Kolmogorov-Sminovdengan
bantuan SPSS (Statistical Package for Social Science) version 20.0 for windows. Hasil uji
noormalitas dengan tes Kolmogorov-Smirnovpada masing-masing variabel dapat dilihat pada
tabel 1 dibawah ini.

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnov

Variabel

Keterangan

Sig.
Konflik Peran Ganda

0.126

Distribusi Normal

Psychological Well Being

0.118

Distribusi Normal

Data diatas menunjukkan bahwa hasil uji normalitas skala konflik peran ganda p = 0.126 >
0.05 dan untuk skala Psychological Well Being p = 0.118 > 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa
skala konflik peran ganda dan PWB berdistribusi normal.

b. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang kita miliki sesuai dengan garis
linier atau tidak (apakah hubungan antarvariabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus
atau tidak) (Sarjono, 2011). Berikut adalah data hasil uji linearitas antara konflik peran ganda
dan PWB
Tabel 5. Hasil Uji Linearitas
Variabel
Konflik peran ganda
* PWB

Nilai F

Nilai Signifikansi

Keterangan

1.332

.534

Linier

Berdasarkan hasil uji linearitas antara konflik peran ganda dengan PWB, dapat diketahui
bahwa sig. dari Deviant from Linearity adalah 0.534. Artinya, nilai ini lebih besar dari 0.05
(0.534 > 0.05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel konflik
peran ganda dengan PWB adalah linier.

Uji Hipotesis
Metode yang digunakan untuk mengkorelasikan data adalah uji korelasi Product Moment
Pearson antara variabel konflik peran ganda dengan PWB pada ibu bekerja sebagai pegawai
bank :
Tabel 6. Hasil Uji Korelasi
Pearson Correlation

R Squared

Sig. (2-tailed)

N

-0.317

0.101

0.001

99

Berdasarkan pemaparan diatas diketahui bahwa nilai koefisien korelasi r = -0.317.
Artinya, hubungan antara konflik peran ganda dengan PWB adalah sebesar -0,317. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan yang rendah antara konflik peran ganda dengan PWB.

Analisis Tambahan
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan seberapa besar hubungan antara perdimensi
dari konflik peran ganda dengan psychological well being itu sendiri.

Tabel 7. Hasil Uji Korelasi Per Dimensi
Dimensi konflik peran ganda

Pearson Correlation Sig. (2-tailed)

N

gangguan kerja berbasis waktu dengan 0.224
keluarga (time-based work interference with
family)

0.026

99

gangguan keluarga berbasis waktu dengan 0.106
pekerjaan (time-based family interference
with work)

0.296

99

gangguan kerja berbasis ketegangan dengan 0.405
keluarga (strain-based work interference
with family)

0.000

99

gangguan keluarga berbasis ketegangan 0.262
dengan pekerjaan (strain-based family
interference with work)

0.009

99

gangguan kerja dengan keluarga berbasis 0.338
perilaku (behavior-based work interference
with family)

0.001

99

gangguan keluarga dengan pekerjaan 0.202
berbasis perilaku (behavior-based family
interference with work).

0.045

99

DISKUSI
Haris (2008) menjelaskan beberapa gejala yang dari konflik peran ganda itu sendiri
diantaranya adalah dengan adanya rasa bersalah, adanya kegelisahan, adanya keletihan dan

adanya rasa frustasi. Dari gejala-gejala tersebut bisa membuat seseorang menjadi tidak memiliki
rasa aman sehingga mampu mempengaruhi tingkat kesejahteraan psikologis individu tersebut.
Dari hasil perhitungan korelasi antara konflik peran ganda dengan PWB pada Ibu bekerja
sebagai bank yang menunjukkan pada rentang kategori rendah. Hal itu berarti bahwa kedua
variabel tersebut memiliki korelasi tapi masuk dalam kategori rendah. Hal ini bisa disebabkan
beberapa faktor lain. Dari data demografis yang diperoleh peneliti, lebih dari setengah subjek
penelitian masih tinggal bersama orang tua, dan kebanyakan anak dari para subjek rata-rata
masih berumur 1-5 tahun dengan jumlah anak hanya satu. Umur subjek penelitian juga rata-rata
berumur 24 sampai 40 tahun dan paling banyak pada umur 27 dan 29 tahun.
Dari pemaparan diatas bisa kita lihat bahwa sebagian besar subjek dari penelitian
adalah pasangan-pasangan yang masih muda, memiliki anak berusia bawah lima tahun dan
kebanyakan masih tinggal bersama orang tua. Dharma dan Nikita (Surya, 2013) menjelaskan
bahwa sekarang ini banyak ditemukan fenomena dimana pasangan suami istri yang sudah
menikah namun masih tinggal besama orang tua dari salah satu pasangan dengan berbagai
macam alasan yang ada. Kompasiana (Surya, 2013) menyatakan bahwa ada beberapa alasan dari
pasangan tersebut untuk tinggal dirumah salah satu orang tua, yaitu :
1. Pasangan tersebut belum mempunyai cukup dana untuk membangun rumah sendiri.
2. Membutuhkan orang tua untuk menjaga anak mereka atau cucu bagi orang tua tersebut.
3. Adanya faktor budaya tertentu dimana mertua atau orang tua mewajibkan anak lelakinya
tinggal dirumah.
Surya (2013) juga menjelaskan dalam penelitiannya bahwa mertua atau orang tua dari salah
satu pasangan sering ikut andil dalam masalah pengasuhan anak dan juga masalah financial.
Selain itu dalam penelitiannya Surya (2013) juga menjelaskan bahwa selain mengenai bantuan
pengasuhan anak dan bantuan financial, mertua bisa menjalin hubungan yang dekat dengan
menantu mereka, seperti mengerjakan pekerjaan rumah bersama, jalan-jalan bersama dan banyak
hal lain yang bisa membuat kedekatan antara metua dan menantu semakin erat, dengan
kedekatan tersebut maka akan mempengaruhi kepuasan perkawinan pasangan tersebut.
Permatasari (2010) juga menjelaskan faktor tambahan yang mampu mempengaruhi konflik peran
ganda tersebut yaitu faktor komunikasi dan interaksi dengan keluarga, komunikasi merupakan
hal yang sangat penting ketika membina sebuah hubungan keluarga. Ketika komunikasi dengan
keluarga berjalan dengan baik dan lancar, juga seluruh anggota keluarga mampu

mengungkapkan perasaannya masing-masing dan mau mendengarkan satu sama lain maka
kebutuhan komunikasi dengan keluarga akan terpenuhi.
Dari sedikit penjelasan diatas bisa kita lihat bahwa tempat tingal juga bisa mempengaruhi
timbul atau tidaknya konflik peran ganda itu sendiri. Dari data demografis pun bisa dilihat bahwa
sebagian besar subjek memilih untuk tinggal bersama orang tua atau mertua, mengingat usia
anak para subjek masih sangat kecil dan membutuhkan pengasuhan intens, Haris (2008) juga
menjelaskan bahwa lima hingga enam tahun pertama kehidupan anak merupakan masa yang
sangat penting bagi anak untuk mengembangkan dan mengasah kemampuan intelektual dan
mental anak. Dengan tinggal bersama orang tua atau mertua maka tugas pengasuhan bisa
digantikan sementara oleh orang tua atau mertua pasangan tersebut, sehingga Ibu mampu
meminimalisir rasa bersalah akibat tidak mempunyai waktu yang cukup banyak untuk anaknya.
Apabila Ibu mampu meminimalisir rasa bersalah tersebut maka perasaan yang dimiliki Ibu
adalah perasaan yang baik dan positif. Schmutte dan Ryff (Astuti, 2011) sendiri juga
menambahkan beberapa faktor yang mampu mempengaruhi PWB yaitu salah satunya adalah
Kepribadian, jika individu mempunyai kepribadian yang bersifat negative seperti mudah marah,
mudah stress, mudah terpengaruh, dan mudah emosi maka akan menyebabkan menurunnya
keadaan PWB, dan sebaliknya jika individu tersebut mempunyai kepribadian yang stabil dan
baik maka akan lebih mudah melewati masalah dalam hidup sehingga akan memiliki PWB yang
cenderung tinggi.
Peneliti sendiri telah menghitung korelasi perdimensi dari konflik peran ganda dengan
PWB, dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dimensi gangguan kerja berbasis
ketegangan dengan keluarga (strain-based work interference with family) memiliki korelasi yang
cukup kuat dibandingkan dengan dimensi lainnya, yaitu sebesar 0,405 dengan signifikansi 0.000.
Selanjutnya ada dimensi gangguan kerja dengan keluarga berbasis perilaku (behavior-based
work interference with family) yang juga memiliki korelasi setelah dimensi gangguan kerja
berbasis ketegangan dengan keluarga (strain-based work interference with family), yaitu sebesar
0.338 dengan signifikansi 0.001. Kedua dimensi ini memiliki korelasi yang cukup tinggi dengan
PWB dibandingkan dimensi lainnya. Sementara itu juga terdapat dimensi yang tidak signifikan
yaitu dimensi gangguan keluarga berbasis waktu dengan pekerjaan dengan nilai signifikansi
sebesar 0.296. hal ini dikarenakan dari adanya faktor lain yang bisa mempengaruhi dimensi
gangguan keluarga berbasis waktu dengan pekerjaan yang artinya kebutuhan waktu yang diminta

keluarga akhirnya mengganggu pekerjaan Permatasari (2010) menjelaskan bahwa pengelolaan
waktu yang baik akan meminimalisir rasa bersalah dari Ibu. Dukungan suami juga bisa
membantu mengurangi konflik peran ganda dari Ibu, sikap penuh pengertian dan mampu diajak
dalam kerjasama, ikut membantu mengurus anak dan kebutuhan keluarga dan juga memberikan
kebutuhan moral dan emosional pada pekerjaan istrinya, akan sangat berpengaruh bagi istri.
Jenis dan jam kerja juga sangat mempengaruhi apabila jam kerja tidak terlalu banyak menyita
waktu maka keluarga tidak akan menuntut waktu lebih pada Ibu Permatasari, 2010).
Dimensi gangguan kerja berbasis ketegangan dengan keluarga (strain-based work
interference with family) yaitu ketegangan dalam pekerjaan bisa menganggu peran saat menjadi
ibu rumah tangga, misalnya karena pekerjaan yang belum selesai hingga terbawa sampai rumah.
Sedangkan dimensi gangguan kerja dengan keluarga berbasis perilaku (behavior-based work
interference with family) yaitu ketidaksesuaian peran ibu dikantor sehingga mengganggu peran
ibu di rumah. Kedua dimensi tersebut mengarah pada konflik pekerjaaan ke keluarga atau work
interference with family. Greenhaus & Beutell (Indriyani, 2009) menjelaskan konflik pekerjaan
ke keluarga sebagai bentuk dari konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga
secara mutual tidak bisa disamakan dalam beberapa hal. (Indriyani, 2009) menjelaskan bahwa
konflik ini sering terjadi ketika seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan
dan usaha tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi
tuntutan pekerjaannya atau tuntutan dari keluarganya. Dimana saat orang tersebut memenuhi
tuntutan akan menimbulkan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan sehingga
menimbulkan ketegangan.
Frone, Rusell & Cooper (Indriyani, 2009) menjelaskan bahwa konflik pekerjaan –
keluarga ini terjadi ketika kehidupan seseorang berbenturan dengan tanggung jawab ditempat
kerja, seperti masuk kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian atau bekerja lembur. Nyoman
Triaryati (Indriyani, 2009) juga menjelaskan bahwa tuntutan pekerjaan berhubungan dengan
tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti misalnya pekerjaan
yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Dari beberapa penjelasan diatas bisa kita
mengerti bahwa pekerjaan yang berat menimbulkan ketegangan tersendiri juga tuntutan peran
yang seimbang juga menimbulkan beban tersendiri. Ryff dan Singer (1996) sendiri menjelaskan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi PWB adalah pekerjaan, pekerjaan yang disenangi
dan tidak ada tekanan atau ketegangan tentunya akan disenangi.

Kesimpulan
Keterbatasan dari penelitian ini adalah sulitnya mencari subjek yang benar-benar sesuai
kriteria penelitian sehingga perolehan subjek tidak sebanyak harapan peneliti dan adanya
kecenderungan dari subjek untuk mengisi skala sesuai dengan harapan pernyataan dalam skala
yang dibuat oleh peneliti dan keinginannya agar hasil pernyataan sesuai dengan harapan
masyarakat pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima,
yaitu terdapat hubungan antara konflik peran ganda dengan PWB Ibu bekerja. Berdasarkan data
tambahan, terdapat dua dimensi dari konflik peran ganda yang memiliki kontribusi terhadap
PWB itu sendiri yaitu dimensi gangguan kerja berbasis ketegangan dengan keluarga (strainbased work interference with family) dan gangguan kerja dengan keluarga berbasis perilaku
(behavior-based work interference with family. Untuk Ibu bekerja diharapkan mampu
meminimalisir terjadinya konflik peran ganda yang ada dalam dirinya, sehingga mampu
mencapai psychological well being yang baik. Tinggal bersama dengan orang tua bisa dijadikan
salah satu alternative untuk mencegah timbulnya konflik peran ganda karena bantuan
pengasuhan dari orang tua bisa meminimalisir rasa bersalah dari Ibu walaupun tentu ada
beberapa resiko yang harus diterima dan tentunya harus dengan kesediaan dari orang tua dari
pasangan tersebut. Berkomunikasi dengan keluarga juga bisa menjadi salah satu cara untuk
mengungkapkan perasaan yang dirasakan Ibu sehingga Ibu akan memiliki rasa nyaman dan
tenang. Sementara bagi Instansi Memperhatikan kesejahteraan karyawan adalah hal yang sangat
penting bagi sebuah instansi. Ada baiknya jika instansi memperhatikan kesejahteraan karyawan
bukan dari segi finasial saja namun psikologis juga, seperti diadakannya kegiatan sharing
bersama. Atau dengan menyediakan tempat penitipan anak dengan tenaga khusus atau yang
biasa disebut dengan daycare sehingga jika ada waktu senggang Ibu bisa sewaktu-waktu
mengunjungi anak
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Vina Witri. (2011). Hubungan Antara Kestabilan Emosi Dengan Psychological Well
Being Pada Pasangan Muda. Skripsi. Solo. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.

Carlson, Dawn S and Friends. (2003). The effects of Internal Career Orientation on Multiple
Dimensions of Work Family Conflict: Journal of Family and Economic Issues. Vol 24 (1).
Pg 99. Human Sciences Press, Inc.
Febriarima, Nimas Dwita. (2008). Insomnia Ditinjau Dari Kemampuan Manajemen Waktu Pada
Ibu Bekerja. Skripsi. Semarang : Universitas Katolik Soegijapranata.
Indriyani, Azazah. (2009). Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stres Kerja Terhadap Kinerja
Perawat Wanita Rumah Sakit. Thesis. Semarang. Universitas Diponegoro.
Junita, Audia. (2011). Konflik Peran Ganda Sebagai Salah Satu Pemicu Stres Kerja Wanita
Karir. Jurnal Keuangan & Bisnis Volume 23 No. 2. Medan. STIE Harapan Medan.
Koyuncu, Mustafa. And Friends. (2012). Work-family conflict, satisfactions and psychological
well-being among women managers and professionals in Turkey. An International Journal
ol. 27 No. 23. Emerald Group Publishing Limited.
Madsen, Rae Susan. (2001). The Effects of Home-Based Teleworking on Work Family Conflict.
Thesis. Minnesotta. University of Minnesotta
Permatasi, Ajeng Intan. (2010). Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja Ditinjau Dari Tingkat
Ketabahan. Skripsi. Semarang. Universitas Katolik Soegijapranta Semarang
Poerwanti, E. (2000). Pendekatan Kuantitatif dalam Penelitian Perilaku. Malang. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang.
Ryff , Carol D. (1989). Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of
Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology. Volume 57 No. 6
.1069-1081. American Psychological Association.
Ryff, Carol D. dan Singer, B. H. (1996). Psychological Well-Being : Meaning, Measurement and
Implications for Psychoterapy Research. Journal of Psychotherapy Psychosomatics, 65, 1423. Karger
Springer, Kristen W & Hauser, Robert M. (2003). An Assessment Of The Construct Validity Off
Ryff’s Scales Off Psychological Well Being : Method, Mode, and Measurements Effects.
Journal Of University Winconsin-Madison
Surya, Tjwa Fenny. (2013). Kepuasan Perkawinan Pada Istri Ditinjau Dari Perkawinan. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol 2. No.1. Surabaya. Universitas Surabaya.
Wahyu, Tommy Kesuma. (2007). Kecemasan Wanita Karier Terhadap Peran Ganda Ditinjau
Dari Dukungan Sosial Suami. Skripsi. Semarang. Universitas Katolik Soegijapranata.