ANALISIS PENERAPAN DAN PENCAPAIAN STANDA

ANALISIS PENERAPAN DAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN
MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN MALANG TAHUN
2009-2010
Yunikasari Harbowo, S.IP
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Brawijaya
This research is intended to find out the work done by Government of Malang
District in the implementation and achievement of government regulations concerning the
SPM (Minimum Service Standards) of health sector and the achievement in 2009 - 2012
refers to the target that has been set by the Central Government. Implementation of SPM
in health sector, backed by the enactment of Government Regulation No. 65 Year 2005 on
Guidelines for Preparation and Implementation of Minimum Service Standards, and make
the regulations as the principal reference for Local Government in the implementation of
minimum service standards. The regulation was also confirmed by the Ministry of Health
of the Republic of Indonesia by create the regulation Number 741/MENKES
/PER/VII/2008 on Minimum Service Standards in the Health Sector District / City . The
regulation was created to serve as guidelines and official rules also require that all
autonomous regions to implement for ensure the welfare of society.
Keywords: Policy Implementation, Minimum Service Standards, Health

PENDAHULUAN


Perubahan kebijakan pemerintah daerah yang semula bersifat sentralistik menjadi
desentralistik berimplikasi dengan adanya penyesuaian peraturan perundang – undangan
sektoral

dengan perundang



undangan

desentralisasi

otonomi

daerah sehingga

penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dapat mencapai peningkatan kesejahteraan
masyarakat di daerah. Dengan adanya perubahan kebijakan tersebut, proses penyelenggaraan
otonomi daerah di Indonesia menjadi sebuah gambaran akan kebebasan maupun tanggung
jawab yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah serta tujuan

kesejahteraan yang merata di setiap daerah. Mengacu pada tujuan kesejahteraan tersebut,
Pemerintah Pusat berupaya untuk mendorong Pemerintah Daerah dalam penyediaan
pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan menjamin kesejahteraan
seluruh masyarakat dengan membuat peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)
yang berpedoman dengan ketentuan pasal 11 dan 14 Undang – Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan tentang SPM diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
[1]

Pelayanan Minimal yang menjadi pokok-pokok acuan bagi pemerintah daerah dalam
penerapan SPM. Salah satu bidang yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat yaitu
bidang kesehatan. Hal tersebut juga didukung dengan adanya Millenium Development Goals
(MDGs) yang menjadi tujuan pembangunan minilenium dalam pembangunan global. Lima
dari delapan butir sasaran pembangunan tersebut merupakan sasaran pembangunan di bidang
kesehatan yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak,
meningkatkan kesehatan ibu, mengendalikan HIV dan AIDS, malaria dan penyakit menular
lainnya serta memastikan kelestarian lingkungan hidup.
PEMBAHASAN
Penelitian ini pada dasarnya ingin mengkaji beberapa aspek yang terkait dengan
pelaksanaan dan pencapaian kebijakan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang dengan

tujuan seperti berikut:
a) Untuk mengetahui penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang.
b) Untuk mengetahi apakah Kabupaten Malang dalam kurun waktu 2009-2012 telah
melakukan pencapaian penerapan SPM bidang kesehatan sesuai target yang
ditentukan oleh pemerintah pusat.
1. Otonomi Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
otonomi daerah didefinisikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ada tiga prinsip otonomi daerah yang sangat
berkaitan dengan penerapan SPM di daerah yaitu prinsip otonomi luas, prinsip otonomi nyata
dan prinsip otonomi yang bertanggungjawab. Prinsip – prinsip tersebut menjelaskan bahwa
semua kebijakan yang diterapkan di daerah harus sesuai dengan kemampuan serta kekhasan
masing – masing daerah.
2.

Kebijakan Publik
Menurut R.S Parker, kebijakan publik itu ialah suatu tujuan tertentu atau serangkaian

asas tertentu, atau tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu

dalam kaitannya dengan suatu subyek atau sebagai respon terhadap suatu keadaan yang
krisis. Pembuatan kebijakan publik itu adalah suatu proses yang sangat kompleks dan
dinamis yang terdiri dari berbagai unsur yang satu sama lain kontribusinya berbeda-beda
terhadap pembuatan kebijakan publik tersebut. Pembuatan kebijakan publik memutuskan
[2]

pedoman-pedoman umum untuk melakukan tindakan yang diarahkan pada masa depan,
terutama bagi lembaga-lembaga pemerintah. Pedoman-pedoman umum tersebut dimaksudkan
untuk mencapai kepentingan umum dengan cara yang sebaik mungkin. Dalam penerapan
suatu kebijakan, implementasi kebijakan menjadi suatu yang sangat penting karena hal
tersebut merupakan tolak ukur apakah kebijakan berjalan sesuai dengan tujuan atau dianggap
gagal dalam implementasinya. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar
semua kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling
berat karena disini masalah – masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di
lapangan.20 Tingkat keberhasilan sebuah kebijakan publik dapat dilihat melalui proses
implementasi kebijakan tersebut. Secara garis besar, fungsi implementasi itu ialah untuk
membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan – tujuan ataupun sasaran – sasaran
kebijakan publik diwujudkan sebagai “outcome” (hasil akhir) kegiatan – kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah. Donald Van Metter dan Carl Van Horn dalam A Model of The
Policy Implementation menjelaskan bahwa ada enam poin yang mempengaruhi kinerja


kebijakan publik, yaitu:
a) Ukuran dan Tujuan Kebijakan
b) Sumber Daya
c) Karakteristik Agen Pelaksana
d) Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana.
e) Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.
f) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik.

3. Standar Pelayanan Minimal

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh oleh setiap
warga secara minimal. Urusan wajib yang dimaksud yaitu urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya
diwajibkan oleh peraturan perundang – undangan kepada daerah untuk perlindungan hak
konstitusional kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman dan
ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
SPM diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal yang terdiri dari beberapa indikator

yang merupakan tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM
[3]

tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan. SPM memiliki beberapa
prinsip, yaitu:
a) SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses
dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka
penyelenggaraan urusan wajib.
b) SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
c) Penerapan SPM oleh Pemerintah Daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan
pelayanan dasar nasional.
d) SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat
dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian.
e) SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan
keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah
dalam bidang yang bersangkutan.
Selain peraturan pemerintah mengenai SPM, bidang kesehatan yaitu Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan peraturan yang memperjelas peraturan tersebut

dan juga menjadikan fondasi bagi penerapannya di daerah. SPM bidang kesehatan diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.741/MENKES/PER /VII/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan
SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Pemerintah Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan
pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan
Peraturan Menteri. Rencana pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renstra SPKP). Target tahunan pencapaian SPM dituangkan ke dalam Rencana Kerja
Pemerintahan Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja
SKPD), Kebijakan Umum Anggaran, Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan daerah.

[4]

4. Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten Malang Tahun 2009 – 2012
Dalam penerapan SPM bidang kesehatan, Kabupaten Malang melimpahkan seluruh

kegiatan operasional kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dalam pelaksanaan
kebijakan ini. Penerapan SPM juga dijelaskan di dalam RPJMD Kabupaten Malang serta
Renstra Dinas Kesehatan. Terdapat beberapa poin mengenai rencana penerapan SPM bidang
kesehatan maupun program – program yang akan dilakukan guna percepatan pencapaian
SPM bidang kesehatan yang dilakukan oleh Kabupaten Malang. Kesehatan menjadi salah
satu agenda yang diarahkan menjadi prioritas sebagai fokus pembangunan lima tahun
mendasar dan aktual yang segera ditangani oleh Pemerintahan Kabupaten Malang. Hal
tersebut tertera di dalam RPJMD Kabupaten Malang tahun 2010 – 2015 pada prioritas
pembangunan bulir pertama yaitu “Pelayanan kesehatan yang terjangkau; terutama
penyediaan pelayanan bagi masyarakat miskin dan dusun-dusun terpencil.” Dalam
penjabaran rencana program di dalam RPJMD, program – program kesehatan yang berkaitan
dengan SPM memiliki tempat prioritas di dalam penerapannya seperti Program Upaya
Kesehatan Masyarakat, Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular serta
banyak program lainnya yang sangat berkaitan dengan SPM. Selain berkesinambungan
dengan RPJMD Kabupaten Malang, rencana pencapaian juga tertuang di dalam Renstra
Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten Malang 2011 - 2015 memiliki visi yaitu
“Terwijudnya Masyarakat Kabupaten Malang Yang Sehat Berkeadilan dan Mandiri” dan
memasukkan semua indikator SPM bidang kesehatan di dalam tujuan serta indikator program
kinerja. Inilah pencapaian SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang Tahun 2009 – 2010:
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Malang

Tahun 2009 – 2012
CAPAIAN PER TAHUN (%)

NO

NAMA INDIKATOR

2009

2010

2011

2012

TARG
ET
PEME
RI
NTAH

PUSAT

85.91

89.28

93.68

94.62

95%

86.90

95.10

87.84

78.50


80%

90.07

88.10

97.54

93.08

90%

Pelayanan Kesehatan Dasar
1
2
3

Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4
Cakupan komplikasi kebidanan yang
ditangani
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi
kebidanan

[5]

4

Cakupan pelayanan nifas

5

Cakupan neonatal dengan komplikasi yang
ditangani

6

Cakupan kunjungan bayi

7

Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child
Immunization (UCI)

8

Cakupan pelayanan anak balita

9
10
11
12
13

Cakupan pemberian makanan pendamping
ASI pada anak usia 6-24 bulan pada keluarga
miskin
Cakupan Balita gizi buruk mendapat
perawatan
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan
setingkat
Cakupan peserta KB Aktif
Cakupan Penemuan dan penanganan
penderita penyakit :
a. AFP rate per 100.000 penduduk < 15 tahun

14

94.30

94.44

90.69

90%

84.01

84.00

78.42

75.81

80%

92.96

85.18

93.79

94.50

90%

81.03

94.87

80.00

87.95

100%

91.52

72.43

88.51

84.16

11.80

16.10

2.20

20.18

100.00

100.00

100.00

100.00

100%

94.22

54.28

98.72

100.00

100%

74.24

62.99

75.56

74.65

70%

2.33

1.89

1.49

100%

91.52

90%

100%

b. Penemuan penderita Pneumonia balita

9.01

6.91

8.99

10.23

100%

c. Penemuan pasien baru TB BTA positif

31.76

26.22

44.46

42.82

100%

d. Penemuan DBD yang ditangani

100.00
9.95

100.00
8.38

100.00
60.08

100.00
60.75

100%
100%

44.02

30.86

35.07

31.56

100%

56.99

10.56

11.92

100.00

100%

100.00

85.00

93.33

100.00

100%

100.00

100.00

100.00

100.00

100%

e. Penemuan penderita diare
Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien
masyarakat miskin
a. Cakupan kunjungan pelayanan kesehatan
dasar bagi masyarakat miskin

Pelayanan Kesehatan Rujukan
Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien
15 masyarakat miskin
16

90.16

Cakupan pelayanan gawat darurat level 1
yang harus diberikan sarana kesehatan (RS)
di Kab/Kota

Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB
17

Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB
yang dilakukan penyelidikan epidemologi <
24 jam

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
18 Cakupan desa siaga aktif
21.03
93.33
93.59
80%
98.46
Sumber: Laporan Pencapaian SPM Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2009 – 2012 (data diolah)
Keterangan:
Target tahun 2010
Target tahun 2015

[6]

Berdasarkan data pencapaian penerapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan,
pada tahun 2010 masih banyak indikator yang masih belum mencapai targetnya. Dari 13
indikator yang harus dicapai pada tahun 2010, hanya tiga indikator yang berhasil mencapai
target yaitu cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani, cakupan balita gizi buruk
mendapat perawatan dan cakupan penemuan dan penanganan penderita DBD. Indikator yang
belum dapat dicapai diantaranya yaitu:
a) Cakupan pelayanan anak balita seharusnya 90%, kenyataannya baru mancapai
72,43%. Kurangnya pencapaian ini disebabkan oleh tingkat kedatangan balita di
Posyandu yang kurang.
b) Cakupan Penemuan dan penanganan penderita penyakit TB BTA seharusnya 100%,
kenyataannya baru mencapai 26,22%. Kurangnya pencapaian ini disebabkan oleh
angka cakupan suspect TB yang rendah dan kemauan penderita untuk memeriksakan
kondisi kesehatannya.
Hasil pencapaian penerapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan tahun 2012
menunjukan berkembangan yang baik dalam pencapaiannya. Secara umum, pencapaian
tersebut sudah dirasa baik dalam perjalanannya menuju target waktu pencapaian di tahun
2015. Ada beberapan indikator yang sudah berada di atas target yang ditentukan dari
pemerintah pusat, contohnya yaitu cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi kebidanan, cakupan pelayanan nifas, cakupan neonatal dengan
komplikasi yang ditangani dan cakupan desa siaga aktif. Upaya – upaya dalam percepatan
pencapaian standar pelayanan minimal bidang kesehatan tetap dilakukan agar dapat mencapai
target serta mempertahankan capaian target yang sudah tercapai agar pencapaiannya tetap
stabil atau dapat lebih meningkat lagi.
Dalam pembahasan tentang kinerja kebijakan SPM di Kabupaten Malang, analisis
akan dilakukan dengan menggunakan teori yang dikemukanan Van Metter dan Van Horn
tentang enam variabel yang mempengaruhi kinerja sebuah kebijakan, yaitu:
Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Dalam kenyataannya, SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang memiliki ukuran dan
tujuan kebijakan yang dijelaskan di

dalam peraturan tentang penerapan SPM bidang

kesehatan. Peraturan tersebut disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang sebenarnya di
level pelaksana. Hal tersebut terjadi karena di tahap awal rencana penerapan SPM bidang
kesehatan di Kabupaten Malang, standar pelayanan kesehatan yang terdiri dari indikator dan
target pencapaian sudah disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan
[7]

kemampuan keuangan daerah serta personil dalam bidang kesehatan. Pemerintah Daerah
Kabupaten Malang dapat menyesuaikan SPM bidang kesehatan sesuai dengan potensi
daerahnya dan hal ini sesuai dengan prinsip otonomi nyata. Tujuan dari penerapan SPM
bidang kesehatan pun memiliki tujuan yang jelas yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui pelayanan kesehatan.
Sumber Daya
Keberhasilan proses implementasi juga tergantung dari kemampuan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia seperti sumber daya manusia, sumberdaya finansial serta sumber
daya waktu. Sumber daya manusia yang ada dalam penerapan SPM bidang kesehatan di
Kabupaten Malang dirasa kurang karena tenaga kesehatan yang kurang kompeten dalam
penerapan indikator di SPM ini. Hal tersebut mengaharusnya di adakannya pelatihan –
pelatihan terhadap tenaga kesehatan agar lebih kompeten dalam menjalankan tugasnya dalam
penerapan layanan kesehatan untuk masyarakat. Sumber daya finansial atau pendanaan dalam
penerapan SPM bidang kesehatan dirasa kurang didalam penyelenggaraan
program

program –

percepatan pencapaian SPM. Hal ini disampaikan oleh Kasubag Perencanaan,

Evaluasi dan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang bahwa salah satu penghambat
penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang adalah masalah pendanaan.
Pemerintah Daerah memerlukan dana yang cukup besar untuk menerapan peraturan ini
karena banyak program – program yang di lakukan guna tercapaian target SPM kesehatan
yang ditetapkan oleh pemerintah. Pendanaan dalam suatu peraturan memang selalu menjadi
unsur penting. Pendanaan peraturan kesehatan ini sepenuhnya di tanggung oleh dana APBD
Kabupaten Malang. Persentase anggaran kesehatan terhadap APBD Kabupaten Malang 4
tahun terakhir cenderung fluktuatif yaitu tahun 2009 sebesar 4,84% dan tahun 2010
meningkat menjadi 8,26%. Sedangkan tahun 2011 turun menjadi 7,99% (Rp 181.686.199.130
dari Rp. 1.880.096.840.038 total kabupaten) dan tahun 2012 meningkat menjadi 10,56% (Rp
231.112.944.220 dari Rp 2.188.888.436.055,64 total kabupaten). Dalam hal ini, Kabupaten
Malang sudah menaati peraturan sesuai Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan Pasal 171 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan bahwa pemerintah pusat harus
mengalokasikan 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN dan pemerintah
daerah harus mengalokasikan 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD
untuk kesehatan. Penggunaan anggaran secara efektif perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang karena pada kenyataannya kabupaten ini sudah menganggarkan 10%
APBD untuk bidang kesehatan. Sumber daya yang berikutnya yaitu sumber daya waktu, pada
[8]

target waktu yang ditetapkan pada 2010 lalu, banyak indikator SPM bidang kesehatan di
Kabupaten Malang yang belum mencapai targetnya. Hal tersebut kemungkinan besar
dikarenakan waktu yang terbatas untuk memahami peraturan sekaligus melakukan
pencapaian di tahun 2010.
Karakteristik Agen Pelaksana
Hal yang juga mempengaruhi kinerja suatu kebijakan yaitu karakteristik serta
penentuan agen pelaksana yang meliputi organisasi yang terlibat dalam pencapaian SPM
bidang kesehatan. Cakupan wilayah Indonesia yang luas dan berbentuk kepulauan yang
menyebabkan wilayah satu dengan lainya terletak berjauhan menjadi salah satu faktor
mengapa standar pelayanan minimal diserahkan ke Pemerintah Daerah masing – masing.
Pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah menjadi sesuatu yang
tepat untuk dilakukan karena cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan juga harus
diperhitungkan. Semakin luas cakupan implementasi suatu kebijakan, maka harus makin
besar pula agen yang dilibatkan dalam pengimplementasiannya. Kabupaten Malang yang
merupakan Kabupaten terluas kedua di Jawa Timur dengan luas 3.238,27 km² dan 33
kecamatan, secara operasional melimpahkan tugas yang berhubungan dengan kesehatan
kepada Dinas Kesehatan. Cakupan wilayah yang cukup luas di kabupaten ini, memerlukan
agen yang cukup besar dalam penerapan peraturan SPM bidang kesehatan. Sarana kesehatan
masyarakat seperti Puskesmas dan Rumah Sakit menjadi agen dalam penerapan SPM
kesehatan. Selain itu, sarana seperti puskesmas keliling dan juga posyandu yang ada di setiap
desa dijadikan alat untuk pengoptimalan kinerja dalam penerapan dan juga pencapaian target
SPM bidang kesehatan.
Sikap atau Kecenderungan Para Pelaksana
Kebijakan ataupun peraturan yang dibuat oleh pemerintah memang terkadang tidak
melibatkan masyarakat dalam perumusannya, namun pemerintah sebisa mungkin mencari
tahu dan mendengar apa yang sebernarnya diinginkan oleh masyarakat serta apa saja
permasalahan yang terjadi. Sikap penerimaan ataupun penolakan dari agen pelaksana juga
mempengaruhi penerapan suatu kebijakan. Dinas Kesehatan dan puskesmas sebagai sarana
kesehatan, menunjukan sikap penerimaan yang baik terhadap peraturan tentang standar
pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten Malang. Sikap positif tersebut dapat
dilihat berdasarkan kinerja Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Malang yang
dengan serius menjalankan program – program dalam upaya percepatan penerapan SPM
[9]

bidang kesehatan. Pemerintah Daerah Kabupaten Malang menjalankan upaya perencanaan
program tersebut di dalam RPJMD Kabupaten dan Dinas Kesehatan yang menuangkannya di
dalam Renstra Dinas Kesehatan. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan di
sarana kesehatan masyarakat yaitu puskesmas. Sikap penerimaan dan upaya dalam
percepatan penerapan SPM bidang kesehatan di Puskesmas dilakukan dengan menjalankan
upaya Active Detection Case atau disebut penemuan kasus secara aktif. Upaya tersebut
dilakukan puskesmas untuk melakukan upaya dalam penemuan kasus penyakit yang ada di
masyarakat. Hal tersebut dilakuakan demi meningkatkan temuan penyakit dan akan memberi
kenaikan di dalam persentase pencapaian SPM di indikator tertentu.
Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Komunikasi yang dilakukan antar organisasi merupakan suatu cara yang sangat baik
untuk terciptanya koordinasi penerpan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang.
Sosialisasi, monitoring, dan evaluasi oleh Kementerian Kesehatan ataupun Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur dilakukan secara rutin kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Malang juga wajib memberikan sosialisasi kepada
kepala puskesmas di Kabupaten Malang tentang semua program yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Komunikasi yang terjalin juga di dalam sistem
pelaporan data penerapan SPM bidang kesehatan. Inilah mekanisme pelaporan dan
komunikasi diantara antar organisasi dalam penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten
Malang:
Gambar 5.
Mekanisme Pelaporan dan Komunikasi Antar Organisasi Dalam Penerapan SPM
Bidang Kesehatan

Sumber: Data Diolah (Tahun 2013)

[10]

Komunikasi berupa sosialisasi dan monitoring di lakukan tiap triwulan dan semester,
serta evaluasi dilakukan di tiap akhir tahun. Komunikasi yang terjalin diantara agen yang
terlibat dalam penerapan SPM bidang kesehatan dirasa sudah cukup baik sehingga
implementasi penerapannya berjalan efektif.
Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Lingkungan juga mempunyai pengaruh dalam penerapan SPM bidang kesehatan.
Lingkungan politik dalam penerapan SPM bidang kesehatan dimengerti sebagai berkaitannya
beberapa peraturan yang ada. Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.65
Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal,
diikuti oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.741/MENKES/PER /VII/2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Perencanaan
Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Produk – produk hukum tersebut
merupakan faktor pendorong dari aktor politik dalam pemerintahan yang berupaya
mendorong penerapan SPM bidang kesehatan dengan berbagai peraturan yang semakin
memperkuat posisi SPM di daerah – daerah otonom penyelenggara SPM. Peran serta
masyarakat sangat mempunyai pengaruh dalam efektivitas penerapan SPM bidang kesehatan
di Kabupaten Malang. Hal ini dikarenakan masyarakat adalah sasaran utama yang dituju oleh
penerapan kebijakan SPM bidang kesehatan. Dari beberapa wawancara yang dilakukan oleh
masyarakat pengguna jasa puskesmas, puskesmas dirasa sebagai sarana kesehatan dengan
biaya murah dan bisa dijangkau oleh masyarakat kalangan bawah serta kemudahan untuk
masyarakat pemengang kartu Jamkesmas dan Jamkesda. Dalam penerapannya, ada beberapa
masyarakat yang memiliki pandangan buruk terhadap citra puskesmas yang dianggap kurang
kompeten dalam menangani penyakit yang serius dan terkesan berbelit – belit dalam
melakukan pelayanan kesehatan seperti rujukan ke rumah sakit. Namun, hal itu dijelaskan
oleh kepala puskesmas sebagai prosedur yang normal dijalankan karena memang puskesmas
tidak memiliki alat kesehatan sebanyak yang dimiliki oleh rumah sakit. Puskesmas hanya
menjadi sarana kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat sehingga masyarakat bisa
menggunakan layanan puskesmas dan apabila dibutuhkan tindakan yang lebih lanjut,
puskesmas akan segera merujuk ke rumah sakit yang memiliki peralatan medis lebih lengkap.
Dengan kata lain, puskesmas disini adalah sarana kesehatan pendeteksi dini bagi masyarakat
yang memiliki permasalahan dengan kesehatan.

[11]

Ada beberapa problematika yang terjadi dalam penerapan SPM bidang kesehatan di
Kabupaten Malang. Yang pertama yaitu masalah perubahan peraturan yang beberapa kali
terjadi di tingkat pusat. Terkadang, perubahan yang dilakukan dalam penentuan jenis
indikator SPM kesehatan mengikuti keinginan pimpinan sehingga dalam praktik di lapangan,
hal tersebut menimbulkan masalah baru. Contohnya yaitu cakupan penemuan penyakit
penular yang tidak bisa disama ratakan di beberapa daerah karena ada beberapa daerah yang
bukan merupakan endemik penyakit tersebut. Selain itu, ketidakpahaman terhadap cara
perhitungan target capaian juga dirasa belum optimal. Walaupun telah ada petunjuk teknis
untuk penerapan SPM, namun banyak perhitungan yang tidak sesuai dengan pedoman yang
diberikan. Kurangnya monitoring dan evaluasi yang dilakukan Pemerintah Pusat terhadap
pelaksanaan SPM di Kabupaten Malang menyebabkan adanya fabrikasi data di dalam
pelaporan pencapaian penerapan SPM. Kewajiban Pemerintah untuk melakukan monitoring
haruslah dilakukan dengan serius agar tidak ada lagi praktik kecurangan yang dilakukan
hanya untuk laporan, bukan implementasinya kepada masyarakat.
Ketiadaan sanksi kepada daerah yang tidak memenuhi target pencapaian SPM bidang
kesehatan juga menjadi salah satu faktor yang membuat daerah kurang serius dalam
melakukan penerapan SPM. Seharusnya sanksi sudah ditetapkan sejak awal agar daerah
mengetahui konsekuensi yang akan didapat bila mengabaikan peraturan ini. Hal ini
merupakan kesalahan Pemerintah Pusat yang kurang tegas dalam penerapan dan
pemberlakuan sebuah peraturan. Problem pada pendanaan juga merupakan alasan mendasar
yang sering terjadi alasan tidak diterapkan suatu program untuk percepatan penerapan SPM
kesehatan di daerah dan itu berpengaruh pada tidak tercapainya beberapa indikator SPM. Ada
anggapan bahwa SPM merupakan program Pemerintah Pusat sehingga pusatlah yang harus
membiayai pencapaian target SPM. Padahal dalam peraturan perundang – undangan, sudah
diatur secara jelas bahwa peran masing – masing dan pembiayaan dibebankan kepada daerah
sesuai kemampuan yang dimiliki.
Secara keseluruhan, SPM dianggap sebagai tindakan yang logis bagi Pemerintah
Daerah karena peraturan ini didasarkan pada kemampuan daerah masing – masing namun
keterbatasan dana, sumber daya aparatur dan faktor lainnya menjadi faktor yang
mempengaruhi

kinerja

Pemerintah

Daerah.

Kemunculan

SPM

bidang

kesehatan

memungkinkan Pemerintah Kabupaten Malang melakukan kegiatannya secara lebih terukur
karena adanya pedoman serta target yang tertuang di dalam SPM.
Pelaporan pencapaian SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang harus dilakukan
guna dijadikan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Pelaporan yang diberikan kepada
[12]

Bupati, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan juga Kementerian Kesehatan menjadikan
berjalannya otonomi daerah yang bertanggung jawab. Monitoring dan evaluasi atas
penerapan SPM bidang kesehatan dilakukan untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar
kesehatan kepada masyarakat. Selain itu evaluasi dan monitoring menjadi bahan
pertimbangan dalam memberikan sanksi kepada Pemerintah Daerah yang tidak berhasil
mencapai SPM bidang kesehatan dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dengan
mempertimbangkan kondisi khusus daerah. Sampai saat ini, Pemerintah Pusat belum
menjelaskan sanksi apa yang akan diberikan kepada daerah yang gagal dalam penerapan
SPM bidang kesehatan. Namun diharapkan bahwa Pemerintah bisa bertindak tegas dengan
sanksi yang dikeluarkan untuk daerah yang gagal dalam penerapan SPM bidang kesehatan
karena kesehatan adalah suatu hal yang sangat mendasar dalam menjamin kesejahteraan
masyarakat dan pemerintah harus dengan serius mengurusi urusan yang berkaitan dengan
kesejahteraan rakyatnya.
PENUTUP

Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal menjadikan peraturan tersebut
sebagai pokok – pokok acuan bagi Pemerintah Daerah dalam penerapan standar pelayanan
minimal. Peraturan tersebut juga ditegaskan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Penerapan standar pelayanan
minimal bidang kesehatan oleh Pemerintah Pusat yang dilimpahkan kepada Pemerintah
Daerah pada dasarnya diterapkan untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kesehatan
kepada masyarakat secara merata dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat. Praktik otonomi daerah yang sangat melekat dalam penerapan peraturan ini
dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di setiap daerah.
Kabupaten Malang sebagai salah satu pemerintahan daerah yang menjalankan SPM bidang
kesehatan juga berhak menyesuaikan peraturan ini sesuai dengan perkembangan kebutuhan,
prioritas dan kemampuan keuangan daerah serta personil di bidang kesehatan yang berkaca
pada prinsip otonomi nyata. Selain bertujuan untuk menjamin mutu pelayanan dasar
masyarakat di bidang kesehatan, standar pelayanan minimal juga berfungsi sebagai tolok
ukur kinerja dan memperjelas tugas pokok Pemerintah Daerah di bidang kesehatan.

[13]

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai penerapan dan pencapaian
standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten Malang tahun 2009 – 2012, maka
dapat diambil beberapa poin kesimpulan, yaitu:
1. Penerapan Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan di Kabupaten Malang telah
membawa dampak yang baik bagi masyarakat. Hal ini terlihat dari data statistik
dimana angka harapan hidup, angka kematian bayi, angka kematian anak dan ibu
mengalami penurunan. Pemerintah Kabupaten Malang juga telah mengintegrasikan
penerapan dan pencapaian SPM di dalam dokumen RPJMD maupun Renstra Dinas
Kesehatan sebagai badan operasional yang menjalankan penerapan SPM bidang
kesehatan. Pengintegrasian tersebut menjelaskan bahwa ada upaya serius dari
kabupaten ini untuk menjamin kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan
kesehatan. Keseriusan dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat juga
ditunjukkan melalui pendanaan bidang kesehatan sebanyak 10% dari APBD
Kabupaten Malang. Koordinasi dan komunikasi diantara agen yang bertugas dalam
penerapan SPM bidang kesehatan dirasa sudah cukup baik. Sosialisasi, monitoring
dan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI maupun Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur rutin dijalankan untuk melihat sejauh mana
penerapan ini berjalan di Kabupaten Malang.
2. Pencapaian SPM bidang kesehatan yang sudah dilakukan dalam kurun waktu 2009 –
2012 menunjukkan adanya peningkatan persentase yang baik di beberapa indikator.
Berikut uraian dari pencapaian SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang:
a. Dari 18 indikator yang ada, 9 indikator diantaranya sudah melampaui target
yang ditentukan pemerintah pada tahun 2015 yaitu pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan, balita gizi buruk yang mendapat perawatan,
penjaringan kesehatan siswa SD dan enam indikator lainnya. Ada beberapa
indikator yang telah mendekati target yang ditentukan pemerintah dan
Kabupaten Malang telah melakukan program guna mempercepat capaian
SPM tersebut.
b. Beberapa indikator yang masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah
salah satunya yaitu indikator yang berkaitan dengan masyarakat miskin. Salah
satu penyebab kurangnya cakupan dalam indikator tersebut yaitu kurangnya
sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam penjaringan
kesehatan

yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin.

Pemerintah

melakukan sosialisasi tentang jaskesmas dan active detection case guna
[14]

mempercepat pencapaian di indikator yang terkait dengan program tersebut.
Namun secara keseluruhan, pencapaian indikator – indikator SPM bidang
kesehatan di Kabupaten Malang dinilai baik dilihat dari perjalanan
penerapannya dari tahun ke tahun yang semakin meningkat.
Dari hasil tersebut dapat direkomendasikan:
1. Pendataan target sasaran dalam penerapan SPM ini sangat bergantung dengan data
yang berhubungan dengan kependudukan. Data yang digunakan haruslah data yang
valid, bukan data perkiraan yang sangat tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
di masyarakat. Pendataan tersebut sangat penting fungsinya untuk mengetahui jumlah
sasaran dan juga pembiayaan yang dibutuhkan dalam penjalankan program – program
yang berkaitan dengan indikator di dalam SPM bidang kesehatan.
2. Harus ada spesifikasi daerah mengenai indikator – indikator kesehatan yang
diterapkan. Karena masing – masing daerah memiliki kekhasan geografis dan
demografis yang tidak bisa di sama ratakan satu sama lain.
3. Upaya monitoring harus rutin dilakukan ke setiap daerah guna mengetahui masalah –
masalah apa saja yang ditemui dalam penerapan SPM bidang kesehatan. Yang
dimaksud disini bukanlah monitoring yang dilakukan kepada agen – agen pelaksana,
namun monitoring di dalam tatanan masyarakat.
4. Peran aktif warga harus lebih ditingkatkan karena target utama dalam kebijakan ini
adalah masyarakat. Semakin baik peran aktif warga dalam pelaksanaan SPM ini,
semakin banyak pula sasaran target yang ditangani dan hal itu dapat mempengaruhi
persentase capaian di masing – masing indikator.
5. Diperlukan adanya ketegasan sikap Pemerintah Pusat mengenai sanksi yang diberikan
terhadap daerah yang lalai maupun tidak berhasil dalam mencapai target penerapan
SPM bidang kesehatan yang sudah ditargetkan oleh Pemerintah Pusat.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agustino, Leo. 2008. Dasar – Dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta
Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator dan
Implementasinya . Yogyakarta : Penerbit Gava Media
Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Penerbit Andi

[15]

Nugroho, Riant. 2009. PUBLIC POLICY: Teori Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses
Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management Dalam
Kebijakan Publik, Kebijakan Sebagai The Fifth Estate, Metode Penelitian Kebijakan.
Jakarta : Elex Media Komputerindo
Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah . Jakarta :
Grasindo
Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2008. Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model
Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Wahab, Solichin Abdul. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang : UMM Press
Widjaja, HAW. 2008. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: Rajawali Pers
Jurnal, Hasil Penelitian dan Tesis
Rengga, Aloysius. 2009. Studi Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Kesehatan di Kota Magelang.
Kurniawan, Iwan. 2011. Tesis: Efektivitas Pengaturan Standar Pelayanan Minimal Dalam
Perspektif Desentralisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Dokumen Resmi
Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Laporan Akuntabititas Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Tahun 2012.
Laporan Pencapaian SPM Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2009 – 2012
Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Malang Tahun 2010
– 2015
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 Tentang Petunjuk
Teknis Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
Kementerian Dalam Negeri, Buku I: Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal.
Paparan tentang Kebijakan Umum Standar Pelayanan Minimal dan Implementasinya di
Daerah 2013 oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri
Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA.

[16]