Gambaran Yesus Kristus sebagai Patung Me

NAMA

: DYANA MARTIQ WINDOE

NIM

: 712012025

TUGAS AKHIR KRISTOLOGI

Gambaran Yesus Kristus sebagai Patung Megalitik dalam Konteks Budaya Sumba
Kristologi adalah ilmu yang mempelajari tentang siapa itu Yesus. Mendasari pada
pemahaman ini maka saya secara pribadi ingin menggambarkan Yesus sebagai Patung Megalitik
dalam konteks budaya Sumba. Pandangan ini dikemukakan menurut realita kehidupan yang
terjadi di Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Pulau Sumba merupakan sebuah gugusan pulau dengan luas wilayah 10.710 km² dan
secara administratif merupakan bagian wilayah dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. Puncak
tertinggi di Pulau Sumba adalah Gunung Wanggameti dengan ketinggian 1.225 m dpl. Pulau
Sumba memiliki empat wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba
Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Di sebelah barat laut,
Sumba berbatasan dengan Pulau Sumbawa, di timur laut dengan Pulau Flores yang masih satu

provinsi, di timur dengan Timor dan di bagian selatan dan tenggara dengan Australia. Selat
Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu dan Samudra Hindia
terletak di sebelah selatan dan baratnya.
Kota terbesar di Sumba adalah Waingapu yang sekaligus juga merupakan ibukota
Kabupaten Sumba Timur. Di Kota Waingapu terdapat sebuah bandar udara dan pelabuhan laut
yang menghubungkan Pulau Sumba dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia seperti Pulau
Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Timor.
Sebelum bangsa Eropa mendarat di Sumba pada tahun 1522, pulau ini dikuasai oleh
Kerajaan Majapahit. Kemudian, sejak tahun 1866 Sumba dikuasai oleh pemerintah Hindia
Belanda dan selanjutnya menjadi bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia. Penduduk
asli Sumba secara rasial merupakan campuran dari etnis Mongoloid dan Melanesoid. Sebagian
besar penduduknya menganut kepercayaan animisme Marapu, agama nenek moyang orang
1

Sumba secara turun temurun, dan agama Protestan dan Katolik. Selain itu, terdapat juga pemeluk
agama Islam dalam jumlah lebih minoritas yang banyak dijumpai di sepanjang kawasan pesisir
pulau Sumba.
Pulau Sumba terkenal dengan warisan budaya megalitik yang masih bertahan hingga
sampai sekarang bersama lestarinya agama adat Marapu yang kukuh di pegang warga setempat.
Kubur batu atau batu kubur dalam istilah arkeologi disebut dolmen biasanya berbentuk bejana

(kabang) maupun watu pawesi.1 Kubur batu megalitik merupakan budaya megalitik yang
berkembang di Nusantara menjelang Masehi.
Kubur batu berkembang di Pulau Sumba sekira 4.500 tahun lalu. Kubur batu di sini
senantiasa dibuat besar dan megah, selain sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur juga
sebagai cerminan status pemiliknya. Oleh karenanya, bagi masyarakat Sumba, kubur batu
merupakan warisan leluhur yang terus dipelihara dan dipertahankan.2
Pada umumnya, kubur batu megalitik di Sumba berukuran 4 x 2 meter dan beratnya
sampai puluhan ton, di sangga empat tiang batu menaungi jenazah yang dikubur di tanah dalam
posisi duduk meringkuk, dilapisi puluhan kain adat dan ditutup semen. Diatas kubur batu dibuat
penji (tugu batu) dengan beragam ornamen (dekorasi) hewan seperti kerbau, buaya, kura-kura,
atau harimau yang melambangkan raja, ayam atau babi yang menunjukan kepemimpinan dan
udang yang melambangkan kehidupan hanya berganti bentuk dunia. 3 Jadi, dapat di singkat
bahwa dekorasi yang dibuat ternyata mempunyai arti tersendiri.
Para peneliti budaya dan arkeolog meyakinkan bahwa kubur batu di Sumba merupakan
satu-satunya pola hias yang mewakili tradisi pra-sejarah yang masih hidup (living megalithic
culture). Tempat-tempat serupa seperti Toraja, Nias, Sabu, Flores, dan lainnya juga memiliki
tradisi megalitik sezaman tetapi tidak ada yang disertai dihiasi arca dan relief indah seperti yang
ditemukan di Sumba.

1 http://www.indonesia.travel/id/destination/718/sumba-menyentuh-tradisi-dari-zaman-batudan-keindahan-nan-alami/article/343/kubur-batu-sumba-lestarinya-budaya-megalitik-dinusantara diakses pada tanggal 27 November 2014 15:03

2 Ibid,
3 Ibid,

2

Bangunan megalitik di Sumba mempunyai pola hias yang khas yaitu berupa pahatan tiga
dimensi berbentuk arca dan pahatan dua dimensi berbentuk relief. Pola hias ini sangat di
pengaruhi oleh zaman, kepercayaan religius dan status pemiliknya. Ragam relief ini pun kian
kreatif dari masa ke masa berupa sulur huruf ‘S’ atau lingkaran memusat warisan zaman pra
sejarah. Ada pula yang menggambarkan tokoh manusia, binatang, serta pola geometris dari masa
yang lebih muda.
Beberapa makna dari relief yang dimaksudkan adalah pertama ada yang terkait dengan
sifat kehalusan dan kebijaksanaan seorang bangsawan yang biasanya dipahat dengan simbol
hewan atau benda alam seperti bulan dan bintang. Kedua ada juga, sifat keagungan dan
kebesarannya yang disimbolkan dengan benda-benda seperti tombak, parang, pedang, serta
bermacam ragam perhiasan. Ketiga ada pula berupa hiasan hewan piaraan yang menjadi sumber
inspirasi seperti kakatua, kerbau, anjing, kuda, ikan, kadal, dan buaya.
Kubur batu di Sumba merupakan kubur primer yang dipakai secara komunal oleh suami
istri dan cucu-cucunya. Jenazah anak kandung tidak dapat dikuburkan bersama jenazah
orangtuanya karena pandangan bahwa semasa hidup seorang anak yang telah dewasa dan

menikah tidak boleh tinggal sekamar dengan orangtuanya sehingga setelah meninggal juga tidak
boleh dikubur dalam kubur batu (odi) yang sama. Sementara jenazah cucu boleh disatukan
dengan kubur kakek-neneknya.
Ternyata budaya megalitik di Pulau Sumba bukan hanya terlihat dari kubur batu atau tugu
kubur melainkan juga ikuti secara nyata dari agama suku yang mereka anut, yaitu Marapu.
Kepercayaan asli orang Sumba ini bergantung pada pemujaan arwahnenek moyang serta mereka
meyakini roh-roh leluhur sebagai penghubung antara mereka yang masih hidup dan Sang
Pencipta. Oleh karena itu, orang Sumba tidak pernah bisa jauh dari kerabat yang telah meninggal
dan untuk menjaga kedekatan itu mereka mendirikan batu kubur tepat di depan rumahnya. Batu
kubur dan rumah adat merupakan satu paket adat budaya Sumba yang tidak terpisahkan, rumah
sebagai tempat tinggal yang masih hidup dan batu kubur sebagai tempat tinggal yang telah
meninggal.

3

Ada beberapa jenis kubur batu yang dapat temukan di Sumba, yaitu: pertama, watu
pawa'I berupa kubur batu besar berbentuk meja batu (dolmen) yang ditopang beberapa batu
bulat sebagai penyangga berjumlah 4 atau hingga lebih. Kubur batu ini adalah untuk para raja
dan golongan bangsawan. Akan tetapi, jenis ini tidak selalu menjadi kuburan karena ada juga
yang dibangun hanya sebagai monumen agung dan berfungsi sebagai kuburan biasanya

dilengkapi batu kubur berukuran lebih kecil, persis di bawah watu pawai. Kedua, watu Kuoba
adalah batu utuh yang dipahat membentuk peti dengan lempengan batu lebar sebagai penutup.
Batu jenis ini ada yang berhias ada pula yang tidak. Pola reliefnya lebih sederhana dan terletak
pada bagian peti batu. Jenis ini umumnya dipakai sebagai kuburan golongan menengah dan
keluarganya. Ketiga, koro watu merupakan kubur batu dengan 6 lempengan batu yang disusun
menjadi peti batu dimana bagian pertama sebagai dasar, kedua sebagai penutup dan empat bagian
lainnya diletakkan pada masing-masing sisi. Jenis ini biasanya langsung diletakkan di atas tanah
tanpa perlengkapan lainnya. Keempat, kurukata merupakan varian lain dari koro watu dengan
dua lempeng penutup bagian atas yang ditumpuk jadi satu. Kelima, watumanyoba yaitu kubur
batu sederhana dengan lempengan batu tanpa kaki yang langsung diletakkan di tanah. Bentuknya
ada yang berupa lempengan segi empat, persegi panjang, bulat telur, dan lainnya. Jenis ini
umumnya digunakan sebagai kuburan bagi pelayan sehingga sering kali ditemukan bersisian
dengan kuburan para raja. Keenam, kaduwatu berupa kubur batu tegak lurus (penji) yang
berhiaskan beragam ukiran dan merupakan pasangan batu kubur lain, terutama dari jenis Watu
Pawa'i. Jenis ini biasanya berfungsi sebagai pernanda arah kepala atau kaki mayat sekaligus
sebagai simbol bangsawan.4
Selain bentuknya yang beragam, kubur batu di Sumba juga memiliki keunikan pada
ukurannya yang sangat beraneka ragam. Ukuran batu kubur batu tersebut berceritra tentang
banyak hal seperti status kebangsawanan dan kekayaan pemiliknya. Itu karena tidak semua orang
Sumba mampu mendirikan batu kubur besar dimana pengerjaannya membutuhkan waktu, biaya

dan tenaga. Dalam upacara kubur batu perlu menyertakan puluhan ekor hewan kurban, seperti
ayam, anjing, babi, sapi, dan kerbau selama menjalankan ritual adat, mulai dari pemotongan batu
kubur, penarikan batu kubur hingga pengerjaan batu kubur. Jumlah hewan kurban tersebut
berkisar 50 ekor. Hal yang menarik juga adalah bila ukuran kubur batu tersebut besar dan berat
sehingga butuh banyak orang menggotongnya agar tiba di kampung atau tujuan diamnya.
4 Ibid,

4

Keberadaan dari kuburan-kuburan ini dianggap sakral, sehingga kuburan ini tetap di jaga
dan dirawat agar tetap terlihat bagus baik dari segi ukiran maupun bentuknya. Kesakralan dari
kuburan ini dilihat dari status kebangsawan dari sang empuhnya kuburan, khususnya turunan
bangsawan atau orang-orang yang memiliki kekayaan banyak. Begitu pula ketika Yesus Kristus
menjadi pusat perhatian semasa hidupnya, bagi orang-orang yang hidup pada masa itu segala
sesuatu yang berkaitan dengan Yesus dianggap sakral, entah itu jubah Yesus, perkataan Yesus,
mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus, bahkan kuburan Yesus pun dianggap sebagai tempat yang
sakral dan memiliki kekuatan di luar kemampuan manusia biasa.
Yesus dalam kasus ini digambarkan sebagai bangsawan di Sumba yang menunjukkan
kesakralannya melalui semua yang Ia miliki, semasa Ia hidup dan mati. Jubah merupakan
pakaian yang digunakan orang Yahudi pada saat itu guna untuk menutup seluruh tubuh mereka

dari leher sampai ke mata kaki. Sebenarnya orang Yahudi pada saat itu bisa saja menggunakan
pakaian biasa yang seperti warga Indonesia gunakan. Namun karena cuaca dan letak geografi
bangsa Yahudi, maka diharuskan menggunakan jubah. Yesus menggunakan jubah yang sama
dengan orang Yahudi pada saat itu. Namun, jubah yang digunakan Yesus sakral dan spesial.
Dapat dilihat dalam bacaan di Injil Matius 9:20 (lihat pula Markus 5:27; atau Lukas 8:44), dalam
kisah Yesus pada saat itu, perempuan yang sudah dua belas tahun menderita penyakit pendarahan
mempunyai keyakinan bahwa dengan hanya menjamah jubah Yesus dan dia mengalami
kesembuhan. Terbukti bahwa jubah Yesus berbeda dengan orang-orang Yahudi lainnya.
Yesus dilihat dalam kehidupan agama suku Merapu yang berada di Sumba, jubah Yesus
disetarakan dengan kekayaan yang dimiliki oleh keturunan bangsawan. Kekayaan itu menjadi
tolak ukur dalam kehidupan orang di Sumba, sehingga ketika mereka hidup maupun ketika
mereka meninggal, mereka dihormati bahkan disembah oleh hamba-hamba mereka. Melalui
kekayaan ini juga bisa dijadikan sebagai alasan dari kesakralan kuburan dari kaum bangsawan,
yang nantinya kuburan itu dibuat sedemikian indah melalui ukiran-ukiran seni untuk
melambangkan bahwa sang empunya kuburan itu merupakan orang yang dihormati dan
disembah.
Yesus identik dengan pelayanan dari kota ke kota, pelayanan yang Ia lakukan membuat Ia
mempunyai banyak murid disetiap kota yang Ia singgahi. Yesus melayani semua orang. Dengan
5


demikian mudah untuk memahami bahwa Yesus bergaul dengan berbagai macam orang dari
berbagai status sosial. Kerajaan Allah yang bersifat universal yang diwartakan oleh Yesus
terjelma dalam tindakan-Nya merangkul semua orang. Semua orang yang dilayani Yesus antara
lain pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Semua orang diberi kesempatan untuk mengalami
metanoia dan menjadi pengikut-Nya serta masuk dalam persekutuan Kerajaan Allah. Selain itu,
Yesus melakukan tindakan pembebasan dari keberagaman yang menindas. Kritik Yesus terhadap
pemberlakuan hukum-hukum agama yang menindas mencerminkan bahwa Allah yang
diwartakan Yesus adalah Allah yang melampaui hukum-hukum agama. Yesus melakukan mujizat
uyang adalah bagian dari karya Yesus yang amat menonjol peranan-Nya. Dan perlu dipahami
sebagai perwujudan pemerintahan Allah. artinya adalah suatu keadaan/peristiwa dimana manusia
dapat melihat kuasa Allah yang menyelamatkan, selalu dihubungkan dengan kuasa Allah atau
Allah.
Yesus ketika melaksanakan pelayanan-Nya status sosial serta kedudukan dalam
masyarakat bukan menjadi penghambat bagi Yesus untuk merangkul semua orang supaya
menerima pengajaran-Nya. Yesus menekankan pada ajaran-Nya bahwa kesetaraan sosial itu
wajib diterapkan dalam kehidupan semua orang. Yesus mengajarkan murid-murid dan pengikutNya agar dalam kehidupan sebagai manusia, yang mana sedang berada dalam dunia yang
dipenuhi dengan segala ciptaan Allah, haruslah melakukan tindak sosial yang bukan hanya
menguntungkan orang lain melainkan juga menguntungkan diri sendiri. Yesus bukan hanya
menekankan dalam perkataan, melainkan juga dalam tindakan bermasyarakat. Yesus telah
memberikan contoh dan telah menjadi teladan yang baik bagi manusia. Kehidupan suku Marapu

selalu melihat derajat sosial merupakan salah satu contoh penerapan di mana perbedaan derajat
sosial masih berlaku.

Kesimpulan
Penjelasan tentang Yesus apa yang telah tertera di atas, dengan penjelasan-penjelasan
tentang tradisi dan kebiasaan orang Sumba, Nusa Tenggara Timur, dikaitkan dengan mujizat
Yesus yang dilakukan-Nya melalui jubah. Dapat disimpulkan bahwa Yesus adalah Seseorang
6

yang berkuasa. Tidak ada yang bisa menandingi-Nya, segala penyakit dan kuasa-kuasa gelap
yang ada dapat diusir dan diangkat oleh-Nya. Kehidupan Yesus di dunia nyata sangatlah
dihormati dan disanjung karena hanya Dia-lah yang dapat melakukan mujizat-mujizat yang tidak
dapat dilakukan oleh manusia biasa. Sehingga dari tulisan ini dapat disampaikan bahwa Yesus
sangatlah disanjung tinggi dan dihormati, sedangkan kaum bangsawan di Pulau Sumba
mempunyai keunikan dalam wujud peninggalan megalitik dan kuburan-kuburan bangsawan yang
berasal dari agama suku Merapu. Kuburan-kuburan ini dianggap oleh masyarakat Sumba sebagai
tempat yang sakral sehingga kuburan-kuburan dan peninggalan megalitik dijaga dan dirawat
dengan baik oleh masyarakat setempat, karena selain sakral dijadikan tempat untuk beribadah
oleh keluarga yang mempunyai kuburan tersebut. Kuburan-kuburan megalitik ini melambangkan
tingkat atau derajat. Disisi yang lain mujizat yang dilakukan Yesus menghapuskan kelas-kelas

sosial tentang orang yang sakit adalah orang yang dikutuk. Oleh karena itu pemaknaan ini
membawa pemahaman bahwa Yesus adalah tokoh universal yang menghapus kelas-kelas sosial
yang ada karena pelayanannya menyentuh semua kelas sehingga membentuk pemahaman gereja
bahwa di dalam Tuhan Yesus semua manusia adalah sama.

7