SUMBER HUKUM INTERNASIONAL menurut hukum

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
Sumber hukum internasional merupakan dasar kekuatan mengikatnya hukum
internasional. Sumber hukum internasional bisa berarti dasar kekuatan mengikatnya
hukum internasional, metode penciptaan hukum internasional, atau tempat
ditemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada
suatu persoalan konkret.
Istilah sumber hukum internasional memiliki makna materiil dan makna
formal. Sumber hukum dalam arti materiil mempersoalkan isi/materi hukum,
sedangkan sumber hukum dalam arti formal mempersoalkan bentuk atau wadah
aturan hukum. Berikut ini penjelasan mengenai dua sumber hukum internasional,
yaitu materil dan formal.
Perkataan sumber hukum dapat dipergunakan dalam beberapa arti. Secara
material sumber hukum dapat diartikan sebagai sumber isi hukum atau dasar
berlakunya hukum dan atau tempat di mana kaidah-kaidah hukum itu diciptakan. Juga
dapat pula diartikan sebagai sumber hukum yang mempersoalkan sebab apakah
hukum itu mengikat? dan juga berarti sebagai sumber hukum yang menyelidiki
masalah apakah yang menjadi dasar mengikatnya hukum itu?
Sedangkan secara formal, sumber hukum dapat diartikan sebagai sumber yang
memuat tentang ketentuan-ketentuan hukum secara formal yang dapat diterapkan
sebagai kaidah dalam suatu persoalan yang konkrit. Juga dapat berarti sebagai sumber
yang merupakan tempat di mana ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum

dapat ditemukan dan sumber yang memberikan jawaban atas pertanyaan dimanakah
kita dapat menemukan atau mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum yang dapat
diterapkan sebagai kaidah di dalam suatu persoalan yang aktual dan konkrit.
Sementara dalam arti lain, sumber hukum dapat diartikan sebagai kekuatankekuatan atau faktor-faktor (politic, sociologic, ekonomis, teknis, dan psikologis),
yang membantu dalam pembentukan hukum sebagai suatu bentuk perwujudan atau
fenomena sosial dalam kehidupan kemasyarakatan manusia. Dapat juga diartikan
sebagai sumber hukum yang meneliti faktor-faktor kausal atau penyebab yang turut
membantu di dalam pembentukan suatu kaidah.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sumber hukum dalam arti material dan
sumber hukum dalam arti lain merupakan masalah yang terletak di luar bidang ilmu
hukum (ekstra-yuridis), yang pada hakikatnya merupakan persoalan-persoalan yang
terletak di dalam bidang filsafat. Sedangkan sumber hukum dalam arti formal, adalah
merupakan persoalan yang terletak dalam bidang ilmu hukum (intra-yuridis).
Berdasar pada deskripsi di atas, manakah di antara ketiga arti sumber hukum
tersebut yang terpenting? Bagi seorang yang ingin memperdalam pengetahuannya
dalam bidang filsafat atau sejarah hukum, maka baginya sumber hukum yang
terpenting ialah sumber hukum dalam arti material dan dalam arti yang lain.
Sedangkan bagi seseorang yang belajar hukum positif seperti mahasiswa fakultas
hukum, pengacara atau pejabat diplomat, maka baginya sumber hukum yang

terpenting adalah sumber hukum dalam arti formal.
Di dalam perpustakaan hukum internasional Inggris, sumber hukum dalam arti
material (material sources) sebagaimana yang dikemukakan oleh J.G. Starkejustru
dalam arti yang sebaliknya yaitu sumber hukum dalam arti formal. Oleh karena itu,
terlepas dari perbedaan pengertian dan lingkup sumber hukum sebagaimana yang
diungkapkan oleh Starke, yang terpenting bagi kita di dalam mempelajari sumbersumber hukum internasional adalah bagaimana memahami sumber hukum dalam arti
formal, tanpa harus mengabaikan sumber hukum dalam arti material.
Dalam literatur tertulis terdapat dua tempat rujukan yang menempatkan
sumber hukum dari sumber-sumber hukum internasional. Pertama, Pasal 7 Konvensi
ke-12 Den Haag tanggal 18 Oktober 1907, yang mendirikan Mahkamah Internasional
Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court).
Sumber hukum ini tidak pernah terjadi atau terbentuk dalam kenyataannya
karena tidak mencapai jumlah ratifikasi yang diperlukan (tidak memenuhi
persyaratan). Kedua, Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, tertanggal 16
Desember 1920, yang tercantum dalam Piagam PBB tertanggal 26 Juni 1945. Dengan
demikian maka sumber hukum internasional merujuk pada Pasal 38 ayat 1 Statuta
Mahkamah Internasional.

Sebelum menguraikan sumber hukum internasional yang didasarkan pada Pasal
38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional, terlebih dahulu dikemukan beberapa

pendapat para sarjana mengenai sumber-sumber Hukum Internasional.
Menurut J.G.Starkebahwa sumber-sumber hukum material (maksudnya sumbersumber hukum formal) adalah “Bahan-bahan aktual yang dipergunakan oleh sarjanasarjana hukum internasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi hal-hal
tertentu.”
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Starke mengemukakan sumber-sumber
hukum material (maksudnya formal) sebagai berikut:
1.

Kebiasaan;

2.

Traktat;

3.

Keputusan Pengadilan atau Badan Arbitrasi; dan

4.

Karya-karya Yuridis.

Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa sumber-

sumber Hukum Internasional sebagai berikut:
1.

Perjanjian-perjanjian Internasional;

2.

Kebiasaan-kebiasaan Internasional;

3.

Prinsip-prinsip Hukum Umum; dan

4.

Keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang
paling terkemuka dari berbagai negara.


Menurut Pasal 38 (1) Status Mahkamah Internasional yang selanjutnya
sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB, tanggal 26 Juni 1945 pada pokoknya
mengatakan bahwa: Dalam mengadili perkara-perkara yang diajukan, Mahkamah
Internasional akan mempergunakan:
1.

Perjanjian-perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus
yang mengandung ketentuanketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh
negaranegara yang bersengketa;

2.

Kebiasaan-kebiasaan Internasional sebagai bukti dari pada sesuatu kebiasaan
umum yang telah diterima sebagai hukum;

3.

Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab;
dan


4.

Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling
terkemuka dari berbagai negara-negara, sebagai sumber tambahan bagi
menetapkan kaidah-kaidah hukum.
Akan tetapi, uraian Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional akan dimulai

dengan menganalisis kelemahan-kelemahan (weaknesses) dan kelebihan-kelebihan
(Strengthens).
Kelemahan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional yaitu: dikaitkan
dengan perkembangan subyek-subyek hukum internasional dan praktek masyarakat
internasional maka sumber-sumber hukum internasional sebagaimana tercantum
dalam Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional tersebut masih harus ditambah
lagi dengan sumber-sumber lain.
Karena ternyata bahwa pasal tersebut di atas, tidak menyebutkan Mahkamahmahkamah atau peradilan arbitrasi dan keputusan-keputusan badan-badan atau
lembaga-lembaga internasional yang dewasa ini merupakan sumber-sumber hukum
yang makin bertambah urgensinya. Baik urutan maupun isi sumber-sumber hukum
internasional menurut Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional tersebut di atas,
belum menggambarkan suatu pendapat yang diterima secara umum.
Adapun kelebihan atau Keistimewaan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah

Internasional yakni “dengan dicantumkannya” prinsip-prinsip atau asas-asas hukum
umum, sebagai salah satu sumber formal dari hukum internasional dalam Pasal 38 (1)
Status Mahkamah Internasional, mengandung suatu keluwesan atau fleksibilitas yang
bertujuan untuk memberikan dasar kepada Mahkamah Internasional untuk
membentuk kaidah-kaidah hukum baru, dalam hal ini Mahkamah Internasional tidak
berhasil menemukan ketentuan-ketentuan hukum positif yang dapat diterapkan
kepada masalah yang diajukan kepadanya berdasarkan sumber-sumber hukum primer
lainnya seperti perjanjian kebiasaan internasional dan sebagainya. Memberikan dasar
hukum atau tempat berpijak bagi kemungkinan timbul atau terbentuknya sumbersumber hukum baru sebagai akibat perkembangan di kemudian hari.

Menurut Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional sumber hukum
internasional dapat diklasifikasikan atas dua golongan sebagai berikut: Sumbersumber utama atau sumber-sumber primer, yang terdiri atas perjanjian-perjanjian
Internasional, kebiasaan-kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip Hukum Umum.
Sumber-sumber tambahan, atau sumber-sumber subsider, terdiri atas Keputusankeputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari
berbagai Negara.
Urutan sumber hukum internasional di atas, tidak otomatis menempatkan yang
satu lebih superior dari yang lainnya. Oleh karena itu, jika persoalan yang timbul
adalah manakah di antara ketiga sumber hukum internasional yang primer, menurut
Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional tersebut yang paling utama atau yang
terpenting? maka pertanyaan ini sulit dijawab, dalam arti tidak dapat dijawab begitu

saja.
Karena ketiga sumber primer tersebut, mempunyai hubungan yang sangat erat
bahkan saling mengisi satu sama lainnya. Karenanya terhadap prinsip sumber-sumber
hukum internasional primer tersebut, Pasal 18 (1) Statuta Mahkamah Internasional,
sama sekali tidak mengaturnya. Bahkan urutan yang ada sama sekali tidak
menggambarkan urutan penting/utama dari masing-masing sumber tersebut.
Hal ini mengandung pengertian antara lain bahwa: ketiga sumber tersebut
sama penting/sama utama. Tidak ada satu pun dari ketiga sumber primer tersebut yang
mempunyai kedudukan yang lebih penting atau lebih utama daripada yang lainnya.
Pengutamaan masing-masing sumber primer tersebut adalah tergantung pada pangkal
tolak atau sudut pandang, di mana kita memandang/meninjaunya.
Jika ditinjau dari sudut pandang sejarah, maka kebiasaan-kebiasaan
Internasional, merupakan sumber yang terpenting/terutama. Karena Kebiasaankebiasaan Internasional merupakan sumber hukum yang tertua dalam sejarah. Dilihat
dari segi empiris maka, dapat dikatakan bahwa perjanjian-perjanjian Internasional
merupakan sumber hukum yang paling utama atau yang paling penting, dari kedua
sumber lainnya; karena kenyataan dewasa ini menunjukkan makin bertambah

banyaknya persoalan-persoalan yang diatur dengan perjanjian-perjanjian internasional
antara negara-negara, termasuk pula masalah-masalah yang tadinya diatur oleh hukum
kebiasaan.

Apabila kita memandang dari sudut fungsinya, maka dapat dikatakan bahwa
prinsip-prinsip/ asas-asas hukum umum, merupakan sumber hukum yang terutama
atau yang terpenting. Karena, sumber hukum inilah yang bersifat luwes/fleksibel,
yakni memberikan kesempatan dan kelonggaran kepada Mahkamah Internasional
untuk menemukan atau membentuk kaidah-kaidah hukum baru, yang dapat
mengembangkan hukum internasional, atau membuka kemungkinan bagi adanya
sumber-sumber hukum internasional yang baru, berdasarkan prinsip-prinsip hukum
umum tadi.
Tanpa harus terjebak dalam perdebatan siapa yang terpenting maka uraian
dalam bahasan ini mengikuti urutan menurut Pasal 38 (1) Statuta mahkamah
Internasional.

A. Sumber Hukum Materil
Sumber hukum material adalah sumber hukum yang membahas materi dasar
tentang substansi dari pembuatan hukum itu sendiri atau prinsip-prinsip yang
menentukan isi ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Sumber hukum material juga dapat diartikan sebagai dasar kekuatan
mengikatnya hukum internasional. Ada beberapa teori yang menjelaskan dasar
kekuatan mengikatnya hukum internasional. Teori-teori tersebut seperti berikut.
1.


Teori Hukum Alam (Naturalist).
Menurut para penganut ajaran hukum alam, dasar kekuatan mengikatnya
hukum internasional karena hukum internasional tersebut merupakan bagian dari
hukum yang lebih tinggi, yaituhukum alam. Ajaran hukum alam telah berhasil
menimbulkan keseganan terhadap hukum internasional dan telah meletakkan dasar
moral dan etika yang berharga bagi hukum internasional, juga bagi perkembangan
selanjutnya.

Tokoh teori hukum alam adalah Hugo Grotius. Hugo Grotius mendasarkan
sistem hukum internasional atas berlakunya hukum alam yang diilhami oleh akal
manusia dan praktik negara serta perjanjian negara sebagai sumber hukum
internasional. Atas pendapatnya tersebut, Hugo Grotius dari Belanda disebut sebagai
Bapak Hukum Internasional.
2.

Teori Kedaulatan (Positivisme)
Menurut aliran teori kedaulatan, dasar kekuatan mengikatnya hukum
internasional atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum
internasional. Tokoh-tokoh dalam teori kedaulatan antara lain Hegel dan George

Jellineck dari Jerman. Berkaitan dengan teori ini, Zorn berpendapat bahwa hukum
internasional itu tidak lain daripada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar
suatu negara. Hukum internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi yang mempunyai
kekuatan mengikat ke luar kemauan negara.
Teori-teori yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kehendak
negara (teori voluntaris) mencerminkan dari teori kedaulatan dan aliran positivisme
yang menguasai alam pikiran dunia hukum di Benua Eropa, terutama Jerman pada
abad XIX.

3.

Teori Objectivitas
Menurut aliran teori objektivis, dasar kekuatan mengikatnya hukum
internasional adalah suatu norma hukum, bukan kehendak negara. Pendiri aliran atau
teori ini dikenal dengan nama mazhab Wiena. Ajaran mazhab Wiena mengembalikan
segala sesuatunya kepada suatu kaidah dasar (grundnorm). Tokoh mazhab Wiena
adalah Hans Kelsen (dari Austria) yang dianggap sebagai bapak mazhab Wiena.
Kelsen mengemukakan bahwa asas ”pacta sunt servanda” sebagai kaidah dasar
(grundnorm) hukum internasional. Pacta sunt servanda adalah prinsip bahwa
perjanjian antarnegara harus dihormati.

B. Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formal dalam hukum internasional ditegaskan dalam Statuta
Mahkamah Internasional pasal 38 ayat (1). Menurut pasal 38 ayat (1) Statuta
Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh
Mahkamah dalam mengadili perkara sebagai berikut.
1.

Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum utama atau primer dari
hukum internasional adalah perjanjian internasional (treaty) baik berbentuk law
making treatymaupun yang berbentuk treaty contract.
Law making treaty artinya perjanjian internasional yang menetapkan
ketentuan hukum internasional yang berlaku umum. Adapun treaty contract artinya
perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan
internasional yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku
khusus bagi pihak-pihak tersebut.
Menurut pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, perjanjian
internasional merupakan sumber utama dari sumber-sumber hukum internasional
lainnya. Hal itu dapat dibuktikan terutama dalam kegiatan-kegiatan internasional
dewasa ini yang sering berpedoman pada perjanjian antara para subjek hukum
internasional yang mempunyai kepentingan sama.

2.

Kebiasaan Internasional
Kebiasaan internasional (international custom) adalah kebiasaan yang terbukti
dalam praktik umum dan diterima sebagai hukum. Contohnya, penyambutan tamu
dari negara-negara lain dan ketentuan yang mengharuskan pemasangan lampu bagi
kapalkapal yang berlayar pada malam hari di laut bebas untuk menghindari tabrakan.

3.

Prinsip Hukum Umum
Yang dimaksud prinsip-prinsip hukum umum di sini adalah prinsip-prinsip
hukum yang mendasari sistem hukum modern, yang meliputi semua prinsip hukum

umum dari semua sistem hukum nasional yang bisa diterapkan pada hubungan
internasional.
Dengan adanya prinsip hukum umum, Mahkamah Internasional diberi
keleluasaan untuk membentuk dan menemukan hukum baru. Dengan demikian, tidak
ada alasan bagi Mahkamah Internasional untuk menyatakan nonliquet atau menolak
mengadili karena tidak adanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.
4.

Keputusan Pengadilan
Keputusan pengadilan yang dimaksud sebagai sumber hukum internasional
menurut Piagam Mahkamah Internasional pasal 38 ayat (1) sub d adalah pengadilan
dalam arti luas dan meliputi segala macam peradilan internasional maupun nasional
termasuk di dalamnya mahkamah dan komisi arbitrase. Mahkamah yang dimaksudkan
di sini adalah Mahkamah Internasional Permanen, Mahkamah Internasional, dan
Mahkamah Arbitrase Permanen.

Berdasarkan sifat daya ikatnya, sumber hukum Internasional jika dibedakan
berdasarkan sifat daya ikatnya maka dapat dibedakan menjadi sumber hukum primer
dan sumber hukum subsider. Sumber hukum primer adalah sumber hukum yang
sifatnya paling utama artinya sumber hukum ini dapat berdiri sendiri-sendiri
meskipun tanpa keberadaan sumber hukum yang lain. Sedangkan sumber hukum
subsider merupakan sumber hukum tambahan yang baru mempunyai daya ikat bagi
hakaim dalam memutuskan perkara apabila didukung oleh sumber hukum primer. Hal
ini berarti bahwa sumber hukum subsider tidak dapat berdiri sendiri sebagaimana
sumber hukum primer.
Oleh karena sumber hukum internasional seperti Perjanjian Internasional,
Kebiasaan International, Prinsip Hukum Umum merupakan sumber hukum primer
maka Mahkamah Internasional dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan
kepadanya dengan berdasarkan sumber hukum Perjanjian Internasional saja,
Kebiasaan International saja, atau Prinsip Hukum Umum saja. Namun perlu diketahui
bahwa pemberian Perjanjian Internasional, Kebiasaan International, Prinsip Hukum
Umum tidak menunjukan herarki dari sumber hukum tersebut. Artinya bahwa ketiga

sumber hukum tersebut mempunyai kedudukan yang sama tingginya atau yang satu
tidak lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya dari sumber hukum yang lain.

Oleh karena sumber hukum internasional Keputusan Pengadilan, dan
Pendapat Para sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.merupakan
sumber hukum subsider maka Mahkamah Internasional tidak dapat
memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan hanya
berdasarkan sumber hukum Keputusan Pengadilan saja, Pendapat Para sarjana
Hukum Internasional yang terkemuka saja, atau Keputusan Pengadilan dan
Pendapat Para sarjana Hukum Internasional yang terkemuka saja. Hal ini
berarti bahwa kedua sumber hukum tersebut hanya bersifat menambah sumber
hukum primer sehingga tidak dapat berdiri sendiri.