bab 3 aktivitas penambangan di pt. Sumber Gunung Maju, cilegon.

BAB III
AKTIVITAS PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN

3.1.

Aktivitas Penambangan
Kegiatan penambangan batuan andesit di lokasi tambangBravo 10PT.

SumberGunung Maju meliputi berbagai aktivitas sebagai berikut: pembersihan
lahan

(land

clearing),

pengeboran

(drilling),

peledakan


(blasting),

pemuatan(loading),dan pengangkutan (hauling) kemudian ditimbun (dumping)ke
hopper untuk kemudian kecrushing plant dan sand plant untuk diolah.
3.1.1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Kegiatan penambangan batuan andesit di PT. Sumber Gunung Maju,
Bravo 10 dimulai dari aktivitas pembersihan lahan (land clearing). Kegiatan ini
bertujuan sebagai penyiapan area penambangan atau area pengeboran untuk
kemudian di ledakkan. Proses ini dilakukan dengan menyingkirkan material yang
menghalangi kegiatan penambangan, seperti pepohonan. Dalam proses land
clearing ini dilakukan dengan menggunakan alat BackhoeKobelco SK330.
Aktivitas ini dilakukan terus menerus untuk development area penambangan.

Gambar 3.1. Proses land clearing dengan backhoe Kobelco SK330

9

Universitas Sriwijaya

10


3.1.2. Pengeboran (Drilling)
Aktivitas pengeboran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk membuat
lubang ledak dengan kedalaman, posisi dan pola tertentu sesuai dengan desain
geometri peledakan yang telah direncanakan pada area pengeboran. Adapun
tahapan aktivitas pengeboran yang dilakukan di PT. Sumber Gunung Majuadalah
sebagai berikut:
1.

Marking
Marking bertujuan untuk menentukan atau menandai lokasi lubang
ledak yang akan di bor sesuai dengan keadaan area pengeboran. Marking
pada PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10 dilakukan olehhelper pada lokasilokasi yang akan dilakukan pemboran. Aktivitas marking dilakukan dengan
menggunakan bambu berukuran 3 meter dan bantuan beberapa batu untuk
menandai lokasi pengeborannya.

Gambar 3.2. Proses marking

2.


Pengeboran
Pengeboran bertujuan untuk membuat lubang ledak sesuai dengan
lokasi yang telah ditentukan saat proses marking.Aktivitas pengeboran
dilakukan dengan menggunakan alat Junjin Hydraulic Crawler Drill JD-800.

Universitas Sriwijaya

11

Lubang ledak yang dibuat memiliki jarak burdendan spacing 3 meter,
diameter lubang bor sebesar 3 inch dengan kedalaman 8 meter.
Pembuatan lubang ledak pada PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10
menggunakan pola zig-zag. Lubang ledak yang dibuat ini didasarkan atas
pertimbangan

fragmentasi

batuan

yang


dihasilkan

dan

biayanya.

Pertimbangan lainnya adalah free face, efektivitas peledakan, dan arah
lemparan batuan.

Gambar 3.3. Proses pengeboran dengan Junjin JD-800

3.1.3. Peledakan (Blasting)
Proses peledakan yang dilakukan di PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10
bertujuan untuk membuat ukuran fragmentasi yang diinginkan sehingga dapat
diangkut untuk kemudian diolah. Kegiatan peledakan dapat dilakukan apabila
semua lubang ledak telah terisi bahan peledak yang akan digunakan. Adapun
tahapan aktivitas peledakan pada tambang batuan andesit PT. Sumber Gunung
Maju, Bravo 10 yaitu sebagai berikut:


Universitas Sriwijaya

12

1.

Inspeksi Lubang Ledak
Inspeksi dilakukan sebelum dilakukannya kegiatan peledakanuntuk
meninjau lubang ledak.Lubang ledak dinilai baik apabila tidak adanya
hambatan di dalam lubang ledak tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara
memasukkan bambu berukuran 3 meter kedalam lubang ledak.

Gambar 3.4. Kegiaan inspeksi lubang ledak

2.

Merancang Pola Peledakan
Pola peledakan yang akan diterapkan telah direncanakan terlebih dahulu
dan dirancang di lapangan. Untuk pola peledakan itu sendiri berpengaruh
terhadap flying rock, vibration, dan air blast sangat diperhatikan karena

sangat dekat dengan pemukiman warga agar tidak terkena dampak yang
besar. Apabila terdapat lubang ledak lebih dari 15 lubang, maka peledakan

Universitas Sriwijaya

13

dilakukan 2 kali untuk menjaga getaran yang ditimbulkan, dan apabila
terdapat 45 lubang ledak dalam satu area maka dilakukan 4 kali peledakan.
PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10 menggunakan in hole delay 1-10
ms dan penggunaan delay pada peledakan tergantung pada stok yang
diberikan oleh gudang untuk mendukung proses peledakan. PT. Sumber
Gunung Maju, Bravo 10 menggunakan pola peledakan zig-zag (staggered
pattern) untuk mencapai boulder yang dibutuhkan dalam proses pengolahan.
Geometri peledakan yang digunakan pada setiap peledakan yaitu:
a. Burden dengan jarak 3 m
b. Spacing dengan jarak 3 m
c. Stemming dengan kedalaman 2,7 m
d. Isian lubang ledak dengan kedalaman 5,3 m
e. Kedalaman lubang ledak 8 m

f. Diameter lubang ledak 3 inch

Gambar 3.5 Desain geometri peledakan dengan menggunakan iShotplus

Universitas Sriwijaya

14

Gambar 3.6. Desain pola peledakan dengan iShotplus

3.

Persiapan Peralatan dan Perlengkapan Peledakan
a. Peralatan Peledakan
Peralatan peledakan merupakan semua bahan atau alat-alat yang
dapat digunakan lebih dari satu kali pemakaian dalam operasional
peledakan.Peralatan peledakan antara lain:
1). Blasting Machine
Blasting machine merupakan sumber energi penghantar arus
listrik menuju detonator. Cara kerja blasting machine pada umumnya

didasarkan atas pengumpulan arus pada sejenis kapasitor kemudian
arus tersebut dilepaskan seketika pada saat yang dikehendaki. Blasting
machine yang digunakan di PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10
adalah jenis Kobla BM100D.

Universitas Sriwijaya

15

Gambar 3.7.Blasting machine Kobla BM100D

2). Blaster Ohmmeter
Alat pengukur tahanan kawat listrik untuk keperluan peledakan
dibuat khusus untuk pekerjaan peledakan. Ruas kawat yang dapat
diukur tahanannya adalah seluruh legwire dari sejumlah detonator
yang digunakan dan lead wire, sehingga jumlah tahanan seluruh
rangkaian dapat diketahui dan voltage blasting machine dapat
ditentukan setelah arus dihitung. Blaster ohmmeter yang digunakan di
PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10 adalah jenis Kobla XR III.


Universitas Sriwijaya

16

Gambar 3.8. Blaster ohmmeter Kobla XR III

3). Lead Wire
Lead Wire termasuk pada peralatan peledakan, karena dapat
dipakai berulang kali. Lead Wire berfungsi sebagai penghubung
rangkaian peledakan listrik dengan alat pemicu ledak listrik atau
blasting machine.

Gambar 3.9. Lead Wire

Universitas Sriwijaya

17

4). Alat Pengaman Peledakan
Peralatan pengamanan yang biasa digunakan dalam operasi

peledakan adalah sebagai berikut :
a) Radio komunikasi portable atau handy-talky (HT)
b) Sirine tanda peledakan dengan tenaga listrik.

(a)

(b)

Gambar 3.10. (a) Sirine tanda peledakan, (b) Tombol sirine

b. Perlengkapan Peledakan
Perlengkapan peledakan merupakan semua bahan atau alat-alat yang
hanya dapat digunakan untuk satu kali peledakan.
1) Detonator
Detonator merupakan alat pemicu awal yang menimbulkan
inisiasi dalam bentuk ledakan kecil sebagai bentuk aksi yang

Universitas Sriwijaya

18


memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau
primer. Adapun detonator yang digunakan adalah detonator listrik.

Gambar 3.11. Detonator
2) Booster
Booster berfungsi sebagai penghasil shock wave untuk memicu
meledaknya bahan peledak yang telah dimasukkan dalam lubang
ledak. Di PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10, Booster yang
digunakan adalah jenis gel yang memiliki kekuatan tinggi dan
beremulsi sensitif yang kuat, namun memiliki sensitivitas yang rendah
terhadap impak mekanik. Gel ledak tahan terhadap air dandikemas
dalam cartridge dari bahan nylon film. Gel ledakyang digunakan PT.
Sumber Gunung Maju, Bravo 10 diproduksi oleh PT. Dahana dan PT.
BME Indonesia

Universitas Sriwijaya

19

(a)

(b)

Gambar 3.12. Gel ledak(a) PT. Dahana, (b) PT.BME Indonesia
3) Primer
Primer merupakan suatu istilah yang diberikan pada bahan
peledak peka detonator, yaitu bahan peledak (booster) berbentuk
cartridge yang sudah dipasang detonator/delay yang kemudian akan
diletakkan ke dalam lubang ledak.
4) Bahan Peledak
Bahan peledak yang digunakan PT. Sumber Gunung Maju,
Bravo 10 adalah Amonium Nitrat produksi PT. Multi Nitrotama Kimia
yang ditambah sedikit solar.

Universitas Sriwijaya

20

Gambar 3.13. Amonium Nitrat produksi PT. MNK

5) Leg Wire
Leg wire merupakan kabel penghubung detonator antar lubang.
Fungsi leg wire digunakan agar lubang ledak dipastikan meledak
sesuai rencana pola peledakan yang telah diatur dengan delay masingmasing.

Universitas Sriwijaya

21

Gambar 3.14.Leg Wire
4.

Pelaksanaan Aktivitas Peledakan
1) Pengisian Primer (Gel Ledakdan Detonator).
Pengisian primer pada aktivitas peledakan di PT. Sumber Gunung
Maju, Bravo 10 didasarkan pada kedalaman lubang ledak.Kedalaman
lubang ledaknya adalah 8 meter. Maka jenis pengisian yang digunakan
yaitu bottom priming.
Beberapa hal penting yang harus diketahui pada saat mengisi primer
ke dalam lubang ledak antara lain pada saat memasukkan primer ke dalam
lubang ledak harus dilakukan dengan hati-hati, sehingga detonator atau
sumbu tidak terlepas dari cartridge. Setelah primer terletak pada posisinya,
ikatkan sumbu ledak dengan batu atau kayu di bagian luar agar tidak
merosot masuk kembali ke dalam lubang ledak.Ketika memasukkan
primer

mengalami

kesulitan,

maka

dapat

dibantu

dengan

cara

mendorongnya dengan tongkat kayu secara perlahan-lahan.

Gambar 3.15. Pengisian primer

Universitas Sriwijaya

22

2) Pengisian Bahan Peledak
Pengisian bahan peledak pada PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10
dilakukan dengan menumpahkan Amonium Nitrat yang ditambahkan
sedikit solar langsung ke dalam lubang ledak.

Gambar 3.16. Pengisian bahan peledak

c. Pengisian Stemming
Stemming yang digunakan merupakan cutting hasil pengeboran.
Kedalaman stemming yang dibutuhkan yaitu 2,7 m. Tujuan penguncian
antar butir agar cukup kuat untuk menahan energi peledakan, sehingga
tidak terjadi stemming ejection dan sebagian besar energi didistribusikan
kearah horizontal. Stemming yang digunakan oleh PT. Sumber Gunung
Maju, Bravo 10 pada aktivitas peledakannya adalah menggunakan cutting
hasil pengeboran.

Universitas Sriwijaya

23

Gambar 3.17. Pengisian stemming

d. Pemasangan Rangkaian Peledakan
Penyambungan sumbu inhole delay harus dilakukan dengan hati-hati
dan tidak terbalik, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai
berikut:
1) Memperhatikan arah gelombang inisiasi awal yang akan ke arah
rangkaian.
2) Blok pengikat (bunch block) yang dilengkapi detonator tunda harus
diletakkan dekat dengan lubang ledak.
3) Surface delay dan inhole delay yang disambungkan harus benar-benar
tersambung dengan kuat.
4) Pemasangan kabel harus benar-benar tepat,

leg wire harus

berpasangan dengan detonator.

Universitas Sriwijaya

24

Gambar 3.18. Perangkaian leg wire

e. Pemasangan Lead Wire ke Blasting Machine
Pada aktivitas peledakan PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10,
pemicu atau inisiasi awal menggunakan Blasting Machine yang
dihubungkan ke rangkaian peledakan dengan menggunakan Lead Wire.
f. Pengamanan Sebelum Peledakan
Pengamanan lebih ditujukan kepada orang atau karyawan yang
mendekati atau melewati area peledakan. Adapun hal-hal yang
diperhatikan antara lain :
1) Tempat berlindung tim peledakan
a) Arah dan jarak lemparan batu harus dipertimbangkan sehingga
dapat mengambil posisi yang berlawanan.
b) Memeriksa

keadaan

sekeliling

tempat

berlindung,

jangan

mendekati daerah yang dapat menyebabkan longsoran ketika
dilakukan peledakan.

Universitas Sriwijaya

25

c) Pemegang blasting machine merupakan orang yang berpengalaman
dan memiliki Kartu Ijin Meledakkan (KIM) atas nama yang
bersangkutan dan perusahaan.
2) Tanda peringatan sebelum peledakan
a) Sebelum dilakukan peledakan orang-orang disekitar daerah
pengaruh gas dan lemparan batu harus diberi aba-aba peringatan
agar berlindung atau menyingkir. Demikian juga dengan peralatan,
sebelumnya harus sudah diamankan.
b) Aba-aba dapat berupa sirine. Sementara itu pada batas jalan masuk
ke area peledakan harus diblokir oleh petugas pengamanan.
c) Jeda waktu antara aba-aba peringatan dengan saat peledakan harus
cukup untuk memberi kesempatan kepada orang-orang untuk
berlindung. Aba-aba dilakukan dalam beberapa tahapan dan tiap
tahap mempunyai arti tersendiri serta dimengerti oleh tim
peledakan dan seluruh karyawan.
d) Juru ledak memeriksa area sekitar peledakan sebelum aba-aba
terakhir untuk menyakinkan bahwa lokasi tersebut aman dari
orang-orang yang ada disekitarnya.
g. Pelaksaanaan Peledakan
Peledakan dilakukan dengan hitungan mundur dan aba-aba (3, 2, 1,
dan Tembak). Tombol atau tangkai pemicu ditekan sesuai prosedur
pemakaian alat dan peledakan terjadi.Sampai tahap ini jalur komunikasi
masih dikuasai tim peledakan sebelum dilakukan pemeriksaan hasil
peledakan dan dinyatakan bahwa peledakan aman dan terkendali.
h. Pemeriksaan setelah Peledakan
Setelah aktivitas peledakan selesai dilakukan, maka area tempat
peledakan dan sekitarnya masih menjadi tanggung jawab tim peledakan
sebelum dilakukan pemeriksaan. Beberapa pekerjaan yang perlu dilakukan
setelah aktivitas peledakan antara lain:
1) Setelah ledakan, pemeriksaan dilakukan terhadap gas-gas beracun dan
memeriksa kemungkinan adanya lubang yang gagal meledak (misfire).

Universitas Sriwijaya

26

2) Apabila seluruh lubang meledak dengan baik dan konsentrasi gas
sudah cukup aman, juru ledak akan menginformasikan ke seluruh
karyawan dan kegiatan lain bisa dilanjutkan.
5.

Hasil Peledakan
Berikut hal-hal yang diperhatikan setelah proses peledakan dilakukan :
a. Fragmentasi Peledakan
Fragmentasi merupakan batuan hasil peledakan. Fragmentasi batuan
dipengaruhi dari pola dan geometri peledakan yang dirancang.
Fragmentasi yang dikatakan efisien yaitu boulderdengan berat 10-500
kilogram sehingga tidak diperlukan breaker untuk memecah kembali
fragmentasi hasil peledakan.

(a)

(b)

Gambar 3.19. Lokasi peledakan (a) sebelum, (b) setelah peledakan

b. Treatment pada Boulder
Pada fragmentasi hasil peledakan, tidak semua batuan sesuai dengan
ukuran yang diharapkan. Fragmentasi batuan dikatakan Boulder jika
ukuran batuan hasil peledakan tersebut terlalu besar dan tidak muat untuk
dimasukkan kedalam mulut crusher pada proses selanjutnya. Batuan yang
dianggap boulderakan dipisahkan oleh backhoe pada saat kegiatan
pemuatan material hasil peledakan ke alat muat angkut. Boulder tidak

Universitas Sriwijaya

27

dimasukkan ke dalam vessel alat angkut, melainkan dikumpulkan pada
lokasi tertentu dekat dengan backhoe, kemudian dilakukan proses
pemecahan batuan dengan menggunakan alat breakerKobelco SK200.

Gambar 3.20. Breaker Kobelco SK200

3.1.4. Pemuatan (Loading)
Penggalian dan pemuatan dilakukan dengan menggunakanbackhoe
Kobelco SK330. Adapun batuan andesit yang digali merupakan bongkahan batuan
andesit hasil peledakan sebelumnya, bukan batu andesit kompak yang masih
menyatu di alam, hal ini dikarenakan ketidakmampuan alat gali untuk mengupas
batu andesit tersebut.
Setelah batuan telah digali dari front kerja, batuan hasil galian tersebut
kemudian dipindahkan ke dalam dump truckHino 500 Ranger,yang selanjutnya
dibawa ke hopperA1 atauB1 yang terletak sekitar 200 - 900 m dari masing masing
front loading. Untuk memenuhi satubucket Hino 500 Ranger yang berkapasitas
10-12 m3, maka backhoeKobelco SK-330 harus melakukan loading pada dump
truck Hino 500 Ranger sebanyak kurang lebih6 kali dan membutuhkan waktu
rata-rata 180 detik hingga bucketdump truck penuh.

Universitas Sriwijaya

28

Gambar 3.21. Proses loading ke dump truck Hino 500 Ranger

3.1.5. Pengangkutan (Hauling)
Setelah proses pemuatan dilakukan, batu andesit dipindahkan dari front
penambangan menuju hopper dengan menggunakan alat angkut dump truckHino
500 Ranger dengan kapasitas 10-12 m3. Waktu pengangkutan rata – rata dari
menuju hopper A1 atau B1 dengan jarak terjauh 900m adalah sekitar 480 detik.
Sedangkan waktu kembali kosong dump truck rata-rata dari hopper A1 atau
B1kembali ke front adalah sekitar 360 detik.

Gambar 3.22. Proses hauling

Universitas Sriwijaya

29

3.1.6. Penimbunan (Dumping)
Dumping merupakan kegiatan yang mengeluarkan/menurunkan batuan
dari vessel dump truck ke hopper yang telah disediakan. Hopper yang disediakan
ada 2 yaitu A1 dan B1,dimana dump truck melakukan dumping tergantung pada
hopper yang kosong pada saat itu.

Gambar 3.23. HopperA1 dan B1

3.2.

Aktivitas Pengolahan
Kegiatan pengolahan batuan andesit di lokasi tambang Bravo 10 oleh PT.

Sumber Gunung Majudilakukan setelah melewati tahap penambangandari
pembersihan lahan (land clearing) hingga dumping ke hopper A1 atau B1. Dari
hopper kemudian akan diolah di Crushing Plant dan Sand Plant hingga menjadi
produk siap jual.
3.2.1. Crushing Plant
1.

Primary Plant
Primary plant merupakan kegiatan pengolahan pertama yang dilakukan
setelah batuan dumping ke hopper. Pada PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10

Universitas Sriwijaya

30

ada dua buah primary plant sesuai dengan jumlah hopper yang ada, dengan
namaplant A1 dan B1. Bagian dari primary plant pada PT. Sumber Gunung
Maju, Bravo 10 ini adalah hopper, pusher, grizzly, jaw crusherdan belt
conveyor. Stockpile yang dihasilkan dari primary plant ini ada dua, yaitu
gudang batu dan stockpile sirdam (pasir makadam).
a. Hopper
Hopper merupakan tempat penimbunan (dumping) batu produksi
yang diangkut dari quarry.

Gambar 3.24. Hopper

b. Pusher

Universitas Sriwijaya

31

Pusher merupakan alat yang bekerja untuk membantu mendorong
batuan yang terdapat pada hopper untuk kemudian bergerak ke jawcrusher
dengan teratur.

Gambar 3.25. Pusher

c. Grizzly
Grizzly merupakan saringan untuk batuan berukuran kecil dan tanah
yang apabila melewatinya akan diangkut oleh belt conveyor ke
stockpilesirdam (pasir makadam) dan dapat langsung dipasarkan dan tidak
diolah di secondary plant.

Universitas Sriwijaya

32

Gambar 3.26. Grizzly
d. Jaw Crusher
Jawcrusher merupakan alat yang digunakan untuk mereduksi ukuran
batuan yang didorong turun dari hopper dengan bantuan pusher, dan
menghasilkan batuan dengan ukuran maksimal 22 cm, nilai ini didapat dari
jarak terjauh antara fixed jaw denganswing jaw. Pada Plant A1 ukuran jaw
crushernya 60x54 inch dan pada Plant B1 ukuran jaw crushernya 60x48
inch.

(a)

(b)

Universitas Sriwijaya

33

Gambar 3.27. Jaw crusher pada (a) Plant A1, (b) Plant B1

e. Belt Conveyor
Belt conveyor digunakan sebagai alat transportasi dari jawcrusher ke
stockpile sirdam dan gudang batu pada primary plant.
f. Stockpile Sirdam (Pasir Makadam)
Stockpile sirdam berfungsi sebagai tempat penampungan batuan
halus dan tanah dari hopper yang lolos melalui grizzly.

Gambar 3.28. Belt conveyor menuju stockpile sirdam
.
g. Gudang Batu
Gudang batu berfungsi sebagai tempat penampungan batuan hasil
reduksi dari jaw crusher pada primary plant untuk kemudian dilakukan
pengolahan kembali di secondary crusher.

Universitas Sriwijaya

34

Gambar 3.29. Belt conveyor dari plant A1 dan B1 menuju gudang batu
2.

Secondary Plant
Secondary plant merupakan kegiatan pengolahan batuan setelah
primary plant. Pada secondary plant ini telah menghasilkan produk yang bisa
langsung dipasarkan, seperti screening, split ½, dan split

2

/3. Juga

menghasilkan abu batu yang dapat diolah di sand plant menjadi
manufactured sand. Seperti pada primary plant, di PT. Sumber Gunung Maju,
Bravo 10 ini juga ada dua buah secondary plant. Dengan nama plant A2 dan
B2. Bagian-bagian dari secondary plant antara lain :
a. Chute
Chute merupakan corong yang terdapat tepat dibawah gudang batu,
dimana chute berfungsi untuk tempat lewatnya batu untuk kemudian diatur
oleh vibrator.

Universitas Sriwijaya

35

Gambar 3.30. Chute

b. Vibrator
Vibrator merupakan alat yang berfungsi untuk mengatur banyaknya
batuan

yang

dapat

diturunkan

melalui

chute

untuk

kemudian

ditransportasikan melalui belt conveyor ke cone crusher.
c. Primary Cone Crusher
Cone crusher merupakan alat pertama yang mereduksi ukuran
batuan hasil reduksi darijaw crusher pada primary plant, sehingga bisa
disebut juga sebagai primary cone crusher. Di PT. Sumber Gunung Maju,
Bravo 10 cone crusher yang digunakan adalah tipe YCC 1680, baik pada
plant A2 atau B2. Pada primary plant, batuan yang dihasilkan mempunyai
ukuran maksimal 22 cm. Maka setelah melewati cone crusher YCC 1680
batuan tersebut direduksi menjadi maksimal 7 cm untuk kemudian
diangkut ke ayakan dengan belt conveyor.

Universitas Sriwijaya

36

Gambar 3.31. Cone crusher YCC 1680

d. Ayakan
Ayakan yang terdapat pada secondary plant mempunyai tigadeck,
dimana masing-masing deck mempunyai ukuran ayakan yang berbeda.
Padaplant A2,deck pertama, ukuran ayakan yaitu 28 mm, pada deck kedua
12 mm, dan pada deck ketiga 6 mm. Sedangkan pada plantB2, deck
pertama, ukuran ayakan yaitu 35mm, pada deck kedua 28mm, dan pada
deck ketiga 10mm.
Pada plant A2 dan B2, batuan yang tidak mampu melewati deck
pertama (>30 mm pada A2, dan >35 mm pada B2) akan dikirim ke corong
untuk kemudian di reduksi lagi ukurannya dengan secondary cone crusher.
Bila batuan tersebut lolos deckpertama namun tidak lolos pada deck kedua,
pada plant A2 (30-12 mm) akan dibawa oleh belt conveyor menuju
stockpile split ½, dan pada plant B2 (35-28 mm) akan dibawa menuju
stockpile split2/3. Bila batuan tersebut lolos deckpertama dan kedua namun

Universitas Sriwijaya

37

tidak lolos pada deck ketiga, pada plant A2 (12-6 mm) akan dibawa oleh
belt conveyor menuju stockpile screening, dan pada plant B2 (28-12 mm)
akan dibawa menuju stockpile split

1

/2. Bila batuan tersebut lolos

deckpertama, kedua, dan ketiga (35 mm pada B2).

Universitas Sriwijaya

38

Gambar 3.33. Corong

f. Secondary Cone Crusher
Secondary cone crusherdigunakan untuk mereduksi batuan yang
tidak mampu melewati deck pertama pada ayakan (>28 mm pada A2, dan
>35 mm pada B2). Hasil dari secondary cone crusher ini berukuran 2 cm.
Ukuran tersebut didapat dari jarak terjauh mantel terhadap cone cave
sebagai tempat batuan lewat agar dapat direduksi.Secondary cone crusher
yang digunakan pada plant A2 dan B2 ada dua buah masing-masing,
dengan tipe YCSH 1680 dan MCH 1370. Perbedaan diantara keduanya
hanya terdapat pada ukuran panjang leher cone crushernya saja, untuk
produk yang dihasilkan YCSH 1680 (3-4 cm) dan MCH 1370 (