Sejarah ketatanegaraan Indonesia pada ma (1)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia pada tahun 1997
berdampak sangat luas bagi perekonomian negara tak terkecuali di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan nilai tukar rupiah yang terus menerus mengalami
kemrosotan terhadap dolar, hal ini juga mengakibatkan banyaknya
perusahaan yang mengalami bangkrut. Pertumbuhan angka kemiskinan yang
semakin meingkat tajam membuat kondisi Indonesia dalam keadaan yang
terpuruk. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ternyata
tidak mampu untuk mengatasi masalah perekonomian pada saat itu, yang
kemudian memunculkan rasa tidak percaya masyarakat terhadap pemerintah.
Pemerintah dianggap telah gagal dalam megemban tugasnya, banyaknya
masalah yang timbul mengakibatkan adanya tuntutan dari masyarakat agar
presiden Soeharto turun dari jabatanya sebagai Presiden RI, hal ini dilakukan
oleh para mahasiswa dan elemen masyarakat di Universitas Trisakti. Tepat
pada tanggal 21 Mei 1998 di Istana merdeka sang presiden Soeharto
menyatakan dirinya berhenti dan mundur dari jabatan Presiden RI yang
kemudian menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B. J. Habibie hal
ini sesuai dengan Pasal 8 UUD 1945. Dalam situasi dan kondisi yang
sedemikian rupa B. J. Habibie diharuskan mampu mengambil tanggung jawab

untuk mengentaskan segala permasalahan dan kekacauan yang ada. Didalam
kondisi masyarakat yang mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintah,
B. J. Habibie diharapkan untuk mampu memberikan kontribusi kepada negara
dalam membuat kebijakan agar tercipta sebuah kestabilan didalam berbagi
bidang, dalam keadaan yang seperti ini pula sang presiden B. J. Habibie
dituntut secara cepat dan tepat untuk mengatur ketatanegaraan serta
mempercepat jalanya reformasi yang merupakan tuntutan dari masyarakat,
agar nantinya dapat tercipta kembali kepercayaan dari masyarakat terhadap
pemerintah.

1

B. Rumusan Masalah
1.

Bagaimanakah kronologi Reformasi Indonesia tahun 1998 ?

2.

Bagaimanakah masa pemerintahan Presiden B. J. Habibie ?


3.

Kebijakan apa saja yang diambil Presiden B. J. Habibie untuk mengatasi
kekacauan pada masa pemerintahannya ?

4.

Apa penyebab lengsernya Presiden B. J. Habibie ?

C. Tujuan
1.

Untuk mengetahui kronologi Reformasi Indonesia tahun 1998.

2.

Untuk mengetahui masa pemerintahan Presiden B. J. Habibie.

3.


Untuk mengetahui kebijakan yang diambil Presiden B. J. Habibie untuk
mengatasi kekacauan pada masa pemerintahannya.

4.

Untuk mengetahui penyebab lengsernya Presiden B. J. Habibie.

D. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dalam penulisan makalah ini adalah agar dapat
menambah wawasan dan ilmu dalam bidang ketatanegaraan terutama pada
pemerintahan Presiden B. J. Habibie dan juga dapat mengambil ilmu dari
sudut pandang ilmu manapun dari masa pemerintahannya.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kronologi Reformasi Indonesia Tahun 1998
Tumbangnya orde baru membuka peluang terjadinya reformasi politik

dan demokratisasi di Indonesia. Jatuhnya Soeharto dari kekuasaan pada 21
Mei 1998 digantikan oleh B. J. Habibie. Dengan demikian era reformasi
dimulai sejak pemerintahan B. J. Habibie. Pengalaman orde baru
mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap
demokrasi membawa kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh
karena itu, bangsa Indonesia sepakat melakukan demokratisasi kembali, yakni
proses pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat
terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap
lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR).
Perubahan politik yang diawali dengan krisis multidimensi sejak
pertengahan 1997 membawa implikasi signifikan bagi proses terciptanya
suatu tatanan politik baru yang terbuka, transparan, dan demokratis.
Krisis ini berlanjut pada berbagai bidang. Sebagai akibat dari akumulasi
krisis bangsa, pada 21 Mei 1998 Soeharto menyatakan berhenti dari
jabatannya sebagai Presiden. Sejak

itu, politik Indonesia mengalami

perubahan penting. Kejatuhan Soeharto melalui gerakan reformasi 1998
merupakan titik awal bagi reformasi seluruh sistem politik dan birokrasi

negara. Oleh karena sistem lama tidak lagi dapat merespons arus deras
perubahan, maka diperlukan sistem baru dan aktor baru.
Demokrasi menjadi agenda tuntutan utama kalangan prodemokrasi
sehingga salah satu yang harus segera dilakukan untuk mendorong terjadinya
demokrasi adalah suksesi kepemimpinan nasional. Namun setiap kali
membicarakan masalah demokrasi yang berkaitan langsung dengan suksesi
kepemimpinan nasional selalu muncul reaksi dari elite berkuasa. Desakan
suksesi memperoleh momentum ketika krisis moneter dan ekonomi
melanda hampir seluruh negara Asia pertengahan tahun 1997. Indonesia

3

merupakan negara yang paling parah dilanda krisis, mulai dari krisis
mata uang, hingga krisis kepercayaan kepada pemerintah. Sementara itu
pemerintah kurang tanggap terhadap krisis, formulasi kebijakan untuk
merespons krisis tidak tepat. Krisis semakin meluas, inflasi meningkat
tajam, nilai tukar rupiah anjlok hingga 17.000 rupiah. Namun, pemerintah
masih menganggapnya biasa. Tekanan dan desakan pasca terbentuknya
kabinet yang dianggap kurang cakap mengatasi krisis meningkat, padahal
krisis tidak lagi tunggal, tetapi memasuki wilayah ekonomi, politik, dan

krisis kepercayaan kepada pemerintahan.
Dalam

waktu

menyatakan

kurang dari

berhenti.

tiga

bulan

Sesuai konstitusi,

pemerintahan Soeharto

mandat


Presiden diserahkan

kepada B. J. Habibie yang sebelumnya Wakil Presiden, untuk membentuk
kabinet baru. Pemerintahan transisi B. J. Habibie yang menggantikan
Soeharto sejak 21 Mei 1998, dianggap berhasil menjalankan roda
pemerintahan,

ditandai

dengan kembali menguatnya nilai tukar rupiah

terhadap dollar yang sebelumnya mencapai angka 15.000 rupiah, per dollar
AS, kemudian kesediaan melakukan berbagai perubahan, mempercepat
pemilu dan kebijakan desentralisasi, kebebasan pers, dan pembebasan
tahanan politik.
B. Masa Pemerintahan Presiden B. J. Habibie
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan B. J. Habibie sebagai
Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa
dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini

memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.
Masa pemerintahan B. J. Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama
dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses
pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan
terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.

4

Presiden B. J. Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi.
Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar
Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah B. J. Habibie menjabat. Tahanan
politik dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan
beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era
Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah B. J. Habibie membebaskan tahanan
politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas
tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan
meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak
bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah
perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan
dipecat karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan

struktural.
Beberapa langkah perubahan diambil oleh B. J. Habibie, seperti
liberalisasi parpol, pemberian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan
pencabutan UU Subversi. Walaupun begitu B. J. Habibie juga sempat tergoda
meloloskan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun urung dilakukan
karena besarnya tekanan politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang
menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap. Kejadian penting dalam masa
pemerintahan B. J. Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor
Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya
wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut
terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa
pemerintahan B. J. Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam
dalam sejarah Indonesia. Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet.
Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari
Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk
program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik
dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Walaupun pengesahan hasil Pemilu 1999 sempat tertunda, secara umum
proses pemilu multi partai pertama di era reformasi jauh lebih Langsung,


5

Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) serta adil dan jujur dibanding masa Orde
Baru. Hampir tidak ada indikator siginifikan yang menunjukkan bahwa rakyat
menolak hasil pemilu yang berlangsung dengan aman. Realitas ini
menunjukkan, bahwa yang tidak mau menerima kekalahan, hanyalah mereka
yang tidak siap berdemokrasi, dan ini hanya diungkapkan oleh sebagian elite
politik, bukan rakyat.
C. Kebijakan Presiden B. J. Habibie untuk Mengatasi Kekacauan pada
Masa Pemerintahannya
Pemerintahan B. J. Habibie dimulai sejak lengsernya Soeharto dari
kedudukannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei
1998. Masa pemerintahan B. J. Habibie ini hanya berlangsung selama satu
tahun, karena naiknya B. J. Habibie menggantikan Soeharto ini diterima
dengan hati kecewa dan cemas di kalangan masyarakat, tetapi B. J. Habibie
sudah membuat kebijakan dalam masa pemerintahannya. Ada berbagai
langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan
Presiden B. J. Habibie untuk mengatasi masalah-masalah yang ada,
diantaranya:
1.


Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
Pada tanggal 22 Mei 1998 Kabinet Reformasi Pembangunan
diumumkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
122/M tahun 1998 di Istana Merdeka. Dengan keputusan itu Presiden
B.J. Habibie memberhentikan dengan hormat menteri-menteri Kabinet
Pembangunan VII. Kabinet Reformasi Pembangunan ini terdiri atas 36
menteri, yaitu 4 menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri
Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, 12
Menteri Negara yang bertugas menangani bidang tertentu. 20 menteri
dari Kabinet Pembangunan VII dan 16 merupakan menteri baru. Unsurunsur kabinet ini ialah perwakilan dari ABRI, Golkar, PPP, dan PDI.
Pada tanggal 25 Mei 1998 diadakan pertemuan pertama. Pertemuan ini

6

berhasil membentuk komite untuk merancang undang-undang politik
yang lebih longgar, merencanakan pemilu dalam waktu satu tahun dan
menyetujui masa jabatan presiden dua periode. Upaya ini mendapat
sambutan positif dari masyarakat.
2.

Pembebasan Tahanan Politik
Secara umum tindakan pembebasan tahanan politik meningkatkan
legitimasi B. J. Habibie baik dalam maupun di luar negeri. Hal ini terlihat
dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan langkah
menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Misalnya, pembebasan tahanan
politik kaum separatis tokoh PKI, amnesti di berikan kepada Mohammad
Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah insiden Tanjung Priok,
B. J. Habibie membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang
Pamungkas (Ketua Partai PUDI, mantan anggota DPR yang dipenjara
karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (ketua
serikat Buruh Sejahtera Indonesia, pemimpin buruh yang dituduh
memicu kerusuhan di Medan tahun 1994) dan Abdurrahman Wahid.
Presiden B. J. Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat
buruh independen. Amnesti pembebasan Sri Bintang Pamungkas dan
Muchtar Pakpahan dikukuhkan dalam Keppres No. 80 Tahun 1998.
Selain itu B. J. Habibie mencabut Undang-Undang subversi dan
menyatakan mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan
kepada mereka yang selama ini menentang Orde Baru.

3.

Kebebasan Pers
Dalam hal ini, pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam
pemberitaannya, sehingga banyak bermunculan media massa, kebebasan
berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif seperti AJI
(Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya, tidak ada
pembredelan-pembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde
Baru, kebebasan dalam penyampaian berita, dimana hal seperti ini tidak
pernah dijumpai sebelumnya pada saat kekuasaan Orde Baru. Yang
kemudian

membuat

kebebasan

7

menyampaikan

pendapat

dalam

masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya
partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa
menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping
kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan
kepada

pers.

Reformasi

dalam

pers

dilakukan

dengan

cara

menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
Presiden B. J. Habibie mengeluarkan kebijakan untuk membuat Tim
Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Tugasnya adalah mencari segala
sesuatu yang berhubungan dengan kerusuhan 13-14 Mei 1998 di Jakarta.
Ketuanya adalah Marzuki Darusman.
Presiden B. J. Habibie juga mengeluarkan satu kebijakan yang
tertuang dalam undang-undang No. 9 Tahun 1998 yang berisi tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Tata Cara
Berdemonstrasi. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat
berupa unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar
bebas. Ketentuan tersebut dinyatakan pada pasal 9 (2) UU No. 9 Tahun
1998. Presiden B. J. Habibie juga mencabut UU No. II/PNPS/1963
tentang Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan UU No. 26
Tahun 1999.
4.

Pembentukan Parpol dan Percepatan Pemilu dari Tahun 1999 ke Tahun
2003
Presiden RI ke tiga ini melakukan perubahan dibidang politik
diantaranya mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik,
UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, dan UU No. 4 Tahun 1999
tentang MPR dan DPR. Menjelang pemilihan umum 1999, partai politik
yang terdaftar mencapai 141 partai dan setelah diverifikasi oleh tim 11
Komisi Pemiihan Umum menjadi 98 partai, namun yang memenuhi
syarat menjadi OPP (Organisasi Peserta Pemilu) hanya 48 partai politik.
Selanjutnya tanggal 7 Juni 1999, di selenggarakan Pemilihan Umum
Multipartai.

8

Hasil pemilihan umum 1999 menunjukkan bahwa tidak ada partai
yang secara tunggal mendominasi pemerintahan dan tidak ada partai
yang memegang posisi mayoritas mutlak yang dapat mengendalikan
pemerintahan. PDIP yang memperoleh suara dan kursi terbanyak ternyata
tidak dapat menjadikan Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum) Presiden
RI yang ke-4. Dengan adanya kolisi partai-partai islam dan beberapa
partai baru menjadi kubu tersendiri di DPR, yang di kenal dengan poros
tengah, posisi PDIP menjadi kalah kuat. Sebagai akibatnya yang dipilih
oleh MPR menjadi presiden adalah pendiri PKB, partai yang di DPR
hanya memperoleh 51 kursi, yaitu Abdurrahman Wahid.
Penyelenggaraan pemilu ini dianggap paling demokratis bila
dibandingkan

dengan

pemilu-pemilu

sebelumnya.

Pemilu

ini

dilaksanakan dengan prinsip luber dan jurdil. MPR yang terbentuk
melalui hasil pemilu 1999 berhasil menetapkan GBHN, melakukan
amandemen pertama terhadap UUD 1945, serta presiden dan wakil
presiden. Pada tanggal 20 Oktober 1999 MPR berhasil memilih
Abdurrahman Wahid sebagai presiden keempat RI dan sehari kemudian
memilih Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.
Perolehan Suara dan Kursi Pemilihan Umum 1999
Nama Partai

Perolehan

Presentase

Perolehan kursi

Presentase

suara
PDIP

35.689.073

33,74

153

33,11

Golkar

23.741.749

22,44

120

25,97

PPP

11.329.905

10,71

58

12,55

PKB

13.336.982

12,61

51

11,03

PAN

7.528.956

7,12

34

7,35

PBB

2.049.708

1,93

13

2,81

9

5.

Penyelesaian Masalah Timor Timur
Sejak terjadinya insiden Santa Cruz (penembakan pemrotes Timor
Timur di kuburan Santa Cruz di Ibukota Dili pada 12 November 1991
yang dilatar belakangi aksi protes mahasiswa terhadap pemerintah
Indonesia karena rekan mereka Sebastiao Gomes di tembak mati oleh
pasukan Indonesia), dunia internasional memberi tekanan kepada
Indonesia dalam masalah hak asasi manusia di Tim-Tim. B. J. Habibie
mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan bagi
penyelesaian Timor Timur yaitu: disatu pihak memberikan status khusus
dengan otonomi luas (kewenangan atas berbagai bidang) dan dilain
pihak memisahkan diri dari RI. Sebulan menjabat sebagai presiden, B. J.
Habibie telah membebaskan tahanan politik Timor Timur, seperti Xanana
Gusmao dan Ramos Horta, sementara itu Dili pada tanggal 21 April
1999, kelompok pro Kemerdekaan dan pro integrasi menandatangani
kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, wakil
ketua Komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr Basilio do
Nascimento.
Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu
Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan
menandatangani kesepakatan melaksanakan penentuan pendapat di
Timor Timur untuk mengetahui sikap rakyat Timor Timur dalam
memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan
penentuan pendapat Timor Timur berlangsung aman. Namun, keesokan
harinya suasana tidak menentu, kerusuhan dimana-mana. Suasana
semakin bertambah buruk setelah hasil penentuan pendaat diumumkan
pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 %
rakyat Timor Timur memilih merdeka. Pada awalnya Presiden B. J.
Habibie berkeyakinan opsi pertama, namun kenyataanyya keyakinan itu
salah, dimana sejarah mencatat bahwa sebagian besar rakyat TimorTimur memilih lepas dari NKRI.

10

Lepasnya Timor Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang
juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan dari GAM di Aceh
dan OPM di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung
gelombang pengungsi Timor Timur yang pro Indonesia di daerah
perbatasan yaitu di Atambua. Masalah Timor Timur tidaklah sesederhana
seperti yang diperkirakan B. J. Habibie karena adanya bentrokan senjata
antara kelompok pro dan kontra kemerdekaan di mana kelompok kontra
ini masuk ke dalam kelompok militan yang melakukan teror pembunuhan
dan pembakaran pada warga sipil. Tiga pastor yang tewas adalah pastor
Hilario, Fransisco, dan dewanto. Situasi yang tidak aman di Tim-Tim
memaksa ribuan penduduk mengungsi ke Timor Barat, ketidak mampuan
Indonesia mencegah teror, menciptakan keamanan mendorong Indonesia
harus menerima pasukan internasional.
Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan
penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan
presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
6.

Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-Kroninya
Presiden B. J. Habibie dengan intruksi Presiden No. 30 Tahun 1998
tanggal 2 Desember 1998 telah mengintrusikan Jaksa Agung Baru, Andi
Ghalib segera mengambil tindakan hukum memerikasa Mantan Presiden
Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN, namun pemerintah
dinilai gagal dalam melaksanakan agenda Reformasi untuk memeriksa
harta Soeharto dan mengadilinya. Namun hasilnya tidak memuaskan
karena pada tanggal 11 Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko
mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap
Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan.
Alasannya, Kejagung tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan
penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru. Sedangkan dengan
kasus lainnya tidak ada kejelasan. Bersumber dari masalah di atas, yaitu
pemerintah dinilai gagal dalam melaksanakan agenda Reformasi untuk
memeriksa harta Soeharto dan mengadilinya. Hal ini berdampak pada

11

aksi demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember
1998, dan aksi ini mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan
aparat. Parahnya pada saat penutupan Sidang Istimewa MPR, Jumat
(13/11/1998) malam. Rangkaian penembakan membabi-buta berlangsung
sejak pukul 15.45 WIB sampai tengah malam. Karena banyaknya korban
akibat bentrokan dikawasan Semanggi maka bentrokan ini diberi nama
“Semanggi Berdarah” atau “Tragedi Semanggi”
7.

Pemberian Gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban Trisakti
Pemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban
trisakti yang menuntut lengsernya Soeharto pada 12 Mei 1998
merupakan hal positif yang dianugrahkan oleh pemerintahan B. J.
Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi B. J. Habibie
sebagai bentuk penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan
mahasiswa sebagai pelopor gerakan Reformasi.

8.

Pada Bidang Ekonomi
Didalam pemulihan ekonomi, secara signifikan pemerintah berhasil
menekan laju inflasi dan gejolak moneter dibanding saat awal terjadinya
krisis. Pada tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan
operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank Dagang
Nasional Indonesia. Kemudian di awal tahun selanjutnya kembali
pemerintah melikuidasi 38 bank swasta, 7 bank diambil alih pemerintah
dan 9 bank mengikuti program rekapitulasi.
Untuk masalah distribusi sembako utamanya minyak goreng dan
beras, dianggap kebijakan yang paling gagal. Hal ini terlihat dari
meningkatnya harga beras walaupun telah dilakukan operasi pasar,
ditemui juga penyelundupan beras ke luar negeri dan penimbunan beras.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam
sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak
Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

12

9.

Pada Bidang Manajemen Internal ABRI
Pada masa transisi di bawah Presiden B. J. Habibie, banyak
perubahan-perubahan penting terjadi dalam tubuh ABRI, terutama dalam
tataran konsep dan organisatornya. ABRI telah melakukan kebijakankebijakan sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku
tanggal 1 April 1999. Kebijakan tersebut antara lain:
a) Pemisahan POLRI dari ABRI.
b) Perubahan Staff Sosial Politik menjadi staff territorial.
c) Likuidasi staff karyawan.
d) Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II.
e) Pemutusan hubungan organisator dengan partai Golkar dan
mengambil jarak yang sama dengan parpol yang ada.
f)

Komitmen dan netralitas ABRI terhadap tuntutan dan gugatan dari
masyarakat, khususnya tentang persoalan eksis peran sospol ABRI
yang diimpelentasikan dari dokrtrin Dwi Fungsi ABRI.

D. Penyebab Lengsernya Presiden B. J. Habibie
Presiden Republik Indonesia pada masa transisi awal Reformasi yaitu
B. J. Habibie. Minat yang besar di bidang sains dan teknologi khususnya di
bidang pesawat terbang, menjadikan B. J. Habibie dipercaya tidak hanya oleh
pemerintah Jerman Barat, tetapi juga oleh Presiden Soeharto sejak tahun
1980-an untuk menjadi pembantu terdekatnya (sebagai Menteri Negara Riset
dan Teknologi). Banyak para pengamat yang menilai bahwa B. J. Habibie
adalah anak emasnya Presiden Soeharto. Sesungguhnya, hubungan dekat
antara keluarga B. J. Habibie dengan Soeharto sudah dibangun sejak tahun
1950-an, ketika Soeharto sebagai Komandan Tentara bertugas di Sulawesi
Selatan. B. J. Habibie sendiri sering menganggap Soeharto sebagai “bapak
dan guru” dalam banyak hal kehidupan. Hal ini menjadikan B. J. Habibie
tidak populer ketika ia harus menggantikan pemerintahan Soeharto pada akhir
tahun 1990-an yang dinilai sarat dengan praktek KKN atau Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme (Winters, 1999).

13

Di tengah upaya pemerintahan B. J. Habibie memenuhi tuntutan
reformasi, B. J. Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan
dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor Timur. B. J. Habibie
dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR/MPR sebelum
menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timor Timur. Dalam jajak
pendapat terdapat dua opsi yang ditawarkan di Indonesia di bawah Presiden
B. J. Habibie, yaitu: otonomi luas bagi Timor Timur dan kemerdekaan bagi
Timor Timur. Akhirnya tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan
jajak pendapat di Timor Timur berlangsung aman dan dimenangkan oleh
kelompok Pro Kemerdekaan yang berarti Timor Timur lepas dari wilayah
NKRI. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian
warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang
sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Kasus
inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang
B. J. Habibie dan semakin giat menjatuhkan B. J. Habibie.
Pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden B. J. Habibie menyampaikan
pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi
penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan B. J.
Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup
Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”Dengan demikian pertanggungjawaban
Presiden B. J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden B. J. Habibie
mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden.
Pada tahaun 1999 diadakan suatu pemilihan umum yang mana system
pemilihannya diselengarakan oleh KPU yang anggotanya terdiri dari partai
politik. Pemilihan presiden pada waktu itu itu didominasi oleh partai
nasionalis dan partai islam lainnya. Pada pemilihan presiden ini PDIP unggul.
Mskipun PDIP mendapat suara yang unggul tetapi tidak bisa menjadikan
Meagawati Soekarnoputri sebagai presiden ke empat RI dengan alasan
adanya kolisi partai-partai islam dan beberapa partai baru menjadi kubu
tersendiri di DPR, yang di kenal dengan poros tengah, sehingga posisi PDIP

14

menjadi kalah kuat. Dengan hal tersebut maka Abdurrahman Wahid sebagai
ketua partai PKB ditetapkan sebgai presiden RI keempat mengantikan B. J.
Habibie.

15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerintahan transisi B. J. Habibie yang menggantikan Soeharto sejak
21 Mei 1998, dianggap berhasil menjalankan roda pemerintahan, ditandai
dengan kembali menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, kemudian
kesediaan melakukan berbagai perubahan, mempercepat pemilu dan
kebijakan desentralisasi, kebebasan pers, dan pembebasan tahanan politik.
Langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan
B. J. Habibie untuk mengatasi masalah-masalah yang ada, diantaranya:
1.

Membentuk kabinet Reformasi Pembangunan.

2.

Pembebasan tahanan politik.

3.

Kebebasan Pers.

4.

Pembentukan parpol dan percepatan pemilu dari tahun 1999 ke tahun
2003.

5.

Penyelesaian masalah Timor Timur.

6.

Pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya.

7.

Pemberian gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban Trisakti.

8.

Pada bidang ekonomi pemerintah berhasil menekan laju inflasi dan
gejolak moneter.

9.

Pada bidang manajemen internal ABRI Presiden B. J. Habibie, banyak
perubahan-perubahan penting.
Kejadian penting dalam masa pemerintahan B. J. Habibie adalah

keputusannya

untuk mengizinkan

Timor

Timur

untuk mengadakan

referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari
Indonesia pada Oktober 1999.
Pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden B. J. Habibie menyampaikan
pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi
penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan B. J.
Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup

16

Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban
Presiden B. J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden B. J. Habibie
mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden.
B. Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberika kontribusi positif
terhadap pembelajaran hukum tata negara terutama pasca era reformasi.

17

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Sunarso. 2012. Perkembangan Politik Pendidikan di Indonesia: Kajian Era Orde
Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Laporan Penelitian, 12-14. Universitas
Negeri

Yogyakarta:

Fakultas

Ilmu

Sosial

Jurusan

Pendidikan

Kewarganegaraan dan Hukum.
http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2014/04masa-pemerintahanpresiden-bj-habbie.html?m=1
http://ipahipeh.blogspot.fisip.uns.ac.id/2011/12/11/kebijakan-dan-pembangunanpemerintahan-dari-habibie-sby/
http://ananda-jagadhita.blogspot.com/2011/05/masa-pemerintahan-habibie.html
https://rushdiezhepa.wordpress.com/2012/08/23/perkembangan-pemerintah-ordelama-orde-baru-dan-reformasi/

18

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5