Makalah Studi Kependudukan Sektor Inform (1)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

1

BAB I PENDAHULUAN

2

1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah

3

1.3 Tujuan Penelitian

3

BAB II PEMBAHASAN


5

1.1 Konsep dan Definisi Sektor Informal 5
1.2 Perbedaan Sektor Informal dengan Sektor Formal
1.3 Penyebab Munculnya Sektor Informal
1.4 Non-Observed Economy (NOE)

12

12

13

1.5 Perbandingan Sektor Informal Indonesia dan Malaysia
BAB III KESIMPULAN

19

DAFTAR PUSTAKA


20

14

LAMPIRAN 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masalah utama yang dihadapi kebanyakan Negara Sedang Berkembang
(NSB) termasuk Indonesia hingga saat ini adalah bagaimana memanfaatkan
faktor manusia yang melimpah dan kebanyakan tidak terlatih (unskilled) bagi
pembangunan, sehingga jumlah penduduk yang banyak tidak menjadi beban
pembangunan, justru menjadi modal pembangunan. Peran sektor informal
dalam hal ini juga amat penting, terutama karena kemampuannya dalam
menyerap tenaga kerja yang tidak terserap di sektor formal, yang tidak
menuntut keterampilan tinggi.

Keberadaan dan kelangsungan sektor informal dalam sistem ekonomi
kontemporer bukanlah gejala negatif, namun lebih sebagai realitas ekonomi
kerakyatan yang berperan cukup penting dalam pengembangan masyarakat
dan pembangunan nasional. Ketidakpuasan kaum miskin dan para
penganggur terhadap ketidakmampuan pembangunan dalam menyediakan
peluang kerja, untuk sementara dapat diredam oleh keberadaan sektor
informal.
Ibaratnya, sektor informal merupakan kolam tempat berkumpulnya
tenaga kerja yang paling besar dan berkontribusi besar terhadap GDP di
kebanyakan negara-negara berkembang. Kontribusi sektor informal dapat
meningkat ataupun menurun di bawah pengaruh kondisi pasar dan kebijakan
yang terus berubah. Namun di kebanyakan negara-negara berkembang,
kemungkinan besar sektor informal akan tetap menjadi bagian di kehidupan
ekonomi selama beberapa dekade ke depan.
Di satu sisi segi sektor informal masih memegang peranan penting
menampung angkatan kerja, tetapi di segi lain menunjukkan menunjukkan
gejala produktivitas yang rendah, karena masih menggunakan alat-alat
tradisional dengan tingkat pendidikan serta keterampilan yang relatif rendah.

2


Sehubungan dengan hal-hal tersebut, penulis berusaha memaparkan
tentang sektor informal, khususnya perbandingan sektor informal Indonesia
dengan negara tetangga yang sedang berkembang lain, Malaysia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka pada pembahasan
mengenai perbandingan sektor informal antara Indonesia dan Malaysia
terdapat beberapa masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan sektor informal?
2. Mengapa sektor informal saat ini begitu penting, terutama bagi negara
negara yang sedang berkembang?
3. Apa saja dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari adanya sektor
Informal?
4. Bagaimana pendefinisian sektor informal bila dilihat dari dua hal ini yaitu
tenaga kerja dan usaha?
5. Bagaimana konsep sektor informal menurut ICLS (International
Conference of Labour Statisticians)?
6. Bagaimana konsep sektor Informal Indonesia dan konsep sektor informal
Malaysia?
7. Bagaimana perbandingan keadaan sektor Informal antara Indonesia dan

Malaysia?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui pengertian sektor informal secara umum.
2. Mengetahui alasan pentingnya sektor informal bagi negara negara
berkembang.
3. Mengetahui dampak positif dan negatif dari adanya sektor informal.
4. Memahami pendefinisian sektor informal melalui 2 hal yaitu tenaga kerja
dan usaha.
5. Memahami konsep sektor informal menurut ICLS (International
Conference of Labour Statisticians).

3

6. Memahami konsep sektor informal Indonesia dan Malaysia.
7. Memahami perbandingan keadaan sektor informal antara Indonesia dan
Malaysia.

4


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Definisi Sektor Informal
Dalam perkembangannya sektor informal atau ekonomi informal telah
mengalami berbagai perubahan konsep/pengertian sesuai dengan kondisi pada
saat itu. Untuk negara/wilayah berbeda, juga untuk institusi/kantor yang
berbeda dalam satu wilayahpun, pengertian mengenai sektor informal dapat
berbeda pula.
2.1.1 International Conference of Labor Statisticians (ICLS), ILO
Konsep yang dijadikan acuan penulis adalah 17th ICLS (ILO
2003). Kerangka konseptual sektor informal yang dihasilkan dari
ICLS ke-17 merupakan penyempurnaan dari ICLS ke-15 yang
diusulkan oleh Expert Group on Informal Sector Statistics (Delhi
Group).
Pada ICLS-15 konsep dari sektor informal secara luas merupakan
unit produksi barang atau jasa dengan tujuan utama menciptakan
lapangan kerja dan pendapatan. Unit ini biasanya: beroperasi pada
level organisasi yang rendah, sedikit atau tidak ada sama sekali
pembagian antara tenaga kerja dan modal sebagai faktor produksi,

berskala kecil.
Pekerja

biasanya

merupakan

pekerja

bebas,

berdasarkan

hubungan kekerabatan, hubungan pribadi, dan sosial, bukan
berdasarkan kontrak perjanjian dengan jaminan resmi. Unit produksi
pada sektor informal

biasanya memiliki karakteristik perusahaan

rumah tangga:

1. Aset bukan kepunyaan unit produksi melainkan kepunyaan
pemilik (owners).
2. Pemilik menanggung sendiri risiko usaha tanpa batas.
3. Pengeluaran untuk produksi biasanya sulit dipisahkan dengan
pengeluaran rumah tangga.

5

4. Barang modal seperti bangunan atau kendaraan yang digunakan
juga sulit dibedakan

penggunaannya, apakah untuk tujuan

usaha atau keperluan RT.
Dengan kata lain pada ICLS-15 hanya ditinjau dari sisi unit
produksi.
Kerangka konseptual dalam pedoman ICLS-17 menghubungkan
konsep-perusahaan berbasis kerja di sektor informal secara koheren
dan konsisten dengan yang lebih luas, konsep berbasis pekerjaan
informal. Seseorang secara bersamaan dapat memiliki dua atau lebih

pekerjaan formal dan atau informal.
Pada Tabel 1.1 di bawah tipe unit produksi (baris dalam tabel)
didefinisikan dalam istilah organisasi hukum dan karakteristikperusahaan terkait lainnya, sementara jenis pekerjaan (kolom)
didefinisikan dalam hal status pekerjaan dan lain-pekerjaan yang
terkait karakteristik.
Tabel 2.1 Conceptual framework for Informal Employment (17th ICLD
guidelines)

Sumber: Measuring informality: A statistical manual on
the informal sector and informal employment (ILO 2013)

Notes :
(a) Cells shaded in dark grey refer to jobs, which by definition do
not exist in the type of production unit in question. Cells shaded
in light grey refer to formal jobs. Unshaded cells represent the
various types of informal jobs.

6

(b) As defined by the 15th ICLS resolution (excluding households

employing paid domestic workers).
(c) Households producing goods exclusively for their own final use
and households employing paid domestic workers.
Informal employment

: Cells 1to 6

and 8 to 10.
Employment in the informal sector

: Cells 3 to 8.

Informal employment outside the informal sector

: Cells 1, 2, 9

and 10.
Unit

produksi


diklasifikasikan

menjadi

tiga

kelompok:

perusahaan sektor formal, usaha sektor informal, dan rumah tangga.
Perusahaan sektor formal, terdiri dari perusahaan (corporation),
lembaga nirlaba, perusahaan rumah tangga dimiliki oleh pemerintah
atau swasta yang memproduksi barang atau jasa untuk dijual atau
barter yang bukan bagian dari sektor informal. Usaha sektor informal,
ciri-cirinya seperti yang sudah dijelaskan di bagian sebelumnya.
Rumah tangga, yaitu rumah tangga yang memproduksi barang untuk
konsumsi sendiri (contoh: bertani untuk konsumsi sehari-hari,
memperbaiki

rumah

sendiri)

dan

juga

rumah

tangga

yang

memperkerjakan pekerja rumah tangga yang dibayar (misal:
pembantu, tukang cuci, tukang kebun, penjaga rumah, supir, dsb).
Sedagkan menurut Job-base (pekerjaan sebagai unit observasi),
status pekerjaan dibagi menjadi: pekerja sendiri, majikan, pekerja
keluarga, karyawan, dan anggota koperasi produsen. Pada ICLS-17
didefinisikan 'pekerjaan informal' sebagai jumlah pekerjaan informal,
apakah dilakukan di perusahaan-perusahaan sektor formal, sektor
usaha informal atau rumah tangga, selama periode referensi yang
diberikan.
Cakupan pekerja informal:
1. Mereka yang berusaha sendiri dan pengusaha yang bekerja di
usaha sektor informal miliknya (sel 3 dan 4). Sifat informal

7

mereka karena mereka sulit dipisahkan dari usaha yang mereka
miliki. Contoh: penjual bakso (sel 3), pemilik warteg (sel 4).
2. Pekerja keluarga, terlepas dari apakah mereka bekerja di usaha
sektor formal atau informal (sel 1 dan 5). Sifat informal mereka
disebabkan oleh fakta bahwa pekerja keluarga biasanya tidak
memiliki kontrak kerja tertulis secara eksplisit, dan biasanya
pekerjaan

mereka

tidak

tunduk

pada

undang-undang

ketenagakerjaan, peraturan jaminan sosial, atau kesepakatan
bersama, dll. Contoh: seorang anak yang bekerja di perusahaan
ayahnya, misal sebagai konsultan, dan tidah digaji (sel 1),
karyawan warteg yang masih anggota keluarga (sel 5).
3. Anggota koperasi produsen informal (sel 8). Sifat informal
pekerjaan mereka berkaitan langsung dengan karakteristik
koperasi di mana mereka menjadi anggota.
4. Karyawan yang memegang pekerjaan informal di perusahaan
sektor formal, perusahaan sektor informal, atau dibayar sebagai
pekerja rumah tangga yang dipekerjakan oleh rumah tangga (sel
2, 6, dan 10). Mereka dianggap memiliki pekerjaan informal,
jika hubungan kerja mereka, secara hukum atau dalam
prakteknya: tidak tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan
nasional, pajak pendapatan, perlindungan sosial, atau hak
pekerja lainnya (pemberitahuan di muka tentang pemecatan,
pesangon, bonus tahunan atau cuti sakit, dll) untuk alasan,
seperti:


tidak ada deklarasi pekerjaan atau karyawan;



pekerja bebas atau pekerjaan jangka pendek;



pekerjaan dengan jam kerja atau upah di bawah batas
minimum yang ditentukan (misalnya, untuk jaminan
sosial);



pekerjaan pada usaha rumahtangga atau oleh orang dalam
rumah tangga;

8



pekerjaan di mana tempat karyawan bekerja di luar tempat
dari perusahaan pemberi kerja (misal pekerja rumah tanpa
kontrak kerja)



pekerjaan di mana peraturan ketenagakerjaan tidak
diterapkan, tidak ditegakkan, atau tidak dipenuhi karena
alasan lain.

Contoh: cleanning service, teller bank, resepsionis (sel 2),
karyawan warteg bukan anggota keluarga (sel 6), sopir dan
pembantu (sel 10).
Berusaha sendiri yang memproduksi barang yang penggunaan
akhirnya khusus untuk rumah tangga mereka sendiri (sel 9).
Contoh: seorang istri yang bertani (sel 9).
2.1.2

Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia selama ini menggunakan
pengertian/definisi mengenai sektor informal berdasarkan kategori
dari status pekerjaan dari pekerja. Status pekerjaan adalah kedudukan
seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan.
Seperti diketahui, sejak tahun 2001 BPS membagi status pekerjaan
menjadi 7 kategori, yaitu:
1. Berusaha sendiri
2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar
3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar
4. Buruh/Karyawan/Pegawai
5. Pekerja bebas di pertanian
6. Pekerja bebas di non pertanian
7. Pekerja tak dibayar

Kategori 3 dan 4 umumnya mengacu pada pekerja di sektor
formal,

sementara

kategori

lainnya

adalah

sektor

informal.

Kategorisasi ini mudah dilakukan. BPS Indonesia telah mengeluarkan
data ini secara konsisten, sehingga kita dapat menelusuri kembali

9

perkembangan sektor informal di Indonesia. Kategori 5 dan 6 baru
diperkenalkan sejak tahun 2001. Pekerja musiman (casual worker) di
bidang pertanian/ non pertanian adalah orang yang bekerja dengan
risiko sendiri tanpa bantuan dari anggota keluarganya atau karyawan
di sektor pertanian/non pertanian. Sebelum tahun 2001, pekerja lepas
di pertanian dikategorikan sebagai karyawan, sementara pekerja lepas
di bidang non pertanian dikategorikan sebagai pekerja berusaha
sendiri.
Namun, kategorisasi dari ekonomi formal berdasarkan status 3
dan 4 terlalu sederhana. Pertimbangkan situasi ketika seseorang
dikatakan berstatus sebagai pekerja formal dan pekerja informal
secara bersamaan. Oleh karena itu penting untuk memeriksa, tidak
hanya status pekerjaan, namun juga tipe pekerjaan. BPS telah
menetapkan 10 kategori mengenai tipe pekerjaan ini, antara lain:
1. Pekerja profesional, teknik, dan pekerja terkait lainnya.
2. Pekerja administrasi dan manajerial.
3. Pekerja juru tulis dan terkait.
4. Pekerja bidang penjualan.
5. Pekerja bidang jasa.
6. Pekerja pertanian, peternakan, kehutanan, nelayan dan pemburu.
7. Pekerja produksi dan terkait.
8. Operator dan pekerja perlengkapan pengangkutan.
9. Buruh.
10. Lain-lain.

10

Tabel 2.2 Aktivitas Informal

Selanjutnya, BPS (2009) menyatakan bahwa “kegiatan informal
mengacu pada kegiatan ekonomi yang umumnya dilakukan secara
tradisional oleh organisasi bertingkat rendah ataupun yang tidak
memiliki struktur, tidak ada akun transaksi (transaction accounts) dan
ketika terdapat relasi kerja biasanya bersifat musiman (casual),
pertemanan atau relasi personal, ketimbang berbasis perjanjian
kontrak.” Berikut adalah contoh tabel publikasi sektor informal oleh
Badan Pusat Statistik.

11

Tabel 2.3 Kegiatan Informal Indonesia Tahun 2009

Sumber: ILO

Nomor pada kolom jenis pekerjaan dan status pekerjaan adalah
macam-macam jenis pekerjaan dan status pekerjaan menurut konsep
sektor informal BPS yang telah dipaparkan sebelumnya. Sedangkan
sel yang agak gelap merupakan yang termasuk ke dalam sektor
informal.
2.2 Perbedaan Sektor Informal dengan Sektor Formal

2.3 Penyebab Munculnya Sektor Informal
Sektor informal semakin menjamur khususnya di daerah perkotaan.
Penyebabnya antara lain:
1. Migrasi.
2. Perbandingan antara jumlah pekerja dan jumlah lapangan pekerjaan yang
timpang.

12

3. Sektor informal muncul sebagai akibat ketidakmampuan sektor formal
dalam menyerap tenaga kerja.
4. Rumitnya sistem perpajakan.
5. Birokrasi perijinan yang berbelit-belit.
6. Tingginya biaya yang dikeluarkan untuk mejalankan bisnis legal.
Dampak positif adanya sektor informal adalah :
1. Menciptakan

lapangan

kerja

baru,

sehingga

bisa

mengurangi

pengangguran yang tidak tertampung di sektor formal.
2. Mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, sebagai alat peredam
rakyat miskin yang tidak terserap di sektor formal.
3. Meningkatkan perekonomian nasional, karena secara tidak langsung
menyumbangkan PDB (Produk Domestik Bruto) negara.
4. Mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia yang
mayoritas unskilled menjadi memiliki pekerjaan.
Dampak negatif adanya sektor infromal adalah:
1. Kesemrawutan kota, disebabkan oleh banyaknya pedagang kaki lima atau
pedagang asongan yang bebas berjualan di mana saja.
2. Lingkungan kotor dan tidak indah, kurangnya rasa menjaga kebersihan
dan kerapian oleh pihak pelaksana sektor informal.
3. Kemacetan, dampak lanjutan dari kesemrawutan tata kota karena bebasnya
pelaksana sektor informal dalam menjalankan bisnisnya.

2.4 Non-Observed Economy (NOE)
Sektor informal merupakan begian dari kegiatan NOE. Namun tidak
semua kegiatan yang dilakukan oleh unit produksi sektor informal
dimaksudkan secara sengaja untuk menghindari pembayaran pajak atau
kewajiban jaminan sosial, melanggar hak tenaga kerja, atau

peraturan

perundang-undangan, atau ketentuan administrasi lainnya. Oleh karena itu
perlu dibedakan antara konsep kegiatan informal dari konsep kegiatan

13

ekonomi tersembunyi (hidden economy activity) atau kegiatan ekonomi
bawah tanah (underground economy activity).
Kegiatan yang termasuk dalam NOE antara lain:
1.

Sektor Informal

2.

Produksi bawah tanah: Mencakup kegiatan produktif dan legal tetapi
secara sengaja disembunyikan dari pihak yang berwenang untuk
menghindari pembayaran pajak, jaminan sosial, dan peraturan
tertentu, seperti UU tenaga kerja.

3.

Produksi ilegal: Mencakup kegiatan yang produktif tetapi dilarang
oleh hukum jika dilakukan oleh produsen yang tidak memiliki
kewenangan. Contohnya adalah usaha produksi minuman keras.

4.

Produksi rumah tangga untuk konsumsi sendiri.

5.

Kegiatan produktif yang tidak tercatat atau terjawab dalam
pengumpulan data dasar.

Untuk membedakan sektor informal dengan kegiatan NOE yang lainnya,
maka tabel manual yang bisa dipergunakan adalah sebagai berikut:

(a) Aktivitas yang legal dan bukan kegiatan bawah tanah
(b) Akticitas yang legal namun merupakan kegiatan bawah tanah
(c) Aktivitas ilegal
2.5 Perbadingan Sektor Informal Indonesia dan Malaysia
Sama dengan Indonesia, Malaysia merupakan negara berkembang yang
terletak di Asia Tenggara dan merupakan anggota dari PBB. Memiliki sistem
pemerintahan monarki dan beribu kota di Kuala Lumpur. Walaupun memiliki
wilayah dan jumlah penduduk yang lebih kecil daripada Indonesia, namun
negara bekas jajahan Inggris ini memiliki perekonomian yang bagus.

14

Berbeda dengan Indonesia, konsep sektor informal yang dipakai oleh
Department of Statistics Malaysia mengacu pada ICLS-15 dan ICLS-17.
Sedangkan BPS masih menggunakan konsep pendekatan status pekerjaan dari
pekerja.
Pada ICLS-15 yang dianut oleh Malaysia, sektor informal tidak meliputi
sektor pertanian, sehingga sektor pertanian di Malaysia dilakukan survei
tersendiri. Sedangkan konep BPS terdapat istilah status pekerjaan yang
memasukkan pekerja bebas baik di non-pertanian maupun di pertanian ke
dalam sektor informal. Berikut adalah bagan pekerja sektor informal
Malaysia.
Bagan 2.1 Kerangka Kerja Guna Tenaga Sektor Informal Malaysia

Sumber : Publikasi Department of Statistics, Malaysia 2012

Sektor informal di Indonesia pada keadaan Agustus 2012 terdapat sekitar
44,2 juta orang (39,86 %) bekerja pada sektor formal dan 66,6 juta orang
(60,14 %) bekerja pada sektor informal. Sedangkan sektor informal di
Malaysia pada tahun yang sama sebesar 8,21%. Kesimpulan kasar dari fakta

15

tersebut adalah sektor informal Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan
Malaysia.
Oleh karena paparan di atas tersebut, maka data sektor informal
Indonesia dengan Malaysia tidak dapat dibandingkan dan dianalisis secara
jauh. Jadi belum tentu jika Indonesia menggunakan konsep ICLS yang
memisahkan antara sektor pertanian dengan sektor infromal akan tetap lebih
tinggi dibandingkan Malaysia.
Berbeda dengan Badan Pusat Statistik Indonesia yang belum memiliki
publikasi khusus mengenai sektor informal Indonesia (jadi satu dalam
Sakernas), Malaysia telah memiliki publikasi khusus dengan judul “Laporan
Penyiasatan Guna Tenaga Sektor Informal (Informal Sector Work Force
Survey Report)” setiap tahunnya.
Sebagai wacana, BPS pernah mengadakan survei sektor informal di Jogja
dan Banten, bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB) untuk
menghasilkan publikasi berjudul “The Informal Sector and Informal
Employment in Indonesia” dengan menggunakan konsep ICLS-15 dan ICLS17.

16

Grafik 2.1 Pekerjaan Formal dan Informal Indonesia Tahun 2010-2013 (%)

Sumber : Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia, ILO, 2010

Bila ditarik trennya pada grafik di atas, maka di Indonesia setiap tahun
hampir selalu ada penurunan dalam persen di sektor informal, diikuti
perkembangan sektor formal.

17

Tabel 2.4 Sektor Informal Indonesia (juta pekerja), Tahun 2001-2009

Sumber : Ekonomi Informal di

Indonesia, ILO, 2010

Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Bekerja dalam Sektor Informal menurut
Strata dan Jenis Kelamin Malaysia Tahun 2012

Sumber : Publikasi Department of Statistics, Malaysia 2012

Hampir sama dengan Indonesia, mayoritas pekerja informal di Malaysia
adalah laki-laki dan sebagian besar pekerjaan informal terdapat di pedesaan.
Perbedaannya adalah sebagian besar perkerja informal Malaysia di perkotaan
adalah wanita. Sedangkan sebagian besar pekerja informal Indonesia baikdi
perkotaan maupun di pedesaan adalah laki-laki.

18

BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat penulis ambil dalam penjabaran di makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Badan Pusat Statistik Indonesia dalam melakukan survei sektor informal
pada Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) hingga kini masih
menggunakan konsep pendekatan status pekerjaan dari pekerja.
2. Department of Statistics Malaysia telah menggunakan konsep ICLS-15
dan ICLS-17 dalam melakukan survei sektor informal yang memiliki
publikasi tersendiri.
3. Sektor informal Indonesia dengan Malaysia tidak dapat dibandingkan
karena adanya perbedaan dalam konsep sektor informal itu sendiri.
4. Sektor informal di Indonesia cenderung menurun diikuti oleh kenaikan
dalam persen sektor formalnya.
5. Di kedua negara, Indonesia dan Malaysia, sektor informal berperan amat
penting

bagi

pertumbuhan

ekonomi

kedua

bangsa,

terutama

sumbangannya terhadap PDB masing-masing negara.

19

DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Peran Sektor Informal sebagai
Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaan. Jakarta: Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik: Keadaan Ketenagakerjaan
Agustus 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Baharudin, Nazaria, et al. Informal Employment in Informal Sector Enterprises in
Malaysia.
Blunch, Niels-Hugo, Sudharshan Canagarajah, dan Dhushyanth Raju. 2001. The
Informal Sector Revisited: A Synthesis Across Space and Time. The World
Bank.
Department of Statistics, Malaysia. 2012. Laporan Penyiasatan Guna Tenaga
Sektor Informal. Malaysia: Department of Statistics, Malaysia.
ILO. 2010. Ekonomi Informal di Indonesia: Ukuran, Komposisi dan Evolusi.
Jakarta: Kantor ILO Indonesia.
ILO. 2010. Keterbatasan Pembuatan Kebijakan Ekonomi Informal di Indonesia.
Jakarta: Kantor ILO Indonesia.
ILO. 2013. Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia. Jakarta: Kantor ILO
Indonesia.
Swaminathan, Madhura. 1991. Understanding the “Informal Sector”: A Survey.
Massachusetts: World Institute for Development Economics Research of The
United Nations University.

20