MAKALAH PENURUNAN NILAI 1

AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH I
PENURUNAN NILAI ASET TETAP

Disusun oleh:

ALIEFIA LIZA KUSNURANTI

1602500933

AULIA KUSUMASTUTI

1602500892

CINDY OKTAVIA CAHYANI

1602500871

LARAS PUTRI MAIDINA

1602500897


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat allah swt atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Akuntansi Keuangan Menengah I dengan
judul “Penurunan Nilai” ini dengan baik dan lancar.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak baik
moral maupun material. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Maria Suryaningsih,SE,MM
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
meminta kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Kami juga berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang membaca makalah ini.

Jakarta, 4 Desember 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata pengantar


ii

Daftar Isi
BAB I

: Pendahuluan

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II

: Pembahasan

A. Definisi Penurunan Nilai
B. Indikasi Penurunan Nilai
C. Pengukuran Penurunan Nilai
D. Pengakuan Rugi Penurunan Nilai
E. Penurunan Nilai pada Unit Penghasil Kas
F. Goodwill

G. Aset Korporat
H. Pemulihan Rugi Penurunan Aset
I.

Penyajian dan Pengungkapan
BAB III

A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka

: Penutup

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap perusahaan didirikan untuk mendapatkan keuntungan (profit) seoptimal mungkin,
sehingga dapat memperluas jaringan usaha yang dapat bersaing dengan perusahaanperusahaan lainnya. Untuk itu diperlukan adanya metode penilaian dan pencatatan yang tepat
yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mengelola segala aktivitas perusahaan

seperti bangunan/gedung sebagai kantor, peralatan, dan kendaraan sebagai alat transportasi.
Sebagai alat yang dapat mendukung suatu kegiatan perusahaan aktiva tetap biasanya
memiliki masa pemakaian yang lama, sehingga bisa diharapkan dapat memberi manfaat bagi
perusahaan selama bertahun-tahun. Namun demikian, manfaat yang diberikan aktiva tetap
pada umumnya semakin menurun karena aktiva tetap tersebut mengalami penyusutan
(depreciation). Penyusutan ini biasanya dicatat pada akhir tahun sebagai laporan keuangan di
neraca. Dalam akuntansi aktiva tetap ini akan dibahas tentang metode depresiasi. Semua aset
memiliki potensi mengalami penurunan nilai, namun ada yang diatur sendiri dalam standar
aset terkait atau diatur umum dalam PSAK 48 tentang Penurunan Nilai. Penurunan nilai atau
impairment menjadi bahasa yang semakin populer dalam akuntansi saat PSAK mengadopsi
IFRS. Istilah impairment sudah lama dikenal dalam akuntansi khususnya aset tetap. PSAK
berbasis IFRS menggunakan istilah penurunan nilai tak hanya untuk aset tetap tetapi juga
untuk aset tak berwujud, goodwill, aset keuangan dan investasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi penurunan nilai?
2. Apa indikasi penurunan nilai?
3. Bagaimana pengukuran penurunan nilai?
4. Bagaimana pengakuan rugi penurunan nilai?
5. Bagaimana penurunan nilai pada unit penghasil kas?
6. Bagaimana perhitungan goodwill?

7. Bagaiman perhitungan aset korporat?
8. Bagaimana pemulihan rugi penurunan aset?
9. Bagaimana penyajian dan pengungkapan?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui penurunan nilai.
2. Untuk mengetahui indikasi penurunan nilai.
3. Untuk mengetahui pengukuran penurunan nilai.
4. Untuk mengetahui pengakuan rugi penurunan nilai.
5. Untuk mengetahui penurunan nilai pada unit penghasil kas.
6. Untuk mengetahui perhitungan goodwill.
7. Untuk mengetahui perhitungan aset korporat.
8. Untuk mengetahui pemulihan rugi penurunan aset.
9. Untuk mengetahui penyajian dan pengungkapan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Penurunan Nilai
Penurunan nilai dari asset merupakan suatu kondisi di mana nilai tercatat asset (carrying

amount) melebihi jumlah terpulihkan (recoverable amount). Dalam kondisi dimana suatu
entitas menghadapi penurunan nilai dari aset-asetnya, maka banyak entitas yang melakukan
penghapusan (write-off) terhadap aset jangka panjangnya. Standart akuntansi menyatakan
bahwa suatu entitas harus mengevaluasi apakah terdapat indikasi penurunan nilai terhadap
aset yang dimilikinya.
B. Indikasi Penurunan Nilai
Menurut PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Asset bahwa pada setiap akhir
periode pelaporan, suatu entitas harus menilai apakah terdapat indikasi suatu asset pengalami
penurunan nilai. Dalam menilai apakah indikasi bahwa asset mungkin mengalami penurunan
nilai, entitas harus mempertimbangkan minimum hal-hal berikut ini.
 Informasi dari sumber-sumber ekternal, antara lain sebagai berikut.
1. Selama periode tersebut, nilai pasar asset telah turun secara signifikan lebih dari yang
diharapkan.
2. Perubahan yang signifikan dalam hal teknologi, pasar, ekonomi, atau lingkup hukum
tempat entitas beroperasi atau di pasar tempat asset dikaryakan, yang berdampak
merugikan terhadap entitas.
3. Suka bunga pasar atau tingkat imbalan pasar dari investasi telah meningkat selama
periode tersebut.
4. Jumlah tercatat asset neto entitas melebihi kapitalisasi pasarnya.
 Informasi dari sumber-sumber internal, antara lain sebagai berikut.

1. Terdapat bukti mengenai keusangan atau kerusakan fisik asset.
2. Telah terjadi atau akan terjadi dalam waktu dekat perubahan segnifikan yang
berdampak merugikan sehubungan dengan seberapa jauh, atau cara, suatu asset
digunakan atau diharapkan akan digunakan.
3. Terdapat bukti dari pelaporan internal yang mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi
asset lebih buruk, atau akan lebih buruk, dari yang diharapkan.

4. Untuk suatu investasi dalam entitas anak, antitas asosiasi dan pengendalian bersama
entitas yang disajikan dalam laporan keuangan terpisah berdasarkan metode biaya.
 Entitas juga harus melakukan hal berikut.
1. Menguji penurunan nilai asset takterwujud dengan masa manfaat tidak terbatas atau
asset takterwujud yang belum dapat digunakan, secara tahunan,
2. Menguji penurunan nilai goodwill yang diperoleh dalam satu kombinasi bisnis secara
tahunan.
Namun, penghitungan terperinci terkini atas jumlah terpulihkan aset yang dilakukan
periode terdahulu dapat digunakan dalam menguji penurunan nilai untuk aset tersebut pada
periode berjalan, sepanjang semua kriteria berikut dipenuhi.
1. Jika aset tak berwujud tidak menghasilkan arus kas masuk dari penggunaan secara
berkelanjutan yang sebagian besar independen dari arus kas masuk dari aset-aset atau
kelompok aset.

2. Penghitungan terkini jumlah terpulihkan menghasilkan suatu jumlah yang melebihi
jumlah tercatat aset dengan margin yang substansial.
3. Kecil kemungkinan bahwa penentuan jumlah terpulihkan saat ini akan lebih kecil dari
jumlah tercatat aset.
Terlepas kapan evaluasi atas indikasi penurunan nilai dilakukan, konsep materialitas
diterapkan dalam mengidentifikasi apakah jumlah terpulihkan suatu aset perlu diestimasi.
Sebagai contoh, jika penghitungan sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah terpulihkan suatu
aset lebih besar secara signifikan dari jumlah tercatatnya, entitas tidak perlu mengestimasi
ulang jumlah terpulihkan aset tersebut jika tidak terdapat peristiwa yang akan menghapus
selisih tersebut.
Selain itu, suatu indikasi yang ada bahwa aset mungkin mengalami penurunan nilai dapat
juga mengindikasikan bahwa sisa masa manfaat, metode depresiasi (amortisasi) atau nilai
residu aset perlu ditelaah kembali. Apabila terdapat perubahan estimasi sisa manfaat, metode
depresiasi (amortisasi) atau nilai residu aset maka suatu entitas harus melakukan perubahan
tersebut dengan sifat perubahannya sebagai prospektif (perubahan yang dilakukan secara ke
depan, tanpa melakukan restatement terhadap laporan keuangan sebelumnya).
C. Pengukuran Penurunan Nilai
Setelah suatu entitas mengevaluasi adanya indikasi penurunan nilai, dan ternyata
menemukan adanya indikasi tersebut maka harus dilakukan pengujian atas penurunan nilai.
Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan antara jumlah tercatat dari asset


dengan jumlah terpulihkannya. Apabila tercatatnya lebih tinggi dari jumlah terpulihkan, maka
selisih antara keduanya tersebut diakui sebagai rugi penurunan nilai dan nilai tercatat asset
diturunkan menjadi sebesar jumlah terpulihkan tersebut. Apabila tercatat lebih rendah dari
jumlah terpulihkan, maka tidak terdapat penurunan nilai.Apabila terdapat indikasi-indikasi
penurunan nilai, maka entitas diharuskan membuat estimasi formal jumlah terpulihkannya.
Jumlah terpulihkan merupakan jumlah yang lebih tinggi antara nilai wajar asset atau unit
penghasil kas dikurangi biaya penjualan dengan nilai pakainya sedangkan nilai wajar
dikurangi biaya penjualan adalah jumlah yang dapat dihasilkan dari penjualan suatu asset
atau unit penghasilan kas dalam transaksi antara pihak-pihak yang mengerti dan berkehendak
bebas tanpa tekanan, dikurangi biaya pelepasan asset. Nilai ini mencerminkan nilai yang
dapat dihasilkan oleh asset tersebut bila asset terjual setelah dikurangi biaya untuk melakukan
penjualan. Nilai pakai adalah nilai kini dari taksiran arus kas yang diharapkan akan diterima
dari suatu asset atau unit penghasil kas.
Sebagai ilustrasi, PT Langit pada 31 Desember 2015 melakukan pengujian atas
penurunan nilai atas asset perusahaan yaitu bangunan akibat adanya krisis ekonomi yang
menurunkan nilai dari asset perusahaan. Berdasarkan pengujian maka didapat beberapa
informasi sebagai berikut.
Harga Jual


= Rp 700.000.000

Biaya penjualan

= Rp 16.000.000

Nilai pakai (value in use)

= Rp 684.000.000

Bangunan kantor tersebut diperoleh pada 1 Januari 2008 dengan biaya perolehan sebesar
Rp 800.000.000. PT Langit memperkirakan masa manfaat dari bangunan tersebut adalah 20
tahun dan memiliki nilai residu Rp 40.000.000. PT. Langit menggunakan metode garis lurus
dalam menyusutkan asset tetapnya.
Nilai tercatat bangunan kantor per 31 Desember 2012
Biaya perolehan
Akumulasi penyusutan
Nilai tercatat per 31 Desember 2015

= Rp 800.000.000

= 5 x Rp 38.000

= Rp 190.000.000
= Rp 610.000.000

Berdasarkan ilustrasi tersebut, maka dapat dihitung nilai wajar dikurangi biaya penjualan
adalah sebesar Rp 684.000.000 (Rp 700.000.000 – Rp 16.000.000) dan nilai pakai adalah

Rp 520.000.000. Berdasarkan kedua nilai tersebut maka jumlah terpulihkan adalah
Rp 684.000.000. Jumlah tersebut masih lebih tinggi dari jumlah tercatat asset, sehingga tidak
terjadi penurunan nilai.
Apabila informasi dari PT Langit sama, kecuali bahwa nilai wajar dari asset adalah
sebesar Rp 500.000.000 (dengan biaya menjual yang sama) maka nilai wajar dikurangi biaya
penjualan adalah Rp 484.000.000 (Rp 500.000.000 – Rp 16.000.000). Oleh karena itu, jumlah
terpulihkan asset menjadi sebesar nilai pakainya Rp 520.000.000, karena nilai pakai lebih
besar dari nilai wajar dikurangi biaya penjualan. Dalam contoh ini maka terjadi penurunan
nilai asset karena jumlah tercatat asset lebih besar dari jumlah terpulihkan dan perusahaan
akan mengakui kerugian penurunan nilai yang dicatat sebagai berikut.

Rugi Penurunan Nilai – Aset Tetap
Akumulasi Penurunan Nilai – Aset Tetap

Rp 90.000.000
Rp 90.000.000

D. Pengakuan Rugi Penurunan Nilai
Rugi penurunan nilai adalah nilai terpulihkan lebih kecil dari nilai tercatat, nilai tercatat
asset diturunkan menjadi sebesar nilai terpulihkan. Rugi penurunan nilai asset yang tidak
direvaluasi diakui dalam laporan laba rugi komprehensif. Namun demikian, kerugian
penurunan nilai atas asset revaluasian diakui dalam pendapatan komprehensif lain,
sepanjang kerugian penurunan nilai tidak melebihi jumlah surplus revaluasi untuk asset yang
sama. Rugi penurunan nilai atas asset revaluasian mengurangi surplus revaluasi untuk asset
tersebut. Ketika jumlah estimasi rugi penurunan nilai lebih besar dari nilai tercatat asset yang
terkait, entitas mengakui liabilitas jika, dan hanya jika, hal ini disyaratkan oleh standar
akuntansi lainnya. Setelah pengakuan rugi penurunan nilai, beban penyusutan (amortisasi)
asset disesuaikan di masa depan untuk mengalokasikan nilai tercatat asset revision, setelah
dikurangi nilai sisa (jika ada), secara sisitematis selama sisa manfaatnya.
E. Penurunan Nilai pada Unit Penghasil Kas
Unit Penghasil Kas (UPK) asset adalah kelompok terkecil dari asset yang termasuk asset
tersebut dan menghasilkan arus kas masuk yang independen dari asset atau kelompok asset
lain. Jika terdapat indikasi bahwa suatu asset turun nilainya, jumlah terpulihkan diestimasi
untuk asset individual. Jika tidak mungkin mengestimasi jumlah terpulihkan asset individual,
entitas menentukan nilai terpulihkan dari UPK yang mana asset tercakup (asset dari unit

penghasil kas). Mengidentifikasi UPK memerlukan pertimbangan tersendiri. Jika jumlah
terpulihkan tidak dapat ditentukan untuk asset individual, entitas mengidentifikasi agregasi
terendah atas asset yang menghasilkan arus kas masuk yang berdiri sendiri. UPK
diidentifikasi secara konsisten dari periode ke periode untuk asset atau jenis asset yang sama,
kecuali perubahan dapat dijustifikasi.
Jumlah terpulihkan dari suatu asset individual tidak dapat ditentukan jika:
1. Nilai pakai asset tidak dapat diestimasi mendekati nilai wajarnya dikurangi nilai biaya
penjualan (contoh, apabila arus kas masa depan dari penggunaan asset tidak dapat
diestimasikan menjadi tak berarti)
2. Asset tidak menghasilkan arus kas masuk yang independen dari kelompok asset lain.
F. Goodwill
Untuk tujuan uji penurunan nilai, goodwiil yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis
harus, sejak tanggal akuisisi, dialokasikan pada unit penghasil kas pihak pengakuisisi, (atau
kelompok unit penghasil kas) yang diharapkan memberikan manfaat dari senergi kombinasi.
Rugi penurunan nilai dialokasikan untuk menurunkan jumlah tercatat dari asset dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Menurunkan jumlah tercatat dari goodwill yang telah dialokasikan pada UPK.
b. Mengalokasikan pada asset lainnya pada UPK secara perorate dari jumlah tercatat pada
masing-masing asset dalam UPK.
Sebagai ilustrasi, PT Lolipop melakukan pengujian atas penurunan nilai UPK Z dan
memperoleh informasi sebagai berikut.
Jumlah tercatat
Goodwill

Rp 2.000.000.000

Aset tetap, pada biaya terdepresiasi

Rp 6.000.000.000

Aset tak berwujud, pada biaya terdepresiasi

Rp 4.000.000.000

Properti investasi, pada biaya terdepresiasi

Rp 5.000.000.000

Aset keuangan, pada nilai wajar

Rp 2.140.000.000

Persediaan, pada biaya

Rp 1.000.000.000

Piutang dagang

Rp 2.600.000.000

Total

Rp 22.740.000.000

Setelah melakukan pengujian penurunan nilai, PT Lolipop menemukan bahwa jumlah
terpulihkan pada UPK Z adalah Rp 16.000.000.000 dan property investasi adalah Rp
4.000.000.000. Alokasi penurunan nilai pada asset individual adalah sebagai berikut.

Pertama, kerugian penurunan nilai yang diakui adalah terhadap property investasi yang
memiliki nilai wajar yang jelas yaitu Rp 4.000.000.000 sehingga diakui penurunan nilai
sebesar Rp 1.000.000.000. Jurnal untuk mengakui penurunan nilai adalah sebagai berikut.

Rugi Penurunan Nilai – Properti Investasi

Rp 90.000.000

Properti Investasi

Rp 90.000.000

Kedua, membandingkan jumlah tercatat dengan jumlah terpulihkan. Nilai tercatat
UPK Z kini adalah Rp 21.740.000.000 (Rp 22.740.000.000 – Rp 1.000.000.000). Nilai
tersebut lebih tinggi dari jumlah terpulihkan, sehingga PT Lolipop akan mengakui kerugian
penurunan nilai pada UPK Z sebesar Rp 5.740.000.000 (Rp 21.740.000.000 – Rp
16.000.000.000). Jumlah kerugian tersebut hanya dialokasikan pada asset tetap dan asset tak
berwujud karena property investasi telah diturunkan nilainya menjadi sebesar jumlah
terpulihkan dan asset selain asset tetap dan asset tak berwujud di luar dari ruang lingkup
PSAK 48. Alokasi kerugian penurunan nilai adalah sebagai berikut.

Goodwill
Aset tetap
Aset tak berwujud
Properti investasi
(Rp 5 miliar – Rp 1 miliar)
Aset keuangan
Persediaan
Piutang dagang
Total

Jumlah Tercatat Setelah

Jumlah

Alokasi Kerugian

Tercatat

Penurunan Nilai

(Rp Juta)
2.000
6.000
4.000

(Rp Juta)
- 2.000
- 2.244
- 1.496

Nilai
(Rp Juta)
0
3.756
2.504

4.000

-

4.000

2.140
1.000
2.600

-

2.140
1.000
2.600

21.740

- 5.740

16.000

Alokasi Penurunan

Pertama, dialokasikan terlebih dahulu pada nilai goodwill yaitu sebesar Rp 2.000.000.000.
Kedua, dialokasikan pada asset tetap dan asset tak berwujud.

Alokasi terhadap asset tetap adalah sebagai berikut.

Alokasi Kerugian Penurunan Nilai pada Aset Tetap
= (Rp 5.740.000.000 – Rp 2.000.000.000) x 0,6
= Rp 2.244.000.000
Alokasi terhadap asset tak berwujud adalah sebagai berikut.
Alokasi Kerugian Penurunan Nilai pada Aset Tak Berwujud
= (Rp 5.740.000.000 – Rp 2.000.000.000) x 0,4
= Rp 1.496.000.000
Pencatatan atas alokasi tersebut adalah sebagai berikut.

Rugi penurunan Nilai – Aset Tetap
Goodwill

Rp 5.740.000.000
Rp 2.000.000.000

Aset Tetap

Rp 2.244.000.000

Aset Tak Berwujud

Rp 1.496.000.000

G. Aset Korporat
Aset korporat termasuk asset kelompok atau divisi seperti bangunan kantor pusat atau
divisi dari entitas, perlengkapan EDP, atau pusat penelitian. Karakteristik khusus asset
korporat adalah bahwa asset korporat tidak menghasilkan arus kas masuk secara independen
dari asset atau kelompok asset lain dan jumlah tercatatnya tidak sepenuhnya diatribusikan ke
unit penghasil kas yang sedang ditelaah. Jika sebagian jumlah tercatat asset korporat, adalah
sebagai berikut:
1. Dapat dialokasikan dengan dasar yang layak dan konsisten terhadap unit tersebut.
2. Tidak dapat dialokasikan pada suatu dasar yang layak dan konsisten ke unit itu, entitas
harus :
a. Membandingkan jumlah tercatat unit, di luar asset korporat, dengan jumlah terpulihkan
dan mengakui setiap rugi penurunan nilai.
b. Mengidentifikasi kelompok terkecil dari unit penghasil kas yang mencakup unit penghasil
kas yang telaah dan yang sebagian dari jumlah tercatat asset korporat dapat dialokasikan
atas dasar yang layak dan konsisten
c. Membandingkan jumlahtercatat dari kelompok unit penghasil kas tersebut (termasuk
bagian dari jumlah tercatat asset korporat yang dialokasikan ke kelompok dari unit
tersebut) dengan jumlah terpulihkan dari kelompok unit itu.
H. Pemulihan Rugi Penurunan Aset

Entitas menilai pada akhir setiap periode laporan apakah terdapat indikasi bahwa rugi
penurunan

nilai

yang

(selain Goodwill,karena

telah

diakui

dalam

untuk Goodwil tidak

periode

diperbolehkan

sebelumnya
adanya

untuk

pemulihan

asset
rugi

penurunan nilai) mungkin tidak ada lagi atau mungkin telah menurun. entitas
mempertimbangkan, minimal, indikasi berikut ini:
 Informasi yang bersumber dari luar, antara lain sebagai berikut.
1. Nilai wajar asset telah meningkat secara signifikan selama periode tersebut.
2. Perubahan signifikan dengan dampak menguntungkan untuk entitas telah terjadi
selama periode tersebut.
3. Suku bunga pasar atau tingkat pengembalian investasi pasar yang lain telah turun
selama periode itu.
 Informasi yang bersumber dari dalam, antara lain sebagai berikut.
1. Perubahan signifikan dengan dampak menguntungkan bagi entitas telah terjadi selama
periode tersebut, atau diharapkan akan terjadi dalam waktu dekat
2. Bukti tersedia dari pelaporan internal yang mengidikasikan bahwa kinerja ekonomi
asset lebih baik atau akan lebih baik dari yang diharapkan.
Rugi penurunan nilai yang telah diakui dalam periode-periode sebelumnya untuk aset
selaingoodwill harus dibalik jika, dan hanya jika, terdapat perubahan estimasi yang
digunakan untuk menentukan jumlah terpulihkan atas aset tersebut sejak rugi penurunan nilai
terakhir diakui. Jika kasusnya seperti ini, jumlah tercatat aset, dinaikkan ke jumlah
terpulihkannya. Kenaikan ini merupakan suatu pembalikan rugi penurunan nilai. Jumlah
tercatat aset yang meningkat (selaingoodwill), yang disebabkan pembalikan rugi penurunan
nilai, tidak boleh melebihi jumlah tercatat (neto setelah amortisasi atau depresiasi) seandainya
aset tidak mengalami rugi penurunan nilai di tahun-tahun sebelumnya. Pembalikan rugi
penurunan nilai untuk aset (selaingoodwill) diakui segera dalam laba rugi. Setiap pemulihan
rugi penurunan nilai aset revaluasian harus diperlakukan sebagai kenaikan penilaian kembali
sesuai dengan PSAK terkait.Melanjutkan ilustrasi pada PT Langit, pada 1 Januari 2015, PT
Langit melakukanreview untuk mengidentifikasi apakah terdapat indikasi bahwa rugi
penurunan nilai aset yang telah diakui pada tahun-tahun sebelumnya tidak ada lagi atau
menurun. Dari hasil review untuk mengidentifikasi apakah terdapat indikasi bahwa rugi
penurunan nilai aset yang telah diakui pada tahun-tahun sebelumnya tidak ada lagi atau
menurun. Dari hasil review tersebut, diperoleh hasil bahwa nilai pakai dari bangunan tersebut
meningkat menjadi Rp 560.000.000.

Nilai tercatat bangunan kantor per 1 Januari 2015 (seharusnya)
Biaya perolehan

= Rp 800.000.000

Akumulasi penyusutan

= 7 x Rp 38.000.000

Nilai tercatat per 1 Januari 2015

= Rp 266.000.000
= Rp 534.000.000

Nilai tercatat bangunan kantor per 1 Januari 2015 (setelah ada penurunan nilai)
Nilai tercatat pada 31 Desember 2012

= Rp 520.000.000

Akumulasi penyusutan

= Rp 64.000.000

= 2 x Rp 32.000.000

Nilai tercatat per 1 Januari 2015

= Rp 456.000.000

Recoverable amount per 1 Januari 2015 = Rp 560.000.000
Nilai

tercatat

aset

(Rp

456.000.000)

harus

dinaikkan

kembali

menjadi

sebesar recoverable amount (Rp 560.000.000). Akan tetapi, karena recoverable amount lebih
besar dari nilai tercatat yang seharusnya (Rp 534.000.000), maka aset hanya boleh dinaikkan
kembali menjadi sebesar nilai tercatat seharusnya, yaitu sebesar Rp 78.000.000 (Rp
534.000.000



Rp 456.000.000). Jurnal untuk mencatat pemulihan tersebut adalah sebagai berikut.

Akumulasi Penurunan Nilai Bangunan Kantor
Laba Pemulihan Kembali Nilai Aset Tetap

Rp 90.000.000
Rp 90.000.000

Pembalikan rugi penurunan nilai untuk suatu unit penghasil kas dialokasikan kepada
aset-aset dari unit (kecuali untuk goodwill) prorate dengan jumlah tercatat dari asetasetnya.Dalam mengalokasikan pembalikan rugi penurunan nilai untuk unit penghasil kas,
jumlah tercatat aset tidak boleh dinaikkan diatas nilai yang terendah dari:
a. Jumlah terpulihkan (jika ditentukan); dan
b. Jumlah tercatat yang telah ditentukan (amortisasi atau depresiasi neto) seandainya tidak
ada rugi penurunan nilai yang telah diakui untuk aset tersebut dalam periode sebelumnya.
Jumlah pemulihan rugi penurunan nilai yang sebaliknya telah dialokasikan untuk aset
tersebut harus dialokasikan prorate ke aset lain dari unit itu, kecuali untuk goodwill.

I. Penyajian dan Pengungkapan
Terkait dengan depresiasi dan penurunan nilai, maka dalam penyajiannya pada laporan
keuangan suatu entitas harus mengungkapkan beberapa hal sebagai berikut.
1) Keberadaan dan jumlah pembatasan hak milik dan aset tetap yang dijaminkan untuk
utang.
2) Jumlah pengeluaran yang diakui sebagai aset dalam penyelesaian.
3) Jumlah komitemen kontraktual dalam memperoleh aset tetap.
4) Jumlah kompensasi pihak ketiga atas aset tetap yang dimasukkan ke laba rugi.
5) Jika ada perubahan estimasi terkait dengan masa manfaat, nilai residu atau metode
penyusutan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penurunan nilai akan membuat aset entitas mencerminkan manfaat ekonomi di masa
depan dan tidak akan dicatat melebihi potensi manfaat ekonomi yang akan diterima entitas di
masa mendatang. Penurunan nilai didasarkan pada konsep konservatif, kehati-hatian dan
relevansi informasi.
B. Saran
1. Dengan kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan metode penyusutan didalam
landasan teori pada bab sebelumnya, bahwa perusahaan diharapkan untuk tetap
memperhatikan biaya yang terjadi setelah perolehan.
2. Penulis menyarankan agar perusahaan untuk tetap menggunakan metode yang telah
diterapkan sebelumnya, apabila perusahaan ingin menggunakan metode lain perlu untuk
dipertimbangkan lagi. Perusahaan yang sudah memakai IFRS dan menggunakan metodemetode dan pembahasan yang sudah diterangkan. Masih perlu melakukan tinjauan
kembali untuk aktiva yang masih dapat dipakai tetapi usia manfaatnyasudah habis.

DAFTAR PUSTAKA

Martani, Dwi., Siregar, Sylvia Veronica., Wardhani, Ratna., Farahmita, Aria., Tanujaya,
Edward. 2016. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasisi PSAK Edisi 2 Buku 1. Jakarta:
Salemba Empat