MANAJEMEN LEMBAGA DAKWAH Studi atas Majl

MANAJEMEN LEMBAGA DAKWAH;
Studi atas Majlis Tafsir Al-Quran (MTA)
MK Ridwan
M. Choirurrahman
Neny Muthiatul Awwaliyah
Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Salatiga
Pendahuluan
Pergumulan antara Islam dan modernitas merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi
oleh umat Islam dewasa ini. Agama ditantang kepekaannya dalam merespon setiap dinamika
sosial kemanusiaan. Apakah agama akan mampu menghadapi realitas umat manusia dengan
menyajikan berbagai macam formula solusi, atau justru agama akan kehilangan relevansinya
dalam menghadapi modernitas. Agenda globalisasi dengan berbagai strukturalnya berusaha
mengikis peran dan fungsi agama bagi manusia. nilai-nilai kemanusiaan dicoba untuk
dihilangkan atas alasan tuntutan dunia global. Sistem kapitalistik yang menindas semakin
massif dipancangkan. Dampak dari hal ini adalah agenda secara besar-besaran praktek
pemiskinan dan kemiskinan dalam skala global. Korban daripada agenda tersebut adalah
masyarakat kalangan bawah akan semakin mengalami ketertindasan, tidak hanya ketertindasan
secara ekonomi dan sosial, tapi juga ketertindasan pendidikan dan politik. Maka menjadi
penting mencermati gagasan Peter L. Berger, bahwa agama sampai kapanpun merupakan satu
entitas terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bagi Berger, agama
adalah bentuk semesta simbolik yang paling komprehensif dalam memberikan penjelasan

tentang realitas; seperti kematian, penderitaan, dan kebahagiaan. 1
Islam sebagai salah satu agama missionaris, memiliki tanggung jawab terhadap
kelangsungan peradaban umat manusia. Islam harus mampu menyelamatkan manusia dari
terjangan derasnya arus globalisasi. Islam tidak lagi dimaknai sebagai simbol ritualistik yang
menjadi candu bagi penganutnya, tetapi agama sudah harus dijadikan ideologi massif dalam
melawan globalisasi kapitalistik. Islam sebagai agama missionaris memiliki ajaran berupa
transmisi ajaran keagamaan kepada khalayak umum. Dalam pengertian ini adalah dakwah.
Dakwah dipandang sebagai bentuk kegiatan penyadaran umat manusia agar selalu waspada
terhadap terjangan arus globalisasi. Dakwah dimaksudkan sebagai upaya mentransmisikan
nilai-nilai keagamaan yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Karena krisis manusia modern
adalah krisis spiritual, ditandai dengan disorientasi tujuan hidup. Dampaknya adalah budaya
hedonisme, pragmatisme, dengan tidak jarang berujung pada tindakan bunuh diri. Wajah inilah
yang menjadi cerminan krisis manusia modern. Sehingga melalui media dakwah, Islam

1

Muhammad Fauzi, Agama dan Realitas Sosial; Renungan dan Jalan Menuju Kebahagiaan, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007), hlm. 61.

1


mencoba mengkampanyekan perlunya pembangunan etos kerja qur’ani. Sebagai solusi dalam
menjembatani kesenjangan hidup dan mati umat manusia. 2

Salah satu lembaga keislaman yang banyak bergerak di bidang dakwah dan pendidikan
salah satunya adalah Majlis Tafsir Al-Quran (MTA), sebuah lembaga yang hadir atas dasar
keprihatinan terhadap realitas umat Islam yang mulai meninggalkan pedoman hidupnya yakni
Al-Quran dan Sunah. MTA sebagai salah satu lembaga yang bergerak dalam mendakwahkan
ajaran-ajaran Islam, memiliki komitmen untuk membangun keberagamaan umat Islam dengan
cara mengoptimalkan proses pengamalan dan penghayatan akan Al-Quran dan Sunah.
Sebagaimana konsep dalam Al-Quran bahwa harus ada sebuah kelompok yang saling
mengingatkan satu sama lain amar ma’ruf nahi munkar . Sehingga menjadi sebuah kajian yang
menarik kiranya ketika dalam pentas dunia global saat ini, menimbang kontribusi MTA dalam
mendakwahkan ajaran Islam. Tulisan ini akan difokuskan pada kajian terhadap pola gerakan
MTA dalam mendakwahkan ajaran Islam. Tidak terlepas dari hal itu, bahwa menganalisis secara
kritis pola manajemen dakwah yang diterapkan oleh MTA sebagai salah satu bagian dari umat
Islam juga menjadi fokus dalam tulisan ini. Sehingga akan didapatkan sebuah jawaban dari
pertanyaan, bagaimana profil lembaga Majlis Tafsir Al-Quran (MTA) sebagai salah satu lembaga
Islam? Serta bagaimana konsep manejemen yang dipraktikan oleh MTA dalam mendakwahkan
ajaran Islam?


Potret Lembaga Majlis Tafsir Al-Quran (MTA)
Majlis Tafsir Al-Quran (selanjutnya: MTA) merupakan sebuah lembaga pendidikan dan dakwah
Islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA adalah lembaga dakwah dalam bentuk
yayasan yang didirikan oleh seorang mubalig keturunan Pakistan yang berprofesi sebagai
pedagang yang bernama Abdullah Thufail Saputra pada tanggal 19 September 1972. Pendirian
Yayasan MTA ini selanjutnya dikukuhkan dengan akta notaris R. Soegondo Notodisoerjo, nomor
23, tanggal 23 Januari 1974 di Surakarta. Beliau mendirikan dan memimpin MTA 1972-1992.
Kini MTA dipimpin oleh Drs. Ahmad Sukina 1992 hingga sekarang.3
Ustadz Abdullah Thufail Saputra, sebagaimana dijelaskan oleh Drs. Ahmad Sukina, bahwa
dahulunya adalah seorang pedagang batu permata. Dengan profesinya tersebut ia hampir telah
mengelilingi seluruh Indonesia, kecuali Irian Jaya. Abdullah Thufail merupakan seseorang yang
memiliki jiwa dakwah dan pernah menjadi seorang Dewan Dakwah Nusa Tenggara Timur.
Menjalankan karier sebagai seorang pedagang, Abdullah Thufail selalu menyempatkan diri
untuk membaca buku. Melihat realitas umat Islam Indonesia yang jauh dari Al-Quran dan AsSunah serta banyaknya perselisihan yang terjadi antara sesama umat Islam, ia sangat prihatin
2

3

Dewi Wardamayanah, dalam Rodiah, dkk., Studi Al-Quran; Metode dan Konsep, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010),

hlm. 25.
wikipedia.org, diakses 12 Oktober 2014.

2

dengan kondisi umat Islam saat itu. Hingga akhirnya Abdullah Thufail memutuskan untuk
menetap di kota Surakarta dan berhenti dari profesinya sebagai pedagang. Kemudian
mendirikan sebuah lembaga MTA sebagai rintisan dalam mengajak umat Islam untuk kembali
kepada Al-Quran dan As-Sunah.4 Abdullah Thufail Saputra yakin bahwa umat Islam Indonesia
hanya akan mampu melakukan emansipasi apabila mau kembali kepada tuntunan Al-Quran.
Sehingga hal inilah yang menjadi dasar bagi berdirinya MTA di kancah pergulatan umat Islam
Indonesia pada akhir dekade 60-an hingga awal dekade 70-an. Padahal ketika itu, umat Islam
adalah pejuang kemerdekaan baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun pendidikan dan
budaya ketika dijajah oleh Belanda. Tetapi menurut Abdullah Thufail, justru umat Islam
mengalami marginalisasi. Abdullah Thufail melihat kondisi umat Islam di Indonesia yang
semacam itu disebabkan karena kurang memahami Al-Quran secara benar.5
Dalam wacana ideologi, MTA termasuk ke dalam gerakan puritanisme dengan
mengembalikan Islam kepada Al-Quran dan As-Sunah seperti yang dibangun oleh Ibnu
Taimiyah. Meskipun bercorak sama, menurut keterangan Ahmad Sukina, MTA tidak berdiri atau
menganut ideologi Ibnu Taimiyah. Menurutnya, sebagai seorang muslim harus sadar dan

mengerti bahwa mereka mempunyai kewajiban mengembangkan agama Islam. Islam sendiri
mempunyai sumber yaitu Al-Quran dan As-Sunah. Maka dari itu mereka terpanggil untuk
mempelajari Islam dan menyebarkan agama Islam dengan berdasarkan sumber asli (Al-Quran
dan As-Sunah). Sehingga ideologi mereka berasal dari kesadaran diri mereka sebagai seorang
Muslim.6
Awalnya kajian MTA dilakukan di Masjid Marwah kelurahan Semanggi. Pesertanya hanya
warga di sekitar Semanggi, dan beberapa orang dari wilayah sekitar Solo. Perkembangan MTA
cukup pesat, terlihat dari berdirinya, cabang-cabang di beberapa daerah lain, seperti di
kecamatan Nogosari (Boyolali), kecamatan Polan Harjo dan kecamatan Juwiring (Klaten), dan di
kecamatan Gemolong (Sragen). Pekembangan berikutnya penyebaran MTA dilakukan oleh
siswa-siswa yang sudah nyantri di MTA Pusat maupun di cabang-cabang. Mereka membentuk
kelompok-kelompok pengajian di daerah asalnya masing-masing atau di perantauan. Mereka
memiliki tanggung jawab dan kesadaran untuk menyebarkan ilmu walaupun tidak
diinstruksikan. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan
permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru pengajar sehingga kelompok-kelompok pengajian
itu pun menjadi cabang-cabang MTA yang baru. Dengan cara itu, tumbuh cabang-cabang baru.
Ketika di sebuah kabupaten sudah tumbuh lebih dari satu cabang dan diperlukan koordinasi,
maka

dibentuklah


perwakilan

yang

mengkoordinir

cabang-cabang

tersebut

yang

bertanggungjawab membina kelompok-kelompok baru sehingga menjadi cabang. MTA Pusat
4
5
6

Wawancara dengan Drs. Ahmad Sukina, 5 November 2014.
http://mtaonline.com diakses tanggal 12 Oktober 2014.

Wawancara dengan Drs. Ahamad Sukina, 5 November 2014.

3

tidak pernah menggunakan strategi top down dalam membentuk dan meresmikan Perwakilan
dan Cabang tapi secara buttom up.7
Dalam ajarannya MTA berusaha keras mengikis tahayul, bid’ah dan khurafat yang

menurut mereka masih banyak berkembang di masyarakat seperti, kenduren, nyadran, pergi ke

dukun, dll. Hal itu terbukti dengan masih banyaknya Islam yang menyimpan jimat, rajah dan
sejenisnya. Sebagian anggota masyarakat secara sukarela menyerahkan jimat yang mereka
miliki saat mengikuti Pengajian Ahad Pagi di kantor pusat MTA.8
Untuk menyikapi budaya lokal yang berkembang di masyarakat, MTA memiliki tiga
pendekatan. Pertama, budaya lokal yang bisa sejalan dengan Al-Quran dan Sunah akan biarkan.
Kedua, kalau budaya itu perlu diluruskan maka akan diluruskan. Ketiga, budaya lokal yang
berlawanan dengan ajaran Islam maka harus ditolak sama sekali. Contohnya halal bi halal,
walaupun tidak dicontohkan dalam Islam namun berdasarkan penelaahan dan kajian MTA itu
tidak mengandung kemusyrikan, maka dibiarkan saja. Namun kalau itu sudah memuja orang
maka akan ditolak, contohnya seperti tradisi keraton yang harus minta maaf sampai mencium

kaki.
Dalam perkembangannya MTA semakin mengukuhkan diri sebagai lembaga dakwah
dengan berbagai aktivitasnya. Aktifitas pokok MTA yaitu menyelenggarakan kajian Islam secara
rutin setiap minggu. Kegiatan tersebut dilaksanakan MTA Pusat, Perwakilan, Cabang dan
Binaan. Pengajian MTA pusat telah berlangsung sejak tahun 1976. Pengajian tersebut
dilaksanakan setiap ahad pagi bertempat di Kemlayan, Surakarta jam 07.30-10.00 WIB.
Pengajian ini biasanya diikuti warga MTA dan juga elemen umat Islam yang berasal dari
karesidenan Surakarta maupun daerah lain. Selain menggunakan metode ceramah dan tanya
jawab dalam pengajian, materi kajiannya diterbitkan dalam bentuk brosur ahad pagi.9
MTA menanamkan pemahaman dalam diri kader, bahwa sebagai warga MTA dan bagian
dari umat Islam mereka harus istikamah dalam mengkaji, memahami dan mengamalkan
tuntunan Islam. Mereka harus mengamalkan Islam dalam level pribadi, keluarga, masyarakat
dan negara. Iman menurut MTA adalah kesatuan antara perkataan, hati dan amal. Selain itu
mereka berkewajiban pula mendakwahkan Islam kepada masyarakat yang dikelola dalam
Pengajian Binaan MTA. Warga MTA diwajibkan membentuk kelompok belajar. Materi
bahasannya yaitu mengulang pelajaran, mempelajari brosur, dan memecahkan masalahmasalah yang ada pada anggota kelompok dengan semangat kebersamaan dan persaudaraan
Islam.10

7


8
9
10

Nur Ariyanto, Strategi Dakwah Majlis Tafsir Al-Qur'an (MTA) Melalui Radio MTA 107,9 Fm Surakarta, (Skripsi tidak
diterbitkan, IAIN Walisongo Semarang, 2010), hlm. 60.
Wawancara dengan Drs. Ahmad Sukina, tanggal 05 November 2014
http://mtaonline.com diakses tanggal 12 Oktober 2014
Nur Ariyanto..., hlm. 63.

4

Membahas tentang filosofi lambang MTA, memiliki makna bahwa Al-Quran merupakan
objek yang menjadi fokus dalam pembelajaran dan kajian MTA. Meskipun hanya Al-Quran yang
tedapat dalam nama dan lambang tersebut, bukan berarti mereka hanya mempelajari Al-Quran
dan tidak mempelajari Hadits. Al-Quran dan As-Sunah merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Ketika sudah membahas Al-Quran maka sudah pasti As-Sunah pun ikut dibahas.
Dalam lambang MTA terdapat sebuah ayat QS. Al-Isra’ [17] ayat 9:

 . . .        


Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus... (QS.
Al-Isra [17]: 9)
Juga terdapat sebuah ayat lagi dari QS. Al-Hadid [57] ayat 16 yang berbunyi:

 . . .                
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)... (QS. Al-Hadid
[57]: 16)
Dua ayat ini merupakan unsur pada lambang MTA. Dengan adanya dua ayat ini dalam
lambang tersebut, memberi makna bahwa MTA sangat menekankan pada pengkajian Al-Quran
melalui pemahaman dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, MTA sebagai
lembaga dakwah dan pendidikan berusaha untuk kembali mengamalkan isi Al-Quran dan Hadis.
Karena hanya dengan Al-Quran dan Hadis lah, hidup manusia akan mendapat jalan yang benar
sesuai apa yang telah dijanjikan oleh Allah SWT.
Kemudian MTA menambahkan, segala apa-apa yang terdapat dalam Al-Quran dan AsSunah adalah untuk diamalkan. Ketika ada perintah maka harus dikerjakan, dan ketika ada
larangan maka harus dihindari. Oleh karena itu jangan sampai ilmu yang didapatkan dari
mempelajari kedua sumber tersebut hanya berhenti sebagai pengetahuan saja.

Gambar 1. Logo MTA


Sedangkan tujuan didirikannya MTA adalah untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan
dalam bidang sosial dan keagamaan, seperti penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal serta penyelenggaraan berbagai kegiatan pengajian dan pendirian lembaga pendidikan
keagamaan yang terkait. Tujuan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mengajak umat

5

Islam kembali ke Al-Quran dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan, dan pengamalan
Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.11
MTA percaya bahwa hanya dengan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunah, maka Islam
akan berjaya dan kehidupan umat Islam akan jauh lebih baik serta dekat dengan Allah SWT.
MTA tidak merumuskan Visi dan Misi secara eksplisit, namun pada dasarnya MTA berupaya
mengamalkan QS. Al-Isra [17] ayat 9.
Di samping itu, kebiasaan MTA dalam setiap mengadakan kegiatan sosial bekerjasama
dengan instansi pemerintah terkait. Seperti pada saat mengadakan pengobatan gratis, MTA
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat. Pada saat mengadakan donor darah
bekerjasama dengan PMI. Satgas MTA sering terlibat dalam program TMMD yang
diselenggarakan oleh TNI. Satgas MTA juga sering membantu POLRI berbagai kesempatan yang
memerlukan pengamanan ekstra dalam berbagai kegiatan. MTA juga pernah bekerjasama
dengan Kemenhut melakukan penanaman pohon keras dalam rangka menyukseskan program
pemerintah menanam sejuta pohon. Dalam bidang dakwah MTA setiap Ramadhan melayani
permintaan da’i sebagai narasumber oleh RRI Surakarta dan TVRI Stasiun Yogyakarta. Dalam
bidang dakwah melalui tulisan MTA juga melayani permintaan untuk mengisi rubrik Mimbar
Jum’at, Solopos. Beberapa surat kabar seperti Suara Merdeka, Joglosemar, dan Solopos tercatat
secara rutin meminta tulisan dari MTA.

MTA juga melakukan kerja sama dengan umat Islam lain untuk membangun sinergi dalam
beramal dan berdakwah. Sinergi dalam beramal dan berdakwah dengan umat Islam lain di
Surakarta di bawah koordinasi MUI Kota Surakarta sudah menjadi kegiatan rutin.
Adapun sumber dana kegiatan MTA berasal dari seluruh warga MTA yang ingin
berpartisipasi dalam setiap kegiatan harus berani berjihad bukan hanya bi anfus, akan tetapi
juga bi anwal, karena memang demikianlah yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya.
Dana untuk setiap kegiatan di MTA ini sepenuhnya didanai secara mandiri oleh warga MTA
sendiri tanpa ada sponsor dari pihak manapun.
Struktur Lembaga MTA
Struktur MTA sebagai lembaga terdiri atas pusat, perwakilan, dan cabang. MTA pusat
berkedudukan di Surakarta. Perwakilan berkedudukan di tingkat kota/kabupaten kecamatan
(kecuali DIY, perwakilan berada di tingkat propinsi dan cabang berada di tingkat kabupaten).
Cabang berkedudukan di tingkat kecamatan. Dengan diresmikannya 127 perwakilan dan
cabang baru, hingga kini perwakilan dan cabang MTA berjumlah 429 yang tersebar mulai dari
Aceh, Jawa, hingga Kalimantan, Bali, dan NTB. Masih ada binaan-binaan lain hingga di Papua
yang ada hingga kini belum dapat ikut peresmian. Untuk mengkoordinasikan dan memantau
11

Lihat brosur profil MTA tahun 2014.

6

kegiatan di perwakilan, cabang dan binaan, MTA Pusat setiap Ahad siang jam 11.00 - 13.30 WIB
menyelenggarakan pertemuan pengurus MTA cabang dan perwakilan bertempat di Kantor
Pusat MTA Jl. Ronggowarsito No. 111A Surakarta, Indonesia.
Adapun Struktur organisasi MTA pusat adalah sebagai berikut:

Drs. Ahmad Sukina
Ketua Umum

Drs. Yoyok
Mugiyatno, M.Si
Sekretaris I

Suharto, S.Ag.

Dahlan Harjotaroeno

Ketua I

Ketua II

Mansyur Masyhuri
Bendahara I

Sri Sadono

Drs. Medi

Bendahara II

Sekretaris II

Kegiatan MTA
Pengajian
Sesuai dengan tujuan pendirian MTA, yaitu untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Quran,
maka dengan itu kegiatan utama di MTA berupa pengajian Al-Quran. Pengajian ini dilakukan
dalam berbagai bentuk yang dibedakan menjadi dua, yaitu pengajian khusus dan pengajian
umum. Pengajian khusus adalah pengajian yang siswa-siswanya atau pesertanya terdaftar.
Pengajian khusus ini diselenggarakan seminggu sekali, baik di pusat maupun di perwakilan atau
cabang dengan dikirimkan seorang guru yang telah disetujui dari pusat.
Materi yang diberikan dalam pengajian khusus ini adalah tafsir Al-Quran dengan acuan
tafsir Al-Quran yang dikeluarkan oleh Departemen Agama dan kitab-kitab tafsir lainnya baik
karya ulama-ulama Indonesia maupun ulama-ulama dari negara lain, baik ulama klasik maupun
kontemporer. Sedangkan pengajian umum adalah pengajian yang dibuka untuk umum yang
pesertanya tidak terdaftar. Materi yang diperlukan lebih ditekankan pada hal yang diperlukan
dalam pengamalan agama sehari-hari. Pengajian ini diselenggarakan seminggu sekali yaitu pada
hari Minggu pagi yang bertempat di Gedung MTA pusat, Jl. Ronggowarsito on. 111 A, Surakarta.
Pendidikan
Pengamalan Al-Quran membawa pembentukan kehidupan bersama berdasar Al-Quran dan
Sunah. Kehidupan bersama ini menuntut adanya berbagai kegiatan yang terlembaga untuk

7

memenuhi kebutuhan anggota. Salah satu kegiatan yang dibutuhkan adalah pendidikan yang
diselenggarakan berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Oleh karena itulah MTA di samping
menyelenggarakan pengajian, juga menyelenggarakan pendidikan, baik formal maupun nonformal. Begitupun dalam ranah perguruan tinggi, MTA memiliki organisasi yang menaungi para
mahasiswa untuk mengembangkan waca keilmuannya, yakni IMAMTA (Ikatan Mahasiswa
MTA).
Pendidikan formal yang telah diselenggarakan terdiri atas TK, SD, SMP, dan SMA. Tujuan
dari penyelenggaraan pendidikan formal ini adalah untuk menyiapkan generasi penerus yang
cerdas dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, di samping memperoleh pengetahuan umum
berdasarkan kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional juga
memperoleh pendidikan keagamaan. Sedangkan pendidikan non-formal diselenggarakan MTA
untuk memberi bekal siswa/peserta MTA berupa pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan. Adapun pendidikan non-formal antara lain kursus otomotif, kursus menjahit, dan
bimbingan belajar bagi siswa-siswa SMP dan SMA. Di samping itu, berbagai kursus insidental
misalnya kursus penulisan, kewartawanan, dan kursus bahasa.
Kegiatan Sosial
Kehidupan bersama yang dijalin di MTA tidak hanya bermanfaat untuk warga MTA sendiri,
melainkan juga untuk masyarakat pada umumnya. Dengan kebersamaan yang kokoh, berbagai
amal sosial dapat dilakukan. Amal sosial tersebut antara lain adalah donor darah, kerja bakti
bersama dengan Pemda dan TNI, pemberian santunan berupa Sembako, pakaian, dan obatobatan kepada umat Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya yang sedang
tertimpa musibah, dan lain sebagainya.
Donor darah dan kerja bakti bersama Pemda dan TNI sudah menjadi tradisi di MTA, baik
di pusat maupun di perwakilan dan cabang. Secara rutin setiap tiga bulan sekali MTA
menyelenggarakan donor darah. Selain itu MTA juga aktif berpartisipasi membantu korban
konflik dan bencana. Pada berbagai bencana alam, MTA aktif berpartisipasi dengan mendirikan
posko dan mengirim bantuan.
Kepemudaan
Kegiatan MTA yang semakin banyak, baik kegiatan internal maupun eksternal, membutuhkan
satuan tugas. Maka pada tahun 2002 dibentuk Satgas MTA yang dikukuhkan oleh ketua MUI,
Prof. Dr. Dien Syamsuddin, MA. Untuk memberikan pelatihan baris-berbaris kepada Satgas
maka MTA bekerjasama dengan Polresta Surakarta dan Koramil Pasar Kliwon.
Kegiatan rutin Satgas adalah melakukan pengamanan dan pengaturan lalu lintas dalam
berbagai pengajian akbar yang diselenggarakan oleh MTA atau MUI maupun umat Islam
lainnya. Ketika terjadi bencana, Satgas MTA menjadi tulang punggung relawan dalam

8

memberikan bantuan kepada korban bencana. Oleh karena bencana alam seolah sudah menjadi
sesuatu yang rutin terjadi di Indonesia, maka partisipasi dalam penanganan bencana ini perlu
dilembagakan. Untuk itu MTA membentuk tim SAR (Search and Rescue).
Ekonomi
Kehidupan bersama di MTA juga menuntut adanya kerja sama dalam pengembangan ekonomi.
Untuk itu, di MTA diselenggarakan usaha bersama berupa simpan-pinjam. Dengan simpanpinjam ini, warga MTA dapat memperoleh modal untuk mengembangkan kehidupan
ekonominya. Di samping itu, warga MTA juga bertukar pengetahuan dan keterampilan dalam
bidang ekonomi. Seorang warga yang kehilangan pekerjaan atau belum mendapat pekerjaan
dapat belajar pengetahuan atau keterampilan tertentu kepada warga MTA yang lain sampai
akhirnya dapat bekerja sendiri.
Kesehatan
Dalam bidang kesehatan, MTA melakukan rintisan untuk mendirikan sebuah rumah sakit yang
diselenggarakan secara Islami. Kini MTA telah dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
berupa Balai Pengobatan danRumah Bersalin. Di samping itu, untuk memberikan pelayanan
kesehatan kepada warga MTA dibentuk kader-kader kesehatan dari perwakilan dan cabangcabang yang secara periodik mengadakan pertemuan.
Penerbitan, Komunikasi dan Informasi
Penerbitan, Komunikasi, dan Informasi merupakan sendi-sendi kehidupan modern, bahkan juga
merupakan sendi-sendi globalisasi. Untuk itu, MTA tidak mengabaikan bidang ini. Dalam bidang
penerbitan, MTA telah memiliki majalah bulanan yaitu Respon dan Al Mar’ah. MTA juga
menerbitkan berbagai buku keagamaan. Dalam bidang teknologi informasi, MTA telah memiliki
website dengan alamat http://www.mta.or.id dan alamat email humas_mta@yahoo.com. MTA
juga telah memiliki sarana komunikasi berupa media elektronik yaitu Radio dan Televisi. Kedua
media milik MTA ini dapat didengarkan dan ditonton melalui website atau streaming di
www.mtafm.com dan www.mtatv.net.

Manajemen Dakwah MTA
Manajemen diartikan sebagai sebuah cara yang digunakan sebuah institusi/ perorangan dalam
mengoperasionalkan sistem tata kerja. Manajemen memberikan gambaran tentang strategi
yang digunakan dalam mengembangkan sesuatu. Di dalam dunia manajemen sering dikenal
istilah POAC (Planing, Organizing, Actuating, Controling), yang memberikan gambaran tentang
sesuatu hal yang sedang dijalankan. Hasil daripada sistem tersebut adalah bentuk analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threat), sebagai bahan komprehensif dalam

9

mengembangkan manajemen. Sehingga ketika berbicara manajemen dakwah berarti mengatur
pola dan gerakan dakwah dengan kerangka sistematis dan terarah. Dakwah dalam hal ini
dimaknai sebagai bentuk seruan dan ajakan menuju kepada jalan kebaikan. Meminjam istilah
MTA, umat Islam harus senantiasa kembali kepada sumber hukum asli yakni Al-Quran dan
Sunah Nabi SAW.

Sebagaimana diterangkan di awal bahwa MTA sebagai lembaga pendidikan dan dakwah
memiliki berbagai bentuk kegiatan dengan fokus pada tujuan penghayatan dan pengamalan
ajaran Al-Quran dan Sunah dalam kehidupan sehari-hari. Usaha dalam menyukseskan kegiatan
tersebut tidak terlepas dari proses manajemen yang dilakukan oleh MTA dalam menjalankan
fungsinya sebagai lembaga dakwah dan pendidikan. Kegiatan-kegiatan sebagaimana disebutkan
di awal, merupakan bentuk-bentuk strategi yang digunakan oleh MTA dalam aktifitas
dakwahnya. Mencermati terminologi dakwah, bahwa kegiatan tersebut selalu berkaitan dengan
media, baik media cetak (visual), maupun media online. MTA dalam hal ini telah memiliki
telivisi, radio, bulletin dan juga majalah dalam mentransmisikan gagasan keislamannya sebagai
proses berdakwah. Sehingga strategi yang digunakan oleh MTA dalam berdakwah dapat
digolongkan menjadi dua hal; pertama melalui media informasi dan komunikasi berupa
majalah, bulletin, radio, telivisi, website, dll. Kedua melalui lembaga pendidikan formal dan non
formal, serta forum-forum pengajian dan diskusi serta kegiatan sosial keagamaan lainnya.
Adapun secara generik, proses manajemen dakwah MTA menerapkan strategi sebagai berikut:
1.

Strategi Adaptif
Adaptif merupakan bentuk strategi yang dipergunakan untuk beradaptasi dengan

lingkungan eksternal. Bentuk dari strategi adaptif ini adalah dengan cara menekankan pada
fleksibilitas, inovasi dan kreatifitas. Proses manajemen yang dipraktikan MTA menunjukan
pada kejelian melihat persaingan terhadap media lain. Dalam perspektif pemasaran, pesaing
merupakan pihak yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen yang sama. Dalam
perspektif ini, perlu melihat adanya celah dalam memahami kebutuhan konsumen, sehingga
muatan yang dibawa tidak monoton dan membosankan. Untuk mengetahui kebutuhan
konsumen (pendengar), strateginya adalah melalui survey khusus. Sehingga dalam
menerapkan mode adaptif diperlukan empat pendekatan yaitu; prospector, defender,
analyzer, dan reactor. Strategi adaptif ini kemudian diintegrasikan dengan metode dakwah
sebagai bentuk transformasi sosial. Penekanannya terletak pada perlunya mengamalkan
ajaran Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
2.

Strategi Diferensiasi
Diferensiasi berarti menciptakan gagasan (produk) yang berbeda dengan keunikan

dan ciri yang ditawarkan. Sehingga konsumen selalu merasa tertarik dan tidak mengalami

10

kebosanan. Strategi diferensiasi harus memperhatikan gagasan (produk) dari pihak lain,
untuk dapat menciptakan karakteristik penuh. Hal ini dimaksudkan sebagai cara untuk
menciptakan loyalitas konsumen, yaitu suatu keadaan di mana konsumen akan mencari, dan
menggunakan gagasan (produk) tersebut. dalam proses manajemen dakwah, strategi
diferensiasi diterapkan dalam bentuk model dan gaya penyampaian dengan tetap
memperhatikan muatan materi.
3.

Strategi Diversifikasi
Diversifikasi merupakan upaya perluasan jaringan medan dakwah. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara mengoptimalkan fungsi radio dan televisi tidak hanya terbatas pada
masyarakat Kota Surakarta, tetapi mampu mencakup ke area yang lebih luas lagi.
Salah satu program unggulan MTA dalam menjalankan aktifitas dakwahnya adalah
Pengajian Ahad Pagi (Jihad Pagi) yang dilakukan secara on air maupun off air. Acara ini di
pancarkan secara luas melalui satelit, internet live streaming, dan radio Persada 102,2 FM.
Pengajian ini diampu langsung oleh ketua umum MTA Pusat yakni ustadz Ahmad Sukina.
Pengajian ahad pagi merupakan sebuah acara yang menggunakan perpaduan format monolog
dan dialog. Beberapa keunikan dan karakteristik yang ditampilkan oleh radio dan televisi MTA
dalam acara Pengajian Ahad Pagi, diataranya;
1. Pesan disampaikan secara lugas sehingga mudah ditangkap dan dipahami. Dalam
penyampaiannya, ustadz Ahmad Sukina menggunakan perpaduan antara Bahasa
Indonesia dengan Bahasa Jawa.
2. Dalam pengajian ahad pagi juga terjadi dialog antara orang yang bertanya dengan ustad
tentang kehidupan keseharian yang sesuai Qur’an dan Sunah, dalam pengajian yang lain
tidak demikian.
3. Kelebihan lainnya ialah dalam pengajian ini selalu digunakan dasar Al-Qur’an dan hadits
dalam penyampaian jawaban.
Selain beberapa strategi dakwah yang disebutkan di atas, bahwa MTA sebagai lembaga
pendidikan dan dakwah berusaha mengembangkan ajaran Islam melalui berbagai aspek
kehidupan. Komitmen MTA dalam hal ini diwujudkan dengan berbagai bentuk kegiatan sosial
keagamaan, melalui pengembangan berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan,
tekhnologi informasi dan komunikasi, serta kepemudaan. Berbagai bentuk kegiatan MTA
tersebut adalah bukti nyata manajemen yang diterapkan sebagai media dakwah yang paling
efektif. Yaitu dengan masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat untuk melakukan
internalisasi nilai-nilai keislaman dan melakukan transformasi sosial. Maka, pendekatan yang
dilakukan oleh MTA dalam berdakwah lebih bersifat persuasif.

11

Kesimpulan
MTA adalah lembaga dakwah dan pendidikan yang berbentuk yayasan. Sesuai namanya MTA
melakukan pengkajian Al-Quran dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan dan
pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Pola manajemen dakwah yang dipraktikan oleh MTA
merupakan salah satu bentuk variasi dari berbagai manajemen yang ada. Sehingga, bentuk
kelemahan dan keunggulan manajemen yang dipraktikan harus selalu didialogkan. Sebagai
lembaga yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah, MTA cukup memberikan kontribusi
dan pengaruh terhadap perkembangan umat Islam Indonesia. MTA dengan jargon kembali
kepada Al-Quran dan Sunah berusaha mendobrak kebekuan umat Islam, dengan menerapkan

berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan tekhnologi komunikasi. Fungsi sosial MTA dalam
transformasi sosial adalah berusaha untuk membebaskan umat Islam dari keterkungkungan
sistem takhayul, bid’ah dan khurafat. MTA berkeinginan menciptakan tatanan masyarakat
rasional-religius dengan mengembalikan kepada pedoman asli umat Islam.

Kemudian, perlu diketahui bahwa meskipun MTA menggunakan nama tafsir namun,

MTA bukanlah lembaga penafsir. MTA hanya melakukan pengkajian terhadap tafsir-tafsir yang
sudah ada, baik tafsir dalam negeri maupun luar negeri. Oleh sebab itu, MTA tidak memiliki
metode penafsiran yang dikembangkan dan tidak mempunyai konsep pembelajaran tafsir
terhadap jamaahnya. Mencermati dinamika wacana penafsiran Al-Quran, MTA masih tergolong
pada madzab tekstualis dalam mendekati teks Al-Quran.
Daftar Pustaka
Ariyanto, Nur. 2010. Strategi Dakwah Majlis Tafsir Al-Qur'an (MTA) Melalui Radio MTA 107,9 Fm
Surakarta. Skripsi tidak diterbitkan, IAIN Walisongo Semarang.
Fauzi, Muhammad. 2007. Agama dan Realitas Sosial; Renungan dan Jalan Menuju Kebahagiaan.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Machasin. 2011. Islam Dinamis Islam Harmonis; Lokalitas, Pluralisme, Terorisme. Yogyakarta:
LKiS.
Mulkhan, Abdul Munir. 2011. Manusia Al-Quran; Jalan Ketiga Religiousitas di Indonesia.
Yogyakarta: Kanisisus & Impulse, cet v.
Wardamayanah, Dewi dalam Rodiah, dkk. 2010. Studi Al-Quran; Metode dan Konsep. Yogyakarta:
eLSAQ Press.
http://mtaonline.com
wikipedia.org.

12