BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik di Kantor Camat Medan Perjuangan ).

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

  Reformasi tahun 1998 menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia yang berhasil mendorong perubahan tata Pemerintahan di Negeri ini. Gerakan Reformasi berhasil melakukan perubahan dengan jalan menumbangkan rezim Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun lebih. Refomasi menuntut perubahan diberbagai lini kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, hukum termasuk dalam konteks Pemerintahan

  Reformasi 1998 juga membawa konsekuensi untuk melakukan reformasi pada birokrasi. Ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi birokrasi Pemerintahan yang mengalami penyakit bureaumania yang ditandai dengan kecenderungan inefisisensi, penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi dan nepotisme serta dijadikan alat oleh pemerintahan Orde Baru untuk mempertahankan kekuasaan yang ada. Dari model yang diutarakan diatas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang berkembang di Indonesia adalah birokrasi yang berbelit–belit, tidak efisien dan mempunyai pegawai birokrat yang makin membengkak. Selain birokrasi masih menempatkan dirinya sebagai penguasa daripada menjadi pelayan masyarakat sehingga ia justru lebih mendekatkan diri kepada pemerintah.

  Birokrasi di zaman orde baru juga ditandai dengan beberapa ciri-ciri seperti pegawai negeri yang menjadi pengurus partai selain Golkar, maka dia akan tersingkirkan dari jajaran birokrasi. Selain itu, orang atau sekelompok orang yang tidak berpihak pada Golkar, maka bisa dipastikan akan mendapat perlakuan diskriminatif dalam birokrasi. Keberpihakan birokrasi terhadap suatu partai, tentu saja dalam hal ini Golkar, akan mengurangi profesionalisme dari birokrasi tersebut.

  Persoalan yang menghinggapi birokrasi membuat reformasi birokrasi membuat isu yang lebih kencang untuk direalisasikan. Pasalnya birokrasi pemerintah telah memberikan sumbangan yang tidak sedikit terhadap keterpurukkan Bangsa, penyimpangan–penyimpangan yang terjadi pada praktik pemerintahan, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN ). Penyelenggaraan urusan publik yang bersifat sentralistis, non–partisipatif serta tidak akomodatif terhadap kepentingan publik, telah menumbuhkan rasa ketidakpercaya dan bahkan antipati kepada rezim pemerintahan yang ada. Masyarakat tidak puas dengan kinerja pemerintah yang selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Beragam kekecewaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan tersebut pada akhirnya melahirkan tuntutan untuk mengembalikan fungsi- fungsi pemerintahan yang ideal. Sehingga reformasi dalam bidang pemerintahan perlu dilakukan.

  Reformasi merupakan upaya–upaya untuk melakukan perbaikkan terhadap kondisi buruknya birokrasi Indonesia sebagai bagian dari usaha perbaikkan kehidupan bangsa. Kemudian setelah dilakukannya berbagai perbaikan–perbaikan munculah istilah baru yaitu Good Governance, yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang mempunyai tujuan utama memberikan pelayanan yang lebih baik/prima kepada masyarakat (excellent services for civil society). Good Governance tampil sebagai upaya untuk memuaskan dahaga publik atas kinerja birokrasi yang sesungguhnya.

  Good Governance diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan

  publik yang buruk dimata masyarakat. Beberapa masalah pelayanan publik adalah seperti maraknya tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di setiap instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, birokrasi yang lamban dan berbelit–belit, pegawai pemerintah yang tidak ramah, tertutupnya informasi kepada masyarakat, pemborosan anggaran pada hal–hal yang tidak mendukung kesejahteraan rakyat, ketidakbebasan mengeluarkan pendapat, kritikkan maupun saran, serta masalah diskriminasi pelayanan yang sering melihat suku, agama, jabatan, status sosial masyarakat serta hubungan kekeluargaan. Masalah–masalah diatas menyebabkan kekecewaan masyarakat dan hilangnya kepercayaan kepada pemerintahan.

  Mengahadapi masalah diatas pemerintah berupaya memperbaiki citra pelayanan publik dengan berusaha mewujudkan prinsip–prinsip Good Governance dalam pelayanan publik, Good Governance diharapkan bisa mengobati penyakit pemerintah dalam melayani masyarakat. Melalui penerapan prinsip–prinsip Good

  

Governance yakni transparansi, akuntabilitas, partisipasi, efisiensi dan efektivitas,

  berorientasi konsesus, kepastian hukum, daya tanggap dan keadilan dalam pelayanan publik diharapkan pelayanan publik bisa lebih maksimal lagi dan bisa mendapat tanggapan positif dari masyarakat sehingga masyarakat puas dan percaya kepada pemerintah. Kedelapan prinsip–prinsip Good Governance merupakan suatu kesatuan dan tidak bisa berdiri sendiri. Dalam pelayanan publik jika kedelapan prinsip ini diterapkan akan tercipta pemerintahan yang Good

  Governance .

  Kantor Camat Medan Perjuangan yang beralamat diJalan Pendidikan NO.89, Kecamatan Medan Perjuangan merupakan instansi pemerintah yang bertugas untuk melayani kebutuhan masyarakat Kecamatan Medan Perjuangan. Berbagai kepentingan publik dikerjakan dan diurus dikantor camat ini. Kantor Camat ini mengurus berbagai kebutuhan masyarakat, seperti urusan kependudukan, pendidikan, perhubungan, kesehatan dan berbagai kebutuhan publik lainnya. Sebagai instansi pemerintahan kantor camat ini juga pernah mengalami masalah dari beberapa corak pemerintah yang buruk, seperti relasi antara pemerintah dan rakyat yang masih kuat berpola serba negara, kultur pemerintahan sebagai tuan bukan pelayan, patologi pemerintahan dan hubungan antara atasan dengan bawahan dalam birokrasi, maupun aparat birokrasi yang menganggap dirinya atasan dan masyarakat bawahannya, jabatan, dan juga status sosial dalam masyarakat.

  Prinsip–prinsip Good Governance seharusnya sudah diketahui. Dipahami dan diterapkan oleh semua instansi pemerintahan di Indonesia, baik dipusat ,maupun di daerah. Karena itu, Kantor Camat Medan Perjuangan sebagai kantor pemerintahan sedang berusaha unutk memperbaiki citra pelayanan publik dimata masyarakat. Saat ini pemerintahan Kantor Camat Medan Perjuangan sedang berupaya menerapkan paradigma Good Governance dalam pemerintahannya.

  Setiap kantor pemerintahan pasti memiliki cara tersendiri untuk mewujudkan

  Good Governance dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pelayanan publik. Begitu

  juga dengan kantor Camat Medan Perjuangan, karena itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Penerapan prinsip – prinsip Good Governance dalam

  pelayanan publik di Kantor Camat Medan Perjuangan.

1.2 Fokus Penelitian

  Dalam penelitian ini penulis membatasi fokus penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mencari tahu bagaimana pemahaman Pegawai Kantor Camat Medan Perjuangan tentang prinsip-prinsip Good Governance, bagaimana penerapan prinsip- prinsip Good Governance di dalam Kantor Camat Medan Perjuangan, serta apa upaya Camat Medan Perjuangan untuk mewujudkan Good Governance dalam pelayananan publik di Kantor Camat Medan Perjuangan. Oleh sebab itu peneliti dalam hal ini sudah melakukan penelitian dengan mengobservasi dan mewawancarai informan yaitu camat dan pegawai Kantor Camat Medan Perjuangan serta beberapa anggota masyarakat yang pernah berurusan dengan Kantor Camat Medan Perjuangan.

  Camat dan pegawai Kantor Camat Medan Perjuangan sudah dimintai pendapat atau tanggapan mengenai prinsip-prinsip Good Governance, penerapan prinsip-prinsip Good Governance dalam pelayanan publik serta program dan tindakan apa saja yang sudah dan sedang dilakukan untuk mengembangkan pemerintahan yang Good Governance di Kantor Camat Medan Perjuangan. Beberapa anggota masyarakat tersebut juga sudah diminta pendapat atau tanggapan tentang pelayanan, program dan tindakan yang telah dilaksanakan oleh camat dan pegawai Kantor Camat Medan Perjuangan, yaitu apakah mereka puas dengan pelayanan yang diberikan.

  Pembahasan (temuan) lain yang berkaitan dengan masalah ini kemungkinan besar muncul saat melakukan wawancara di lapangan yaitu dari jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan. Sehingga dengan melakukan observasi dan wawancara yang mendalam (in-dept interview) dalam penelitian ini semakin menyempurnakan penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan defenisi dan prinsip-prinsip Good Governance menurut United

  Nations Development Programme (UNDP). Alasan penulis memilih konsep Good

Governance dari UNDP adalah karena pertama sekali istilah Good Governance

  dipergunakan oleh UNDP, dan Good Governance yang diterapkan di Indonesia merupakan perluasan atau pengembangan teori “Good Governance” dari UNDP

  (Thohaf, 2003:62). Penulis memilih membatasi konsep dan prinsip-prinsip Good

  Governance dalam penelitian ini karena banyaknya teori, konsep dan defenisi-

  defenisi Good Governance lain diluar defenisi dari UNDP. Hal ini disebabkan cepatnya perkembangan dunia ilmu pengetahuan sehingga dari saat ke saat defenisi atau teori ” ilmu” berkembang dengan berbagai persepsi. Karena itu penting sekali untuk membatasi teori yang penulis jadikan sebagai acuan dalam penelitian ini.

  1.3 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah

  1. Bagaimana pemahaman pegawai Kantor Camat Medan Perjuangan tentang prinsip-prinsip Good Governance?

  2. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip Good Governance dalam pelayanan publik di Kantor Camat Medan Perjuangan?

  3. Apa program kerja Camat Medan Perjuangan dalam mewujudkan Good

  Governance dalam pelayanan publik di Kecamatan Medan Perjuangan ?

  1.4 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang : 1. Pemahaman pegawai Kantor Camat Medan Perjuangan tentang prinsip- prinsip Good Governance

2. Penerapan prinsip- prinsip Good Governance dalam pelayanan publik di

  Kantor Camat Medan Perjuangan 3. Program Camat Medan Perjuangan dalam mewujudkan Good Governance dalam pelayanan publik di kecamatan Medan Perjuangan.

1.5 Manfaat Hasil Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis sendiri bertujuan untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam meningkatkan kemampuan berpikir.

  2. Sebagai acuan terhadap teori-teori yang sudah ada, dan dapat sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjutan.

  3. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi Kantor Camat Medan Perjuangan didalam peningkatan pelayanan publik.

1.6 Kerangka Teori

  Sebagai tolak ukur dalam memecahkan masalah, perlu digunakan pedoman teoritik, adanya landasan teoritik yang digunakan peneliti dalam menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Menurut Sugiyono (2005:55) Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian.

1.6.1 Good Governance

1.6.1.1 Pengertian Good Governance

  Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa Latin, yaitu

  

Gubernare yang diserap oleh bahasa Inggris menjadi Govern, yang berarti steer

(menyetir, mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule (memerintah).

  Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa Inggris adalah to rule with authority, atau memerintah dengan kewenangan (Djohan, 2007:131)

  Sebenarnya jika lebih ditelusuri lagi tentang perkembangan istilah “governance” maka konsep “Good Governance” bukanlah konsep baru. Konsep governance sama tuanya dengan peradaban manusia. Salah satu tulisan tentang

  Good Governance bisa ditelusuri dari tulisan J.S Endralin (1997). Governance

  merupakan suatu terminologi menggantikan istilah government, yang menunjukkan penggunaan kekuasaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah kenegaraan. Istilah ini secara khusus menggambarkan perubahan peranan pemerintahan dari pemberi pelayanan

  (provider ) kepada enabler atau facilitator, dan perubahan kepemilikan dari milik

  negara menjadi milik rakyat. Pusat perhatian utama dari Governance adalah perbaikan kinerja atau perbaikan kualitas Salam, (2005:224-226).

  Pengertian Good Governance menurut Mardiasmo, (2002:18) adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintah yang baik. Good Governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi investasi yang langka, dan penghindaran korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan (Sedermayanti, 2003:7).

  Berkaitan dengan Good Governance, Mardiasmo dalam Tangkilisan, (2005:114) mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan Good Governance, dimana pengertian dasarnya adalah pemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efesiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administrasi. Tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur negara adalah perlunya mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan perpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan prinsip Good Governance.

  Sedangkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendefenisikan good

  

governance sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan

  bertanggung jawab, serta efisiensi dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat ( Kurniawan,2005:16 ).

  Organization of Economic Corporation and Development (OECD) dan

World Bank mensinonimkan Good Governance dengan penyelenggaraan

  manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisiean, penghindaran salah alokasi, dana investasi yang langka, pencegahan korupsi, baik secara politk maupun administratif. Secara teoritis, good governance sendiri dapat diberi arti sebagai suatu proses yang mengorientasikan pemerintahan pada distribusi kekuatan dan kewenangan yang merata dalam seluruh elemen masyarakat untuk dapat mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan publik berserta seluruh upaya pembangunan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka dalam sistem pemerintahan Sedarmayanti,(2003:7).

  Sementara UNDP (United Nations Development Programme) mendefenisikan governance sebagai “the exercise of political, economic, and

  admistrative authority to manage a country’s affairs at all levels of society”

  (pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah bangsa). Karena itu menurut UNDP, ada tiga model Good Governance, yaitu : a.

  Kepemerintahan politik (political Governance) yang mengacu pada proses-proses pembuatan berbagai keputusan untuk perumusan kebijakan

  (politicaly/strategy formulation ).

  b.

  Kepemerintahan Ekonomi (economic Governance) yang mengacu pada proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan berinteraksi diantara penyelenggara ekonomi. Kepemerintahan ekonomi memiliki implikasi terhadap masalah pemerataan, penurunan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup.

  c.

  Kepemerintahan Administratif (Administrative Governance) yang mengacu pada sistem implementasi kebijakan.

  Sesuai dengan defenisi menurut UNDP bahwa good governance menyangkut tiga aspek yaitu pemerintah yang baik dalam bidang politik, ekonomi, dan administrasi atau pembuatan kebijakan-kebijakan. Governance juga bisa diartikan sebagai mekanisme-mekanisme, proses-proses, dan institusi- institusi melalui warga negara mengartikulasikan kepentingan-kepentingan mereka, memediasi perbedaan-perbedaan serta menggunakan hak dan kewajiban legal mereka. Governance memiliki hakikat ensensial yaitu bebas dari penyalahgunaan wewenang dan korupsi dengan pengakuan hak berlandaskan pada pemerintahan hukum (Salam, 2004:224).

  Tujuan Good Governance diterapkan dalam pemerintahan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisiensi dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat ( Kurniawan, 2005:16).

  Kata baik (good ) dalam istilah Good Governance mengandung dua arti. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapai tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut (Salam, 2005:226).

  Munculnya konsep Good Governance untuk dilaksanakan di dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Namun demikian, salah satu faktor terbesar adalah ketidakberdayaan pemerintah negara-negara berkembang dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan hiperkompetisi. Pemerintah tidak lagi menjadi pemain tunggal, tetapi mengharapkan peran lebih besar dari sektor swasta dan masyarakat sipil.

  Secara umum kualitas Good Governance dapat tercapai apabila pemerintah dan instansi publik lainnya secara keseluruhan mampu bersikap terbuka terhadap ide dan gagasan baru dan responsif terhadap kepentingan masyarakat. Responsivitas akan meningkat jika masyarakat memiliki informasi yang lengkap mengenai proses dan implementasi kebijakan pemerintahan dan pembangunan (Sinambela, 2008:51).

1.6.1.2 Prinsip-prinsip Good Governance

  Menurut United Nation Development Program (UNDP) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam pemerintah yang baik (Good Governance) adalah sebagai berikut:

1. Partisipasi (Participation)

  Setiap orang atau setiap warga negara baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. Partisipasi yang luas ini perlu dibangun dalam suatu tatanan kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif.

  Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisifatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.

  2. Aturan Hukum (Rule Of Law)

  Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama tentang aturan hukum dan tentang hak asasi manusia .

  3. Transparansi

  Transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi berbagai proses, kelembagaan dan informasi harus dapat diakses secara bebas oleh mereka yang membutuhkannya, dan informasi harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi.

  Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti malalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses msyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat.

  4. Daya Tanggap (Responsiveness)

  Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagi pihak yang berkepentingan (stake holders). Pemerintah daerah perlu membangun jalur komunikasi untuk menampung aspirasi masyarakat dalam hal penyusunan kebijakan. Ini dapat berupa forum masyarakat, talk show, layanan hotline, prosedur komplain. Sebagai fungsi pelayan masyarakat, pemerintah daerah akan mengoptimalkan pendekatan kemasyarakatan dan secara periodik mengumpulkan pendapat masyarakat.

  5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)

  Pemerintahan yang baik (Good Governance) akan berindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika mungkin juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

  6. Berkeadilan (Equity)

  Pemerintah yang baik akan memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

  Tujuan dari prinsip ini adalah untuk menjamin agar kepentingan pihak- pihak yang kurang beruntung, seperti mereka yang miskin dan lemah, tetap terakomodasi dalam proses pengambilan keputusan. Perhatian khusus perlu diberikan kepada kaum minoritas agar mereka tidak tersingkir. Selanjutnya kebijakan khusus akan disusun untuk menjamin adanya kesetaraan terhadap wanita dan kaum minoritas baik dalam lembaga eksekutif dan legislatif.

  7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and efficiency)

  Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dari berbagai sumber yang tersedia.

  Pelayanan masyarakat harus mengutamakan keputusan masyarakat, dan didukung mekanisme penganggaran serta pengawasan yang rasional dan transparan. Lembaga-lembaga yang bergerak dibidang jasa pelayanan umum harus menginformasikan tentang biaya dan jenis pelayanannya. Untuk menciptakan efisiensi harus digunakan teknik manajemen modern untuk administrasi kecamatan dan perlu ada desentralisasi kewenangan layanan masyarakat sampai tingkat kelurahan/desa.

8. Akuntabilitas (Accountability)

  Pengambil keputusan (decision maker) dalam organisasi sektor pelayanan dan warga negara madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders). Pertanggungjawaban tersebut berbeda-beda, bergantung kepada jenis keputusan organisasi itu bersifat internal atau bersifat eksternal.

  Seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja mereka secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi.

1.6.2. Pelayanan Publik

1.6.2.1 Pengertian Pelayanan Publik

  Dalam memahami arti kata pelayanan, maka terlebih dahulu harus dipahami defenisi dari pelayanan itu sendiri. Menurut Gronroos yang dikutip dari Ratminto (2005:2), pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antar konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan.

  Menurut Moenir (2002: 7): Pelayanan hakikatnya adalah serangkaian kegiatan, karena itu ia merupakan proses, sebagai proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat.

  Menurut Kotler dalam Lijan Poltak (2006:4) pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya menurut Sampara dalam Lijan Poltak (2006:5) pelayanan adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan

  Menurut Soetopo dalam Napitupulu, (2007:64) pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.

  Sedangkan pengertian lain menyebutkan bahwa pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan (Boediono, 2003: 10).

  Berdasarkan dari uraian diatas, maka pengertian pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai kegiatan yang dilakukan suatu organisasi yang ditujukan kepada konsumen atau masyarakat umum yang dapat berbentuk barang ataupun jasa yang memberikan kepuasan bagi yang menerima layanan.

1.6.2.2 Makna dan Tujuan Pelayanan

  Pelayanan publik merupakan segala bentuk pelayanan, baik dalam bentuk barang maupun jasa yang pada prinsipnya menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, didaerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan (Handoko, 1987:87).

  Pelayanan publik merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Adapun penyelenggara pelayanan publik adalah lembaga dan petugas pelayanan publik baik pemerintah daerah maupun badan usaha milik daerah yang menyelenggarakan pelayanan publik. Sedangkan penerima pelayanan publik adalah orang perseorang dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memiliki hak, dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik (Ahmad, 2008:3).

  Berdasarkan undang-undang No.25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

  Menurut Ratminto (2005:5) pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Sementara menurut menurut Kurniawan (2005:4) pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyrakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

  Sedangkan menurut Sianipar (2001:6) pelayanan publik adalah suatu cara melayani, membantu, menyiapkan, mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang. Artinya obyek yang dilayani adalah masyarakat yang terdiri dari individu, golongan dan organisasi.

  Berdasarkan beberapa defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah keseluruhan pelayanan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah kepada publik didalam suatu organisasi instansi untuk memenuhi kebutuhan penerima pelayanan publik/masyarakat dan penerima pelayanan/masyarakat itu merasakan kepuasan.

  Menurut Albert dan Zemke dalam Dwiyanto, (2005:144) kualitas pelayanan publik merupakan hasil dari berbagai interaksi dari berbagai asspek, yaitu sistem pelayanan, sumber daya manusia pemberi layanan, strategi, dan pelanggan. Sistem pelayanan yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan yang baik pula. Suatu sistem pelayanan yang baik akan memberikan prosedur pelayanan terstandar dan memberikan mekanisme control di dalam dirinya sehingga segala bentuk penyimpangan akan mudah diketahui, serta sistem pelayanan yang baik akan mengerti kebutuhan publik.

  Dalam kaitannya dengan sumberdaya manusia dibutuhkan pelayan publik yang mampu memahami tuntutan zaman dan memiliki kompetensi sesuai kemajuan teknogi. Sifat dan jenis masyarakat yang membutuhkan pelayanan memiliki perbedaan sehingga setiap pelayan publik harus mampu menciptakan strategi pelayanan yang berbeda dan mampu mengenal pelanggan atau orang yang akan dilayani dengan baik sebelum memberikan pelayanan.

  Pada dasarnya, pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan konsumen/masyarakat (whatever custumer satisfaction). Dukungan kepada pelanggan/masyarakat dapat bermakna sebagai suatu bentuk pelayanan yang memberikan kepuasan bagi masyarakat, selalu dekat dengan pelanggannya, sehingga kesan yang menyenangkan senantiasa di ingat oleh para penerima pelayanan publik. Selain itu, membangun kesan yang dapat memberikan citra positif dimata masyarakat karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali atau terjangkau bagi masyarakat sehingga membuat masyarakat terdorong atau termotivasi untuk bekerja sama dan dapat berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima (Dwiyanto, 2005:67-68).

1.6.2.3 Indikator Pelayan Publik 1.

  Responsiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan.

  2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai prinsip atau prosedur administrasi atau oganisasi yang benar dan telah di tetapkan.

  3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

  Pada dasarnya, pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan konsumen/masyarakat (whatever custumer satisfaction). Dukungan kepada pelanggan/masyarakat dapat bermakna sebagai suatu bentuk pelayanan yang memberikan kepuasan bagi masyarakat, selalu dekat dengan pelanggannya, sehingga kesan yang menyenangkan senantiasa di ingat oleh para penerima pelayanan publik. Selain itu, membangun kesan yang dapat memberikan citra positif dimata masyarakat karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali atau terjangkau bagi masyarakat sehingga membuat masyarakat terdorong atau termotivasi untuk bekerja sama dan dapat berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima (Dwiyanto, 2005:67-68)

1.6.2.4 Bentuk – bentuk Pelayanan Publik

  Pemerintah merupakan pihak yang memberikan pelayanan bagi masyarakat. Adapun didalam pelaksanaannya pelayanan ini terdiri dari beberapa bentuk. Menurut Moenir (2002:190), bentuk pelayanan ini terdiri dari : 1.

  Pelayanan dengan lisan Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat, dibidang layanan informasi dan bidang lain yang tugasnya memberikan keterangan dan penjelasan kepada siapa pun yang memerlukan. Agar supaya pelayanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat –syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu: a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya.

  b.

  Memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

  c.

  Bertingkah laku sopan dan ramah. Meski dalam keadaan sepi,tidak berbincang dan bercanda dengan teman, karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas.

  d.

  Tidak melayani orang-orang yang sekedar ingin berbincang dengan cara sopan.

2. Pelayanan dengan tulisan

  Pelayanan dengan bentuk tulisan merupakan jenis pelayanan dengan memberikan penjelasan melalui tulisan didalam pengolahan masalah masyarakat.

  Pelayanan dalam bentuk tulisan ini terdiri dari dua jenis yakni: a. Pelayanan yang berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan kepada orang-orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga.

  b.

  Pelayanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya.

  3. Pelayanan berbentuk perbuatan Pelayanan berbentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dengan bentuk gabungan dari pelayanan berbentuk tulisan dan lisan.

1.6.2.5 Asas Pelayanan Publik

  Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut (Ratminto, 2005:19) : 1.

  Transparansi Bersifat terbuka, mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai.

  2. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Kondisional

  Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

  4. Paritisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspiral, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  5. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

  6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

1.6.3 Implementasi Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Publik

  Implementasi penerapan prinsip-prinsip Good Governance dalam pelayanan publik ialah pelaksanaan prinsip- prinsip Good Governance yaitu partisipasi, aturan hukum, transparansi, daya tanggap, berorientasi konsensus, berkeadilan, efektifitas dan efisiensi, dan akuntablitas dalam upaya penyelenggaraan pelayanan publik bagi masyarakat.

  Dalam penelitian ini, Penerapan prinsip- prinsip Good Governance dalam pelayanan publik dapat kita lihat dengan beberapa indikator berikut :

1. Partisipasi yaitu bermaksud untuk melibatkan pegawai dalam pembuatan kebijakan di Kantor Camat Medan Perjuangan.

  2. Aturan hukum yaitu dalam menjalankan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan tanpa memandang status , ditegakkan dan dipatuhi secara secara utuh, terutama tentang aturan hukum hak asasi manusia dalam mendapat pelayanan publik.

  3. Transparansi yaitu keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakaan instansi pemerintah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam mendapatkan informasi yang akurat dan memadai terutama dalam bidang pelayanan pubik.

  4. Daya Tanggap yaiu setiap instansi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai phak yang paling membutuhkan.

  5. Berorientasi Konsensus yaitu pemerintah yang baik harus bertindak sebagai penengah untuk kepentingan yang berbeda-beda agar mencapai kesepakatan dan kepentingan masing-masing masyarakat.

  6. Berkeadilan yaitu adanya kesempatan yang sama antar laki –laki dan perempuan untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

  7. Efektifitas dan efisiensi yaitu setia kegiatan kelembagaan diarahkan untukmenghasilkkan sesuatu yang benar- benar ssesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dari sumber yang tersedia.

  8. Akuntabilitas yaitu adanya pertanggungjawaban setiap pegawai pemerintah dalam pengambilan keputusan kepada masyarakat umum terutama para masyarakat yang ada di kecamatan Medan Perjuangan.

1.7 Defenisi Konsep

  Dalam penelitian ini ada beberapa istilah yang penulis cantumkan dan untuk menghindari makna ganda berikut penulis memberikan defenisi dan penjelasan konsep yang penulis gunakan dalam penelitian ini:

  1. Good Governance yaitu pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang baik merupakan pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip Good

  Governance dalam aktivitas setiap kegiatan pemerintahan, yakni

  transparansi, akuntabel, partisipasi, keadilan, kepastian hukum, efisiensi dan efektifitas, beorientasi konsensus, dan daya tanggap. Pemerintahan yang baik berarti pemerintahan yang mampu melayani masyarakat dengan mengutamakan kepentingan rakyat dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pemerintahan yang baik berarti pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

  2. Public service yaitu pelayanan publik, yaitu pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Pelayanan publik merupakan pelayanaan yang harus diberikan dengan ramah dan sesuai kebutuhan masyarakat. Pelayaanan publik harus diberikan dengan cepat, tanggap, cepat prosesnya dan ramah pada masyarakat.

3. Government yaitu pemerintahan yang mengutamakan pemerintah.

  Pemerintahan yang government berarti semua serba negara, dimana kegiatan atau kebijakan yang ditetapkan selalu menguntungkan para penguasa negara. Pemerintahan yang bermental government berarti pemerintahan yang kaku dan tidak peduli pada kebutuhan masyarakat.

  4. Bad governance yaitu sistem pemerintahan yang buruk. System pemerintahan yang buruk merupakan sistem pemerintahan yang tidak melayani masyarakat, tapi lebih cenderung memperkaya para pemimpin- pemimpin negara. Bad governance selalu diwaranai oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang membudaya di setiap instansi pemerintah, baik dari pusat maupun daerah. Dalam bad governance masyarakat mendapat pelayanan yang buruk, seperti proses birokrasi yang lamban, berbelit-belit, mahal, pilih kasih, dan juga sikap yang tidak ramah.

1.8 Sistematika penulisan

  Setelah data diperoleh, untuk dapat menjelaskan lebih rinci maka penulisan ini dibuat ke dalam beberapa bab dalam subbab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari Latar belakang, Fokus penelitian, Rumusan masalah, Tujuan, Manfaat penelitian, Kerangka teori, Defenisi Konsep, dan Sistematika penulisan. Bab II METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari subbab alasan menggunakan metode penelitian

  kualitatif, lokasi penelitian, teknik pengambilan sumber informan penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan rencana pengujian keabsahan data.

  Bab III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran umum atau karakteristik lokasi penelitian berupa visi dan misi, tugas dan fungsi, serta struktur organisasi. Bab IV PENYAJIAN DATA Bab ini berisi tentang hasil pengumpulan data dilapangan. Dalam bab ini

  akan dipaparkan atau dicantumkan semua data yang diperoleh dari lapangan atau dari lokasi penelitian selama proses penelitian. Penyajian data disajikan dalam bentuk tabel, bagan, dan juga cerita naratif.

  Bab V PEMBAHASAN Bab ini berisi penjelasan dan penguatan terhadap temuan dengan cara

  mengutip pendapat- pendapat dari informan yang dianggap kredibel, selanjutya membandingkan dengan hasil penelitian yang ada.

  Bab VII PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Bagian kesimpulan berisi jawaban

  atas rumusan masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah dinyatakan dalam bentuk saran.

Dokumen yang terkait

Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik di Kantor Camat Medan Perjuangan ).

10 91 81

Penerapan Akuntabilitas dan Transpransi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Kartu Keluarga di Kantor Camat Medan Selayang Kota Medan)

1 48 90

Penerapan Prinsip – Prinsip Good Governance Dalam Pelayan Publik Studi Kantor Camat Medan Marelan

12 80 76

Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Terhadap Pelayanan Publik (Studi Pada Kantor Samsat Medan Selatan)

46 186 127

Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik Di Kantor Camat Medan Baru)

1 34 72

Pengaruh Pelaksanaan Good Governance Terhadap Pelayanan Publik (Studi Pada Kantor Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo)

81 268 85

Pengaruh Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur)

5 104 160

Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Meningkatkan Kinerja Aparatur Pelayanan Publik (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Serdang Bedagai)

9 73 103

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)

0 3 43

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian - Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Publik di Kantor Camat Medan Perjuangan ).

0 0 9