PENDAHULUAN Latar Belakang - Identifikasi dan Inventarisasi Jenis Tanaman Umbi-umbian yang Berpotensi Sebagai Sumber Karbohidrat Alternatif di Kabupaten Tapanuli Selatan

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Dalam pencapaian ketahanan pangan, banyak sekali hambatan yang dihadapi pemerintah. Seperti yang kita ketahui, sejak timbulnya krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter pada bulan Juli tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini tumbuh dengan pesat terhenti dan laju inflasi meningkat secara tidak terkendali yang berakibat pada menurunnya taraf hidup rakyat Indonesia secara tajam. Langkah-langkah pemulihan dan reformasi ekonomi serta mensejahterakan rakyat masih belum memenuhi harapan masyarakat (Hardyatuti, 2002).

  Kekurangan pangan bukanlah hal baru, sejarah manusia hampir selalu berkisar pada usaha mereka untuk memperoleh pangan dan mencegah penyakit.

  Persoalan baru tentang kekurangan pangan adalah berupa kecenderungan para petani di negara-negara bukan industri beralih ke tanaman perdagangan dan pada saat yang bersamaan jumlah pertambahan penduduk meningkat cepat. Petani yang khusus memproduksi beberapa hasil pertanian seperti beras, jagung atau ubi jalar untuk dijual jumlahnya semakin bertambah, sehingga untuk konsumsi keluarganya sendiri tidak cukup. Selanjutnya pola pembelian dan perdagangan mereka tidak dapat mengatasi kekurangan gizi yang diakibatkan oleh berkurangnya petani yang menanam tanaman pangan bagi kebutuhan rumah tangganya. Berhubung orang perlu mengkonsumsi pangan yang beraneka ragam, perubahan pola pertanian ini menambah gawatnya masalah gizi yang sudah banyak terdapat pada tingkatan masyarakat dan rumah tangga (Suhardjo, et al., 1986).

  Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Namun ironisnya, dengan kenaekaramgaman yang begitu kaya, ternyata Indonesia hanya mengandalkan satu jenis tanaman sebagai sumber pangan utamanya, yaitu beras. Sebagian besar penduduk mengkonsumsi beras, sehingga seiring dengan terus naiknya jumlah penduduk, semakin meningkat pula kebutuhan akan beras.

  Upaya peningkatan swasembada pangan tidak hanya berorientasi pada lainnya seperti umbi-umbian, dan pohon-pohon penghasil pangan seperti sagu, sukun, aren serta pohon serba guna lainnya (multipurpose tree specieses). Dengan demikian diversifikasi bahan pangan melalui pemanfaatan komoditi pangan spesifik perlu diupayakan, karena ketergantungan pada satu jenis pangan dan pangan impor terbukti menyebabkan kerentangan pangan. Ketahanan pangan akan mantap bila konsumsi masyarakat berasal dari berbagai sumber, terutama komoditi spesifik sebagai sumber pangan lokal (Alfons, 2012).

  Tingginya konsumsi beras tergambar dari besarnya alokasi pengeluaran. Dalam struktur pengeluaran keluarga, beras merupakan pengeluaran yang cukup besar. Menurut World Bank (1999) 70% pengeluaran keluarga miskin digunakan untuk pangan dan sebesar 34% pengeluaran rumah tangga dialokasikan untuk membeli beras sebagai makanan pokok (Dewan Ketahanan Pangan, 2005).

  Sumatera Utara sebagai daerah agraris yang memprioritaskan pertanian sebagai sektor andalan pembangunan daerahnya, juga mengalami permasalahan kekurangan pangan khususnya beras setiap tahunnya. Ketergantungan terhadap beras sebenarnya dapat dikurangi dengan penganekaragaman pangan melalui perubahan citra bahan pokok selain beras, sedangkan perbaikan gizi sepenuhnya tergantung pada peningkatan pendapatan. Umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat non beras dan kacang-kacangan yang dikenal sebagai sumber protein nabati, vitamin dan mineral belum optimal pemberdayaannya. Peningkatan kontribusi kacang dan ubi sebagai sumber pangan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan berkualitas dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan dan kualitas sumberdaya masyarakat berpenghasilan rendah. tentang pembangunan ketahanan pangan. Pembangunan pangan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Konsumsi pangan penduduk Indonesia masih belum memenuhi kecukupan gizi. Kuantitas, kualitas, dan keragaman pangan belum memenuhi kaedah berimbang, karena masih didominasi oleh serealia khususnya beras, sebaliknya kontribusi jagung, umbi-umbian, kacangan-kacangan, pangan hewani, sayur-sayuran dan buah- buahan masih sangat kurang. Ketergantungan terhadap beras dapat diperlonggar dengan penganekaragaman pangan melalui perubahan citra bahan pangan pokok berbasis umbi-umbian yang diperkaya nutrisinya oleh kacang-kacangan.

  Sejalan dengan hal tersebut, untuk mengatasi ketergantungan terhadap beras yang cukup tinggi yang terjadi selama ini di Indonesia khususnya di Sumatera Utara, maka perlu dilakukan berbagai upaya yang salah satunya adalah dengan cara merubah pola konsumsi masyarakat dengan mengurangi ketergantungan akan beras yang masih cukup tinggi dengan mengalihkan kepada makanan yang berasal dari non beras.

  Para ahli pertanian mempunyai peranan penting dalam menekan prevalensi kurang gizi yang dimulai keluarga petani sebagai anggota dari tim pembangunan desa atau kelompok yang bekerja dengan para petani dan pemimpin-pemimpin desa lainnya. Para ahli pertanian dapat membantu memutuskan lingkaran spiral yang berbahaya dari mata rantai produksi pangan yang rendah, kemiskinan dan kurang gizi. Mereka dapat membantu petani dengan cara :

  1. memperbaiki cara bertani meningkatkan jumlah tanaman pangan yang diusahakan

  3. meningkatkan keragaman pangan yang ditanam 4. memperbaiki cara peranan, penyimpanan, pengawetan dan pengolahan pangan, dan lain-lain.

  (Suhardjo,et al., 1986).

  Kabupaten Tapanuli Selatan terletak pada garis 0 ˚58’35” - 2˚07’33”

  Lintang utara dan 98 ˚ 42’50” - 99˚34’16” Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Utara. Sebelah Timur berbatasann denga Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padangl Lawas Utara serta Kabupaten Labuhan Batu. Sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mnadailing Natal dan Samudera Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang mencapai 4.444,22 Km². Sedangkan ketinggiannya berkisar antara 0- 1.985 m diatas permukaan laut. Curah hujan di Tapanuli Selatan cenderung tidak teratur disepanjang tahunnya. Pada bulan november terjadi curah hujan tertinggi

  (2.076 mm) dan terendah terjadi dibulan Januari (348 mm). Sedangkan hari hujan terbanyak terjadi dibulan November 21 hari,sebaliknya hari hujan paling sedikit terjadi di bulan Januari dan Agustus yaitu 10 hari. Dengan keadaan iklim dan luas areal yang dimiliki oleh pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan, daerah tersebut memiliki sektor pertanian yang lumayan luas dengan salah satu komoditas unggulannya adalah buah salak pada sektor tanaman Hortikultura.

  Untuk luas pada tanaman karet perkebunan rakyat pada tahun 2012 mencapai 24.218,95 Ha (www.bps.go.id, 2012).

  Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan indentifikasi alternatif yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan di Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

  Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui gambaran penyebaran jenis umbi-umbian dan teknik budidayanya di Kabupaten Tapanuli Selatan.

  Kegunaan Penelitian

  Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

  

TINJAUAN PUSTAKA

Plasma Nutfah

  Berbagai jenis komoditas non beras adalah merupakan sumber karbohidrat yang sangat potensial di Indonesia, khususnya dalam usaha penganekaragaman pangan sesuai dengan Inpres No.20 Tahun 1979. Sumber bahan pangan non beras tersebut menjanjikan banyak harapan sebagai sumber kalori bagi manusia yang mengkonsumsinya (Dahlia, 2006).

  Menurut Alfons (2012) bahwa Indonesia dengan sumber pangan utama seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk, semakin meningkat pula kebutuhan akan beras. Upaya peningkatan swasembada pangan tidak hanya berorientasi pada beras dan gandum saja,namun didukung pula oleh jenis-jenis komoditi strategis lainnya seperti umbi-umbian, pohon penghasil pangan seperti sagu, sukun, serta lainnya. Ketahanan pangan akan mantap bila konsumsi masyarakat berasal dari berbagai sumber, terutama komoditi spesifik sebagai sumber pangan lokal.

  Syukur, dkk. (2012) menyebutkan bahwa plasma nutfah merupakan sumber kekayaan keragaman genetik bagi kegiatan pemuliaan tanaman. Koleksi plasma nutfah merupakan hasil eksplorasi dari tempat dimana terdapat keragaman genetik yang tinggi, yaitu dari tempat asal berkembangnya spesies tanaman itu (center of origin) atau dari tempat dimana ranaman itu secara intensif dibudidayakan sejak lama (center of diversity). Koleksi plasma nutfah bertujuan untuk mempelajari tingkat keragaman yang ada dan untuk bertujuan konservsi/penyelamatan keragaman genetik.

  Menurut Hanum (2009), macam plasma nutfah dapat berupa Jenis tumbuhan liar termasuk didalamnya varietas primitif, varietas pembawa sumber sifat khusus, varietas unggul yang sudah unggul, varietas unggul masa kini. Jenis liar atas dasar sejarah pembudidayaan dan penggunaan potensinya dapat digolongkam menjadi tiga kelompok yaitu: 1) Jenis-jenis yang mungkin memiliki potensi ekonomi, tetapi sama sekali belum dibudidatakan atau di petik hasilnya. tidak dibudidayakan. 3) Jenis-jenis yang tidak dipetik hasilnya, akan tetapi setelah mengalami atau melalui hibridisasi baru kemudian dibudidayakan dan dimanfaatkan.

  Varietas primitif adalah kultifar yang pembudidayaannya masih sederhana, belum mengalami pemuliaan. Tumbuahan yang termasuk kelompok ini biasanya di daerah tumbuhnya mempunyai daya adaptasi yang lebih baik, seperti lebih tahan terhadap tekanan lingkungan yang bersifat fisik maupun biologi. Hal ini dimungkinkan karena sudah ada seleksi gen secara alamiah yang tahan terhadap dingin, panas, hama ataupun penyakit di daerah tumbuhnya. Semua jenis tanaman yang dibudidayakan pada saat ini berasal dari varietass lebih baik secara langsung atau tidak langsung. Varietas sumber sifat yang khusus adalah kultivar yang mempunyai kelebihan dalam sifat-sifat tertentu, misalnya kepekaan terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim, hama dan penyakit, atau responnya terhadap pemupukan. Produksinya yang tinggi dengan aroma dan warna yang khas juga termasuk kedalam kelompok ini (Hanum, 2009).

  Jenis Umbian (Aracea dan Discorea)

  Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan (1980) melaporkan selain ubi kayu dan ubi rambat, diperoleh berbagai jenis tanaman umbi-umbian yang potensial sebagai sumber karbohidrat. Berdasarkan hasil survey di beberapa Provinsi di Jawa diperoleh jenis umbi-umbian sebagaimana tertera pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Daftar Nama Umbi-Umbian Sumber Karbohidrat

  No Daftar Nama Umbi Nama Latin 1 Ubi Kelapa Dioscoreaalata L.

  2 Gembili Dioscorea aculeate L.

  3 Gadung Dioscorea hispida Dennst.

  4 Ganyong Canna edulis Ker.

  5 Garut Maranta arundinacea L.

  6 Talas Bogor Colocasia esculenta

  7 Talas Belitung Xantosoma sagittifolium

  8 Suweg Amorphophallus campanulatus

  9 Acung Amorphophallus variabilis

  10 Iles-iles Amorphophallus oncophyllus Ubi Uwi (Dioscorea alata L.) merupakan tumbuhan yang menghasilkan umbi, hidup semusim dan merambat. Memiliki sumber karbohidrat yang tinggi yaitu sekitar 27,06 gram per 100 gram bahan. Umbi Uwi memiliki kandungan karbohidrat yang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol. Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula, pati, maupun selulosa. Bioetanol biasanya dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman keras, untuk keperluan medis, sebagai zat pelarut, dan yang sedang popular saat ini adalah pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif. Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar dicampur dengan bensin yang biasa disebut gasohol. Hasil penelitian bahwa pembuatan bioetanol dari umbi uwi dengan variabel penambahan ragi 7%, 8%, 9%, 10%, dan 11% didapatkan bioetanol dengan kadar alkohol tertinggi 51% yaitu pada variabel keempat dengan penambahan ragi 10% dan didapatkan bioetanol dengan kadar alkohol terendah adalah 32% yaitu dengan penambahan ragi 10% (Dian,2011).

  Umbi gembili juga mempunyai prospek cerah untuk menggantikan beras. Dalam kondisi segar, gembili yang berasal dari Indocina ini mengandung air sebesar 75%. Akan tetapi, gembili yang dikeringkan seperti beras (giling) atau daripada beras atau gandum. Selain itu, umbi ini memiliki kandungan vitamin C cukup tinggi (4 mg/100 g) sehingga bisa dimanfaatkan untuk mencegah sariawan dan menjaga stamina tubuh. Kelebihan ini tidak ditemukan pada beras, jagung atau terigu. Gembili mentah yang dimasak cepat dan langsung dimakan bisa menimbulkan gatal-gatal. Zat pemicu gatal-gatal ini berarti di dalam gembili mengandung khasiat obat, bisa untuk menyembuhkan luka dan bengkak-bengkak, koreng, payudara bengkak dan rasa sakit (Saleh, dkk., 2001).

  Suweg (Amorphophallus campanulatus B.) merupakan tanaman herbal yang dapat tumbuh pada nuangan hingga 60%. Suweg mulai bertunas di awal musim kemarau dan pada akhir tahun di musim kemarau umbinya bisa dipanen.Umbi suweg mengandung serat tinggi dan lemak rendah, masing-masing 13,71% dan 0,28%. Secara tradisional umbi suweg dikonsumsi setelah direbus. Umbi suweg dapat dibuat tepung yang memiliki IG (Indeks Glisemik) sebesar 42. Pangan dengan nilai IG di bawah 55 bisa menekan peningkatan kadar gula darah, sehingga sesuai bagi penderita diabetes mellitus. Tepung suweg dapat dibuat kue basah, kue kering. Suweg kaya serat dan konsumsi serat pangan dalam jumlah tinggi dapat menangkal berbagai penyakit seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah, dan kencing manis.

  (Kasno, dkk, 2009) Ganyong adalah tanaman lir-lili yang menghasilkan rizhoma bawah tanah yang berpati dan bercabang.tanaman beradaptasi pada tanah lembab. Suhu pertumbuhan terbaik antara 25

  ˚C dan 28˚C, tanaman peka terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Sifat penting ganyong adalah kemampuan adaptasinya terhadap berpati lain, seperti ubi kayu, kurang produktif. Rizoma ini mengandung sekitar 25% pati yang khas dan mudah di cerna, sebagian besar terdiri dari butiran pati, yang kira-kira 100 kali lebih besar ketimbang butiran pati talas. Produksi ganyong terpusat di Amerika Selatan, khususnya di Peru dan Kolumbia, walaupun di Australia tanaman ini di produksi dalam skala yang agak terbatas untuk pati industri. Di Vietnam, pati ganyong yang bernilai tinggi ini digunakan untuk produksi mi, dan berbagai tempat di Asia Timur sebagai makanan mewah. (Rubatzky, Yamaguchi, 1998)

  Manfaat dan Kandungan Kimia Umbi-Umbian (Aracea dan Discorea)

  Selain sebagai sumber bahan makanan, umbi-umbian juga memiliki berbagai khasiat lain. Hasil penelitian oleh peneliti PSPG UGM menunjukkan umbi-umbian mempunyai potensi meningkatkan kesehatan, antara lain, sebagai immunomodulator (meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi dan menurunkan risiko penyakit alergi serta hipersensitivitas), juga menurunkan risiko terjadinya penyakit degeneratif kanker, diabetes mellitus, dan penyakit kardiovaskular ( http://www.ugm.ac.id , 2011).

  Hasil penelitian Richana dan Sunarti (2004) menunjukkan bahwa ganyong, suweg, ubi kelapa, dan gembili mempunyai kadar pati yang tinggi berkisar 39,36-52,25%. Kandungan lemak (0,09-2,24%), dan protein (0,08-6,65%) pada tepung umbi dan tepung pati dapat meningkatkan manfaat tepung dan pati tersebut sebagai tepung komposit. Ganyong dan ubi kelapa mempunyai ukuran granula pati lebih besar (22,5 dan 10 m). Tepung suweg mempunyai absorbsi air maupun minyak tertinggi (2,69- 4,13 dan 2,34-2,98 g/g). untuk produk tepung pati. Suweg dan gembili mempunyai prospek untuk produk tepung umbi maupun tepung pati sedangkan ubi kelapa untuk tepung umbi. Sifat fisikokimia ganyong dan suweg mempunyai amilosa rendah (18,6% dan 19,2%) dan viskositas puncak tinggi (900-1080 BU dan 780-700 BU).

  Menurut Richana, N (2012) di samping dapat dipergunakan sebagai bahan makanan, talas juga dapat digunakan sebagai obat tradisional. Akar rimpang yang dilumatkan jadi bubur dapt digunakan sebagai obat encok dan rematik. Sedangkan cairan akarnya dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan dan obat bengkak. Umbi talas dapat juga digunakan untuk penawar bisa (racun) ular dan obat urus-urus. Di daerah Pasifik, terutama di Hawaii, talas memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat asli, yaitu sebagai persembahan atau sesajian kepada Tuhan.

  Sesuai dengan penelitian Richana, N. (2004) umbi-umbian yang diamati yaitu ganyong, suweg, ubikelapa, dan gembili mempunyai kadar pati yang tinggi berkisar 39,36-52,25%. Adanya lemak (0,09-2,24%), dan protein (0,08-6,65%) pada tepung dan pati dapat meningkatkan manfaat tepung dan pati tersebut sebagai tepung komposit. Ganyong dan ubikelapa mempunyai ukuran granula lebih besar (22,5 dan 10 m), sedangkan suweg dan gembili kecil (5 m dan 0,75 m). Tepung suweg mempunyai absorbsi air maupun minyak tertinggi (2,69- 4,13 dan 2,34-2,98 g/g).Ditinjau dari sifat fisiko kimianya ganyong dan suweg mempunyai amilosa rendah (18,6% dan 19,2%) dan viskositas puncak tinggi (900-1080 BU dan 780-700 BU), sehingga baik dikembangkan untuk bahan pengental maupun pengisi. Sedangkan ubikelapa dan gembili mempunyai kadar komposit untuk produk pangan.