BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Opini Masyarakat terhadap Fitnes Centre Sebagai Gaya Hidup(Studi Deskriptif Opini Pengunjung Celebrity Fitness Sun Plaza Medan terhadap Fitness Centre sebagai Gaya Hidup Masyarakat Modern di Kota Medan

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

  Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian yang akan disoroti (Nawawi, 2001:39-40). Kerlinger menyatakan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6).

  Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi dan Komunikasi Massa, Televisi sebagai media massa, Teori S-O-R, Opini dan Opini publik/pengunjung serta gaya hidup.

2.1.1 Komunikasi

  Istilah komunikasi berasal dari perkataan bahasa Inggris “communication” yang menurut Wilbur Schramm bersumber pada istilah Latin “communis” dalam bahasa Indonesia berarti “sama” dan menurut Sir. Gerald Barry “communicare” yang berarti “bercakap – cakap” (Effendy, 2005: 2). Jika kita berkomunikasi, berarti kita mengadakan kesamaan , dalam hal ini kesamaan dan pengertian makna. Menurut Hovland (Effendy, 2005: 2), komunikasi didefinisikan sebagai berikut:”proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang – perangsang (biasanya lambang – lambang dalam bentuk kata – kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikan)”.

  Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigm yang dikemukakan oleh Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of

  

Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk

  menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says

  What in Which Channel To Whom With What Effect ?

  Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :  Komunikator (communicator)

  Komunikator adalah seseorang atau sekelompok orang yang mulai memeberikan informasi kepad lawan bicaranya.  Pesan (message)

  Pesan merupakan seperangkat lambang yang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.  Media (channel)

  Media adalah saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.  Komunikan (communicant)

  Komunikan (receiver) adalah seseorang atau sekelompok orang yang menerima pesan atau informasi dari komunikator.  Efek (effect)

  Efek adalah tanggapan atau seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa pesan. Berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. (Effendy, 2005: 10). Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan mempergunakan lambang – lambang yang berarti, baik verbal maupun non verbal, yang dapat terjadi secara langsung atau dengan menggunakan media, dengan tujuan agar orang lain dapat mengerti atau memahami pesan yang disampaikan serta pada tahap selanjutnya komunikan tersebut mau melaksanakan isi pesan yang disampaikan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan komunikasi massa sebagai teori pendukung.

2.1.2 Definisi Komunikasi Massa

  Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang (Mass communication is messages

  

communicated through a mass medium to a large number of people ). Dari definisi

  tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus mengunakan media massa (Ardianto, 2004: 3).

  Ahli komunikasi massa lainnya Joseph A.Devito merumuskan definisi komunikasi masa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang massa serta tentang media yang digunakannya. Devito mengemukakan definisinya dalam dua item yakni yang pertama adalah komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. (Ardianto, 2004: 6).

  Salah satu persoalan didalam negeri ini didalam memberi pengertian komunikasi, yakni banyaknya definisi yang telah dibuat oleh pakar menurut bidang ilmunya. Hal ini dikarenakan banyaknya disiplin ilmu yang telah memberi masukan kepada perkembangan ilmu komunikasi, miaslnya psikologi, antropologi, ilmu manajemen, ilmu politik, linguistik, matematika dan lain-lain. Sebuah definissi yang singkat dibuat oleh Harold D Laswell, cara tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya” (Cangara, 2004:18).

  Jika kita berada dalam situasi komunikasi, maka kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunkan dalam berkomunikasi, apa yang dinamakan Wilbur Schramm “Frame of Reference “ atau kerangka acuan, yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings). Schramm menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung dengan lancar. Sebaliknya jika pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain, atau dengan kata lain situasi menjadi tidak komunikatif. (Effendy, 2003:30-31).

  Banyak definisi komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakan. Akan tetapi dari sekian banyak definisi yang ada terdapat benang merah dar kesamaan definisi satu sama lain, dan bahkan definisi-definisi itu sama lain saling melengkapi.

  Ciri-ciri komunikasi massa antara lain: 1. Komunikator bersifat melembaga. Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang. Artinya gabungan antara berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Didalam komunikasi massa, komunikator adalah lembaga media massa itu sendiri. Itu artinya, komunikatornya bukan orang per orang. Menurut Alexis S Tan (1981) komunikator dalam komunikasi massa adalah organisai sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkanya secara serempak ke sejumlah khalayak yang banyak dan terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya adalah media massa (surat kabar, televisi, stasiun radio, majalah dan penerbit buku. Media massa disebut sebagai organisasi sosial karena merupakan kumpulan beberapa individu yang dalam proses komunikasi massa tersebut. (Nurudin, 2004:16-18).

  2. Komunikan bersifat anonim dan heterogen.

  Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen, artinya pengguna media itu beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial, tingkat ekonomi, latar belakang budaya, punya agama atau kepercayaan yang tidak sama pula. Selain itu dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim) karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. (Ardianto, 2004:9).

  3. Pesan bersifat umum.

  Pesan-pesan dalam komunikasi massa itu tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan- pesan itu ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu pesan- pesan yang dikemukakan tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini memilki arti pesan itu memang tidak disengaja untuk golongan tertentu. Kita bisa melihat televisi misalnya, karena televisi itu ditujukan dan untuk dinikmati orang banyak, maka pesannya harus bersifat umum. Misalnya dalam pemlihan kata-katanya sebisa mungkin memakai kata-kata populer, bukan kata-kata ilmiah sebab kata-kata ilmiah itu hanya ditujukan untuk kelompok tertentu.

  4. Komunikasinya berlangsung satu arah.

  Karena komunikasi massa itu melalui media massa , maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan dan komunikanpun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpribadi. Dengan demikian komunikasi massa itu bersifat satu arah.

  5. Menimbulkan keserempakan.

  Dalam komunikasi massa itu ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. Effendi (2000), mengartikan keserempakan media massa itu ialah kontak denagn sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah.

  6. Mengandalkan peralatan teknis.

  Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis adalah sebuah keniscayaan yang sangat dibutuhkan media massa tak lain agar proses pemancaran atau penyebaran pesannya bisa lebih cepat dan serentak kepada khalayak yang tersebar.

  7. Dikontrol oleh Gatekeeper.

  Gatekeeper atau yang sering disebut dengan penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau

  mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semau informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah atau mengurangi pesan-pesannya. Intinya adalah pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa. Keberadaan gatekeeper sama pentingnya dengan peralatan mekanis yang harus dipunyai media dalam komunikasi massa. Oleh karena itu, gatekeeper menjadi keniscayaan keberadaannya dalam media massa dan menjadi salah satu cirinya. (Nurudin, 2004:16-30).

  Komunikasi adalah bentuk komunikasi yang mengutamakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara misal, berjumlah banyak, sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Selain itu pesan yang disampaikan cenderung terbuka dan mencapai khalayak dengan serentak. Untuk memahami proses komunikasi massa perlu dilakukan pemahaman dengan bentuk analisis makro dan analisis mikro, walaupun pada akhirnya memiliki hasil yang sama dengan alasan khalayak menggunakan media. Joseph R.

  Dominick (dalam Nurudin, 2004:43) menyatakan bahwa motif memilih media adalah:

  1. Congnition (Pengamatan) Media digunakan sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan masyarakat terhadap pengetahuan dan wawasan bahkan beberapa masyarakat menggunakan media untuk membangkitkan ide.

  2. Diversion (Diversi) Media digunakan sebagai sarana untuk relax dan memuaskan kebutuhan secara emosional bahkan bisa membangkitkan semangat setelah begitu jenuh dari rutintas hidup sehari-hari.

  3. Social Utility (Kegunaan Sosial) Media digunakan sebagai alat untuk mempererat kontak atau hubungan dengan teman, keluarga, dan masyarakat, misalnya membahas cerita hangat yang sedang terjadi dengan keluarga.

  4. Withdraw (Menarik) Media juga digunakan sebagai alas an untuk tidak melakukan tugas dan untuk menjaga privacy agar tidak diganggu orang lain.

  5. Linkage (Pertalian) Media massa dapat menyatukan khlayak yang beragam sehingga membentuk suatu pertalian yang berdasarkan minat dan kepentingan yang sama.

2.1.3 Definisi Televisi

  Menurut Effendy (2005:21) yang dimaksud dengan televisi adalah televisi siaran yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa, yang berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, Sasarannya menimbulkan keserempakan, dan komunikasinya bersifat heterogen. Komunikasi massa dengan media televisi merupakan proses komunikasi atara komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi. Kelebihan media televisi terletak pada kekuatannya menguasi jarak dan ruang, sasaran yang dicapai untuk mencapai untuk mencapai massa cukup besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangat cepat. Menurut Effendy (2005: 23), seperti halnya media massa lain, televisi mempunyai tiga fungsi pokok berikut:

  1. Fungsi Penerangan (The information function) Televisi mendapat perharian yang besar dikalangan masyarakat karena dianggap sebagai media yang mampu menyiarkan informasi yang sangat memuaskan. Hal ini didukung oleh dua faktor, yaitu :

  a. Immediacy (Kesegaran) Pengertian ini mencakup langsung dan peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsanya pada saat peristiwa itu berlangsung.

  b. Realism (Kenyataan) Ini berarti televisi menyiarkan informasinya secara audio dan visual melalui perantaraan mikrofon dan kamera sesuai dengan kenyataan.

  2. Fungsi Pendidikan (The educational function) Sebagai media massa, televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayak yang jumlahnya begitu banyak secara simultan dengan makna pendidikan, yaitu meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat. Siaran televisi menyairkan acara- acara tersebut secara teratur, misalnya pelajaran bahasa, matematika, ekonomi, politik dan sebagainya.

  3. Fungsi hiburan (The entertainment function) Sebagai media yang melayani kepetingan masyarakat luas, fungsi hiburan yang melekat pada televisi tampaknya lebih dominan dari fungsi lainnya.

  Fungsi hiburan ini amat penting, karena ia menjadi salah satu kebutuahn manusia untuk mengisi waktu mereka dari aktivitas diluar rumah. Bersamaan dengan jalannya proses penyampaian isi pesan media televisi kepada pemirsa, maka isi pesan itu juga akan diinterpretasikan secara berbeda- beda menurut visi pemirsa serta efek yang ditimbulkan juga beraneka ragam. Hal ini terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi pesan acara televsi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi dan kondisi pemirsa saat menonton televisi (Kuswandi, 1996: 99).

  Tayangan televisi dapat diartikan sebagai adanya suatu pertunjukan acara yang ditampilkan atau disiarkan melalui media massa televisi. Tayangan tersebut bisa bersifat hiburan, informasi, ataupun edukasi seperti tayangan mengenai pendidikan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering memperoleh berbagai pengalaman. Hal ini dikarenakan terintegrasinya kelima indra yang kita miliki, tetapi dengan menonton audiovisual, akan mendapatkan 100% dari informasi yang diperoleh sebelumnya. Ini sebagai akibat timbulnya pengalaman tiruan (Stimulated Experinence) dari media audiovisual tadi.

  Agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh khalayak sasaran perlu diperhatikan faktor-faktor seperti pemirsa, waktu, durasi dan metode penyajian:

  1. Pemirsa Sesunggguhnya dalam bentuk komunikasi dengan menggunakan media apapun, komunikator akan menyesuaikan pesan dengan latar belakang komunikannya. Namun untuk media elektronik faktor pemirsa perlu mendapat perhatian lebih. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kebutuhan pemirsa, minat, materi pesan, dan jam penayangan suatu acara.

  2. Waktu Setelah komunikator mengetahui kebutuhan, minat dan kebiasaan pemirsa, langkah selanjutnya adalah menyesuaikan waktu penayangannya.

  Pertimbangannya adalah agar setiap acara yang ditayangkan dapat secara proporsioanl diterima oleh khalayak atau sasaran yang dituju. Untuk acara yang khlayaknya anak-anak tentu saja diitayangkan mulai sore hari sampai sekitar jam delapan malam. Hal ini tentu saja memperhatikan kegiatan anak yang pada pagi sampai siang hari melakukan aktivitasnya disekolah.

  3. Durasi Durasi berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap penayangan suatu acara. Ada yang berdurasi 30 menit, biasanya untuk kuis dan acara

  infotainment , yang berdurasi satu jam biasanya untuk acara talkshow ataupun

  berita. Untuk acara film ataupun sinetron biasanya durasi waktu yang dibutuhkan adalah satu sampai dua jam. Hal ini juga berkaitan dengan kebutuhan pemirsa terhadap suatu acara yang ingin ditontonnya.

  4. Metode Penanyangan.

  Metode penyajian suatu acara berhubungan dengan daya tarik acara itu sendiri agar tidak menimbulkan kejenuhan bagi pemirsa. Misalkan suatu acara yang bersifat berita ataupun informasi agar menembah daya tariknya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering memperoleh berbagai pengalaman. Hal ini dikarenakan terintegrasinya kelima indera yang kita miliki, tetapi dengan menonton audiovisual akan mendapatkan 10% dari informasi yang diperoleh sebelumnya. Ini sebagai akibat timbulnya pengalaman tiruan (Stimulated Experience) dar media audiovisual tadi.

2.1.3.1 Televisi sebagai media komunikasi massa

  Media massa merupakan saluran atau media yang digunakan untuk mengadakan komunikasi dengan massa. Yang termasuk media disini adalah televisi, surat kabar, majalah, radio, dan film. Media massa dapat digolongkan sebagai media elektronik dan media cetak keseluruhannya sering juga disebut pers.

  Televisi adalah salah satu bentuk media komunikasi massa yang selain mempunyai daya tarik yang kuat, disebabkan unsur-unsur kata, musik, sound,

  

effect , juga memiliki keunggulan yaitu unsur visual berupa gambar hidup yang

  dapat menimbulkan pengalaman bagi pemirsanya. (Effendy, 2005: 192) Menurut sosiologi Maarshal Luhan, kehadiran televisi membuat dunia menjadi “Desa Global” yaitu suatu masyarakat dunia yang batasannya diterobos oleh media televisi (Kuswandi, 1996: 20). Ciri-ciri televisi antara lain (Effendy, 2003:21):

  1. Berlangsung satu arah

  2. Komunikasi melembaga

  3. Pesannya bersifat umum

  4. Sasarannya menimbulkan keserempakan

  5. Komunikasi bersifat heterogen

  2.1.3.2 Daya Tarik Televisi

  Televisi mempunyai daya tarik yang kuat. Jika radio mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur kata-kata, musik dan sound effect, maka TV selain ketiga unsur tersebut juga memiliki unsur visual berupa gambar. Dan gambar ini bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan mendalam pada pemirsa. Daya tarik ini selain melebihi radio, juga melebihi film bioskop, sebab segalanya dapat dinikmati di rumah dengan aman dan nyaman. Selain itu, TV juga dapat menyajikan berbagai program lainnya yang cukup variatif dan menarik untuk dinikmati masyarakat (Effendy, 2003 : 177).

  2.1.3.3 Program Televisi

  Pengaruh televisi terhadap sistem komunikasi tidak pernah lepas dari pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut Prof. Dr. R. Mar’at acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan bagi para penontonnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh psikologis dari televisi itu sendiri, di mana televisi seakan-akan menghipnotis pemirsa, sehingga mereka telah hanyut dalam keterlibatan akan kisah atau peristiwa yang disajikan oleh televisi (Effendy, 2003 : 122).

  Menurut Frank Jefkins (Jefkins, 2003 : 105), televisi memiliki sejumlah karakteristik khusus dan program acara, yaitu :

  1. Selain menghasilkan suara, televisi juga menghasilkan gerakan, visi dan warna.

  2. Pembuatan program televisi lebih mahal dan lama.

  3. Karena menghandalkan tayangan secara visual, maka segala sesuatu yang tampak haruslah dibuat semenarik mungkin.

  Sedangkan program acara televisi, terdiri dari : 1. Buletin berita nasional, seperti: siaran berita atau bulletin berita regional yang dihasilkan oleh stasiun-stasiun televisi swasta lokal.

  2. Liputan-liputan khusus yang membahas tentang berbagai masalah aktual secara lebih mendalam.

  3. Program-program acara olahraga, baik olahraga di dalam atau di luar ruangan, yang disiarkan langsung atau tidak langsung dari dalam negeri atau luar negeri.

  4. Program acara mengenai topik khusus yang bersifat informatif, seperti : acara memasak, berkebun, dan acara kuis.

  5. Acara drama, terdiri dari: sinetron, sandiwara, komedi, film, dan lain sebagainya.

  6. Acara musik, seperti konser musik pop, rock, dangdut, klasik, dan lain sebagainya.

  7. Acara bagi anak-anak, seperti : film kartun.

  8. Acara keagamaan, seperti : siraman rohani, acara ramadhan, acara natal, dan lain sebagainya.

  9. Program acara yang membahas tentang ilmu pengetahuan dan pendidikan.

  10. Acara bincang-bincang atau sering disebut talkshow.

2.1.3.4 Acara Televisi

  Acara televisi atau program televisi merupakan acara-acara yang ditayangkan oleh stasiun televisi. Secara garis besar, Program TV dibagi menjadi program berita dan program non-berita. Jenis program televisi dapat dibedakan berdasarkan format teknis atau berdasarkan isi. Format teknis merupakan format- format umum yang menjadi acuan terhadap bentuk program televisi seperti talk show, dokumenter, film, kuis, musik, instruksional dan lainnya. Berdasarkan isi, program televisi berbentuk berita dapat dibedakan antara lain berupa program hiburan, drama, olahraga, dan agama. Sedangkan untuk program televisi berbentuk berita secara garis besar dikategorikan ke dalam "hard news" atau berita-berita mengenai peristiwa penting yang baru saja terjadi dan "soft news" yang mengangkat berita bersifat ringan. Dalam hal ini, program yang dibahas adalah tentang program hiburan yang mengusung tentang trend berolahraga di kalangan masyarakat urban di berbagai pusat kebugaran di kota besar di dunia, yang pada akhirnya berujung pada pola gaya hidup terbaru warga kota besar di Indonesia. .

2.1.3.5 Dampak Acara Televisi

  Media televisi sebagaimana media massa lainnya berperan sebagai alat informasi, hiburan, kontrol sosial, dan penghubung wilayah secara strategis. Bersamaan dengan jalannya proses penyampaian isi pesan media televisi kepada pemirsa, maka isi pesan itu juga akan diinterpretasikan secara berbeda-beda menurut visi pemirsa. Serta dampak yang ditimbulkan juga beraneka ragam.

  Hal ini terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi pesan acara televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi. Dengan demikian apa yang diasumsikan televisi sebagai suatu acara yang penting untuk disajikan bagi pemirsa, belum tentu penting bagi khalayak. Ada tiga dampak yang ditimbulkan dari acara televisi terhadap pemirsa :

  1. Dampak kognitif yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa.

2. Dampak peniruan yaitu pemirsa dihadapkan pada trendi aktual yang ditayangkan televisi.

  3. Dampak perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan pemirsa sehari- hari (Kuswandi, 1996:99).

2.1.4 Teori S-O-R

  Teori S-O-R merupakan singkatan dari Stimulus-Organism-Response yang semula berasal dari psikologi. Menurut stimulus respon ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi yang bersifat khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan (Effendy, 2003 : 254). Jadi, unsur-unsur dalam model ini adalah: a.

  Pesan (stimulus, S) b.

  Komunikan (Organism, O) c. Efek (Response, R)

  Prinsip teori ini pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimuli tertentu. Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula.

  Adapun teori S-O-R ini juga merupakan model penelitian yang beranjak dari anggapan bahwa organisme akan menghasilkan perilaku atau reaksi tertentu jika diberikan suatu kondisi stimulus tertentu kepadanya. Efek yang timbul adalah reaksi terhadap stimulus tersebut, sehingga seseorang dapat mengharapkan kesesuaian antara pesan dengan reaksi komunikan. Elemen-elemen utama dari model ini adalah pesan (stimulus), penerima (organisme), dan efek (respon).

  Asumsi stimulus respon mengacu kepada isi media massa sebagai stimulus yang diberikan kepada individu yang menghasilkan respon tertentu yang sesuai dengan stimulus yang diberikan. Dalam proses perubahan sikap yang akan dialami oleh komunikan, sikapnya akan berubah jika stimulus yang menerpanya benar-benar melebihi apa yang pernah ia alami.

  Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003 : 255) dalam bukunya ”Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya, mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu: a.

  Perhatian : suatu proses penyeleksian stimulus yang akan diproses dalam kaitan dengan pengalaman.

  b.

  Pengertian : kemampuan dalam memahami stimulus yang diterima. c.

  Penerimaan : daya tarik yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap penting oleh khalayak.

  Berdasarkan uraian di atas, maka proses komunikasi dalam teori S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model S-O-R

  Organisme : Stimulus

  Perhatian Pengertian Penerimaan

  Respon

  Sumber : Effendy, 2003 : 56

  Gambar di atas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap (Effendy, 2003 : 255).

  Sehubungan dengan penjelasan di atas, teori S-O-R dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Stimulus : Berbagai informasi mengenai tren pusat kebugaran di media
  • Organism : Pengunjung/member Celebrity Fitness Sun Plaza Medan -Response : Opini mengenai fitness center sebagai bagian dari tren gaya hidup masyarakat urban

  Jika disederhanakan lagi maka dapat disebutkan bahwa model S-O-R yaitu merupakan stimulus yang akan ditangkap oleh organisme khalayak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti dan menerima.

2.1.5 Opini dan Opini Publik

2.1.5.1 Istilah Opini publik/pengunjung

  

Public Opinion dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan

  “pendapat umum“, dengan demikian public diterjemahkan dengan “umum“ sedangkan opinion dialihbahasakan dengan “pendapat“. Dalam Ilmu Komunikasi terdapat istilah lain yaitu public relations yang umumnya diterjemahkan dengan “hubungan masyarakat“, dalam hal ini public diterjemahkan dengan “masyarakat“, sedangkan relations diterjemahkan dengan “hubungan“.

  Istilah masyarakat sudah digunakan untuk mengalihbahasakan “society“. Pengertian aslinya dalam bahasa Inggris baik untuk pengertian “public“ pada

  public opinion maupun pada public relations, mempunyai arti yang sama,

  sedangkan dalam bahasa Indonesia pengertian umum dan masyarakat mempunyai arti yang berbeda. Dengan demikian akan cukup membingungkan bila public

  opinion kita terjemahkan dengan pendapat umum di lain pihak public relations

  juga kita alih bahasakan dengan hubungan masyarakat, apalagi bila diingat bahwa apa yang dimaksud dengan istilah “umum“ dalam bahasa Indonesia masih kurang jelas. Terutama sekali kalau diingat bahwa public relations ada kata (s) dibelakangnya yang dalam bahasa Inggris mempunyai arti jamak, sehingga yang lebih tepat adalah hubungan-hubungan. Namun demikian terjemahan tersebut dari menjadi pendapat umum dan public relations dengan hubungan

  public opinion masyarakat rupanya telah diterima secara luas.

  Adapun cara mengetahui adanya opini publik/pengunjung, dapat diketahui pada tahun 1963, Indonesia berkonfrontasi dengan Belanda mengenai Irian Barat. Di radio, surat kabar, rapat-rapat umum, pidato-pidato, ceramah-ceramah dan lain-lain orang membicarakan tentang Irian Barat. Pada umumnya pembicara-pembicara itu cenderung kepada pendapat bahwa Irian Barat adalah milik pemerintah Indonesia, oleh karena itu bangsa Indonesia wajib merebutnya kembali, dan hal inilah yang menjadikan bahwa pendapat-pendapat itu sangatlah penting dikarenakan dapat mengambil suatu keputusan bersama.

  Gejala demikian biasanya disebut public opinion atau opini publik/pengunjung. Adapun dari gejala tersebut diatas, dapat diketahui bahwa adanya pengertian tentang pendapat itu sama dengan opinion, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataan.

  b. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat.

  c. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar.

  Adapun ciri-ciri tersebut misalnya pendapat mengenai demonstrasi atau unjuk pendapat yang dilakukan oleh mahasiswa dinyatakan dalam berbagai media massa terutama surat kabar dan radio. Pendapat-pendapat tersebut akhirnya merupakan suatu sintesa yakni bahwa masyarakat kita menyetujui gerakan atau unjuk pendapat yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut. Akhirnya aksi-aksi yang digerakkan oleh mahasiswa itu mempunyai pendukung yang lebih besar.

2.1.5.2 Pengertian Opini publik/pengunjung

  Opini yang berarti tanggapan ataupun pendapat merupakan suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan ataupun isu. Menurut Cutlip dan Center (Sastropoetro, 1990 : 41), opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda- beda.

  Menurut Bernard Berelson dalam tulisannya berjudul “Communication (Komunikasi dan Pendapat/Opini publik/pengunjung)

  and Public Opinion”

  mengemukakan bahwa dengan pendapat publik/pengunjung diartikan people’s

  response atau jawaban rakyat (persetujuan, ketidaksetujuan/penolakan atau sikap

  acuh tak acuh) terhadap issue-issue/hal-hal yang bersifat politis dan sosial yang memerlukan perhatian umum, seperti hubungan internasional, kebijaksanaan dalam negeri, pemilihan (umum) untuk calon-calon, dan hubungan antar kelompok etnik (Sastropoetro, 1990 : 55).

  Menurut Emory. S. Bagardus, bahwa publik/pengunjung adalah sejumlah orang yang dengan suatu acara mempunyai pandangan yang sama mengenai suatu masalah atau setidak-tidaknya mempunyai kepentingan yang bersama dalam sesuatu hal (Soenarjo, 1995 : 20). Menurut Cutlip dan Center dalam bukunya

  

“Effective Public Relation”, opini publik/pengunjung adalah suatu hasil

  penyatuan dari pendapat individu-individu tentang masalah umum (Sastropoetro, 1990 : 52).

2.1.5.3 Proses Pembentukan Opini publik/pengunjung

  George Carslake Thompson dalam “The Nature of Public Opinion“ (Sastropoetro, 1990 : 106) mengemukakan bahwa dalam suatu publik/pengunjung yang menghadapi issue dapat timbul berbagai kondisi yang berbeda-beda, yaitu :

  1. Mereka dapat setuju terhadap fakta yang ada atau mereka pun boleh tidak setuju.

  2. Mereka dapat berbeda dalam perkiraan atau estimation, tetapi juga boleh tidak berbeda pandangan.

  3. Perbedaan yang lain ialah bahwa mungkin mereka mempunyai sumber data yang berbeda-beda. Hal-hal yang diutarakan itu merupakan sebab timbulnya kontroversi terhadap

  

issue-issue tertentu. Selanjutnya dikemukakannya bahwa orang-orang yang

  mempunyai opini yang tegas, mendasarkannya kepada rational grounds atau alasan-alasan yang rasional yang berarti “dasar-dasar yang masuk akal dan dapat dimengerti oleh orang lain“. Jadi, seperti telah dikemukakan terlebih dahulu dan perlu diulangi kembali ialah bahwa ada tiga sebab yang menimbulkan adanya suatu perbedaan pendapat, yaitu : 1.

  Perbedaan pandangan terhadap fakta.

  2. Perbedaan perkiraan tentang cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan.

  3. Perbedaan motif yang serupa guna mencapai tujuan. Dasar-dasar rasional yang berhubungan dengan ketiga sebab tadi berarti disebabkan oleh perbedaan-perbedaan itu, maka timbul kehati-hatian dalam pandangan agar mencapai suatu keserasian bagi terbentuknya suatu ekstraksi pendapat yang menguntungkan.

  Kemudian, dalam hubungannya dengan penilaian terhadap suatu opini publik/pengunjung, perlu diperhitungkan empat pokok, yaitu :

  1. Difusi, yaitu apakah pendapat yang timbul merupakan suara terbanyak, akibat adanya kepentingan golongan.

  2. Persistence, yaitu kepastian atau ketetapan tentang masa berlangsungnya issue karena disamping itu, pendapat pun perlu diperhitungkan.

  3. Intensitas, yaitu ketajaman terhadap issue.

  4. Reasonableness atau suatu pertimbangan-pertimbangan yang tepat dan beralasan. Dari tahapan-tahapan pembentukan pendapat tersebut dapatlah dibayangkan bahwa dalam proses itu telah timbul pro dan kontra atau setuju dan tidak setuju. Semua itu disebabkan oleh kerangka pengetahuan dan pengalaman masing-masing orang yang berada di dalam publik/pengunjung itu berbeda-beda. Disamping itu, sifat orang-orang yang bersangkutan pun berbeda-beda juga, belum lagi kemampuan yang menyangkut pengutaraan pendapat atau isi hatinya.

2.1.5.4 Kekuatan Opini publik/pengunjung

  Telah dikemukakan bahwa opini publik/pengunjung atau pendapat publik/pengunjung sebagai suatu kesatuan pernyataan tentang suatu hal yang bersifat kontroversial, merupakan suatu penilaian sosial atau social judgement. Oleh karena itu, maka pada pendapat publik/pengunjung melekat beberapa kekuatan yang sangat diperhatikan : a. Opini publik/pengunjung dapat menjadi suatu hukuman sosial terhadap orang atau sekelompok orang yang terkena hukuman tersebut. Hukuman sosial menimpa seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk rasa malu, rasa dikucilkan, rasa dijauhi, rasa rendah diri, rasa tak berarti lagi dalam masyarakat, menimbulkan frustasi sehingga putus asa, dan bahkan ada yang karena itu lalu bunuh diri atau mengundurkan diri dari jabatannya.

  b. Opini publik/pengunjung sebagai pendukung bagi kelangsungan berlakunya norma sopan santun dan susila, baik antara yang muda dengan yang lebih tua maupun antara yang muda dengan sesamanya. c Opini publik/pengunjung dapat mempertahankan eksistensi suatu lembaga dan bahkan bisa juga menghancurkan suatu lembaga.

  d. Opini publik/pengunjung dapat mempertahankan atau menghancurkan suatu kebudayaan.

  e. Opini publik/pengunjung dapat pula melestarikan norma sosial.

2.1.6 Gaya Hidup

  Teori gaya hidup (lifestyle theory) adalah teori yang menyebutkan bahwa tidak semua orang memiliki gaya hidup yang sama, setiap orang memiliki gaya hidup yang berbeda diantara beberapa gaya hidup itu telah memaparkan bahwa banyak orang yang memiliki resiko dari pada gaya hidup lainnya. Teori gaya hidup ini dikembangkan oleh Hindelang, Gottfredson dan Garafalo yang berarti berbicara tentang pola hidup atau kegiatan rutin yang dilakukan dalam kehidupan sehari -hari. Gaya hidup ini dipengaruhi oleh perbedaan umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pendapatan keluarga dan ras yang berkaitan dengan rutinitas sehari-hari yang rentan terhadap resiko-resiko untuk melakukan kejahatan. Gaya hidup ini sangat berpengaruh pada frekuensi orang berinteraksi dengan jenis gaya hidup tertentu.

  Sebuah teori serupa yang dikembangkan oleh Kennedy dan Forde (1990) menunjukkan bahwa latar belakang dan karakteristik dari aktivitas sehari-hari berpengaruh pada waktu yang diluangkan dalam gaya hidup yang beresiko dimana gaya hidup tersebut akan membawa orang kejalan yang lebih berbahaya lagi. Sementara itu menurut Sampson dan Wooldredge (1987) menyatakan seseorang dapat menjadi korban terhadap sebuah gaya hidup apabila mereka terus–menerus berinteraksi dengan kelompok yang memiliki potensi membahayakan dimana seseorang tersebut memiliki pertahanan diri yang lemah

  Gaya hidup atau dengan bahasa yang lebih memasyarakat disebut dengan istilah lifestyle merupakan suatu nuansa yang akrab pada pendengaran kita dan langsung dapat kita narasikan dengan hal-hal yang bersifat glamor, kemewahan atau bahkan hedonisme, walaupun tidak semua lifestyle itu lekat dengan keaadaan seperti itu, tetapi kenyataannya bahwa asumsi masyarakat tentang kata lifestyle yang identik dengan nilai hura-hura atau negatif.

  Suatu fenomena baru yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, tepatnya pada kalangan kaum muda-mudi dengan maraknya menjadi member di pusat kebugaran. Akrabnya kaum ini dengan dunia gym ini menjadikan sarana komunikasi sebagai simbol atau bagian dari atribut untuk memenuhi gaya hidup mereka (Garret, 2003 :19). Dalam kamus bahasa Indonesia kata gaya itu sendiri dapat diartikan sebagai cara yang benar dan khusus ( Irianto, 2004:98) sedangkan hidup adalah bernyawa atau tidak mati (Irianto, 2004:102), jadi jika disatukan maka gaya hidup merupakan cara yang dilakukan oleh orang yang tidak mati atau manusia. Namun Garret (2003:57) menekankan bahwa gaya hidup lebih tertuju kepada cara-cara hidup yang dianggap benar yang menjadi ciri khas dari suatu kelompok dalam tatanan hidup manusia dan umumnya ini ditemukan pada masyarakat perkotaan. Hal ini dikarenakan terdapatnya kelompok-kelompok pergaulan yang terdapat dalam kehidupan masyrakat perkotaan seperti; kaum sosialita, para pekerja, kelompok usia remaja, anak-anak dan orangtua.

  Adapun unsur dan sifat yang khas dalam konsep gaya hidup ini dikarenakan hal tersebut tidak lazim untuk digunakan sebagai menginformasikan hal yang bersifat universal, melainkan untuk menginformasikan sesuatu yang khusus, sehingga secara tak langsung mengandung sifat membandingkan. Misalnya, adanya istilah gaya hidup yang berbeda, yakni masa kini dan sebelumnya, demikian halnya dengan gaya hidup kaum selebriti yang dianggap benar oleh kalangan mereka, sehingga terdapat kecenderungan untuk menerapkannya dalam kehidupan awam.

  Istilah gaya hidup berkaitan erat dengan budaya, kedua istilah tersebut mengindikasikan cara hidup yang lazim dijalani dan diterapkan dalam kehidupan manusia sehingga menjadi kebiasaan sekaligus ciri tersendiri. Misalnya istilah budaya pop atau populer menjadi istilah untuk menyatakan budaya yang dominan. Hal ini menerangkan bahwa gaya hidup memiliki cakupan yang luas, yaitu meliputi sisi kehidupan seseorang, jika dilihat dari berbagai aspek maka gaya hidup itu bisa saja meliputi aspek ekonomi, politik, sosial bahkan kehidupan keluarga.

  Gaya hidup ini juga mencakup kepada pola konsumsi, dengan demikian istilah ini sering dihubungkan dengan dunia mode sehingga memiliki kecenderungan dengan spesifikasi akan identitas diri. Kecenderungan inilah yang mengakibatkan terbentuknya kelompok-kelompok yang memiliki ciri khas tersendiri tersebut, yang mana kecenderungan yang telah menjadi kelompok tersebut akan meluas menjadi interaksi dalam pergaulan yang khusus, dan biasanya terbentuk oleh adanya kesamaan minat, tujuan, profesi dan lain sebagainya (Garret, 2003:60).

  Engel (2003:308) mengemukakan bahwa gaya hidup adalah sesuatu yang berada di luar dari kepribadian. Gaya hidup adalah konsep yang kontemporer, lebih komprehensif dan lebih berguna daripada kepribadian atau dengan kata lain gaya hidup merupakan pola di mana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya.

  Jadi jelasnya apa yang dimaksud dengan gaya hidup ini sangat identik sekali dengan kata trend, yaitu bentuk aktivitas pada kelompok tertentu dalam rangka memperoleh pengakuan dari pihak lain yang berada di luar kelompoik sosial tertentu pasti menjadi bahasa kebanyakan orang untuk menyebutkan bahwa itu adalah gaya hidup kelompok tersebut. Gaya hidup yang akan diteliti disini adalah tren gaya hidup kaum urban yang berolahraga di berbagai pusat kebugaran yang berlokasi di tempat-tempat hiburan seperti mall.

2.1.7 Penelitian Terdahulu

  Berikut ini ada beberapa penelitian dari luar negeri dan juga dalam negeri yang menceritakan tentang opini dan juga gaya hidup. Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Zaleha Shafi’e & Fariza Md. Sham di Malaysia pada tahun 2013. Gaya hidup merupakan satu ciri tingkah laku dalam diri individu yang terdapat di dalamnya beberapa elemen iaitu hubungan sosial, penggunaan, hiburan dan cara berpakaian yang menjadi kelaziman dan tindakan berdasarkan logik. Gaya hidup yang diamalkan adalah melambangkan kepada sikap, nilai dan pandangan individu. Justru, gaya hidup ialah cara untuk memupuk konsep diri serta melambangkan kebudayaan yang menonjolkan satu identiti pribadi. Dengan ini, satu kajian literatur terhadap gaya hidup dalam kalangan remaja sekolah dibuat. Kajian ini adalah bertujuan untuk menyingkap konsep berkenaan gaya hidup dari sudut pandangan para sarjana, menganalisis teori-teori gaya hidup yang telah dikeluarkan oleh sarjana Islam dan Barat serta perbedaannya dan mengkaji bentuk-bentuk serta faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup remaja.

  Secara keseluruhan, kajian ini adalah tertumpu kepada konsep gaya hidup. Untuk tujuan ini, kajian secara kepustakaan telah dilakukan iaitu kajian secara analisis kandungan yang melibatkan pencarian bahan-bahan seperti buku-buku, kertas kerja, jurnal, laporan tesis dan artikel. Kajian kepustakaan digunakan dalam kajian ini bagi membolehkan pengkaji mendapat pengetahuan dan kefahaman yang mendalam dari aspek teorikal yang menjadi fokus kajian. Hasil kajian menemukan konsep sebenar gaya hidup dan terdapat beberapa kaitan antara teori gaya hidup yang dikeluarkan oleh para sarjana Islam dan para sarjana Barat. Ini karena, para sarjana Islam berpegang kepada teori gaya hidup Islam yang berlandaskan kepada al-Quran dan al-Sunnah. Manakala, sarjana Barat berpegang kepada gaya hidup yang berdasarkan kepada kegiatan, minat dan pendapat individu. Justru, kajian ini menemui konsep dan teori gaya hidup Islam dan Barat yang jelas perbedaannya agar ia menjadi satu garis panduan dan memberi sumbangan terhadap bidang ilmu.

  Penelitian berikutnya masih dilakukan oleh mahasiswa dari luar negeri yakni oleh Jac Brown dan Doug Graham pada tahun 2008. Penelitian ini berkaitan dengan kepuasan akan bentuk tubuh pada pria yang aktif dalam kegiatan gym di pusat kebugaran, sebuah ekplorasi dari seksualitas, gender dan juga narsisme. Penelitian ini bersifat membandingkan antara 80 orang pria yang terdiri dari pria yang normal dan juga pria homosekual di Australia. Dalam penelitian ini diketahui bahwa, ada perbedaan antara tujuan yang ingin dicapai kedua kelompok pria tersebut datang berolahraga di berbagai pusat kebugaran yang biasa disebut tempat gym. Kelompok pria homoseksual mendatangi tempat gym sebagai bagian dari trend gaya hidup kelompok gay urban yang memiliki jiwa narsis dan kepribadian perfeksionis yang sangat mementingkan keindahan bentuk tubuh. Sementara itu, kelompok pria yang memiliki orientasi seksual yang normal, lebih memilih untuk berolahraga untuk mendapatkan tubuh yang sehat dan menjernihkan pikiran.

  Selanjutnya adalah penelitian yang berasal dari dalam negeri yang dilakukan oleh Rohmadian, mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP UPN Veteran, Surabaya, tahun 2010 silam. Judul Penelitian ini adalah Pengaruh Gaya Hidup (Lifestyle) Terhadap Komitmen Pelanggan Dalam Menggunakan Jasa Fitnes Pada The Body Art Aerobic, Fitness and Swimming Pool di Surabaya. Konsumen di dalam memilih dalam suatu produk jasa dipengaruhi oleh faktor perilaku. Karena suatu kebutuhan konsumen memutuskan menggunakan suatu produk, perkembangan trend memiliki tubuh yang sehat dan pentingnya kesehatan berkembang kalangan masyarakat dewasa ini yang mulai sadar akan kebutuhan badan yang sehat dan bugar menjadi dasar bagi pengusaha di bidang jasa alat kebugaran dan sarana fitnes membidik pangsa pasar yang potensial ini.

  Para pemasar harus memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan utuk menjadi member di perusahaan tersebut sehingga pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap jasa yang diterimanya. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah gaya hidup (lifestyle) berpengaruh secara simultan dilihat dari Aktivitas, Minat, Opini terhadap komitmen pelanggan dalam menggunakan jasa fitness pada The Body Art Aerobic, Fitness and

  

Swimming Pool ?Apakah gaya hidup (lifestyle) berpengaruh secara parsial dilihat

  dari Aktivitas, Minat, Opini terhadap komitmen pelanggan dalam menggunakan jasa fitnes pada The Body Art Aerobic, Fitness and Swimming Pool? Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan pelanggan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Mei 2010 sebanyak 162 orang pada The Body Art Aerobic, Fitness and Swimming Pool di Surabaya.

  Dikarenakan 162 pelanggan tersebut merupakan member-member yang aktif dan hadir dalam mengikuti fitness pada The Body Art Aerobic, Fitness and

  

Swimming Pool di Surabaya. Adapun metode dan pemilihan sampel yang

  digunakan dalam penelitian ini adalah sampel nonprobabilitas (Non probability Sampling) dengan jumlah sampel 115 orang. Hasil penelitian secara simultan dengan menggunakan uji F menunjukan adanya pengaruh secara signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dari data yang ada menunjukan bahwa variabel bebas Gaya Hidup dilihat dari Aktifitas (X1), Minat (X2), Opini (X3) berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat yaitu Komitmen Pelanggan (Y). Secara parsial variabel Aktifitas (X1) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Komitmen Pelanggan (Y), dan variabel Minat (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Komitmen Pelanggan (Y), dan variabel Opini (X3) berpengaruh signifikan terhadap variabel Komitmen Pelanggan (Y).