BAB II KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA 2.1 Upah - Politik Pengupahan di Indonesia (Studi Kasus : Penetapan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012)

BAB II KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA

2.1 Upah

  Upah memberikan peranan penting dan memberikan ciri khas suatu

hubungan yang disebut dengan hubungan kerja, bahkan upah merupakan tujuan

utama dari seorang pekerja melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lain.

  Padadasarnyapengertianupahmenganutpadaapayangtermuatdalam konvensiInternational Larbour Organisation (ILO)mengenaiperlindunganupahatauProtectionofwage.Indonesia juga mengikuti acuan tersebut dengan sedikit penyesuaian. Pengertian upah yangdianutolehIndonesiasesuaidenganPeraturanPemerintahNo.08tahun 1981mengenaiperlindungan upah yaitusuatu penerimaan sebagaiimbalandaripengusahakepadaburuhuntuksuatupekerjaanataujasayangtelah atauakandilakukan,dinyatakanataudinilaidalambentukuangyangditetapkanmenurut suatupersetujuanatauperaturan-perundang-undangan,dandibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerjaantara pengusaha dengan buruh, termasuk

   tunjanganbaikuntukburuhsendirimaupunkeluarganya .

  Dengan pengertianupah diatas, maka upah di satu sisi adalah merupakan hak pekerja/buruhdankewajiban pengusaha, di sisilain pekerja/buruh berkewajiban memberikan waktu, tenaga dan pikiran untukbekerjaataumemberikanjasa.Disampingitunegarakitajugamenganutbahwaupa hjugamemiliki sifatsosial, dimanabesarnyaupahdantunjanganharusdapatmemenuhikebutuhankeluarga.

34 Suwanti, Hubungan Indostrial dalam Praktek, Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia 2003 hal

  188

  Undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,mengaturdengantegasdanjelasmengenaipengupahanyangdiaturpa dabagiankedua“pengupahan”tepatnyaPasal88sebagaiberikut:

  Pasal 88 ayat (1) : “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilanyangmemenuhipenghidupanyanglayakbagikemanusiaan”.(2). “Untukmewujudkanpenghasilanyangmemenuhipenghidupanyanglayakbagi kemanusiaansebagaimanadimaksudpadaayat(1).Pemerintah menetapkankebijakanpengupahanyangmelindungipekerja/buruh”. (3).“Kebijakan pengupahanyangmelindungipekerja/buruhsebagaimanadimaksudpadaayat(2 )meliputi: 1.

  Upahminimum 2. Upahkerjalembur 3. Upahtidakmasukkerjakarenaberhalangan 4. Upah tidakmasuk kerjakarenamelakukankegiatanlaindiluarpekerjaannya,

5. Upahkarenamenjalankanhakwaktuistirahatkerjanya 6.

  Dendadanpotonganupah 7. Hal-halyangdapatdiperhitungkandenganupah 8.

  Strukturdanskalapengupahanyangproporsional 9. Upahuntukpembayaranpesangon,dan 10.

  Upahuntukperhitunganpajakpenghasilan MenurutUUNo. 22tahun1999tentangPemerintahanDaerahdan Peraturan

  Pemerintah No. 25 tahun 2000,pengawasanataspelaksanaanupah minimummerupakankewenanganpemerintahpropinsisebagaidaerahotonom. Makapemerintah propinsi perlu memilikipengawasuntukpenegakan hukumketentuanupahminimum,dengankatalaindipemerintahpropinsi perlumemiliki tenaga pengawas spesialis/khusus untuk mengawasi pelaksanaanupahminimum. Pemerintah pusat berwenang menetapkanpedomanpenentuankebutuhanfisikminimum.Besarnya upah minimum tidak lagi ditetapkan oleh pemerintah pusat,pemerintah daerahmelakukan berbagai kajian khususnya mengenai tingkathargadidaerahsebagaiacuanutamauntukmenetapkanupahminimumatas dasar kebutuhanfisikminimum.

  Diatur juga bahwa dalam pengupahan ada 2 (dua) jenis upah yang ditetapkan oleh pemerintahan daerah otonom yaitu ;

  1. UpahMinimumPropinsi(UMP) UMPiniadalahmerupakantingkatupahterendahbagikabupaten/kotayang berada di wilayah propinsi yang bersangkutan tanpa mempertimbangkan sektortertentu.Apabilakabupaten/kotabermaksudmengaturbesarnyaupahmi nimum untukdaerahyang bersangkutan(UMK),maka UMKyang bersangkutanharuslebihtinggidariUMP.ApabilaUMKyangdimaksudsama atau lebih rendah dariUMP, maka tidak perlu pemerintahkabupaten/kota mengatursendiri,tetapimenggunakanstandaryangtelahditetapkanolehUMP.

  2. UpahMinimumSektoral Upah minimum sektoral adalah upahminimum bagi sektoryang bersangkutandanharuslebihtinggidariUMPmaupunUMK.Olehkarenaitu upahminimum sektoral hanya diberlakukan terhadap sektor- sektortertentuyangmemilikikemampuanlebihbaik. Sektorlain yang kemampuannya rendahtidakperludiaturupahminimumsektoralnya,tetapi menggunakan acuan UMP/UMK. upahminimum sektoraldapat diberlakukan untuk tingkat propinsi sehingga menjadi Upah Minimum sektoralpropinsi(UMSP),tingkatkabupaten/kotasehinggamenjadiupahmini mum sektoral kabupaten/kota(UMSK)ataubahkantingkatnasional.

2.1.1 Sejarah KebijakanUpah Minimum Provinsi di Indonesia

  KebijakanupahminimumdiIndonesiapertamakalidiperkenalkanpadaawaltahu n1970an, meskipunsudahmemilikisejarahyangcukup panjang,implementasidarikebijakanupahminimuminitidakbegitutegaspadaawal-

   awalpelaksanaan .

  Dalamperiodetersebutupahminimumditetapkanjauhberadadibawahtingkatkeseimba ngan upahmenunjukkanbahwaupahminimumtidakmengikatbagisebagianbesarpekerja.Up ahminimumdiIndonesiarelatiftidakdipaksakandandigunakanhanyasebagaitujuanyan gbersifat simbolis.

  Kebijakanupahminimummulaidigunakansebagaiinstrumentyangpentingbagi kebijakan pasartenagakerjaolehpemerintahIndonesiapadaakhirtahun1980an.Haliniberawaldar i adanya tekanan internasionalsehubungandenganpelanggaranterhadapstandartkerja InternasionaldiIndonesiapadasaatitu,secarakhususpadasector- sektorusahayangberorientasi ekspor.Secaralebihspesifik,sebuahperusahaan multinasionalterkenalmilikAmerikaSerikatyangberoperasidiIndonesiapadawaktuitud iprotes olehsebuahorganisasipersatuan perdaganganAmerikaSerikat(AFL- CIO)danjugaoleh beberapaaktivishakasasimanusiainternasionalakibatpenetapanupahyangrendahdank ondisi kerjayangburuk.Dalamkasusini,tekanan internasionaltelahmemaksakan untuk 35 terciptanyasebuahklausasosialyangdisebutjugadenganGeneralSchemePreferences(

  Journal of Indonesian Applied Economics, Vol 5, No 2, oktober 2011, hal 278 GSP) yangmanaberisipenolakanatasprodukdarinegarayangsedangberkembang,termasukI ndonesia, dimanastandarkerjanyamasihberadadibawahstandaryangdiakuisecarainternasional.

  Dalamprakteknya,kondisiinimemaksapemerintahIndonesiauntukmautidakma umenjadi lebihperhatianterhadapkebijakanketenagakerjaanmereka,termasukdidalamnyakebij akan upahminimum.Halinidilakukandengan caramenaikkanupahminimumtigakalilipatsecara nominal(atauduakalilipatsecarariil)padaakhirtahun1980anagarsejalandenganbiaya kebutuhanfisikminimum (KFM).KFMsendiridiukurolehbiayadaripaketkonsumsimini- mum,termasukdidalamnyamakanan,perumahan,pakaian,danbeberapajenisbarangya nglain untukpekerja lajangdalamsatu bulan(Sukatrilaksana,2002).

  Adapunkebutuhanfisikminimumseorangpekerjadihitungdarikebutuhanminim umpekerja untukkalori,protein,vitamindanminerallainnya.DengankatalainKFMadalahkebutuh an minimumpekerjayangdibutuhkanselamasatubulanberkaitandengankondisi fisiknyadalam melakukanpekerjaan.Secararincikebutuhan fisikminimumpekerjaadalahsebagaiberikut:

  1. KFMuntukPekerjaLajang, yaitu2600 kaloriperhari.

  2. KFM(K-0)untuk Pekerjadengan istritanpaanak,yaitu4800kaloriperhari.

  3. KFM(K-1)untukPekerjadenganistridan satuoranganakyaitu6700kaloriperhari.

  4. KFM(K- 2)untukPekerjadenganistridanduaoranganakyaitu8100kaloriperhari.

  5. KFM(K-3)untukPekerjadenganistridantigaorang anakyaitu10.000kaloriperhari.

  DalamperkembangannyapengukuranKFMsendirikemudiandirevisipada199 6oleh dewanpengupahannasionaldenganmembuatsebuahpaketkonsumsiyanglebihluasbaik secarakualitasmaupunkuantitasdandikenaldengankebutuhanhidupminimum(KHM)d alam rangkauntukmeningkatkanstandarhiduppekerja.Beberapa komponenjugaditambahkanseperti komponenpendidikan danrekreasi.Berdasarkan kebijakanMenteriTenagaKerjaNo61/1995, KHMdiukurolehpaketkonsumsiyangdetailyangterdiridari43jenisbarang,dimanaterm asuk didalamnya11jenisbarangdalamkelompokmakanan,19jenisdalamkelompokperumah an,8 jenisdalamkelompokpakaian,5jenistermasukdalamkelompokyanglain,yangmanamen ingkat15%sampai20%lebih dariKFMdalamrupiah.

  SecaraumumtingkatupahminimumdiIndonesiaditetapkanpada levelpropinsi.Sebelum otonomidaerah pemerintah pusat (dalamhaliniKementrianTenagaKerja dan Transmigrasi)menetapkan tingkat upahminimumsetiap propinsididasarkanpadarekomendasidaripemerintahdaerah (propinsi), sedangkansetelahotonomidaerah,pemerintah daerahmemilikikebebasan dalammenentukan tingkatupahminimumnya. Sebelumotonomidaerah, propinsisecaraumum hanyamemilikisatu tingkatupahminimumdanberlakuuntukseluruh wilayahkota/kabupaten, sedangkansetelahotonomidaerah,setiapkota/kabupatendiberikebebasanuntukmenen tukan tingkatupahminimumnyasepanjang tidakberadadi bawahtingkatupah minimumpropinsi.

  Sebagaibagian dariperubahan regimpolitikdarisentralisasimenjadi desentralisasi,kewenanganpenetapantingkatupahminimumjugadipindahkankepadati ngkat propinsidankota/kabupaten yang manabekerjasamadengan komisiupahpadatingkatdaerah. Setiapkomisiupahterdiridariperwakilandaridinasketenagakerjaan,pengusaha,perwa kilan serikatpekerjadanbeberapapenasehatahlidariperguruantinggi. Adapun tujuanutamadarikebijakandesentralisasiini adalahuntukmeningkatkanefektivitasekonomi, efisiensi,danpersamaanaksesterhadappublicservices(SugiyartodanEndriga,2008),S MERU (2003)jugaberpendapatbahwadesentralisasikewenangankelevelpemertintahanyangl ebih rendahdalampenetapanUMRjugabertujuanuntukmembagiresikodalambernegosiasi dengan serikatpekerjadisetiapdaerah,sepertimisalnyademonstrasibesarketikaupahminimum naikatauberubah.Lebihlanjut,pemerintahdaerahjugadianggaplebihmengertitentang masalah dankondisiketenagakerjaandaerahnyadibandingkanpemerintahpusatsehinggadesentr alisasi adalahmutlakuntukharusdilakukan.

  Berdasarkanperaturanpemerintah,pemerintahdaerahpadatingkatpropinsime netapkan upahminimumuntuksetiapwilayahdaerahnya,sedangkankota/kabupatenmemilikipilih anuntuk mengikutiataumenetapkanupahminimumdiatastingkatupahminimumpropinsitetapiti dak beradadibawahupahminimumpropinsi(UMP).Namun pelaksanaannyacukupbervariasiantarpropinsi.BeberapapropinsisepertiDKIJakarta, Sumatera utaradan banyak propinsidi luarJawa tetapmenggunakan UMP untuk upah minimumdaerahnya. Disisi yanglainbeberapapropinsisepertiJawaBarat,JawaTengah,JawaTimurdanBalimemili h untukmemilikiupahminimumpadatingkatkota/kabupaten.

  Berdasarkanperaturanpemerintah,dalammenentukantingkatupahminimumb eberapa komponen pertimbangannyaadalah :

1. BiayaKebutuhanHidupMinimum(KHM)

2. Indekshargakonsumen(IHK) 3.

  Kemampuan,pertumbuhandankeberlangsungandariperusahaan 4. Tingkatupahminimumantardaerah 5. Kondisipasarkerja 6. Pertumbuhanekonomidanpendapatanperkapita

  SebagaipelaksanaanPasal89ayat(4)Undang-undangNomor13tahun 2003tentangKetenagakerjaanmakaPenetapan Komponenkebutuhanhidupminimum(KHM)sebagaimanadiaturdalamKeputusanM enteriTenagaKerja

  Nomor: 81/MEN/1995tanggal29Mei1995telahdiubahdandisesuaikan melaluiPeraturanMenteriTenagaKerjadanTransmigrasiRepublikIndonesia Nomor:PER-17/MEN/VIII/2005tentangKomponendanPelaksanaanTahapan PencapaianKebutuhanHidupLayak.DalamperaturanMenteriKetenagakerjaandanTr ansmigrasiRepublik IndonesiaNomor:PER- 17/MEN/VIII/2005yangdimaksuddenganKebutuhan

  HidupLayak(KHL)adalahstandarkebutuhanyangharusdipenuhiolehseorang pekerja/buruh lajanguntukdapathiduplayakbaiksecarafisik,nonfisikdansosial,untukkebutuhan1(s

atu)bulan , terhitung tanggal 10 juli 2012 maka PER-17/MEN/VIII/2005 direvisi

  untuk penyesuaian karena dinilai sudah tidak lagi relevan dengan kondisi di lapangan maka di susunlah permen no 13 tahun 2012 yang esensinya malah lebih buruk daripada permen no 17 tahun 2005 bisa dilihat dalam permen no 13 tahun 2012 KHL di artikan sebagai Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat

  

KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup

layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Dapat disimpulkan dari

  pengertian KHL di tiap permen berbeda secara substansial permen no 13 tahun 2012 justru memangkas kebutuhan buruh, karena tidak lagi ditanggung kebutuhan non fisiknya dan kebutuhan sosialnya.

  KHL sebagai dasar dalam penetapan upah minimum merupakan peningkatandarikebutuhanhidupminimum(KHM)yangbesarnyadiperolehmelalui surveiharga.Surveihargadilakukanolehtimyangterdiridariunsurtripartit yangdibentuk oleh ketua dewan pengupahan propinsi dan/atau kabupaten/kota.Dewanpengupahanpropinsiataukabupaten/kotaadalahsuatu lembaganonstrukturalyangbersifattripartit,dibentukolehGubernur/Bupati/Walikota dan bertugas memberikan saranserta pertimbangankepadaGubernur/Bupati/Walikotadalampenetapanupahminimum.Ya ng kemudian pedomansurveyhargapenetapannilaikebutuhanhiduplayak(KHL) dilakukan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan buruh dengan menambahkan 14 komponen menjadi 60 komponen yaknisebagaiberikut:

  Komponen Kebutuhan Hidup Layak Untuk Pekerja Lajang Dalam Sebulan Dengan 3.000 K Kalori Per Hari

   NO KOMPONEN DAN JENIS KEBUTUHAN

KUALITAS/ JUMLAH

SATUAN

  HARGA SATUAN NILAI SEBULAN KRITERIA KEBUTUH AN (Rp) (Rp)

I. MAKANAN DAN MINUMAN

  10.00 Kg

  5 Gula pasir Sedang

  3.00 Kg 36 Permanakertrans no 13 tahun 2012

  9 Karbohidrat lain (setara tepung terigu) Sedang

  7.50 Kg

  8 Buah-buahan (setara pisang/pepaya) Baik

  7.20 Kg

  7 Sayuran Baik

  2.00 Kg

  6 Minyak goreng Curah

  3.00 Kg

  0.90 Kg

  2 Sumber Protein :

  4 Susu bubuk Sedang

  1 Beras Sedang

  3 Kacang-kacangan : Tempe/tahu Baik

  1.00 Kg

  c. Telur ayam Telur ayam ras

  1.20 Kg

  b. Ikan Segar Baik

  0.75 Kg

  a. Daging Sedang

  4.50 Kg

10 Teh atau Celup

  1.00 Dus isi 25 Kopi Sachet 4.00 75 gr

  11 Bumbu-bumbuan (nilai 1 s/d 10) 15.00 % JUMLAH

II. SANDANG

  12 Celana panjang/rok/Pakaian Muslim katun Sedang 6/12 Potong

  13 Celana pendek katun sedang 2/12 potong Kulit sintetis,

  14 Ikat Pinggang Polos, 1/12 Buah Tidak Branded

  15 Kemeja lengan pendek/blus setara katun 6/12 Potong

  16 Kaos oblong /BH Sedang 6/12 Potong

  17 Celana dalam Sedang 6/12 Potong

  18 Sarung/kain panjang Sedang 3/24 Helai

  19 Sepatu kulit sintetis 2/12 Pasang

  20 Kaos Kaki Katun,Polyester, 4/12 Pasang Polos, Sedang

  21 Perlengkapan pembersih sepatu :

  a. Semir Sepatu Sedang 6/12 Buah

  b. Sikat Sepatu Sedang 1/12 Buah

  22 Sandal jepit Karet 2/12 Pasang

  23 Handuk mandi 100 cm x 60 cm 1/12 Potong

  24 Perlengkapan Ibadah :

  a. Sajadah Sedang 1/12 Potong

  b. Mukenah Sedang 1/12 Potong

  c. Peci, dll Sedang 1/12 Potong JUMLAH

III. PERUMAHAN

  25 Sewa kamar dapat menampung

  1.00 Bulan jenis KHL lainnya

  26 Dipan/tempat tidur No.3, polos 1/48 Buah

  27 Perlengkapan tidur :

  a. Kasur Busa Busa 1/48 Buah

  b. Bantal Busa Busa 2/36 Buah

28 Seprei dan sarung bantal Katun 2/12 Set

  29 Meja dan kursi 1 meja/4 kursi 1/48 Set

  40 Ember plastik isi 20 liter 2/12 Buah

  50 Cermin 30 x 50 cm 1/36 Buah JUMLAH

  49 Pisau dapur Sedang 1/36 buah

  48 Rak Piring Portable plastik Sedang 1/24 buah

  47 Seterika 250 Watt 1/48 buah

  46 Sabun cuci piring (colek) 500 gr 1.00 buah

  1.50 Kg Deterjen

  45 Sabun cuci pakaian cream/

  2.00 Meter Kubik

  44 Air bersih standar PAM

  43 Bola Lampu hemat energi 14 watt 3/12 Buah

  1.00 Bulan

  42 Listrik 900 watt

  41 Gayung Plastik Sedang 1/12 Buah

  39 Gas Elpiji @ 3 kg 2.00 tabung

  30 Lemari pakaian Kayu Sedang 1/48 Buah

  c. Tabung Gas 3 kg Pertamina 1/60 Buah

  b. Selang dan regulator SNI 1/24 Set

  a. Kompor Gas 1 tungku SNI 1/24 Buah

  38 Kompor dan Perlengkapannya :

  37 Rice Cooker ukuran 1/2 liter 350 watt 1/48 Buah

  36 Sendok masak almunium 1/12 Buah

  35 Panci almunium ukuran 32cm 2/12 Buah

  34 Wajan almunium ukuran 32cm 1/24 Buah

  33 Ceret almunium ukuran 25cm 1/24 Buah

  c. Sendok dan garpu Sedang 3/12 Pasang

  b. Gelas minum Polos 3/12 Buah

  a. Piring makan Polos 3/12 Buah

  32 Perlengkapan makan :

  31 Sapu Ijuk Sedang 2/12 Buah

IV. PENDIDIKAN

  51 Bacaan/ Tabloid/ 4 atau Eks atau Radio 4 band 1/48 buah

  52 Ballpoint/pensil Sedang 6/12 buah JUMLAH

  V. KESEHATAN

  53 Sarana kesehatan :

  a. Pasta gigi 80 gram

  1.00 Tube

  b. Sabun mandi 80 gram

  2.00 Buah

  c. Sikat gigi produk lokal 3/12 Buah

  d. Shampoo produk lokal

  1.00 Botol 100 ml e. Pembalut atau isi 10

  1.00 Dus alat cukur 1.00 set

  54 Deodorant 100 ml/g 6/12 Botol

  55 Obat anti nyamuk Bakar

  3.00 Dus

  56 Potong rambut ditukang 6/12 Kali cukur/salon

  57 Sisir Biasa 2/12 Buah JUMLAH

  VI. TRANSPORTASI

  58 Transport kerja dan lainnya Angkutan Umum

  30 Hari (PP) JUMLAH

  VII. REKREASI DAN TABUNGAN

  59 Rekreasi daerah sekitar 2/12 Kali

  60 Tabungan (2% dari nilai 1 s.d 59) 2 % JUMLAH JUMLAH (I + II + III + IV + V + VI +

  VII)

  Sejarah Upah Di Indonesia Adalah Retorika Sejarah Dasar pijakan pengupahan di Indonesia terus berkembang dari waktukewaktu, istilah penentuan upah juga terus berkembang tetapi esendinya tetap sama saja mulai dari kebutuhan fisik minumum (KFM), kebutuhan hidup minimum (KHM) hingga penentuan upah berdasarkan kebutuhan hidup layak

  (KHL). Untuk memahami tentang penetapan upah di Indonesia dapat kita telusuri di dalam perkembangan dasar penentuan upah yang bisa dilihat dari istilahnya, sudah sangat jelas bahwa penentuan upah di Indonesia adalah semangat dari politik upah murah yang sangat menempatkan upah sebagai kebijakan yang murah. Hal ini dapat dilihat dan nyata dari semangatnya yaitu upah berdasarkan kebutuhan fisik minimum (KFM) dan upah berdasarkan kebutuhan hidup minimum (KHM) artinya bahwa buruh Indonesia hanya diperbolehkan hidup minimum untuk mempertahankan kehidupannya agar bisa bekerja, meskipun perkembangan berikutnya dasar penentuan upah ini menjadi kebutuhan hidup layak (KHL) tetapi pertanyaannya apakah kemudian dapat serta merta memberikan perubahan mendasar dari sistem kebijakan pengupahan di Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan buruh.Meskipun sudah berdasarkan KHL namun perubahan tersebut tidak menyentuh substansi, tetapi hanya bersifat formal,hanya sekedar berubah nama saja upah buruh tetaplah murah,Dalam sistem pengupahan yang digariskan oleh kebijakan dari sistem pengupahan tersebut diatas bahwa perhitungan atas upah di Indonesia adalah standar kebutuhan hidup untuk kebutuhan hidup lajang, meskipun sudah ditentukan untuk kebutuhan hidup lajang masih terus dimanipulasi pada pelaksanaan teknis dalam penentuan upah. Lebih lanjut pemerintah memang dengan sangat terang melakukan kampanye politik upah murah melalui kebijakan ini hal ini dapat dilihat pada daftar barang dan jasa yang menjadi panduan survei untuk menentukan upah yang diatur dalam komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak. Meskipun dalam Permen 13 tahun 2012 ini terdapat perbedaan dari peraturan sebelumnya dengan adanya penambahan yang diatur dalam peraturan sebelumnya dari 46 komponen menjadi 60 komponen ini artinya ada 14 komponen yang ditambahkan. Tapi salah satu hal yang tidak pernah berubah adalah standar barang dan jasanya tidak pernah berubah kualitasnya sehingga peraturan ini dengan sangat jelas mengatakan bahwa buruh Indonesia, tidak boleh berkeluarga, buruh Indonesia tidak boleh tinggal ditempat yang lebih baik dan buruh di Indonesia juga tidak boleh memiliki rumah dan lain sebagainya semua barang dan jasa yang menjadi dasar perhitungan adalah barang dan jasa kelas 3 atau dalam lampiran tersebut disebutkan kualitas sedang.

  Meskipun upah telah ditentukan oleh pemerintah dalam hal ini oleh Gubernur tetapi penolakan upah terus berkembang dengan mengajukan penangguhan upah sebagaimana dengan Peraturan Menteri Tenagakerja No. 1 tahun 1999 tentang penangguhan pelaksanaan upah yang dilakukan oleh pengusaha sampai pada pengingkaran dengan sangat terang dipabrik-pabrik dimana para pengusaha tidak melaksanakan pembayaran upah berdasarkan ketentuan yang telah ditentukan oleh Gubernur dengan berbagai alasan, belum lagi dengan tidak berjalanya aparat pemerintah dalam menjalankan fungsinya (pengawasan) diberbagai daerah dan tempat dalam memastikan bahwa pengusaha menjalankan kebijakan pengupahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah disisi lain.

  Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumatera Utara Penetapan upah minimum provinsi (UMP) di daerah otonom menempatkan kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan terbesar dalam memutuskan yaitu Gubernur untuk tingkatan provinsi. Meskipun begitu dalam prakteknya politik yang dibangun pengusaha maupun serikat buruh mampu memberikan tekanan politis buat gubernur dalam membuat keputusan tahunan ini, banyak tekanan politik yang dapat dijumpai dalam penetapan UMP tahun 2013 melalui media ataupun tuntutan langsung ke pemerintah, para pengusaha yang jumblahnya tidak banyak dalam hal ini tentu saja mengandalkan kelebihan itelektualitasnya dengan membangun isu-isu yang menjadi refrensi pemerintah atau pun kritik langsung terhadap pemerintah. Sementara serikat buruh akan mengandalkan basis massa yang kuat dan luas dalam menekan gubernur secara politis.

  Indonesia sebagai negara demokratis tentu saja ini adalah sangat penting bagaimana dapat memenangkan demokrasi melalui mayoritas tunduk pada minoritas. Dalam menggelontorkan isu tentu saja adalah upaya pengusaha dalam menarik simpatik masyarakat luas tentang kondisi perindustrian Indonesia, tentang peningkatan ekonomi Indonesia dalam kaitannya kemampuan pengusaha dalam membayarkan upah buruh, seperti membangun isu gulung tikarnya perusahaan, kalah bersaingnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), meningkatnya inflasi, menurunnya minat investor, ancaman PHK dan sebagainya.

   Misalkan artikel yang berjudul “Apindo Keluhkan UMP” yang menjelaskan

  dalam MUNAS IX APINDO Sofjan Wanandi mengeluhkan tuntutan UMP oleh buruh di berbagai daerah yang terlalu tinggi, hal ini dinilai tidak memperhatikan pertumbuhan iklim perekonomian Indonesia, Apindo menilai buruh mengada-ada soal tuntutan UMP bahkan banyak ancaman yang diberikan pengusaha terhadap pemerintah ataupun buruh secara langsung dalam medial, karena pengusaha menilai buruh Indonesia yang kurang produktif dan tidak terampil belum sesui untuk dapat diberikan upah setinggi itu, misalkan saja ancaman pengusaha melalui media yang akan mengganti tenaga buruh dengan mesin dan ancaman pengusaha terhadapa pemerintah tentang keengganan investor dating ke

38 Indonesia , beberapa tekanan politik pengusaha sedikit membuahkan hasil, di

  Sumut sendiri tuntutan buruh yang awalnaya 2 juta rupiah dapat di turunkan 1,375 juta rupiah, ini adalah salah satu bentuk kemenangan pengusaha dalam membangun isu penuntutan UMP oleh buruh, berbagai tekanan politik dengan membangun isu serta analisis, membuat keluhan pengusaha menjadi bahan pertimbangan buat Gubernur Sumatera utara dalam menetapkan UMP Sumatera utara.

   38 Keterangan pengusaha tentang ancaman terhadap buruh diakses melalui situs :

  Sementara buruh sendiri terus melakukan tekanan perbaikan upah terhadap Gubernur Sumatera utara, dalam melancarkan tekanan politis buruh lebih memilih melalui gerakan social atau aksi massa, jumblah buruh yang lebih mayoritas ketimbang pengusaha tentu akan menjadi bahan pertimbangan dalam demokrasi Insonesia, tercatat di sumatera utara sudah sejak lama ada aksi buruh dalam menuntut upah minimum regional (UMR) namun pada prakteknya masih jauh dari harapan buruh, bahkan dalam prakteknya di tingkat pabrik masih banyak pabrik yang memberikan upah di bawah UMR, tahun 1997 buruh PT Raksobudi Adijaya menuntut pembayaran upah sesui UMR gerakan buruh hanya dibangun hanya di tingkatan pabrik dan yang meenjadi sasaran aksi adalah pihak pabrik, begitu juga dengan upaya perbaikan upah di pabrik lain masih bergerak di tingkatan pabrik belum terbangun kesadaran yang luas diantara serikat buruh dalam menuntut perbaikan upah. Pada maret 1998 aksi massa buruh yang luas terbangun 900 massa aksi dari 3 perusahaan berbeda di intan group melakukan aksi perbaikan upah buruh tetapi sasaran aksi nmasih dalam tingkatan pabrik. Oktober 1999 baru terbentuk kesadaran luas buruh sumatera utara dengan membentuk Dewan Buruh Sumatera Utara (DBSU) yang menuntut pengusutan PT GSS di kantor gubernur sumatera utara, pada bulan yang sama juga terbentuk forum buruh mabar belawan independent, forum buruh zona sunggal dan STM PETARAS.

  Penuntutan perbaikan upah yang luas dan melibatkan berbagai elemen perburuhan pertama kali dimulai tahun 2001 yang mana forum NGO-SB sebagai aliansi yang melangsungkan aksi di depan kantor gubernur sumatera utara dengan membacakan pernyataan menolak UMP 2002, sementara untuk UMP 2013 pada tahun 2012 aksi massa buruh berlangsung hingga 3 kali, buruh terus menerus melakukan tekanan politik terhadap gubernur sumatera utara agar lebih memperhatikan kehidupan buruh, terbukti di awal aksi buruh yang beraliansi dengan nama Dewan Buruh Sumatera Utara (DBSU) dengan ribuan massa aksi menuju gerbang tol tanjung morawa yang hasilnya menaikkan UMP yang awalnya Rp1.200.000 menjadi Rp1.300.000, tetapi tidak sampai disitu buruh kembali melakukan aksi massa yang lebih luas dengan melibatkan gerakan buruh yang lebih banyak dan merubah aliansi menjadi Pekerja Buruh Melawan (PBM) dan berhasil menaikkan UMP menjadi Rp1.375.000, PBM yang menuntut UMP sebesar Rp2.000.000 merasa nilai 1,375 juta rupiah belum mampu mensjahterakan buruh malahan dinilai hanya sebagai upaya pemerintah dalam menyesuaikan penghasilan buruh dengan kenaikan harga-harga di pasar, bukan dalam upaya mensejahterakan buruh maka dari itu PBM kembali melakukan aksi satu kali lagi.

  Menurut Marx selama masih adanya penguasaan alat produksi maka akan tetap ada pertentangan kelas, dalam masyarakat industry akan menciptakan kelas pengusaha dan kelas buruh, perjuangan kelas adalah pertentangan yang kontradiktif dan tidak terdamaikan, buruh hanya bergantung pada upah dalam melanjutkan hidupnya sementara pengusaha yang berorientasi keuntungan yang berlipatganda akan terus mengintensifkan penghisapannya terhadap buruh, karena harga komoditas dan capital yang tidak dapat ditekan maka upah buruh adalah solusinya, buruh dan pengusaha tidak akan pernah menjadi mitra bekerja tetapi kelas yang menguasai alat produksi akan terus menghisap kelas yang lain dengan cara berkolaborasi bersama birokrasi, kanaikan upah buruh akan kembali dirampas melalui kenaikan harga-harga (inflasi), pajak penghasilan, iuran jaminan kesehatan, iuran jaminan keselamatan kerja dll.

2.1.2 Dewan Pengupahan Daerah

  Berdirinya Dewan pengupahan daerah adalah wujud implementasi dari Kepres Republik Indonesia No.107 tahun 2004, dewan pengupahan daerah bertugas untuk menetapkan kebutuhan hidup layak (KHL) atau standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan dengan melakukan survey tentang harga-harga kebutuhan pokok. Dewan pengupahan terdiri dari dewan pengupahan Tk I provinsi dan dewan pengupahan Tk II kabupaten/kota, dewan pengupahan provinsi adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan anggotanya diangkat oleh Gubernur dengan tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka penetapan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan ditingkat provinsi serta menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional dan dewan pengupahan kabupaten/kota adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan anggotanya diangkat oleh Bupati/Walikota yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati/Walikota dalam rangka pengusulan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan di tingkat Kabupaten/Kota serta menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional.

  Dewan pengupahan daerah menentukan nilai masing-masing komponen dan jenis KHL diperoleh melalui survei harga yang dilakukan secara berkala. Kualitas dan spesifikasi teknis masing-masing komponen dan jenis KHL disepakati sebelum survei dilaksanakan dan ditetapkan oleh ketua dewan pengupahan provinsi atau ketua dewan pengupahan kabupaten/kota. Survei dilakukan oleh dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan kabupaten/kota dengan membentuk tim yang keanggotaannya terdiri dari anggota dewan pengupahan dari :

1. Unsur tripartit, 2.

  Unsur perguruan tinggi/pakar,dan 3. Badan pusat statistik setempat.

  Hasil survei ditetapkan sebagai nilai khl oleh dewan pengupahan provinsi dan/atau kabupaten/kota. survei komponen dan jenis khl dilakukan dengan menggunakan pedoman peraturan menteri no 13 tahun 2012 tentang pedoman survey KHL, sementara apabila di Kabupaten/Kota belum terbentuk Dewan Pengupahan, maka survei dilakukan oleh Tim Survei yang dibentuk oleh Bupati/Walikota, tim keanggotaannya secara tripartit dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat.

  Nilai KHL yang ditetapkan oleh dewan pengupahan kabupaten/kota atau bupati/walikota disampaikan kepada gubernur secara berkala, penetapan upah minimum oleh gubernur berdasarkan KHL dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, dalam penetapan upah minimum gubernur harus membahas secara simultan dan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :

  1. Nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survei; 2.

  Produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama;

  3. Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan nilai PDRB; 4.

  Kondisi pasar kerja merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama;

  5. Kondisi usaha yang paling tidak mampu (marginal) yang ditunjukkan oleh perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada periode tertentu.

  6. Saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan Provinsi dan rekomendasi Bupati/Walikota.

  Upah minimum provinsi yang ditetapkan gubernur didasarkan pada nilai KHL kabupaten/kota terendah di provinsi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja dan usaha yang paling tidak mampu (marginal) dan yang terpenting upah minimum yang ditetapkan oleh gubernur berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Pencapaian KHL dalam penetapan upah minimum merupakan perbandingan besarnya upah minimum terhadap nilai KHL pada periode yang sama. Penetapan upah minimum diarahkan kepada pencapaian KHL, pencapaian KHL diwujudkan secara bertahap dalam penetapan upah minimum oleh Gubernur. Dewan Pengupahan Sebagai Alat Kelas Penguasa Hadirnya dewan pengupahan seperti memberi angin segar kepada buruh karena masuknya buruh dalam komposisi penentu besaran upah yang akan di rekomendasikan ke kepala daerah, padahal dewan pengupahan ini sesungguhnya tidak memiliki daya tawar apapun khususnya wakil dari buruh karena perpaduan antara pengusaha dan perwakilan pemerintah bergitu kental, seperti kata marx negara adalah alat kelas untuk menindas kelas yang lain, teori kelas muncul dalam analisis marx tetang sistem kapitalisme dimana kelas yang memonopoli alat produksi menciptakan negara dan segala regulasinya untuk menindas kelas yang lain yang tidak memiliki alat produksi, menurut marx sejarah perkembangan masyarakat adalah sejarah pertentangan kelas, maka dalam perjalanannya kelas yang menguasai alat produksi terus memperbaharui sistem penghisapanya seperti kebijakan UMP yang memecah perjuangan buruh tentang upah dan dewan pengupahan yang seolah-olah menempatkan buruh dan pengusaha sebagai mitra.

  Selanjutnya meskipun komposisi dari Dewan pengupahan adalah terdiri dari tiga pihak atau yang biasa disebut tripartite yaitu perwakilan dari pemerintah, pengusaha dan buruh tetapi tetap saja yang paling menentukan didalam penentuan upah minimum provinsi adalah Kepala daerah Gubernur untuk tingkat propinsi, sedangkan kedudukan dewan pengupahan hanya bersifat usulan berdasarkan hasil survei yang syarat manipulasi. Sementara wewenang untuk menentukan upah tetap menjadi hak Gubernur Propinsi. Kemudian penentuan upah ini juga hanya menggunakan dasar hasil survei pasar padahal tersedia banyak metode dalam penentuan upah seperti survei kebutuhan buruh yang belum pernah dilaksanakan.

  Pengusaha dapat mempelopori kemajuan kehidupan kaum buruh. Pengusaha sangat berkepentingan karena jika kesejahteraan buruh meningkat upahnya layak dan iklim kerjasama dapat diciptakan maka produktivitas buruh dapat ditingkatkan.Peningkatan ini akan memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan perusahaan. Namun sayangnya, pihak pengusaha yang paling diuntungkan oleh sistem initidakberpikir demikian, karena wajah sistem ekonomi yangselama ini terkesan mengagumkan ternyata juga menyimpan sisi lain yangmengerikan yang kemudian tampakadalahmanusia-manusia yang saling bersaingdanberusaha mengeksploitasi manusia lainnya untuk kemakmuran dirinya sendiri.

2.2 Buruh

  Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karenaadanyapekerjaanyangharusdilakukandimanaadaunsurperintah,upah danwaktu.

2.2.1 Sejarah Lahirnya Buruh dan Gerakan Buruh di Indonesia Sejarah Lahirnya Buruh

  Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Penemuan mesin (tenaga) uap di Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi

  

  barang/jasa dalam skala besar . Sebelum itu, secara tradisional, pekerjaan di bidang agrikultur diselenggarakan mengikuti sistem feodalistik, pekerja atau buruh tani mengerjakan tanah milik tuan tanah dan menghidupi diri mereka dari hasil olahan ladang yang mereka kerjakan sendiri. Sejak abad pertengahan, di perkotaan, kerja terlokasir di pusat-pusat kerja kecil dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok pekerja dengan keahlian tertentu (gilda) yang memonopoli dan mengatur ragam bidang-bidang pekerjaan tertentu. Sekalipun demikian, kelas wirausaha (entrepreneur) baru yang bermunculan menuntut kebebasan dalam rangka memperluas cakupan dan jangkauan aktivits mereka.

  Revolusi Prancis (1795) menjadi simbol tuntutan dari kelompok baru masyarakat modern yang mulai muncul: diproklamirkan keniscayaan persamaan derajat bagi setiap warga Negara dan kebebasan berdagang (bergiat dalam lalu 39 lintas perdagangan). Hukum pada tataran Negara-bangsa dikodifikasikan ke dalam

  

Agusmidah, Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia–Denpasar: Pustaka Larasan; Jakarta: Universitas Indonesia; Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2012 kitab undang-undang yang dilandaskan pada prinsip-prinsip baru seperti kebebasan berkontrak dan kemutlakan hak milik atas kebendaan. Perserikatan kerja yang dianggap merupakan peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-gilda dihapuskan.

  Napoleon menyebarkan ide baru tentang sistem demikian ke seluruh benua Eropa. Meskipun demikian, selama kurun abad ke-19 tampaknya kebebasan- kebebasan baru tersebut di atas hanya dapat dinikmati sekelompok kecil masyarakat elite yang kemudian muncul. Mayoritas masyarakat pekerja/buruh kasar tidak lagi dapat menikmati cara hidup tradisional mereka (yang dahulu berbasis agrikultur) dan terpaksa mencari penghidupan sebagai buruh pabrik. Kebebasan-kebebasan di atas (berkenaan dengan kebebasan berkontrak dan hak milik absolut) secara dramatis memaksakan gaya hidup yang sama sekali berbeda pada mayoritas masyarakat pencari kerja (usia produktif). Mereka terpaksa menerima kondisi kerja yang ditetapkan secara sepihak oleh kelompok kecil majikan penyedia kerja. Kemiskinan memaksa mereka, termasuk keluarga dan anak-anak kecil, bekerja dengan waktu kerja yang sangat panjang. Kondisi kerja yang ada juga mengancam kesehatan mereka semua. Gerakan sosialis yang kemudian muncul, namun juga kritikan dari pemerintah, gereja dan militer, kemudian berhasil mendorong diterimanya legislasi perburuhan yang pertama. Di banyak Negara Eropa, buruh anak dihapuskan. Tidak berapa lama berselang penghapusan ini diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain berkenaan dengan jam kerja buruh perempuan di bidang industri. Baru kemudian aturan yang sama muncul untuk buruh laki-laki.

  Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi sitem perburuhan mereka perihal kontrak atau perjanjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan pada konsep-konsep dari Hukum Romawi. Satu prinsip baru diperkenalkan, yaitu bahwa buruh atau pekerja adalah pihak yang lebih lemah dan sebab itu memerlukan perlindungan. Buruh mulai mengorganisir diri mereka sendiri dalam serikat-serikat pekerja (trade unions). Secara kolektif mereka dapat bernegosiasi dengan majikan dalam kedudukan kurang lebih setara dan dengan demikian juga untuk pertama kalinya diperkenalkan konsep perjanjian/kesepakatan kerja bersama (collective agreement). Hugo Sinzheimer, guru besar hukum dari Jerman adalah yang pertama kali mengembangkan konsep kesepakatan kerja bersama dan mendorong legalisasinya. Konsep yang ia kembangkan di Jerman pada era Weimar dicakupkan ke dalam perundang- undangan dan langkah ini menginspirasi banyak Negara lain untuk mengadopsi konsep yang sama.

  Di Jerman pula diperkenalkan pertama kali konsep dewan kerja (works council) yang juga menyebar ke banyak Negara di Eropa pada abad ke-20. Asuransi/jaminan sosial sudah berkembang di Jerman pada akhir abad ke-19 dan menyebar ke seluruh Eropa sejak awal abad ke-20. Pada tataran berbeda, juga dikembangkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang dibuat dengan tujuan mencegah persaingan antar negara dengan dampak buruk (penurunan standard perlindungan buruh; race to the bottom). Pada akhir Perang Dunia Pertama, revolusi sosial di Russia dan Jerman menyadarkan banyak pemerintah bahwa diperlukan pengembangan kebijakan sosial yang bersifat khusus. Dalam perjanjian perdamaian (pengakhiran perang dunia pertama; the Peace Treaty of Versailles) pada 1919 dibentuklah the International Labour Organisation (ILO).

  Pendirian Organisasi Perburuhan Internasional ini dilandaskan kepercayaan bahwa perdamaian yang lebih langgeng harus dibangun berdasarkan keadilan sosial. Berkembangnya legislasi bidang perburuhan di banyak negara juga terdorong oleh krisis ekonomi (malaise, 1930-an) dan pengabaian hukum secara massif oleh pemerintahan Nazi-Jerman. Presiden Amerika Serikat, Roosevelt, pada akhir Perang Dunia ke-2 mendeklarasikan four freedoms (empat kebebasan) yang terkenal, dalam hal mana kebebasan ke-empat, freedom from want (kebebasan dari kemiskinan) merujuk pada keadilan sosial. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights; 1948) dengan tegas menyatakan bahwa hak-hak sosial adalah bagian dari hak asasi manusia. Negara-negara Eropa mengembangkan Negara kesejahteraan di mana warga-negara dilindungi oleh pemerintah dari sejak lahir sampai mati (from the cradle to the grave).

  ILO terus menambah jumlah konvensi dan mengembangkan satu International Labour Code yang mencakup semua persoalan yang terkait dengan perburuhan. Sekalipun demikian, selama dan pasca krisis minyak bumi di 1970- an, hukum perburuhan dan jaminan sosial tampaknya telah mencapai puncak perkembangannya. Pada masa itu pula ditengarai adanya sisi lain dari perkembangan sistem perburuhan : perlindungan yang terlalu ketat kiranya menyebabkan berkurangnya daya saing industri dan kelesuan pekerja.

  Pada 1990-an, kejatuhan dan kehancuran sosialis di Negara-negara Eropa Timur mendorong gerakan liberalisasi. Dalam konteks menanggapi tuntutan globalisasi dikembangkanlah Undang-undang Perburuhan Eropa. ILO memperbaharui konvensi-konvensi yang ada dan menekankan pentingnya sejumlah hak-hak buruh yang terpenting (core labour rights). Sekalipun undang- undang perburuhan Eropa merupakan satu contoh nyata yang mencerahkan bagi banyak Negara berkembang, ihtiar perbaikan atau pemajuan standard sosial di Negara-negara tersebut masih berjalan sangat lambat. Sejak 1970-an, Bank Dunia maupun PBB lebih memperhatikan pemajuan hak-hak sosial dan ILO mendorong dan mendukung perkembangan sosial di Negara-negara berkembang.

  Sejarah Gerakan Buruh Di Indonesia

  Zaman Kolonial Belanda Abad ke 19 merupakan abad paling revolusioner dan penuh sejarah di negeri kepulauan yang dikenal Indonesia. Di awal abad itu Konsep negara dipersiapkan oleh Herman Willem Daendels (1808-1811). Pada abad ini pula pola sistem sosial kapitalistik terbentuk di Indonesia. lembaga keuangan seperti NHM dan Javasche Bank didirikan dalam upaya menghancurkan hegemoni komersil Inggris. Pada zaman ini tampil pengusaha-pengusaha Eropa mengelola SDA

  Industri perkebunan dan pabrik, dimana kaum bumiputera disiapkan jadi buruh, ini lah pertamakalinya kemunculan buruh di Indonesia.

  Sejarah gerakan buruh di Indonesia dimulai sejak zaman kolonial hindia belanda moment pentingnya adalah 1830-1870 dimana produk hukum kolonial belanda dikecetuskan cultuurstelsel. Sementara tahun 1870 dirancangnyaAgrarische wet. Sementara pada zaman liberalisme sampai ke zaman Reformasi adalah periode yang sangat panjang, tiap-tiap masanya mempunyai perbedaan walau pada esensinya buruh selalu mengalami ketertindasan, namun hal inilah yang membuat betapa pentingnya untuk mengkaji

  

  Pada masa ini telah ada industrial kapitalistik (hubungan modal antara buruh dengan pengusaha) untuk memproduksi barang secara masal sejak tahun

  

  1830 . Pada tahun 1842 terjadi rotasi penanaman tebu di kabupaten Batang keresidenan Pekalongan dan menjalankan politik perluasan penanaman tebu. Sehingga pada saat itu memerlukan tenaga kerja yang banyak. Sejumlah masyarakat desa tersebut melakukan kerja. Tetapi tenaga kerja yang membuka dan mengelola lahan itu tidak dibayar dengan alasan karena belum cukup melunasi pajak natura tebu yang ada dalam kontrak kerja. Oleh karena itu planter (penanam tebu) tidak mau melunasi dan bahkan para planter melakukan tuntutan untuk kenaikan upah. Sementara di Yogjakarta pada tahun 1882 terjadi mogok buruh yang berturut-turut. Pertama tahun bulan juli 1882 sasaran 4 pabrik, kedua agustus 1882 5 pabrik dan perkebunan ketiga oktober 1882, melanda 21 perkebunan. Isi tuntutan buruh tersebut adalah kenaikan Upah, kerja yang berat, kerja jaga tiap hari 1 hari dalam 7 hari, upah tanam yang tidak sering dibayar, harga bambu dari petani terlalu murah serta pegawas belanda memukuli buruh. Pada abad ke 19 cenderung tulisan-tulisan ilmiah mengangkat persoalan proses 40 petani. 41 Edi Cahyono dan Soegiri. Gerakan Serikat Buruh. Hasta Mitra. 2003.

  ibid, hlm 106

  Sementara petani hindia belanda adalah petani yang dikategorikan buruh tani atau miskin. Konsep tentang kepemilikan tanah akan mempengaruhi perkembangan buruh di hindia/Indonesia. Van des bosch adalah pranata pribumi. Dalam mengelolah tanah digunakan ikatan adat. Artinya tuan-tuan tanah di desa- desa dijadikan alat untuk melanggengkan perampasan tanah rakyat. Penghidupan rakyat semakin sengsara akibat dari sistem tanam paksa yang diterapkan Van Des Bosch, ia memadukan antara perkebunan dan pertanian. Tetapi perlu diingat bahwa STP tidaklah mempunyai keinginan membangun industri nasional. Mereka hanya membangun komoditi-komoditi yang dibawa dari luar untuk dikelola pribumi secara paksa.

  Kenyataannya jauh lebih menindas daripada hukumnya sendiri yang mengesahkan penindasan tersebut. Tanah yang diserahkan oleh petani pada kenyataannya tidaklah 1/5 melainkan 2/3 bahkan terkadang seluruhnya; bekerja wajib tidak 66 hari melainkan paling minimal tiga bulan dan tanpa dibayar. Mereka hanya diberi makan dan tempat tinggal diatas perkebunan yang menyerupai kandang kambing, sehingga banyak yang mati karena menderita kelaparan dan terjangkit berbagai jenis penyakit. Sementara di sektor perkebunan, dikeluarkan apa yang disebut Poenale Sanctie, sebuah peraturan yang sangat menindas para buruh yaitu keharusan bagi pekerja untuk tidak meninggalkan pekerjaan sebelum habis kontrak. Mobilisasi tenaga kerja besar-besaran dengan cara paksa ini telah melahirkan golongan baru dalam masyarakat Indonesia yaitu klas buruh yang lahir dari pembukaan perkebunan besar dan pabrik-pabrik manufaktur yang ada di jawa-sumatera-kalimantan-sulawesi. Dari hari ke hari klas buruh bertambah jumlah dan kualitasnya seiring dengan semakin banyaknya petani kehilangan tanah, kerja paksa dan rendahnya pendapatan dari hasil pertanian. Demikian pula dengan pembangunan tranportasi modern seperti kereta api telah melahirkan buruh kereta api.

  Berdirinya bengkel mesin telah melahirkan buruh bengkel, bertambahnya buruh-buruh pelabuhan, buruh angkut dan lain sebagainya. Hal ini sebenarnya telah berlangsung sejak zaman Daendels dan Raffles. Inilah yang dinamakan dengan proletarisasi besar-besaran untuk kepentingan kolonial Belanda. Bedanya proletar yang tercipta, bukan dari hubungan produksi kapitalisme, tapi feodalisme Indonesia yang dimanfaatkan oleh kolonialisme Belanda. Ini ditandai dengan adanya penggunaan tuan tanah lokal dalam pelaksnaaan Sistem Tanam Paksa.

  Setelah 1870 perkembangan industri semakin pesat. Zaman dikenal sebagai zaman liberal ini mendorong swasta eropa untuk datang ke Indonesia. Sebagian perdagangan swasta mengambil ahli peran yang selama ini dilakukan Oleh NHM. Dalam hal ini investasi tidak hanya di jawa tetapi telah meluas ke sumatera. Hal ini berbeda dengan di jawa. Dimana di jawa ada proses mentranformasikan stuktur feodal/kerajaan ke stuktur birokrasi kolonial.

  Sementara di sumatera tidak perlu. Hal ini dikarenakan di daerah deli oleh

  

jacobus nienhuys mendatangkan buruh dari semenanjung melayu. Tetapi pada

  perkembangannya, karena buruh melayu mahal maka buruh didatangkan dari Jawa. Serikat-serikat buruh orang-orang eropa di hindia belanda berdiri sejak abd ke-19. Berturut-turut lahir seperti nedelandsch-indish onderwijzers genotschap (NIOG) tahun 1897, SS bond di jawa, suikerbond (1960), Cultuurbond, Vereeninging voor spooren tramweg personel in Ned-idie di semarang 1908.

  Suikerbond tahun 1909 di surabaya, Duanebond tahun 1911, postbond tahun 1912, pandhuisbond 1913. Faktor utama berdirinya pertumbuhan organisasi buruh adalah dimana di nederland sedang mengalami pertumbuhan gerakan buruh. Ciri- ciri organisasi buruh pada masa itu adalah tidak diperbolehkan mendirikan organisasi buruh di luar ijin dari kolonial belanda (pasal 111 regeling reglement).