Analisis Faktor Penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Provinsi Sumatera Utara

(1)

ANALISIS FAKTOR PENENTU KEBUTUHAN HIDUP LAYAK

(KHL) DAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) DI

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

DELIZA SYAIFHAS

117018019/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

ANALISIS FAKTOR PENENTU KEBUTUHAN HIDUP LAYAK

(KHL) DAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) DI

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DELIZA SYAIFHAS

117018019

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : ANALISA FAKTOR PENENTU KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL) DAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa :Deliza Syaifhas Nomor Pokok :117018019

Program Studi :Ekonomi Pembangunan

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ramli, MS.) (Dr. Rahmanta, M.Si Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur


(4)

Tanggal lulus : 28 Agustus 2013

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ramli, MS Anggota : 1. Dr. Rahmanta, M.Si

2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., M.Ec 3. Dr. HB. Tarmizi, SU


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Deliza Syahifas NIM : 117018019

Program : Magister Ekonomi Pembangunan

Dengan ini Saya menyatakan Tesis yang berjudul “Analisis Faktor Penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Provinsi Sumatera Utara”, adalah benar hasil kerja Saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Agustus 2013 Yang membuat pernyataan,

117018019/EP Deliza Syaifhas


(6)

ANALISIS FAKTOR PENENTU KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL) DAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tesis ini mengkaji mengenai faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumatera Utara dengan menggunakan model analisis jalur dan regresi, yang terdiri dari dua (2) struktur dengan menggunakan variabel perantara. Pengolahan data dilakukan dengan program IBM SPSS 19 yang merupakan analisis multivarit dengan banyak model.Data yang digunakan adalah data sekundar berupa data tahunan yang dimulai dari tahun 2010 sampai dengan 2012 yang diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja Sumatera Utara di Medan. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini variabel dependen endogenous Upah Minimum Provinsi (UMP), variabel perantara Kebutuhan Hidup Layak (KHL), variabel independen exogenous makanan dan minuman, sandang, perumahan, perndidikan, kesehatan dan transportasi.Hasil penelitian menunjukan bahwa pada persamaan struktural pertama seluruh variabel exogenous terhadap variabel intervening berpengaruh signifikan dan persamaan struktural kedua seluruh variabel exogenous termasuk juga variabel perantara berpengaruh tidak signifikan terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumatera Utara. Melalui program SPSS dapat diketahui pengaruh secara langsung, tidak langsung dan pengaruh total. Pengaruh secara langsung, diperoleh variabel yang berpengaruh positif dan signifikan serta mempunyai bobot yang tertinggi diantara variabel lain terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah kenaikan nilai Makanan dan Minuman dengan koefisien sebesar 0,499. Pengaruh secara tidak langsung, diperoleh variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan serta mempunyai bobot tertinggi diantara variabel lain terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah kenaikan nilai Perumahan dengan koefisien 0,166. Pengaruh secara total, diperoleh variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan serta mempunyai bobot yang tertinggi diantara variabel lain terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah pada jalur makanan dan minuman melalui jalur variabel Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan koefisien sebesar 0,817.

Kata Kunci : Upah Minimum Provinsi (UMP), Kebutuhan Hidup Layak (KHL), Makanan dan Minuman, Sandang, Perumahan, Pendidikan, Kesehatan dan Transportasi,


(7)

ANALYSIS ON DEMAND DETERMINANTS WORTH ( KHL ) AND MINIMUM WAGE PROVINCE ( UMP ) IN NORTH SUMATRA

ABSTRACT

This thesis examines the determinants of Living Needs ( KHL ) and the Provincial Minimum Wage ( UMP ) in North Sumatra by using path analysis and regression models , which consist of two ( 2 ) structure by using intermediate variables . Data processing is done with IBM SPSS 19 program which is a multivariate analysis with a lot of models.The data used is a form of data sekundar annual data starting from 2010 to 2012 were obtained from the Department of Labor of North Sumatera in Medan . The variables used in this study the dependent variable endogenous Provincial Minimum Wage ( UMP ) , intermediate variables Living Needs ( KHL ) , the independent variable exogenous food and drink , clothing , housing , perndidikan , health and transport.The results showed that in the first structural equation all exogenous variables have a significant effect on the intervening variables and the second structural equation all exogenous variables including intermediate variables do not influence significantly the Provincial Minimum Wage ( UMP ) in North Sumatra . SPSS can be known through direct effects , indirect and total effects . Direct influence , derived variables have positive and significant and has the highest weight among other variables to the provincial minimum wage ( UMP ) is the increase in the value of Food and Beverage with a coefficient of 0.499 . Indirect influence , derived variables that have a positive and significant impact as well as having the highest weight among other variables the Provincial Minimum Wage ( UMP ) is the increase in value of the coefficient 0.166 Housing . Influence in total , obtained a variable that has a positive and significant impact as well as having the highest weight among other variables to the provincial minimum wage ( UMP ) is on the path through the food and beverage variables Living Needs ( KHL ) with a coefficient of 0.817 .

Keyword : Province Minimum Wage ( UMP ) , Living Needs ( KHL ) , Food and Beverages, Clothing , Housing , Education , Health and Transportation


(8)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Deliza Syaifhas, S.Psi Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 30 Oktober 1987

Alamat : Jl. Kapten Muslim Gg.Jawa No.101 Medan 20123

Telepon / HP : 08126061974 / 061-8453385 E-mail : syaifhas@yahoo.com

Agama : Islam

Nama Orang Tua / Pekerjaan

Ayah / Pekerjaan : Dr. Syaiful Bahri Sp.M / Pegawai Negeri Sipil Ibu / Pekerjaan : Hasnizar, SH / Pegawai Negeri Sipil

Data Pekerjaan : Bank Danamon Indonesia Tahun 2013 – Sekarang

II. PENDIDIKAN FORMAL

1993 – 1999 : SD Swasta IKAL Medan 1999 – 2002 : SMP Negeri 7 Medan 2002 – 2005 : SMU Negeri 1 Medan


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis bidang Magister Ekonomi Pembangunan yang berjudul “Analisa Faktor Penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumatera Utara” ini dengan baik. Penulis sangat bersyukur atas petunjuk dan pertolongan Allah Swt dalam penyelesaian tesis ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.

Tesis ini dapat penulis selesaikan karena bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE.,M.Ec. selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE.,MS. dan Dr. Ir. Rahmanta, M.Si. selaku dosen pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan atas bantuan, bimbingan dan masukan yang begitu berarti yang telah Bapak berikan kepada penulis dalam penyelesaian tugas tesis ini.

3. Kepada para dosen pembanding, Bapak Dr. Rujiman, MA., Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE.,M.Ec., dan Bapak Dr.HB.Tarmizi, SE,SU., terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan dan masukan yang telah diberikan. 4. Kepada orang tua dan keluarga penulis, yang selama ini telah memberikan

dukungan dan doanya demi kelancaran dan kesuksesan penulis dalam menempuh pendidikan dan penyelesaian tesis ini, penulis ucapkan terima


(10)

kasih yang sebesar-besarnya. Semoga hasil yang penulis kerjakan ini dapat memberikan kebanggaan pada keluarga dan kedua orangtua penulis.

5. Teman-teman dan sahabat yang selalu mendukung, memotivasi dan membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan pada semuanya, semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

6. Para Staf Pengajar dan Staf Administrasi yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini dan pendidikan di Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Medan, Juli 2013

Penulis Deliza Syaifhas


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Teori ... 11

2.1.1. Pekerja/Buruh ... 11

2.1.2. Upah ... 12

2.1.2.1. Pengertian Upah ... 12

2.1.2.2. Upah Minimum ... 14

2.1.2.3. Tujuan Kebijakan Upah Minimum ... 16

2.1.2.4. Jenis-Jenis Upah Minimum ... 18

2.1.2.5. Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 19

2.1.3. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Berdarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 ... 21

2.2. Penelitian Terdahulu ... 26

2.3. Kerangka Konseptual ... 29

2.4. Hipotesa Penelitian ... 34

2.4.1. Hipotesis Mayor ... 34

2.4.2. Hipotesis Minor ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 36

3.2. Jenis Dan Sumber Data ... 36

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.4. Model Dan Teknik Analisis Data ... 37

3.5. Uji Asumsi Klasik ... 44

3.5.1. Uji Normalitas ... 44

3.5.2. Uji Multikolinieritas ... 44

3.5.3. Uji Heteroskedastisitas ... 45

3.5.4. Uji Autokorelasi ... 45

3.5.5. Uji Linearitas ... 46


(12)

3.6.1. Faktor Penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ... 47

3.6.2. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Menurut Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 ... 47

3.6.3. Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 48

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1. Perkembangan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Dan Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 50

4.1.1. Upah Minimum di Indonesia Sebelum Otonomi Daerah . 57 4.1.2. Penetapan Upah Minimum Setelah Otonomi Daerah ... 60

4.2. Analisis Dan Pembahasan Faktor Penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 63

4.2.1. Analisis Jalur Struktur 1 ... 63

4.2.1.1. Uji Asumsi Klasik Dan Validitas Hasil Penelitian ... 63

4..2.1.2. Uji Hasil Persamaan Struktur I ... 69

4.2.2. Analisis Jalur Struktur II ... 81

4.2.2.1. Uji Asumsi Klasik Dan Validitas Hasil Penelitian ... 81

4.2.2.2. Uji Hasil Persamaan Struktur II ... 88

4.3. Pengaruh Langsung (Direct Efect atau DE) Dan Interpretasinya ... 103

4.4. Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effect IE) Dan Interpretasinya ... 105

4.5. Pengaruh Total (Total Effect) ... 106

4.6. Diagram Jalur Analisis Penelitian ... 108

4.7. Pembahasan ... 109

4.7.1. Pengaruh Faktor Makanan dan Minuman Terhdap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ... 112

4.7.2. Pengaruh Faktor Makanan dan Minuman Terhadap Upah Provinsi (UMP) ... 113

4.7.3. Pengaruh Faktor Sandang Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ... 113

4.7.4. Pengaruh Faktor Sandang Terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 114

4.7.5. Pengaruh Faktor Perumahan Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ... 114

4.7.6. Pengaruh Faktor Perumahan Terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 115

4.7.7. Pengaruh Faktor Pendidikan Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ... 115

4.7.8. Pengaruh Faktor Pendidikan Terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 116

4.7.9. Pengaruh Faktor Kesehatan Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ... 166

4.7.10. Pengaruh Faktor Kesehatan Terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 117


(13)

4.7.11. Pengaruh Faktor Transfortasi Terhadap Kebutuhan

Hidup Layak (KHL) ... 117

4.7.12. Pengaruh Faktor Trasportasi Terhadap Upah Minimum Provinsi (UMOP ... 118

4.7.13. Pengaruh Kebutuhan Hidup Layak Terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

5.1. Kesimpulan ... 121

5.2. Saran ... 122


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak. Versi FGD ... 27

4.1. Regulasi Upah Minimum dan Komponen Kebutuhan Hidup ... 50

4.2. Anova Uji Kelayakan Model Regresi Struktur I ... 63

4.3. Deskriptif Uji Ketepatan Predictor Struktur I ... 64

4.4. Uji Kelayakan Regresi/Bobot Beta Struktur I ... 65

4.5. Uji Autokorelasi Struktur I ... 65

4.6. Uji Multikolinieritas Struktur I ... 66

4.7. Pengaruh Faktor Independen Secara Gabungan Terhadap Faktor Dependen Struktur I ... 69

4.8. Pengaruh Faktor Independen Secara Parsial Terhadap Faktor Dependen Struktur I ... 70

4.9. Korelasi antara Variabel Independen Struktur I... 76

4.10 Uji Kelayakan Regresi Struktur II... 82

4.11. Uji Ketepatan Predictor Struktur II ... 83

4.12. Uji Kelayakan Koefisien Regresi/Bobot Beta Struktur II ... 84

4.13. Uji Autokorelasi Struktur II ... 84

4.14. Uji Multikolinieritas Struktur II ... 85

4.15. Pengaruh Variabel Independen Secara Gabungan Terhadap Variabel Independen Struktur II... 88

4.16. Pengaruh Variabel Independen Secara Parsial Terdap Variabel Dependen Struktur II ... 89


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Mekanisme Penetapan Upah Minimum ... 19

2.2. Kerangka Konseptual ... 30

3.1. Diagram Analisis Faktor Penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) . dan Upah Minimum Provinsi (UMP) Di Provinsi Sumatera Utara .... 40

4.1. Uji Linieritas Struktur I ... 67

4.2. Uji Normalitas ... 68

4.3. Uji Linearitas Struktur II ... 87

4.4. Uji Normalitas Struktur II ... 87


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Komponen Kebutuhan Hidup Layak Untuk Pekerja Lajang dalam Sebulan Dengan 3.000 K Kalori Per Hari ... 124 2. Hasil Survey Komponen-Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sumatera Utara 2010--2012 ... 128 3. Hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum

Provinsi (UMP) Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sumatera Utara 2010-2012 ... 131 4. Hasil Analisis Struktur I ... 133 5. Hasil Analisis Struktur II ... 139


(17)

ANALISIS FAKTOR PENENTU KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (KHL) DAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tesis ini mengkaji mengenai faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumatera Utara dengan menggunakan model analisis jalur dan regresi, yang terdiri dari dua (2) struktur dengan menggunakan variabel perantara. Pengolahan data dilakukan dengan program IBM SPSS 19 yang merupakan analisis multivarit dengan banyak model.Data yang digunakan adalah data sekundar berupa data tahunan yang dimulai dari tahun 2010 sampai dengan 2012 yang diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja Sumatera Utara di Medan. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini variabel dependen endogenous Upah Minimum Provinsi (UMP), variabel perantara Kebutuhan Hidup Layak (KHL), variabel independen exogenous makanan dan minuman, sandang, perumahan, perndidikan, kesehatan dan transportasi.Hasil penelitian menunjukan bahwa pada persamaan struktural pertama seluruh variabel exogenous terhadap variabel intervening berpengaruh signifikan dan persamaan struktural kedua seluruh variabel exogenous termasuk juga variabel perantara berpengaruh tidak signifikan terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumatera Utara. Melalui program SPSS dapat diketahui pengaruh secara langsung, tidak langsung dan pengaruh total. Pengaruh secara langsung, diperoleh variabel yang berpengaruh positif dan signifikan serta mempunyai bobot yang tertinggi diantara variabel lain terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah kenaikan nilai Makanan dan Minuman dengan koefisien sebesar 0,499. Pengaruh secara tidak langsung, diperoleh variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan serta mempunyai bobot tertinggi diantara variabel lain terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah kenaikan nilai Perumahan dengan koefisien 0,166. Pengaruh secara total, diperoleh variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan serta mempunyai bobot yang tertinggi diantara variabel lain terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah pada jalur makanan dan minuman melalui jalur variabel Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan koefisien sebesar 0,817.

Kata Kunci : Upah Minimum Provinsi (UMP), Kebutuhan Hidup Layak (KHL), Makanan dan Minuman, Sandang, Perumahan, Pendidikan, Kesehatan dan Transportasi,


(18)

ANALYSIS ON DEMAND DETERMINANTS WORTH ( KHL ) AND MINIMUM WAGE PROVINCE ( UMP ) IN NORTH SUMATRA

ABSTRACT

This thesis examines the determinants of Living Needs ( KHL ) and the Provincial Minimum Wage ( UMP ) in North Sumatra by using path analysis and regression models , which consist of two ( 2 ) structure by using intermediate variables . Data processing is done with IBM SPSS 19 program which is a multivariate analysis with a lot of models.The data used is a form of data sekundar annual data starting from 2010 to 2012 were obtained from the Department of Labor of North Sumatera in Medan . The variables used in this study the dependent variable endogenous Provincial Minimum Wage ( UMP ) , intermediate variables Living Needs ( KHL ) , the independent variable exogenous food and drink , clothing , housing , perndidikan , health and transport.The results showed that in the first structural equation all exogenous variables have a significant effect on the intervening variables and the second structural equation all exogenous variables including intermediate variables do not influence significantly the Provincial Minimum Wage ( UMP ) in North Sumatra . SPSS can be known through direct effects , indirect and total effects . Direct influence , derived variables have positive and significant and has the highest weight among other variables to the provincial minimum wage ( UMP ) is the increase in the value of Food and Beverage with a coefficient of 0.499 . Indirect influence , derived variables that have a positive and significant impact as well as having the highest weight among other variables the Provincial Minimum Wage ( UMP ) is the increase in value of the coefficient 0.166 Housing . Influence in total , obtained a variable that has a positive and significant impact as well as having the highest weight among other variables to the provincial minimum wage ( UMP ) is on the path through the food and beverage variables Living Needs ( KHL ) with a coefficient of 0.817 .

Keyword : Province Minimum Wage ( UMP ) , Living Needs ( KHL ) , Food and Beverages, Clothing , Housing , Education , Health and Transportation


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) dalam rangka wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dapat dilihat dengan adanya pembangunan yang sangat pesat sekali pada akhir-akhir ini, contohnya dengan adanya pembangunan Jembatan Nasional Suramadu, pembangunan Pembangkit Listrik Swasta, pembangunan Bandara Kuala Namu di Medan, dan sebagainya (Yuriandi, 2011).

Seluruh pekerjaan pembangunan tersebut dilakukan oleh begitu banyak tenaga kerja, apalagi pada pembangunan Jembatan Nasional Suramadu yang menyerap 20% dari total penduduk Madura untuk bekerja dalam pembangunan jembatan tersebut (Yuriandi, 2011). Tenaga kerja adalah ujung tombak perusahaan, dapat dikatakan sebagai pendukung dalam menjalankan roda perusahaan. Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan. Tenaga kerja merupakan salah satu subjek pembangunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses produksi barang dan jasa, disamping itu juga merupakan pihak yang ikut menikmati hasil pembangunan.


(20)

Pekerja juga merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam suatu perusahaan, pekerjalah yang menentukan kemajuan suatu perusahaan. Sumber daya manusia merupakan unsur utama dalam pelaksanaaan kerja, peralatan secanggih apapun tidak akan berarti tanpa peran sumber daya manusianya. Dengan demikian, pekerja di perusahaan merupakan aset utama perusahaan, mereka menjadi perencana, pelaksana, pengendali dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan dengan pekerja memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, pekerja menjadi salah satu faktor produksi perusahaan untuk mencapai tujuan dan perusahaan memberikan sejumlah upah kepada pekerja yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja (Juliani, 2011).

Batasan istilah pekerja/buruh diatur secara jelas dalam Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi: ”Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Dalam hal ini, upah merupakan komponen penting dalam ketenagakerjaan, yaitu sebagai salah satu unsur dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial. Upah diterima pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi pihak lain, sehingga upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan pekerja untuk memproduksi barang atau jasa tertentu (UU RI No.13 Tahun 2003, 2004).

Dalam menentukan tingkat upah, pihak-pihak sebagai pelaku penerima pekerjaan (buruh) dan pemberi pekerjaan memiliki persepsi yang berbeda. Bagi pengusaha upah merupakan bentuk biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, yang


(21)

berdampak pada keuntungan perusahaan. Oleh karena itu dalam penetapan tingkat upah mereka sangat berhati-hati. Sedangkan bagi buruh, upah merupakan sumber pendapatan, sehingga mereka sangat mengharapkan peningkatan tingkat upah (Sofiana, 2010).

Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum diartikan sebagai ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya. Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup layak (Sofiana, 2010).

Penetapan kebijakan upah minimum adalah sebagai jaring pengaman (sosial

safety net) dimaksudkan agar upah tidak terus merosot sebagai akibat dari

ketidakseimbangan pasar kerja (disequilibrium labour market). Juga untuk

menjaga agar tingkat upah pekerja pada level bawah tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi tawar tenaga kerja di pasar kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut masih dapat hidup wajar dan terpenuhi kebutuhan gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kehidupan pekerja (Suwarto, 2003).


(22)

Kebijakan penetapan upah minimum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 diarahkan untuk mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selain memberi jaminan pekerja/buruh penerima upah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Program pencapaian upah minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menunjukan perbaikan nyata. Hal ini dimaksudkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup akan dicapai secara bertahap (Desri, 2011). Ada tujuh faktor yang harus dipertimbangkan untuk menetapkan upah minimum, yaitu pendidikan dan ketrampilan pekerja/buruh, komponen Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ), Indeks Harga Konsumen ( IHK ), kondisi pasar tenaga kerja, kemampuan perusahaan, kemampuan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, produktivitas kerja dan kebijakan pemerintah (Suwarto, 2003).

Di lain pihak upah minimum juga diharapkan harus dapat mendorong kemajuan usaha dan daya saing sehingga menaikkan tingkat produktivitas. Di sisi lain dalam penetapan upah minimum juga perlu mempertimbangkan kemampuan membayar upah dari usaha-usaha mikro dan kecil yang paling tidak mampu (marginal) untuk tetap hidup yang nantinya usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam upaya mengurangi pengangguran dan penciptaan lapangan kerja baru (Sofiana, 2010).

Hasil penelitian Safrida (1999) menunjukan bahwa respon laju inflasi terhadap upah minimum dan penawaran uang relatif lemah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Lemahnya respon laju inflasi terhadap upah minimum disebabkan jumlah tenaga kerja Indonesia yang berlebih dan tingkat upah minimum sektoral di Indonesia masih rendah. Kondisi ini menyebabkan tenaga kerja masih bersedia bekerja pada berapapun tingkat upah yang tersedia.


(23)

Pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang tinggi berkaitan dengan tingkat upah yang dibayarkan kepada pekerja, faktor-faktor ini juga akan berpengaruh terhadap employment yang ada di Indonesia. Besarnya pendapatan

sebagian masyarakat dapat juga mendorong terjadinya indlasi. Upah yang semakin meningkat membuat permintaan meningkat dan diiringi oleh meningkatnya harga dan ini dapat memicu kenaikan inflasi karena peredaran uang melimpah (Sadariawati, 2009).

Untuk lebih mencermati perkembangan dalam penetapan upah minimum, Bank Indonesia juga telah melakukan liaison ke berbagai pelaku industri, asosiasi

usaha, serikat pekerja, dan Pemerintah Daerah. Dari hasil liaison tersebut,

beberapa permasalahan umum yang kerap mengikuti penetapan upah minimum antara lain bersumber dari proses penentuan besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan proses penetapan UMP/UMK. Untuk meminimalkan potensi permasalahan penetapan UMP/UMK, hal yang perlu menjadi perhatian terutama perlunya penyempurnaan standar pelaksanaan survei dalam proses penetapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), terutama pada aspek spesifikasi dan kualitas komoditas (Tinjauan Ekonomi Regional Triwulan I, 2012).

Formulasi upah dilakukan secara tripartit antara pengusaha, pemerintah dan serikat buruh untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah yang adil bagi semua pihak, terutama adil buat buruh (Suwarto, 2003). Dalam menentukan tingkat upah minimum terdapat 4 (empat) pihak yang saling terkait yaitu pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja, Dewan Pengupahan Nasional yang merupakan lembaga independen terdiri dari pakar, praktisi dan lain sebagainya yang bertugas memberikan masukan kepada pemerintah, Federasi Serikat Pekerja Seluruh


(24)

Indonesia (FSPSI) sebagai penyalur aspirasi pekerja dan wakil pengusaha melalui APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Mereka bertugas mengevaluasi tingkat upah minimum yang berlaku pada saat tertentu dan memutuskan apakah tingkat upah tersebut sudah saatnya untuk dinaikkan atau belum (Desri, 2010).

Dewasa ini paling tidak ada 5 (lima) faktor utama yang diperhitungkan pemerintah dalam menetapkan tingkat upah minimum, yaitu Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), Indeks Harga Konsumen (IHK) atau tingkat inflasi, Perluasan kesempatan kerja, Upah pada umumnya yang berlaku secara regional, dan Tingkat perkembangan perekonomian daerah setempat. Dari sudut kebutuhan hidup pekerja, terdapat 2 (dua) komponen yang menentukan tingkat upah minimum, yaitu kebutuhan hidup minimum (KHM) dan laju inflasi. Berbagai bahan yang ada dalam komponen KHM dinilai dengan harga yang berlaku, sehingga menghasilkan tingkat upah (Desri, 2010). Tjiptoherijanto (dalam Desri, 2010), harga sangat bervariasi antardaerah serta adanya situasi-situasi lokal yang tidak mungkin berlaku secara nasional, maka tingkat upah minimum tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah atau lebih sering dikenal dengan upah minimum propinsi (UMP).

Persoalan lain dalam formulasi UMK (Upah Minimum Kota) adalah mengenai Survei KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Persoalan penentuan harga barang yang menjadi item atau komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menjadi salah satunya, buruh menghendaki barang-barang dengan harga yang relatif tinggi sebaliknya unsur pengusaha ingin mendapatkan data barang-barang dengan harga yang relatif rendah. Selain itu survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ternyata hanya merupakan bahan pertimbangan atau rekomendasi saja


(25)

dalam menentukan besaran upah dan tidak ditetapkan sepenuhnya. Inilah yang membuat survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) masih sangat lemah (Desri, 2010).

Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah survei yang dilakukan oleh dewan pengupahan terhadap item-item KHL yang disepakati dan yang mewakili kebutuhan buruh yang sebenarnya. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 88 ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penetapan upah minimum dicapai secara bertahap. Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial untuk kebutuhan 1 (satu) bulan (Permenakertrans Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 Pasal 1) .

Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar penetapan UMP sangatlah krusial dalam perumusan pengupahan. Sehingga apabila kebijakan upah minimum belum setara dengan hasil survei KHL maka upah yang layak sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Ketenagakerjaan pasal 88 ayat 4 dan 89 belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan yang menyatakan bahwasanya UMP haruslah sesuai dengan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap. Tuntutan-tuntutan buruh akan upah yang layak menjadi input dalam formulasi kebijakan pengupahan. Tuntutan yang lahir dari buruh ini selanjutnya akan dikonversi dalam proses formulasi menjadi kebijakan


(26)

pengupahan nantinya. Melalui Formulasi kebijakan pengupahan dirumuskan tingkat upah yang menjadi dasar pengupahan setiap daerah. Oleh karena itu besaran tingkat upah masing-masing daerah kabupaten/kota berbeda. Hal ini disesuaikan berdasarkan kemampuan ekonomi makro setiap daerah (Suwarto, 2003).

Penelitian yang dilakukan SMERU (2003) menunjukan bahwa faktor pembentuk Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang di tentukan oleh pemerintah belum bisa mencukupi biaya hidup pekerja. Apalagi faktor penentunya seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi sangat berpengaruh dalam menentukan nilai akhir Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Tim peneliti SMERU (2003) menganggap bahwa dalam menentukan nilai faktor-faktor di atas harus melalui survei yang luas dengan mempertimbangkan kebutuhan pekerja karena akan sangat mempengaruhi upah minimum pekerja.

Berdasarkan penjelasan dan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul analisis faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut , permasalahan yang akan diteliti adalah :

1. Apakah faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yaitu makanan dan minuman, sandang pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi berpengaruh terhadap nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL)?


(27)

2. Apakah faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yaitu makanan dan minuman, sandang pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi berpengaruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP)?

3. Apakah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) memberikan pengaruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

2. Menganalisis faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP).

3. Menganalisis sejauh mana Kebutuhan Hidup Layak (KHL) memberikan pengaruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP).

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain :

1. Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP).

2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang menarik dan menjadi salah satu masukan dalam mempertimbangkan keputusan penentuan besaran nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP).


(28)

3. Bagi perusahaan dan pekerja, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai upah agar keharmonisan antara pekerja dan pengusaha dapat terus dijaga dan dikembangkan.

4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan melengkapi temuan empiris yang sudah ada di bidang pembangunan ekonomi dan ketenagakerjaan untuk kemajuan dan pengembangan ilmiah di masa akan datang dan memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori

2.1.1. Pekerja/Buruh

Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja. hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia (Yuriandi,2011).

Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar :

1. Buruh profesional, biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja.

2. Buruh kasar biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja.

Batasan istilah pekerja/buruh diatur secara jelas dalam Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.


(30)

2.1.2. Upah

2.1.2.1. Pengertian Upah

Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang, oleh karenanya upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dengan wajar. Sebagai imbalan terhadap tenaga dan pikiran yang diberikan pekerja kepada pengusaha, maka pengusaha akan memberikan kepada pekerja dalam bentuk upah. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Jadi upah berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha. Upah dibayar oleh pengusaha sesuai atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha (Sonny Sumarsono 2003 dalam Prastyo, 2010).

Upah merupakan salah satu unsur untuk menentukan harga pokok dalam perusahaan, karena ketidaktepatan dalam menentukan besarnya upah akan sangat merugikan perusahaan. Oleh karenanya ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah yaitu sebagai berikut (Prastyo, 2010) :


(31)

Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tinggi dan jumlah tenaga kerjanya langka, maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatanjabatan yang mempunyai penawaran yang melimpah, upahnya cenderung turun.

2. Organisasi Buruh

Ada tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya organisasi buruh akan mempengaruhi tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat akan meningkatkan tingkat upah demikian pula sebaliknya.

3. Kemampuan untuk Membayar

Pemberian upah tergantung pada kemampuan membayar dari perusahaan. Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi, tingginya upah akan mengakibatkan tingginya biaya produksi, yang pada akhirnya akan mengurangi keuntungan.

4. Produktivitas Kerja

Upah sebenarnya merupakan imbalan atas prestasi kerja karyawan. Semakin tinggi prestasi kerja karyawan, maka semakin besar upah yang mereka terima. Prestasi kerja ini dinyatakan sebagai produktivitas kerja.

5. Biaya Hidup

Dikota besar dimana biaya hidup tinggi, upah kerja cenderung tinggi. Biaya hidup juga merupakan batas penerimaan upah dari karyawan.

6. Pemerintah

Pemerintah dengan peraturan-peraturannya mempengaruhi tinggi rendahnya upah. Peraturan tentang upah umumnya merupakan batas bawah dari tingkat upah yang harus dibayarkan.


(32)

2.1.2.2. Upah Minimum

Jaminan hukum atas upah yang layak tercantum dalam UUD 1945 pasal 28D dan pasal 27 ayat 2 menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan upah dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Juga UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, di mana dalam pasal 88 menyebutkan bahwa setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan dan untuk mewujudkannya pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi buruh. Diantaranya yaitu upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL), upah lembur, struktur dan skala upah yang proporsional, dan upah untuk pembayaran pesangon.

Dalam hubungan industrial, kedudukan upah minimum merupakan persoalan prinsipil. Upah minimum harus dilihat sebagai bagian sistem pengupahan secara menyeluruh. Menurut ILO (International Labour Organization) dalam Report of

the Meeting of Experts of 1967, Upah minimum didefinisikan sebagai upah yang

memperhitungkan kecukupan pemenuhan kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan hiburan bagi pekerja serta keluarganya sesuai dengan perkembangan ekonomi dan budaya tiap negara. Pengertian upah minimum menurut Permenaker Nomor Per-01/MEN/1992 tentang upah minimum pada pasal 1 ayat 1 yang menyatakan: upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Menurut Soedarjadi (dalam Sofiana, 2010), upah minimum adalah ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak pekerja (KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya.


(33)

Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tujuan dari penetapan upah minimum adalah untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa menafikkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum (UU RI No.13 Tahun 2003, 2004).

Pada prinsipnya, sistem penetapan upah minimum dilakukan untuk mengurangi eksploitasi atas buruh. Ini sesungguhnya berisi kewajiban pemerintah memproteksi buruh. Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan terhadap posisi tawar yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha. Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup minimum (Suwarto, 2003).


(34)

Upah minimum di Indonesia diperkenalkan tahun 1996, peran upah minimum semakin penting. Hingga tahun 2000, tingkat upah minimum ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk tiap propinsi di Indonesia. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, mulai tahun 2000 tanggung jawab menetapkan upah minimum terletak di pundak pemerintah propinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota.

2.1.2.3.

Tujuan Kebijakan Upah Minimum

Penetapan kebijakan upah minimum adalah sebagai jaring pengaman (sosial

safety net) dimaksudkan agar upah tidak terus merosot sebagai akibat dari

ketidakseimbangan pasar kerja (disequilibrium labour market). Juga untuk

menjaga agar tingkat upah pekerja pada level bawah tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi tawar tenaga kerja di pasar kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut masih dapat hidup wajar dan terpenuhi kebutuhan gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kehidupan pekerja (Suwarto, 2003).

Kebijakan penetapan upah minimum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 diarahkan untuk mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selain memberi jaminan pekerja/buruh penerima upah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Program pencapaian upah minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menunjukan perbaikan nyata. Hal ini dimaksudkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup akan dicapai secara bertahap.

Menurut Hasanuddin Rachman (dalam Prastyo, 2010) tujuan penetapan upah minimum dapat dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro tujuan penetapan upah minimum yaitu (a) sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot, (b) mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di


(35)

perusahaan, dan (c) meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah. Sedangkan secara makro, penetapan upah minimum bertujuan untuk (a) pemerataan pendapatan, (b) peningkatan daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja, (c) perubahan struktur biaya industri sektoral, (d) peningkatan produktivitas kerja nasional, (d) peningkatan etos dan disiplin kerja, dan (e) memperlancar komunikasi pekerja dan pengusaha dalam rangka hubungan bipartit.

Di lain pihak upah minimum juga diharapkan harus dapat mendorong kemajuan usaha dan daya saing sehingga menaikkan tingkat produktivitas. Di sisi lain dalam penetapan upah minimum juga perlu mempertimbangkan kemampuan membayar upah dari usaha-usaha mikro dan kecil yang paling tidak mampu (marginal) untuk tetap hidup yang nantinya usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam upaya mengurangi pengangguran dan penciptaan lapangan kerja baru.

Menurut Suwarto (2003) penetapan upah minumum dipandang perlu sebagai salah satu bentuk perlindungan upah, dengan tujuan :

1. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi pasar kerja yang surplus, yang menyebabkan pekerja menerima upah di bawah tingkat kelayakan.

2. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja yang memanfaatkan kondisi pasar untuk akumulasi keuntungannya.

3. Sebagai jaring pengaman untuk menjaga tingkat upah

4. Menghindari terjadinya kemiskinan absolut pekerja melalui pemenuhan kebutuhan dasar pekerja.


(36)

2.1.2.4.

Jenis-Jenis Upah Minimum

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 Jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan wilayah upah minimum meliputi:

a. Upah minimum provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi.

b. Upah minimum kabupaten/kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota.

c. Upah minimum sektoral provinsi (UMPProp) adalah upah minimumyang berlaku secara sektoral di seluruh kabupaten/kota da satu provinsi

d. Upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSKab) adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di daerah kabupaten/kota.

Menurut Rusli (dalam Sofiana, 2010) upah minimum dapat terbagi atas: a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota. Besar upah

yang untuk tiap wilayah propisi dan kabupaten/kota tidaklah sama tergantung dari nilai kebutuhan minimum di daerah yang bersangkutan. Setiap kabupaten/kota tidak boleh menetapkan upah minimum di bawah upah minimum propinsi yang bersangkutan.

b. Upah minimum berdasarkan sektor/subsektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Upah minimum sektoral ditetapkan berdasarkan kelompok usaha tertentu misalnya kelompok usaha manufaktur dan non faktur. Upah minimum sekotoral ini tidak boleh lebih rendah dari upah minimum di daerah yang bersangkutan.


(37)

2.1.2.5. Upah Minimum Provinsi (UMP)

Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah merupakan tingkat upah terendah bagi Kabupaten/Kota yang berada di wilayah provinsi yang bersangkutan tanpa mempertimbangkan sektor tertentu. Apabila Kabupaten/Kota bermaksud mengatur besarnya upah minimum daerah yang bersangkutan (UMK), maka UMK yang bersangkutan harus lebih tinggi dari UMP. Apabila UMK yang dimaksud sama atau lebih rendah dari UMP, maka tidak perlu pemerintah Kabupaten/Kota mengatur sendiri, tetapi menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh UMP (Suwarto, 2003). Di bawah ini adalah gambar 2.1. mekanisme penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) :

Sumber : Suwarto (2003)

Gambar 2.1. Mekanisme Penetapan Upah Minimum Dinas Kab/Kota

DINAS PROVINSI Pengolahan data

DEWAN PENGUPAHAN

PROVINSI perumusan

GUBERNUR Penetapan UMP

DEWAN PENGUPAHAN

KAB/KOTA Penyampaian data

kab/kota

Penyampaian data provinsi Survei dasar dan pengumpulan data

bahan perumusan upah minimum

MENAKERTRAN laporan


(38)

Dalam rangka menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP), maka perlu dilihat dasar pertimbangan penetapannya yaitu:

a. Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dalam usulan penetapan upah minimum, nilai KHL merupakan salah satu pertimbangan utama. Setiap pengusulan harus menggambarkan adanya penambahan pendapatan buruh secara riel bukan kenaikan nominal. Penetapan KHL diatur dalam Permenakertrans No. 13 tahun 2012.

b. Indeks Harga Konsumen (IHK). Pada prinsipnya perkembangan IHK mempengaruhi perkembangan KHL, sebab komponen-komponen yang tercantum dalam KHL harus selalu dibandingkan dengan perkembangan IHK. c. Perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan penetapan upah minimum

diharapkan dapat memberikan tingkatan upah yang layak dan wajar, sehingga hal ini dapat mendorong peningkatan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan perluasan/perkembangan usaha (multiplier effect) yang

berarti memperluas kesempatan kerja.

d. Upah pada umumnya yang berlaku secara regional. Patokan untuk menentukan dalam pengusulan upah minimum regional adalah tingkat upah yang berlaku secara regional bagi propinsi yang bersangkutan maupun dengan daerah yang berdekatan. Untuk hal ini setiap daerah perlu mengadakan komunikasi dengan daerah lain yang berdekatan atau perbatasan untuk memperoleh informasi tingkat upah terendah yang berlaku didaerah tersebut. Upah yang ditetapkan harus sepadan dengan upah yang berlaku didaerah yang bersangkutan. Diferensiasi upah antar daerah tidak merangsang terjadinya migrasi perburuhan.


(39)

e. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Dalam upaya penetapan usulan upah minimum, perlu mempertimbangkan kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Hal ini penting agar upah yang ditetapkan dapat terlaksana dengan baik tanpa menimbulkan gejolak dalam pelaksanaannya.

f. Tingkat perkembangan perekonomian. Untuk penetapan besarnya UMR yang baru, nilai tambah yang dihasilkan oleh buruh dapat dilihat dari adanya perkembangan PDRB dalam tahun yang bersangkutan.

2.1.3. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Berdasarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012

Dalam tataran normatif, KHL merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak, baik secara fisik maupun nonfisik dalam kurun waktu satu bulan. Setiap pekerja berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Upah minimum dipandang sebagai sumber penghasilan bersih (take

home pay) dan sebagai jaring pengaman (safety net) KHL (SMERU, 2003).

Sebab itu, upah minimum diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seorang buruh terhadap pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi. Bahkan, bila dimungkinkan dapat disisihkan untuk menabung. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 88 ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penetapan upah minimum dicapai secara bertahap. Sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 seperti tersebut


(40)

diatas, maka diterbitkanlah Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Isi Pasal Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 :

a. Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.

2. Dewan Pengupahan Provinsi adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan anggotanya diangkat oleh Gubernur dengan tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka penetapan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan ditingkat provinsi serta menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional.

3. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan anggotanya diangkat oleh Bupati/Walikota yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati/Walikota dalam rangka pengusulan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan di tingkat Kabupaten/Kota serta menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional.

b. Pasal 2

KHL terdiri dari komponen dan jenis kebutuhan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.


(41)

(1) Nilai masing-masing komponen dan jenis KHL diperoleh melalui survei harga yang dilakukan secara berkala.

(2) Kualitas dan Spesifikasi teknis masing-masing komponen dan jenis KHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati sebelum survei dilaksanakan dan ditetapkan oleh Ketua Dewan Pengupahan Provinsi atau Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.

(3) Survei dilakukan oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan membentuk tim yang keanggotaannya terdiri dari anggota Dewan Pengupahan dari unsur tripartit, unsur perguruan tinggi/pakar, dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat.

(4) Hasil survei sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebagai nilai KHL oleh Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.

(5) Survei komponen dan jenis KHL dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.

d. Pasal 4

(1) Dalam hal di Kabupaten/Kota belum terbentuk Dewan Pengupahan, maka survei dilakukan oleh Tim Survei yang dibentuk oleh Bupati/Walikota.

(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keanggotaannya secara tripartit dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat.

(3) Hasil survei yang diperoleh tim survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagai nilai KHL.


(42)

Nilai KHL yang ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 disampaikan kepada Gubernur secara berkala.

f. Pasal 6

(1) Penetapan Upah Minimum oleh Gubernur berdasarkan KHL dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

(2) Dalam penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur harus membahas secara simultan dan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survei;

b. Produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama;

c. Kertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan nilai PDRB;

d. kondisi pasar kerja merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama;

e. kondisi usaha yang paling tidak mampu (marginal) yang ditunjukkan oleh perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada periode tertentu.

(3) Dalam penetapan Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur memperhatikan saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan Provinsi dan rekomendasi Bupati/Walikota.


(43)

g. Pasal 7

Upah Minimum Provinsi yang ditetapkan Gubernur didasarkan pada nilai KHL Kabupaten/Kota terendah di Provinsi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja dan usaha yang paling tidak mampu (marginal).

h. Pasal 8

Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. i. Pasal 9

(1) Pencapaian KHL dalam penetapan upah minimum merupakan perbandingan besarnya Upah Minimum terhadap nilai KHL pada periode yang sama.

(2) Penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diarahkan kepada pencapaian KHL.

(3) Pencapaian KHL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan secara bertahap dalam penetapan Upah Minimum oleh Gubernur.

j. Pasal 10

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

k. Pasal 11

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


(44)

Secara singkat, berdasarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012, ada tujuh (7) faktor pembentuk KHL yaitu :

1. Nilai faktor Makanan dan Minuman merupakan jumlah dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 11 komponen.

2. Nilai faktor Sandang merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 12 komponen.

3. Nilai faktor Perumahan merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 25 komponen.

4. Nilai faktor Pendidikan adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen. 5. Nilai faktor Kesehatan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan

sebanyak 4 komponen.

6. Nilai faktor Transportasi adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 1 komponen.

7. Nilai faktor Rekreasi dan Tabungan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen.

2.2. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Tjandranigshi dan Herawati (2009), seperti pada tabel di bawah ini menunjukan bahwa komponen dari Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2005 belum mencukupi untuk kebutuhan riil para pekerja di lapangan. Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar survei ini menggunakan acuan dasar komponen KHL sebagaimana ditentukan oleh pemerintah melalui Permenakertrans Per-17/MEN/VIII/2005 yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan pengeluaran riil buruh. Penyesuaian dilakukan dengan


(45)

mempertimbangkan kebutuhan keluarga, ketersediaan jenis barang, dan peningkatan kualitas barang. Penyesuaian ini menghasilkan penambahan 1 komponen, yakni aneka kebutuhan yang tidak ada dalam komponen KHL versi pemeritah, serta penambahan subkomponen.

Tabel 2.1. Hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak Versi FGD No. KHL versi Permenaker

Nomor Per-17/Men/VIII/2005

KHL versi FGD

1. 2.

Makanan dan minuman

Sandang

11 komponen, 16 jenis 9 komponen, 12

jenis Makanan dan minuman Sandang 11 komponen, 27 jenis 20 komponen, 29 jenis 3. Perumahan 22 komponen, 23

jenis

Perumahan 48 komponen, 54 jenis 4. Pendidikan 1 komponen, 1

jenis

Pendidikan 7 komponen, 10 jenis 5. Kesehatan 8 komponen, 9

jenis

Kesehatan 21 komponen, 22 jenis 6. Transportasi 1 komponen, 1

jenis

Transportasi 5 komponen, 8 jenis

7. - Aneka

Kebutuhan

7 komponen, 10 jenis 8. Rekreasi dan

Tabungan

2 komponen, 2 jenis

Rekreasi dan Tabungan

3 komponen, 3 jenis Sumber : Tjandraningsih dan Herawati (2009)

Kekurangan komponen pada survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) juga terjadi pada penelitian Budiyono (2007). Prosedur penetapan Upah Minimum yang dilakukan melalui tahapan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) oleh Dewan Pengupahan Propinsi/Kabupaten/ Kota yang anggotanya terdiri dari unsur Pekerja/Buruh, Pengusaha/ Pemerintah, Pakar dan Akademisi telah mengakomodir kepentingan pihak-pihak yang berhubungan langsung dalam hubungan kerja yaitu Pekerja/Buruh dan Pengusaha. Besarnya hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) telah disesuaikan dengan kebutuhan sehari-hari


(46)

bagi pekerja lajang, dimana seharusnya kebutuhan sehari-hari pekerja yang telah menikah dan bekeluarga tidak diperhitungkan dalam komponen survei ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Sugeng (2012) mengenai pertumbuhan konsumsi pada triwulan I 2012 diperkirakan sebesar 5,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 4,8% (yoy). Peningkatan aktivitas konsumsi berasal dari konsumsi rumah tangga yang meningkat dari semula tumbuh 4,9% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Peningkatan Upah Minimum Propinsi di semua daerah di kawasan Sumatera diperkirakan turut memberikan andil dalam peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, daya beli masyarakat relatif masih terjaga mengingat inflasi Sumatera pada Triwulan I 2012 yang relatif rendah. Inflasi Kawasan Sumatera triwulan I 2012 mulai menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Angka realisasi inflasi paling tinggi tercatat terjadi di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yakni mencapai 3,84% (yoy), diikuti wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) sebesar 3,74% dan wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) sebesar 3,68%. Dilihat berdasarkan provinsinya, inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Bangka Belitung (5,15%), sedangkan yang terendah tercatat di Provinsi Kepulauan Riau (3,17%).

Mulai meningkatnya pergerakan inflasi terutama dipengaruhi oleh perkembangan beberapa komoditas yang masuk dalam kelompok inti, terutama emas dan komoditas pangan yang mulai cenderung kembali meningkat. Kenaikan harga emas di Sumatera dipicu oleh perkembangan di pasar global. Pertengahan triwulan I 2012, harga emas mencapai USD1.741,23/oz mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2011 sebesar USD1.638,95/oz, walaupun harga emas terkoreksi di akhir triwulan. Hal ini menjadi salah satu pendorong peningkatan


(47)

inflasi inti Sumatera dari 4,84% (yoy) menjadi 5,82% (yoy). Sementara itu, kenaikan harga beberapa komoditas aneka bumbu, sayuran dan ikan-ikanan yang cenderung meningkat turut mendorong pergerakan inflasi secara keseluruhan.

Prospek perkembangan inflasi Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan cenderung meningkat dibandingkan triwulan I 2012. Memperhatikan perkembangan harga dan asesmen perekonomian terkini, inflasi Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan sebesar 5,5%±1%. Isu rencana kenaikan BBM yang akan diikuti dengan kenaikan tarif angkutan, masih berpotensi mempengaruhi level inflasi Sumatera. Pengumuman rencana kenaikan BBM jauh sebelumnya juga menyebabkan kenaikan ekspektasi masyarakat akan terjadinya inflasi. Hal ini terlihat pada hasil survei konsumen yang menunjukkan kenaikan indeks ekspektasi harga 3 bulan dan 6 bulan ke depan (Sugeng, 2012).

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2. Ada Tujuh faktor penentu yang berpengaruh terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan pengaruh Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP), yaitu :


(48)

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Berdasarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012, ada tujuh (7) faktor pembentuk KHL yaitu : Nilai faktor penentu Makanan dan Minuman merupakan jumlah dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 11 komponen, nilai faktor penentu Sandang merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 12 komponen, nilai faktor penentu Perumahan merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 25 komponen, nilai faktor penentu Pendidikan adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen, nilai faktor penentu Kesehatan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 4 komponen, nilai faktor penentu Transportasi adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 1 komponen dan nilai faktor penentu Rekreasi dan Tabungan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen. Jumlah semua komponen tersebut adalah sebanyak 60 komponen.

Perumahan

Pendidikan

Sandang

Kesehatan Makanan &

Minuman

Transportasi


(49)

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan enam (6) faktor penentu utama Kebutuhan Hidup Layak (KHL) saja yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Jika dilihat dari nominalnya, ke-enam faktor ini yang memberikan kontribusi paling besar dalam menentukan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Untuk faktor tabungan dan rekreasi hanya memberikan sumbangan sedikit sekali jika dilihat dari data yang di dapat dari Depnakertrans Sumatera Utara.

Selain itu, ke-enam faktor di atas merupakan faktor yang harus diperhatikan aspek spesifikasi dan kualitas komoditasnya ketika melakukan survei agar nilai akhir Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dapat merepresentasikan kebutuhan hidup pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada triwulan I tahun 2012, yaitu untuk meminimalkan potensi permasalahan penetapan UMP/UMK, hal yang perlu menjadi perhatian terutama perlunya penyempurnaan standar pelaksanaan survei dalam proses penetapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), terutama pada aspek spesifikasi dan kualitas komoditas (Tinjauan Ekonomi Regional Triwulan I, 2012).

Pengolahan data untuk mendapatkan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dilakukan secara bertahap sebagai berikut :

1. Tahap pertama adalah mengisi kolom rata – rata dan kolom penyesuaian satuan pada lembaran kuisioner. Kolom rata – rata merupakan rata – rata dari harga 3 (tiga) responden. Sedangkan kolom penyesuaian satuan adalah untuk beberapa jenis barang kebutuhan yang satuannya tidak sama.

2. Tahap kedua adalah mengolah data dari lembar kuisioner untuk dimasukkan ke lembar form isian KHL sebagaimana Lampiran I Peraturan Menteri ini. Angka


(50)

yang terdapat pada kolom rata – rata di lembar kuisioner dimasukkan ke kolom harga satuan pada lembar form isian KHL.

3. Tahap ketiga adalah pengolahan data untuk mendapatkan angka nilai sebulan pada form isian KHL (kolom terakhir). Untuk mencari nilai sebulan komponen makanan dan minuman relatif mudah, cukup dengan mengalikan angka yang terdapat pada kolom “jumlah kebutuhan“ dengan angka yang terdapat pada kolom harga per satuan.

4. Tahap keempat adalah menghitung jumlah nilai komponen Kelompok I s/d Kelompok VII.

1. Nilai komponen Makanan dan Minuman merupakan jumlah dari nilai jenis kebutuhan nomor 1 s/d 11.

2. Nilai komponen Sandang merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan nomor 12 s/d 24.

3. Nilai komponen Perumahan merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan nomor 25 s/d 50.

4. Nilai komponen Pendidikan adalah nilai jenis kebutuhan nomor 51 dan 52. 5. Nilai komponen Kesehatan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan

nomor 53 s/d 57.

6. Nilai komponen Transportasi adalah nilai jenis kebutuhan nomor 58.

7. Nilai komponen Rekreasi dan Tabungan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan nomor 59 dan 60.

8. Tahap Kelima adalah menghitung total nilai KHL dengan cara menjumlahkan nilai Komponen I + Komponen II + Komponen III + Komponen IV + Komponen V + Komponen VI + Komponen VII.


(51)

Survei atas harga komponen-komponen KHL diatas dilakukan dua kali setiap bulannya dan dimulai pada minggu pertama. Hasil dari survei setiap bulan lalu diadakan rekapitulasi dan lalu dilakukan penghitungan akhir nilai KHL. Nilai KHL akhir akan ditetapkan oleh Dewan Pengupahan dan direkomendasikan kepada Bupati/Walikota setempat (untuk UMK) ataupun kepada Gubernur (untuk UMP).

Peningkatan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tentunya akan memberikan pengaruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP), apakah akan naik atau turun. Schenk (2001) menyatakan bahwa penetapan upah minimum merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup pekerja, diarahkan agar penentuan besarnya mengacu kepada terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja. Hal ini sesuai dengan standar internasional bahwa upah minimum yang ditetapkan harus mampu memenuhi sekurang-kurangnya Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang tinggi berkaitan dengan tingkat upah yang dibayarkan kepada pekerja, faktor-faktor ini juga akan berpengaruh terhadap employment yang ada di Indonesia. Besarnya pendapatan

sebagian masyarakat dapat juga mendorong terjadinya indlasi. Upah yang semakin meningkat membuat permintaan meningkat dan diiringi oleh meningkatnya harga dan ini dapat memicu kenaikan inflasi karena peredaran uang melimpah (Sadariawati, 2009).


(52)

2.4. Hipotesis Penelitian 2.4.1. Hipotesis Mayor

Menurut Husein (2007), hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun dan mengarahkan penyelidikan selanjutnya”. Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian empiris sebelumnya, maka hipotesis mayor yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Kenaikan harga enam (6) faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan transportasi berpengaruh positif terhadap nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 2. Kenaikan harga enam (6) faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP).

2.4.2. Hipotesis Minor

Untuk lebih jelas mengenai hipotesis penelitian ini, maka di jabarkan secara terperinci hipotesis berdasarkan indikator-indikatornya, yaitu :

1. Kenaikan harga makanan dan minuman berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

2. Kenaikan harga sandang berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

3. Kenaikan harga perumahan berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

4. Kenaikan harga pendidikan berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).


(53)

5. Kenaikan harga kesehatan berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

6. Kenaikan harga transportasi berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

7. Kenaikan harga makanan dan minuman berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP).

8. Kenaikan harga sandang berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP).

9. Kenaikan harga perumahan berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP).

10. Kenaikan harga pendidikan berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP).

11. Kenaikan harga kesehatan berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP).

12. Kenaikan harga transportasi berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP).

13. Kenaikan harga Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP).


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah enam (6) faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Periode pengamatan untuk KHL adalah tahun 2010, 2011 dan 2012. Untuk periode pengamatan UMP adalah tahun 2010, 2011 dan 2012.

3.2. Jenis Dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahunan, yang merupakan data time series dan cross section (data panel) dengan rentang

waktu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 untuk Kebutuhan Hidup Layak (KHL), rentang waktu dari tahun 2010 sampai dengan 2012 untuk Upah Minimum Provinsi (UMP). Kedua data ini diolah menggunakan software SPSS

versi 19.0.

Data panel merupakan data kombinasi antara data deret / runtut waktu, yang memiliki observasi-observasi pada suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu. Ciri khusus data deret waktu adalah berupa urutan numerik dimana interval antar observasi atas sejumlah variabel bersifat konstan dan tetap. Sedangkan data silang tempat adalah suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu dengan observasi atas sejumlah variabel (Mudrajat, 2001).


(55)

Sumber data diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara. Data Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi ini telah melalui proses penyeleksian dan disetujui oleh Gubernur sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerajaan yang berlaku.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis data yang diperlukan yaitu data sekunder dan sampel yang digunakan, maka metode pemgumpulan data dalam penelitian ini digunakan dengan teknik dokumentasi yang didasarkan pada hasil Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan hasil keputusan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang di keluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk Provinsi Sumatera Utara yang setiap tahun selalu dilakukan penyesuaian.

3.4. Model Dan Teknik Analisis Data

Berdasarkan pada pokok permasalahan dan hipotesis yang telah dirumuskan, variabel-variabel penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Variabel Independen X (variabel endogen) : Makanan dan minuman, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan transportasi.

2. Variabel Independen Y (variabel eksogen) sebagai variabel perantara : Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

3. Variabel Dependen Z (variabel eksogen) : Upah Minimum Provinsi (UMP) Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan model analisis jalur (path analysis). Analisis jalur adalah model analisis data multivariat


(56)

dependensi perluasan regresi yang digunakan untuk menganalisis hubungan kausal antara dua atau lebih variabel (Ghozali 2005). Analisis jalur digunakan untuk menguji hipotesis hubungan asimetris yang dibangun atas dasar kajian teori tertentu, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel penyebab terhadap variabel akibat yang dapat diobservasi secara langsung. Model yang diuji menjelaskan hubungan kausal antarvariabel yang dibangun berdasarkan kajian teori tertentu. Analisis jalur berbeda dengan teknik analisis regresi lainnya, analisis jalur memungkinkan pengujian dengan menggunakan variabel mediating/intervening/perantara (Ghozali 2005).

Beberapa alasan mengapa analisis jalur lebih tepat digunakan adalah sebagai berikut :

1. Hipotesis yang diuji dikembangkan dengan model (kerangka konseptual) yang semua hubungan bersifat asimetris dan merupakan sistem, serta model

dapat dikategorikan bersifat rekursif.

2. Analisis jalur memberikan metode langsung berkaitan dengan hubungan ganda secara simultan (model structural) sehingga memberikan efisiensi

analisis statistika.

3. Kemampuannya untuk menguji hubungan secara komprehensif dan

memberikan suatu bentuk transisi analisis explanatory menuju analisis

confirmatory . Bentuk transisi ini berkaitan dengan usaha yang lebih besar

dalam semua lapangan study untuk mengembangkan suatu pandangan

masalah secara lebih sistematis. Upaya seperti itu memerlukan kemampuan


(57)

seperangkap prinsip dasar, atau suatu teori secara keseluruhan . Hal ini sangat cocok diselesaikan dengan analisis jalur (path analysis).

Langkah-langkah dalam pengujian analisis jalur dilakukan dengan melakukan beberapa tahapan sebagai berikut (Suwarno, 2007):

1. Pengembangan diagram jalur

Pengembangan model analisis jalur harus didasarkan pada hubungan kausalitas yang memiliki justifikasi teori yang kuat dan mapan. Pengembangan diagram jalur bertujuan untuk menggambarkan hubungan kausalitas yang ingin

diuji. Biasanya hubungan kausalitas dinyatakan dalam bentuk persamaan yang

dibuat sebelum dilakukan analisis jalur. Hubungan kausalitas itu dapat juga

digambarkan dalam sebuah diagram jalur, selanjutnya bahasa program akan mengkonversi gambar menjadi persamaan dan persamaan menjadi estimasi

(Suwarno, 2007).

Model dirancang berdasarkan konsep dan teori. Berdasarkan hubungan antar variabel secara teoritis dapat dibuat model dalam bentuk diagram jalur sebagai berikut :


(58)

ρyx1 ρzx1

ρyx2 ρzx2 ρzx3 ρyx3

ρzy ρyx4

ρzx4

ρzx5

ρyx5

ρzx6 ρyx6

Gambar 3.1. Diagram Analisis Faktor Penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) Di Provinsi Sumatera Utara

2. Konversi diagram jalur kedalam persamaan

Untuk mengetahui pola hubungan masing -masing variabel tersebut maka dapat disusun sistem persamaan strukturnya sebagai berikut :

1) Pengaruh faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan persamaan sebagai berikut :

Y1 = ρyx1 + ρyx2 + ρyx3 + ρyx4 + ρyx5 + ρyx6 + e1

Fungsi persamaannya, yaitu : Y1 = f (x1,x2,x3,x4,x5,x6)

Makanan Minuman (x1)

Sandang (x2)

Perumahan (x3)

Pendidikan (x4)

Kesehatan (x5)

Transportasi (x6)

UMP (Z) KHL (Y)


(59)

2) Pengaruh faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan persamaan sebagai berikut :

Z = ρzx1 + ρzx2 + ρzx3 + ρzx4 + ρzx5 + ρzx6 + pzy + e2

Fungsi persamaannya : Z = f (x1,x2,x3,x4,x5,x6,Y) Fungsi persamaannya : Y2 = f (Y)

Keterangan :

x1 = Makanan dan Minuman x2 = Sandang

x3 = Perumahan x4 = Pendidikan x5 = Kesehatan x6 = Transportasi

Y = Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Z = Upah Minimum Provinsi (UMP) e1, e2 = eror

3. Uji asumsi

Langkah berikutya setelah model ditentukan adalah uji terhadap asumsi yang melandasi path analysis yang terdiri dari :

1) Uji linieritas

Dalam analisis jalurhubungan antar variabel harus linier dan adiftif. Uji linearitas


(60)

model signifikan atau non signifikan berarti dapat dikatakan model berbentuk

linier.

2) Hanya model rekursif yang dapat dipertimbangkan

Dalam path analysis hanya model rekursif yang dapat dipertimbangkan yaitu

system aliran causal satu arah sedangkan pada model yang mengandung kausal

resiprokal tidak dapat dilakukan anlaisis jalur.

3) Variabel endogen minimal dalam skala ukur interval

Suatu data bisa dilakukan path analysis jika variabel endogen minimal dalam

skala ukur interval .

4) Pengamatan dilakukan tanpa kesalahan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian harus memiliki pengukuran yang

valid dan reliabel. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas

karena data dikumpulkan tidak menggunakan instrument kuisioner. Data yang

diperoleh merupakan data sekunder yang dipublikasikan oleh Depnakertrans Sumatera Utara dengan tanggung jawab hukum yang jelas .

4. Validitas model

Terdapat dua indikator validitas model di dalam anlisis jalur yaitu koefisien

determinasi total dan theory trimming.

1) Koefisien determinasi total

Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan : R2m = 1 – P2e1P2e2 ...P2ep

Dalam hal ini interprestasi terhadap Rm sama dengan interprestasi koefisien

determinasi ( R ) pada analisis regresi. P

... ( 1 )

2

e1 yang merupakan standar error of


(61)

P2e1

2) Theory trimming

= ...( 2 )

Uji validasi koefiisen jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung adalah

sama dengan pada analisis regresi, menggunakan nilai p (p-value) dari uji t yaitu

pengujian koefisien regresi variabel yang dibakukan secara parsial. Berdasarkan

theory trimming , maka jalur yang non signifikan dibuang sehingga diperoleh

model yang didukung oleh data empiris kecuali model tertentu yang didukung

oleh data empiris.

5. Interpretasi Hasil Data

Langkah terakhir di dalam analisis jalur adalah melakukan interprestasi hasil

analisis yaitu menentukan jalur-jalur pengaruh yang signifikan dan mengidentifikasi jalur yang pengaruhnya lebih kuat yaitu dengan membandingkan besarnya koefisien jalur yang terstandar. Dalam analisis jalur di samping ada

pengaruh langsung juga terdapat pengaruh tidak langsung dan pengaruh total.

Koefisien beta dinamakan koefisien jalur yang merupakan pengaruh langsung,

sedangkan pengaruh tidak langsung dilakukan dengan mengalikan koefisien beta

dari variabel yang dilalui. Pengaruh total dihitung dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Uji keberartian koefisien jalur dapat dilihat dari nilai t, jika nilai t hitung > t tabel maka koefisien jalur berarti

pada α yang dipilih. Jika sebaliknya maka koefisien jalur tidak berarti. Atau jika nilai Sig.(p-value) < α maka koefisien jalur berarti, jika sebaliknya maka koefisien jalur tidak berarti.


(1)

Sig. (1-tailed)

UMP . ,000 ,000 ,000 ,008 ,000 ,083 ,000

MAKANAN DAN MINUMAN

,00 0

. ,000 ,055 ,003 ,000 ,000 ,000

SANDANG ,00 0

,000 . ,151 ,010 ,011 ,083 ,000

PERUMAH AN

,00 0

,055 ,151 . ,060 ,000 ,056 ,000

PENDIDIKA N

,00 8

,003 ,010 ,060 . ,135 ,000 ,004

KESEHATA N

,00 0

,000 ,011 ,000 ,135 . ,383 ,000

TRANSPOR TASI

,08 3

,000 ,083 ,056 ,000 ,383 . ,000

KHL ,00

0

,000 ,000 ,000 ,004 ,000 ,000 .

N UMP 63 63 63 63 63 63 63 63

MAKANAN DAN MINUMAN

63 63 63 63 63 63 63 63

SANDANG 63 63 63 63 63 63 63 63

PERUMAH AN

63 63 63 63 63 63 63 63

PENDIDIKA N

63 63 63 63 63 63 63 63

KESEHATA N

63 63 63 63 63 63 63 63

TRANSPOR TASI

63 63 63 63 63 63 63 63

KHL 63 63 63 63 63 63 63 63

Variables Entered/Removed Model

b

Variables Entered Variables Removed Method 1 KHL, PENDIDIKAN, SANDANG,

KESEHATAN, TRANSPORTASI, PERUMAHAN, MAKANAN DAN MINUMAN

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: UMP


(2)

Model Summary Model

b

R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 ,812a ,659 ,615 6851,15252 1,452

a. Predictors: (Constant), KHL, PENDIDIKAN, SANDANG, KESEHATAN, TRANSPORTASI, PERUMAHAN, MAKANAN DAN MINUMAN

b. Dependent Variable: UMP

ANOVA Model

b

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 4,981E11 7 7,116E10 15,161 ,000a

Residual 2,582E11 55 4,694E9

Total 7,563E11 62

a. Predictors: (Constant), KHL, PENDIDIKAN, SANDANG, KESEHATAN, TRANSPORTASI, PERUMAHAN, MAKANAN DAN MINUMAN

b. Dependent Variable: UMP

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 474151,486 70789,453 6,698 ,000

MAKANAN DAN MINUMAN

,854 ,203 ,499 4,208 ,000

SANDANG 1,011 ,370 ,261 2,731 ,008

PERUMAHAN ,427 ,134 ,372 3,181 ,002

PENDIDIKAN ,894 1,291 ,064 ,693 ,491

KESEHATAN ,249 1,168 ,023 ,213 ,832

TRANSPORTASI -,463 ,263 -,184

-1,763 ,083

KHL ,006 ,094 ,010 ,064 ,950

a. Dependent Variable: UMP

Casewise Diagnostics Case Number

a

Std. Residual UMP Predicted Value Residual

1 -,117 1014000,00 1021987,1460 -7987,14601

2 ,804 1115000,00 1059935,8733 55064,12666

3 ,960 1236000,00 1170236,3950 65763,60496

4 ,111 1028000,00 1020386,1843 7613,81571

5 1,251 1156500,00 1070820,1790 85679,82098

6 1,683 1275000,00 1159686,4252 115313,57482


(3)

8 -,345 1050000,00 1073660,0520 -23660,05197

9 -1,341 1201500,00 1293394,6284 -91894,62843

10 -,506 1065000,00 1099674,5493 -34674,54931

11 ,650 1170000,00 1125470,6224 44529,37758

12 1,860 1290000,00 1162567,0128 127432,98724

13 -,080 974000,00 979488,2897 -5488,28969

14 ,322 1090000,00 1067956,5150 22043,48500

15 ,081 1206000,00 1200444,2987 5555,70131

16 ,399 1100000,00 1072662,6798 27337,32019

17 ,786 1198000,00 1144177,7093 53822,29074

18 1,564 1379015,00 1271844,5177 107170,48232

19 -,566 1001500,00 1040290,0880 -38790,08798

20 ,915 1143950,00 1081284,4809 62665,51906

21 ,201 1255000,00 1241252,0208 13747,97917

22 -,624 1023000,00 1065743,0247 -42743,02466

23 -1,100 1165000,00 1240347,7886 -75347,78861

24 -,263 1278775,00 1296769,3272 -17994,32723

25 ,108 1050000,00 1042590,9298 7409,07021

26 ,644 1116000,00 1071864,0831 44135,91693

27 -1,123 1202000,00 1278961,7534 -76961,75338

28 -,250 974000,00 991129,5998 -17129,59980

29 -,280 1070000,00 1089188,7393 -19188,73933

30 ,860 1235000,00 1176091,7752 58908,22485

31 ,688 1100000,00 1052896,1180 47103,88203

32 ,760 1197000,00 1144960,0420 52039,95796

33 ,206 1285000,00 1270896,5934 14103,40655

34 -3,293 873800,00 1099431,6788 -225631,67880

35 -1,645 1046300,00 1158986,7106 -112686,71060

36 -,807 1218809,00 1274118,5547 -55309,55466

37 -,625 974500,00 1017310,6974 -42810,69745

38 -,133 1058000,00 1067101,6641 -9101,66410

39 ,652 1200000,00 1155307,2142 44692,78580

40 -,881 965500,00 1025837,7000 -60337,70004

41 -,745 1036000,00 1087068,9420 -51068,94205

42 ,802 1210000,00 1155055,3166 54944,68342

43 -,013 985000,00 985868,7013 -868,70129

44 ,651 1081500,00 1036883,3543 44616,64572

45 ,963 1235000,00 1169019,3433 65980,65675

46 ,030 1015000,00 1012925,8343 2074,16572

47 ,858 1115000,00 1056210,2390 58789,76099


(4)

49 -,156 986500,00 997188,7029 -10688,70291

50 ,613 1087300,00 1045336,8379 41963,16214

51 1,461 1275000,00 1174900,9660 100099,03400

52 -,702 980000,00 1028065,4657 -48065,46567

53 -1,007 1075000,00 1144008,2011 -69008,20108

54 1,280 1250000,00 1162328,6659 87671,33406

55 -1,138 967000,00 1044991,2165 -77991,21654

56 -1,856 1037000,00 1164155,0383 -127155,03826

57 -,528 1220000,00 1256139,3590 -36139,35902

58 -,209 988500,00 1002819,3422 -14319,34216

59 -,359 1065000,00 1089574,7930 -24574,79297

60 -1,124 1205000,00 1281982,2855 -76982,28546

61 -,561 1030000,00 1068438,1139 -38438,11386

62 -,052 1144000,00 1147530,0083 -3530,00830

63 1,011 1236000,00 1166723,5646 69276,43540

a. Dependent Variable: UMP

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation N Predicted Value 979488,3125 1296769,3750 1117951,5714 89633,38459 63

Std. Predicted Value -1,545 1,995 ,000 1,000 63

Standard Error of Predicted Value

13035,750 42289,875 22942,128 8414,303 63

Adjusted Predicted Value 980523,4375 1329372,2500 1118783,1416 91347,88312 63

Residual

-225631,67188

127432,98438 ,00000 64526,84549 63

Std. Residual -3,293 1,860 ,000 ,942 63

Stud. Residual -3,518 1,976 -,006 1,015 63

Deleted Residual

-257395,56250

171088,34375 -831,57015 75607,70922 63

Stud. Deleted Residual -3,959 2,032 -,012 1,048 63

Mahal. Distance 1,261 22,640 6,889 6,175 63

Cook's Distance ,000 ,291 ,023 ,050 63

Centered Leverage Value ,020 ,365 ,111 ,100 63

a. Dependent Variable: UMP


(5)

(6)