Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Upah Minimum Provinsi Dan Krisis Ekonomi Terhadap Kesempatan Kerja Di Sumatera Utara

(1)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH

MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP

KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

AINIL DONNA

077018024/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S E K

O L A H P

A S

C

A S A R JA N


(2)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH

MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP

KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AINIL DONNA

077018024/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Ainil Donna Nomor Pokok : 077018024

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Kasyful Mahalli, SE., M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 11 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE., M.Si

2. Dr. Rahmanta, M.Si

3. Dr. Irsyad Lubis, M.Soc,Sc 4. Drs. Rujiman, MA


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:

“PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 11 Februari 2011 Yang membuat pernyataan


(6)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN

KERJA DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan krisis ekonomi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

Penelitian ini memfokuskan masalah kesempatan kerja di Provinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1980 – 2007. Dengan variabel bebas yaitu pertumbuhan ekonomi, investasi, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan krisis ekonomi sedangkan variabel terikatnya mengenai kesempatan kerja di Sumatera Utara. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary

Least Square (OLS).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan kesempatan kerja tergolong tinggi. Dengan tingkat R2 = 0,895 yang bermakna bahwa variabel independen PDRB, investasi, UMP, krisis ekonomi mampu menjelaskan variasi kesempatan kerja sebesar 89,5 persen dan sisanya sebesar 10,5 persen. Secara serempak seluruh variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat (dependent variable) sangat jelas. Dari estimasi tersebut secara bersama-sama PDRB, investasi, UMP, krisis ekonomi dapat mempengaruhi kesempatan kerja di Sumatera Utara. Secara parsial hasil estimasi diperoleh kesimpulan dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan seluruh variabel bebas yaitu PDRB, Investasi, UMP dan krisis ekonomi. Signifikannya pengaruh setiap variabel bebas mencerminkan setiap perubahan kesempatan kerja selalu berasal dari perubahan PDRB, investasi, UMP dan krisis ekonomi.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Upah Minimum Provinsi (UMP), Krisis Ekonomi dan Kesempatan Kerja.


(7)

ANALYZE THE EFFECT OF ECONOMIC GROWTH, INVESTMENT, THE PROVINCIAL MINIMUM WAGE AND ECONOMIC CRISIS ON

EMPLOYMENT IN NORTH SUMATERA

ABSTRACT

This study aims to analyze the effect of economic growth, investment, the Provincial Minimum Wage and economic crisis on employment in North Sumatera.

This study focused on the problem of employment opportunities in the province of North Sumatra during the period of 1980 to 2007. With the independent variable of economic growth, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis while the dependent variable on employment opportunities in North Sumatera. The model used in this research is econometric model using Ordinary Least Square (OLS).

The study indicate that the model used in estimating the factors that affect employment opportunities are good, because the model free of violations of classical assumptions, as well as variations in the ability of explanatory variables in explaining the relatively high employment. With R 2 = 0,895 level of significance that the independent variables PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis can explain variations in employment amounted to 89,5 percent and the rest at 10,5 percent explained by another variable. Simultaneously all independent variables in influencing the dependent variable (dependent variable) is very clear. From these estimates together PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis can affect employment opportunities in Sumatera Utara. The partial results obtained estimates conclusion can be seen that there is significant influence of all independent variables are PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis. The significant influence of each independent variable to reflect any changes in employment opportunities always come from the change in PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage (UMP), and economic crisis.

Keywords: Economic Growth, Investment, Provincial Minimum Wage Economic Crisis and Employment.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, sebagai Pembimbing I, dan Kasyful Mahalli, SE, MSi sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.

2. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah


(9)

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 13 yang telah sama-sama berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.

5. Kedua orang tuaku, serta seluruh keluarga besarku yang selama ini turut memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, Januari 2011 Penulis,

AINIL DONNA NIM. 077018024


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ainil Donna

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 28 Oktober 1977 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum menikah Nama orang tua

Ayah : Usman Idris (Alm)

Ibu : Hj. Nurmaisyah

Alamat rumah : Jl. Garu VI No. 48 Lk. IX Medan

Pendidikan

1. Tahun 1984-1990 : SD Negeri 060924 Medan 2. Tahun 1990-1993 : SMP Negeri 13 Medan 3. Tahun 1993-1996 : SMA Negeri I Medan 4. Tahun 1997-2001 : Universitas Sumatera Utara

Program Studi Ekonomi/Manajemen 5. Tahun 2007-2011 : Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Ketenagakerjaan ... 10

2.2. Permintaan Tenaga Kerja ... 17

2.3. Angkatan Kerja ... 21

2.4. Kesempatan Kerja ... 23

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja .... 28

2.6. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja ... 31

2.7. Investasi dan Kesempatan Kerja ... 33

2.8. Upah dan Kesempatan Kerja ... 36

2.9. Penelitian Terdahulu ... 41


(12)

2.11. Hipotesis Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 47

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 47

3.3. Model Analisis ... 47

3.4. Metode Analisis ... 48

3.5. Uji Kesesuaian ... 49

3.6. Definisi Operasional ... 49

3.7. Uji Penyimpangan Klasik ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 52

4.2. Perkembangan Ketenagakerjaan di Sumatera Utara ... 54

4.3. PDRB Sumatera Utara ... 59

4.4. Investasi di Sumatera Utara ... 65

4.5. Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara ... 67

4.6. Krisis Ekonomi ... 70

4.7. Hasil Analisis Data dan Pembahasan ... 72

4.7.1. Uji Statistik Hasil Estimasi Model Penelitian ... 72

4.7.2. Analisis Regresi. ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran ... 80


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Realisasi Investasi PMDN dan PMA di Sumatera Utara ... 7 4.1. Kesempatan Kerja Sumatera Utara Tahun 1980 – 2007 ... 57 4.2. PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 1980 – 2007 ... 63 4.3. Investasi Sumatera Utara Tahun 1980 – 2007 ... 66 4.4. Perkembangan UMP Sumatera Utara Tahun 1980 – 2007 ... 69 4.5. Hasil Uji Multikolinieritas ... 77 4.6. Uji Autokorelasi. ... 78


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Peningkatan Agregat Supply Akibat Peningkatan Kurva

Produksi ... 12

2.2. Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja... 14

2.3. Fungsi Permintaan terhadap Tenaga Kerja... 20

2.4. Kurva Hukum Okun ... 32

2.5. Hubungan Tingkat Upah dengan Penyerapan Tenaga Kerja .... 40

2.6. Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara ... 45


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Variabel Penelitian ... 83 2. Hasil Regresi ... 84 3. Uji Autokorelasi ... 85

4. Uji Multikolinearitas ... 87 5. Uji Multikolinearitas ... 88 6. Diagram Hasil Penelitian ... 89


(16)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KRISIS EKONOMI TERHADAP KESEMPATAN

KERJA DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan krisis ekonomi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

Penelitian ini memfokuskan masalah kesempatan kerja di Provinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1980 – 2007. Dengan variabel bebas yaitu pertumbuhan ekonomi, investasi, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan krisis ekonomi sedangkan variabel terikatnya mengenai kesempatan kerja di Sumatera Utara. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary

Least Square (OLS).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan kesempatan kerja tergolong tinggi. Dengan tingkat R2 = 0,895 yang bermakna bahwa variabel independen PDRB, investasi, UMP, krisis ekonomi mampu menjelaskan variasi kesempatan kerja sebesar 89,5 persen dan sisanya sebesar 10,5 persen. Secara serempak seluruh variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat (dependent variable) sangat jelas. Dari estimasi tersebut secara bersama-sama PDRB, investasi, UMP, krisis ekonomi dapat mempengaruhi kesempatan kerja di Sumatera Utara. Secara parsial hasil estimasi diperoleh kesimpulan dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan seluruh variabel bebas yaitu PDRB, Investasi, UMP dan krisis ekonomi. Signifikannya pengaruh setiap variabel bebas mencerminkan setiap perubahan kesempatan kerja selalu berasal dari perubahan PDRB, investasi, UMP dan krisis ekonomi.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Upah Minimum Provinsi (UMP), Krisis Ekonomi dan Kesempatan Kerja.


(17)

ANALYZE THE EFFECT OF ECONOMIC GROWTH, INVESTMENT, THE PROVINCIAL MINIMUM WAGE AND ECONOMIC CRISIS ON

EMPLOYMENT IN NORTH SUMATERA

ABSTRACT

This study aims to analyze the effect of economic growth, investment, the Provincial Minimum Wage and economic crisis on employment in North Sumatera.

This study focused on the problem of employment opportunities in the province of North Sumatra during the period of 1980 to 2007. With the independent variable of economic growth, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis while the dependent variable on employment opportunities in North Sumatera. The model used in this research is econometric model using Ordinary Least Square (OLS).

The study indicate that the model used in estimating the factors that affect employment opportunities are good, because the model free of violations of classical assumptions, as well as variations in the ability of explanatory variables in explaining the relatively high employment. With R 2 = 0,895 level of significance that the independent variables PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis can explain variations in employment amounted to 89,5 percent and the rest at 10,5 percent explained by another variable. Simultaneously all independent variables in influencing the dependent variable (dependent variable) is very clear. From these estimates together PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis can affect employment opportunities in Sumatera Utara. The partial results obtained estimates conclusion can be seen that there is significant influence of all independent variables are PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage and the economic crisis. The significant influence of each independent variable to reflect any changes in employment opportunities always come from the change in PDRB, investment, the Provincial Minimum Wage (UMP), and economic crisis.

Keywords: Economic Growth, Investment, Provincial Minimum Wage Economic Crisis and Employment.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan Negara Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat tersebut, pemerintah melakukan pembangunan di berbagai bidang, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pelaksanaan pembangunan tersebut dikelompokkan dalam pembangunan nasional dan pembangunan daerah, di mana pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

Pembangunan secara lebih luas dapat diartikan sebagai usaha untuk lebih meningkatkan produktivitas sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu negara, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, kapital atau modal maupun sumber daya berupa teknologi, dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (Todaro, 2000).

Pada umumnya pembangunan nasional dan daerah di negara-negara berkembang ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi dapat mendukung pencapaian tujuan, atau mendorong perubahan-perubahan dan pembaharuan dalam bidang kehidupan lain dari masyarakat.


(19)

Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga stabilitas harga dengan selalu memperhatikan tingkat inflasi, menjaga keseimbangan neraca pembayaran, perhatian yang cukup terhadap neraca perdagangan, pendistribusian pendapatan yang lebih adil dan merata, serta tumbuhnya investasi-investasi dan mengatasi pengangguran.

Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi berbagai permasalahan dalam pembangunan ekonomi. Salah satu permasalahan yang cukup serius dihadapi Indonesia pada saat ini adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang pada saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur dan setengah penganggur mengalami peningkatan. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya.


(20)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung meningkat dalam beberapa tahun, namun peningkatan tersebut belum dibarengi dengan pengurangan laju pengangguran. Umumnya jika terjadi pertumbuhan ekonomi, maka tenaga kerja yang terserap oleh sektor-sektor ekonomi meningkat sehingga laju pengangguran semakin menurun atau berkurang.

Meningkatnya angka pengangguran disebabkan karena ketidakseimbangan pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan kesempatan kerja. Adanya kesenjangan antara angkatan kerja dan lapangan kerja tersebut berdampak terhadap perpindahan tenaga kerja (migrasi) baik secara spasial antara desa – kota maupun secara sektoral. Hal ini sejalan dengan pernyataan Todaro (1998) yang menjelaskan bahwa terjadinya perpindahan penduduk disebabkan oleh tingginya upah atau pendapatan yang dapat diperoleh di daerah tujuan. Kesenjangan upah/pendapatan yang besar antara desa atau daerah kota mendorong penduduk desa atau daerah datang dan mencari pekerjaan di kota.

Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang membuat semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat perkapita mengakibatkan semakin cepat perubahan struktur ekonomi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya yang mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku dan teknologi tersedia (Tambunan, 2006).

Berdasarkan data statistik Sumatera Utara Dalam Angka (2006), bahwa jumlah penduduk Sumatera Utara yang merupakan angkatan kerja adalah sebanyak 5,80 juta jiwa yang terdiri dari 5,17 juta jiwa terkategori bekerja dan sebesar 639 ribu


(21)

jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Penduduk Sumatera Utara yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu 52,68 persen. Sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Sumatera Utara adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 17,67 persen. Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa-jasa, baik jasa perorangan, jasa perusahaan, dan jasa pemerintahan yaitu sebesar 10,55 persen, sementara penduduk yang bekerja di sektor industri hanya sekitar 6,01 persen saja.

Krisis ekonomi telah menyebabkan dampak yang sangat serius terhadap perekonomian terutama di sektor industri. Nilai tukar rupiah yang terus melemah menyebabkan biaya operasi industri, khususnya dalam penyediaan bahan baku menjadi tinggi. Demikian juga inflasi yang diakibatkan oleh krisis menyebabkan terjadinya peningkatan harga-harga. Inflasi juga menyebabkan terjadinya berbagai tuntutan kenaikan upah oleh kelompok buruh. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar industri melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan bahkan sudah banyak yang tidak beroperasi lagi. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya jumlah pengangguran. Untuk mengatasi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja ini, maka salah satu tujuan pembangunan nasional adalah perluasan kesempatan kerja.

Kesempatan kerja itu timbul karena adanya investasi dan usaha untuk memperluas kesempatan kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan investasi, laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Strategi pembangunan yang diterapkan


(22)

juga akan mempengaruhi usaha perluasan kesempatan kerja. Strategi pembangunan dan sasaran tujuan nasional harus benar-benar memperhatikan aspek sumber daya manusia dalam memasuki lapangan kerja, orientasi untuk peningkatan GDP harus terlebih dahulu diikuti oleh peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan keterampilan yang memadai agar dalam pembangunan tersebut peningkatan GDP juga diikuti dengan peningkatan produktivitas kerja.

Menurut Tambunan (2001): Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi (sustainable development), atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan adanya kegiatan produksi maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptakan/meningkatkan permintaan di pasar. Jadi pendapat di atas menjelaskan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh investasi, di mana munculnya investasi akan mendorong kesempatan kerja dan peningkatan terhadap pendapatan. Peningkatan pendapatan akan menambah tabungan masyarakat, dan peningkatan tabungan masyarakat akan mendorong peningkatan investasi disebabkan oleh bunga bank yang cukup rendah sehingga banyak pengusaha menginvestasikan modalnya ke sektor ekonomi.

Keberhasilan pertumbuhan PDRB, tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya investasi. Investasi adalah kata kunci yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi, karena di samping akan mendorong kenaikan output secara signifikan, juga secara otomatis akan meningkatkan permintaan input, sehingga pada gilirannya akan


(23)

meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat sebagai konsekuensi dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat (Makmun dan Yasin, 2003). Investasi adalah mobilisasi sumber daya untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi/pendapatan di masa yang akan datang. Dalam investasi ada 2 (dua) tujuan utama yang ingin dicapai yaitu mengganti bagian dari penyediaan modal yang rusak dan tambahan penyediaan modal yang ada. Gambaran perkembangan pembangunan daerah tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Dalam kaitan itu perlu dipisahkan jenis investasi yang dilakukan oleh sektor swasta dan pemerintah, mengingat faktor yang menentukan lokasi kedua jenis investasi tersebut tidak selalu sama. Umumnya pemerintah masih harus memperhatikan beberapa faktor, seperti pengembangan suatu daerah tertentu karena alasan politis dan strategis, misalnya daerah perbatasan dan daerah yang mempunyai sejarah serta ciri khusus, sehingga memerlukan perhatian yang khusus termasuk dalam kebijakan investasi. Namun demikian, kedua jenis investasi baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta pada akhirnya akan dapat menambah kesempatan kerja dan memberikan sumbangan dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi dan sosial seperti kemiskinan, pengangguran dan sebagainya.

Berdasarkan data BPS Sumatera Utara, bahwa PDRB tahun 2003-2006 menunjukan peningkatan setiap tahun. Pertumbuhan ekononomi yang dapat dilihat dari PDRB dan kesempatan kerja/menganggur yang berhubungan dengan investasi Sumatera Utara dapat dilihat dari tabel di bawah ini:


(24)

Tabel 1.1. Realisasi Investasi PMDN dan PMA di Sumutera Utara Tahun PMDN

(Milyar Rp)

PMA (Juta US$)

PDRB (Milyar Rp)

Bekerja (Jiwa)

Menganggur (Jiwa) 2003 394,064 81.882,96 96.233,39 4.835.793 711.288 2004 683,450 95.682,56 114.647,29 4.756.078 758.000 2005 599,400 107.147,12 139.618,31 5.166.132 636.000 2006 797,259 233.912,91 160.376,80 4.870.566 632.000 Sumber: 1) BKMD Sumatera Utara dari tahun 2003-2006.

2) BPS Sumatera Utara dari tahun 2003-2006.

Data Tabel 1.1 di atas terlihat bahwa investasi dengan pertumbuhan ekonomi menunjukkan arah yang positif. Sebaliknya menunjukkan arah yang berlawanan antara kesempatan kerja dan pengangguran.

Faktor tingkat upah masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis permintaan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh tingkat upah. Ditinjau dari faktor upah, selama ini masalah yang sering timbul dalam hal pengupahan adalah adanya perbedaan pengertian dan kepentingan mengenai upah antara pengusaha dan pekerja. Sehingga dalam hal ini diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatasi perbedaan tersebut. Perbaikan upah berarti peningkatan pendapatan dan daya beli masyaraka. Peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan barang dan jasa yang kemudian pada gilirannya secara makro mendorong perusahaan untuk berkembang.


(25)

Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan suatu penelitian dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Upah Minimum Provinsi dan Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara.

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dianalisis, yaitu:

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh investasi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara?

4. Bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

2. Untuk menganalisis pengaruh investasi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.


(26)

3. Untuk menganalisis pengaruh upah minimum provinsi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

4. Untuk menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian yang dilakukan ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain:

1. Sebagai bahan masukan untuk pemerintah daerah dalam membuat rancangan kebijakan yang berkaitan dengan kesempatan kerja di Sumatera Utara.

2. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sumber referensi bagi pembaca maupun peneliti yang berminat dengan masalah ini.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketenagakerjaan

Pandangan mainstream economy terhadap permintaan tenaga kerja adalah sebagaimana permintaan terhadap faktor produksinya, dianggap sebagai permintaan turunan (derived demand), yaitu penurunan dari fungsi perusahaan. Meskipun fungsi perusahaan cukup bervariasi, meliputi memaksimumkan keuntungan, memaksimumkan penjualan atau perilaku untuk memberikan kepuasan kepada konsumen, namun maksimisasi keuntungan sering dijadikan dasar analisis dalam menentukan penggunaan tenaga kerja.

Dengan pertimbangan tersebut (maksimisasi keuntungan), dan dengan asumsi perusahaan beroperasi dalam sistem pasar persaingan, maka perusahaan cenderung untuk mempekerjakan tenaga kerja dengan tingkat upah sama dengan nilai produk marginal tenaga kerja (Value Marginal Product of Labor, VMPL) VMPL menunjukkan tingkat upah maksimum yang mau dibayarkan oleh perusahaan agar keuntungan perusahaan maksimum. Analisis tradisional terhadap penawaran tenaga kerja sering didasarkan atas mengalokasikan waktunya, yaitu antara waktu kerja dan waktu non kerja (leisure). Leisure dalam hal ini meliputi segala kegiatan yang tidak mendatangkan pendapatan secara langsung, seperti istirahat, merawat anak-anak, bersekolah, dan sebagainya. Pilihan tenaga kerja dalam mengalokasikan waktu dari


(28)

dua jenis kegiatan ini yang akan menempatkan berapa tingkat imbalan (upah) yang diharapkan oleh tenaga kerja. Preferensi subyektif seseorang yang akan menentukan berapa besar jam kerja optimal yang ditawarkan dan tingkat upah yang diharapkan.

Ekonom memandang bahwa leisure merupakan kebutuhan pokok manusia, sementara upah juga merupakan barang normal (semakin banyak semakin disukai). Tenaga kerja dianggap tidak suka pada jam bekerja namun suka pada pendapatan dan

leisure. Oleh karena itu penawaran tenaga kerja berhubungan positif dengan tingkat

upah, namun karena leisure juga diinginkan oleh tenaga kerja, maka penawaran tenaga kerja bersifat backward bending (bengkok ke belakang). Pada tingkat upahnya meningkat karena ingin mempertahankan jam leisure-nya (untuk mengurusi keluarga dan sebagainya).

Pengembangan agribisnis dan agroindustri di pedesaan juga akan mampu meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesempatan kerja penduduk sehingga akan meningkatkan Agregat Supply. Pergeseran Agregat Supply, secara teoritis dapat diturunkan dari fungsi produksi agregat dan keseimbangan pasar tenaga kerja (Yasin, 2003) yang secara matematis ditulis:

Y = f ( N, T, K, SDM, INF) (2.1)

Peningkatan teknologi, sumber daya manusia dan infrastruktur produksi akan menyebabkan fungsi produksi meningkat sehingga agregat supply juga meningkat, yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut:


(29)

Gambar 2.1. Peningkatan Agregat Supply Akibat Peningkatan Kurva Produksi (Yasin, 2003)

Keterangan:

Y = produksi INF = Infrastruktur

N = tenaga kerja NS = Penawaran tenaga kerja K = teknologi W = tingkat upah

SDM = sumber daya manusia ND = permintaan tenaga kerja NS-ND = L (W/P)


(30)

Pasar tenaga kerja dapat digolongkan menjadi pasar tenaga kerja terdidik dan pasar tenaga kerja tidak terdidik. Menurut Simanjuntak (2001), kedua bentuk pasar tenaga kerja tersebut berbeda dalam beberapa hal. Pertama, tenaga terdidik pada umumnya mempunyai produktivitas kerja lebih tinggi daripada yang tidak terdidik. Produktivitas pekerja pada dasarnya tercermin dalam tingkat upah dan penghasilan pekerja, yaitu berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Kedua, dari segi waktu, supply tenaga kerja terdidik haruslah melalui proses pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, elastisitas supply tenaga kerja terdidik biasanya lebih kecil daripada elastisitas supply tenaga kerja tidak terdidik. Ketiga, dalam proses pengisian lowongan, pengusaha memerlukan lebih banyak waktu untuk menyeleksi tenaga kerja terdidik daripada tenaga kerja tidak terdidik. Supply atau penawaran tenaga kerja adalah suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja. Seperti halnya penawaran, demand atau permintaan tenaga kerja juga merupakan suatu hubungan antara upah dan jumlah tenaga kerja.

Motif perusahaan mempekerjakan seseorang adalah untuk membantu memproduksi barang atau jasa yang akan dijual kepada konsumennya. Besaran permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja tergantung pada besaran permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksi perusahaan itu. Oleh karenanya, permintaan terhadap tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived demand).

Penentuan permintaan tenaga kerja dapat diturunkan dari fungsi produksi yang merupakan fungsi dari tenaga kerja (L) dan modal (K), sebagai berikut:


(31)

TP = f(L, K) (2.2) di mana: TP = Produksi total (output)

L = Tenaga kerja K = Modal

Keseimbangan pasar tenaga kerja merupakan suatu posisi tertentu yang terbentuk oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran tenaga kerja. Todaro (2000) menyatakan bahwa dalam pasar persaingan sempurna (perfect competition), di mana tidak ada satupun produsen dan konsumen yang mempunyai pengaruh atau kekuatan yang cukup besar untuk mendikte harga-harga input maupun output, tingkat penyerapan tenaga kerja (level of employment) dan harganya (tingkat upah) ditentukan secara bersamaan oleh segenap harga-harga output dan faktor-faktor produksi selain tenaga kerja.

Sumber: Nicholson (2005).


(32)

Gambar 2.2 memperlihatkan keseimbangan di pasar tenaga kerja tercapai pada saat jumlah tenaga kerja yang ditawarkan oleh individu (di pasar tenaga kerja, SL) sama besarnya dengan yang diminta (DL) oleh perusahaan, yaitu pada tingkat upah ekuilibrium (W0). Pada tingkat upah yang lebih tinggi (W2) penawaran tenaga kerja melebihi permintaan tenaga kerja, sehingga persaingan di antara individu dalam rangka memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah mendekati atau tepat ke titik ekuilibrium (W0). Sebaliknya, pada tingkat upah yang lebih rendah (W1) jumlah total tenaga kerja yang diminta oleh para produsen melebihi kuantitas penawaran yang ada, sehingga terjadi persaingan di antara para perusahaan atau produsen dalam memperebutkan tenaga kerja. Hal ini akan mendorong kenaikan tingkat upah mendekati atau tepat ke titik ekuilibrium. Pada titik W0 jumlah kesempatan kerja yang diukur pada sumbu horisontal adalah sebesar L0. Secara definitif, pada titik L0 inilah tercipta kesempatan kerja atau penyerapan tenaga kerja secara penuh (full employment). Artinya pada tingkat upah ekuilibrium tersebut semua orang yang menginginkan pekerjaan akan memperoleh pekerjaan, atau dengan kata lain sama sekali tidak akan terdapat pengangguran, kecuali pengangguran secara sukarela.

Kesempatan kerja itu timbul karena adanya investasi dan usaha untuk memperluas kesempatan kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan investasi, laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Strategi pembangunan yang diterapkan juga akan mempengaruhi usaha perluasan kesempatan kerja.


(33)

Menurut Suharsono Sagir (2000) kesempatan kerja adalah: “Kesempatan untuk berusaha dan berpartisipasi dalam pembangunan, jelas akan memberikan hak bagi manusia untuk menikmati hasil dari pembangunan”. Menurut Tjiptoherijanto (2001) menyebutkan: Pendekatan ekonomi yang hanya berorientasi kenaikan GDP tidak akan berhasil dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Sedangkan pendekatan sumber daya manusia menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang diimbangi dengan pemerataan, baik kesempatan kerja maupun pendapatan.

Strategi pembangunan dan sasaran tujuan nasional harus benar-benar memperhatikan aspek sumber daya manusia dalam memasuki lapangan kerja, orientasi untuk peningkatan GDP harus terlebih dahulu diikuti oleh peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan keterampilan yang memadai agar dalam pembangunan tersebut peningkatan GDP juga diikuti dengan peningkatan produktivitas kerja.

Telah dijelaskan di atas bahwa tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting yang secara aktif mengolah sumber lain. Menurut Simanjuntak (2001) yang dimaksud tenaga kerja adalah: Penduduk yang sedang atau sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan-kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur tenaga kerja minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum.

Menurut Dumairy (2000) yang dimaksud tenaga kerja adalah: “Peduduk yang


(34)

pekerjaan dengan batas usia minimum 10 tahun ke atas tanpa batas umur maksimum“.

Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa tenaga kerja yaitu meliputi penduduk yang berusia 10 tahun ke atas, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan serta yang melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga serta golongan lain yang menerima pendapatan. Pada kenyataannya batas usia 10 tahun ke atas bukanlah merupakan suatu kriteria tenaga kerja yang tetap. Batas usia tersebut bisa saja berubah sesuai dengan kondisi yang ada, tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin sebagai gambaran keadaan yang sebenarnya.

2.2. Permintaan Tenaga Kerja

Dalam memperkirakan penggunaan tenaga kerja perusahaan akan melihat tambahan output yang akan diperolehnya sehubungan dengan penambahan seorang tenaga kerja.

Untuk meganalisis hal tersebut digunakan beberapa asumsi, ini berarti setiap rumah tangga perusahaan sebagai individu tidak dapat mempengaruhi harga atau menghasilkan produksi (output) maupun untuk faktor-faktor produksi (input) yang digunakan dalam industri adalah suatu faktor yang harus diterima (given).

Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi dikombinasikan dengan faktor-faktor produksi lainnya khususnya modal akan dapat menghasilkan suatu


(35)

output berupa barang dan jasa. Oleh karena itu rumah tangga perusahaan dalam

kegiatan menghasilkan produksinya membutuhkan atau meminta jasa tenaga kerja. Dengan satu asumsi perusahaan dalam menghasilkan outputnya menggunakan faktor tenaga kerja dan modal (dalam jangka pendek), di mana faktor modal jumlahnya tetap. Maka secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Q = f (L,K) (2.3)

di mana:

Q = jumlah output yang dihasilkan

L = jumlah sumber tenaga kerja (jasa tenaga kerja) K = jumlah sumber modal (jasa barang modal)

Model yang akan digunakan untuk menjelaskan kesempatan kerja dapat didekati dari fungsi permintaan Hicksian. Fungsi permintaan Hicksian diturunkan dari kondisi minimisasi biaya sebuah unit usaha. Misalnya untuk memproduksi suatu

output diperlukan dua faktor input, yaitu tenaga kerja (L) dengan upah per unitnya

sebesar w dan modal kerja (K) dengan biaya modal sebesar r. Kondisi tersebut secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Q = f (K,L) (2.4)

Sedangkan biaya totalnya dapat dijabarkan sebagai berikut:


(36)

Dengan minimisasi biaya total untuk setiap n faktor input produksi, dan menempatkan persamaan (2.4) sebagai kendala dan persamaan (2.5) sebagai tujuan, maka melalui metode lagrange fungsi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

= wL + rK + (Q – f ( K,L) (2.6)

Turunan parsial (pertama) yang merupakan kondisi perlu untuk masalah optimasi terhadap K,L dan harus sama dengan nol adalah sebagai berikut:

( , ) 0

       L L K f w L L    (2.7) 0 ) , (         K L K f r k K    (2.8) 0 ) , (       L K f Q     (2.9)

Dengan memanipulasi dua persamaan pertama, maka akan diperoleh:

K

L MP

r MP

w

 atau  

K L MP MP r w

RTS L,K (2.10)

sedangkansecara ekonomi dapat diinterpretasikan sebagai suatu biaya marginal (marginal cost = MC). Dari persamaan (2.7) dan (2.8) dapat diperoleh nilai pengganda lagrange sebagai berikut:

* = K L MP r MP w

 (2.11)

W merupakan harga per unit faktor input tenaga kerja dan r merupakan harga per unit faktor input kapital, sedangkan MPL adalah besarnya tambahan output sebagai akibatnya adanya kenaikan per unit faktor input tenaga kerja dan MPK adalah


(37)

besarnya tambahan output sebagai akibat adanya kenaikan per unit faktor input kapital. Dengan demikian * =

K

L MP

r MP

w

merupakan marginal cost.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dari hasil proses minimisasi total cost (TC) akan diperoleh nilai optimal dari penggunaan faktor input (L,K) dan dengan demikian fungsi permintaan dari faktor input (L,K) ini adalah fungsi harga input (w,r) dan tingkat produksinya (Q) yang secara matematika dapat dinyatakan sebagai berikut:

L* = L* (w,r,Y) (2.12)

Merupakan fungsi permintaan tenaga kerja.

K* = K* (w,r,Y) (2.13)

Merupakan fungsi permintaan kapital.

Fungsi permintaan tenaga kerja dapat digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.1.

1 PQ

W ( 1.K)

PQ W f LD2 PQ W

Gambar 2.3. Fungsi Permintaan terhadap Tenaga Kerja

0

L1 L2 L


(38)

Garis vertikal adalah upah real

PO W )

(

sedangkan garis horizontal adalah jumlah tenaga kerja (L). Pada tingkat upah ( 1)

PO W

jumlah tenaga kerja yang terserap adalah L1

dan pada tingkat upah real ( )2

PO W

jumlah tenaga kerja yang terserap adalah L2 jadi

fungsi permintaan tenaga kerja adalah LD =

PO K W

f ( , )di mana jumlah modal dianggap tetap maka fungsi permintaannya adalah LD =

PO W f ( )

2.3. Angkatan Kerja

Tenaga kerja dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi sebagai salah satu faktor produksi dalam kegiatan sektor-sektor ekonomi. Adanya pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh perkembangan dari Produk Domestik Bruto di berbagai sektor menyebabkan terbukanya kesempatan kerja, sehingga memungkinkan bertambahnya permintaan terhadap tenaga kerja, walaupun seringkali peningkatan kesempatan kerja ini tidak sebanding dengan tenaga kerja yang tersedia sehingga menyebabkan masalah ketenagakerjaan.

Untuk keperluan analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi lima golongan yaitu: (Depnaker, 2004)

1. Tenaga kerja

Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antar negara yang satu dengan yang lain. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja


(39)

ini dibedakan atas angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja.

2. Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan.

3. Bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumah tangga dan menerima pendapatan yang bukan imbalan langsung atas jasa kerjanya.

4. Pekerja

Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan saat disensus atau disurvai memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Menurut BPS bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah, atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontinyu dalam seminggu yang lalu (seminggu sebelum sensus atau survai).

5. Penganggur

Penganggur adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan atau orang yang tidak bekerja dan masih atau sedang mencari pekerjaan.


(40)

Pengangguran yang semacam ini oleh BPS dinyatakan pengangguran terbuka.

Pengertian angkatan kerja (labour demand) adalah sebagai jumlah orang yang sedang bekerja dan orang yang menganggur. Dalam suatu masyarakat pada orang dewasa (berumur 16 tahun ke atas) pada setiap rumah tangga dimasukkan dalam tiga kelompok yaitu: bekerja, tidak bekerja, atau tidak masuk dalam (di luar) angkatan kerja. Seseorang dianggap bekerja jika ia bekerja dan mendapat upah pada pekan sebelumnya, sebagai lawan dari menjaga rumah, pergi ke sekolah, atau melakukan hal-hal lain. Seseorang dianggap menganggur jika ia tidak bekerja dan sedang menunggu untuk memulai pekerjaan baru, sedang cuti, atau sedang mencari pekerjaan. Orang yang tidak masuk ke dalam dua kategori itu, seperti pelajar atau pensiunan, tidak berada dalam angkatan kerja (Mankiw G., 2000).

2.4. Kesempatan Kerja

Satu aspek dalam kinerja ekonomi adalah sejauhmana suatu perekonomian menggunakan sumber daya dengan baik. Karena para pekerja suatu perekonomian adalah sumber daya utamanya, menjaga agar para pekerja tetap bekerja menjadi puncak perhatian para pembuat kebijakan ekonomi. Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian kesempatan yang tersedia sebagai akibat dari kegiatan ekonomi (memproduksi barang dan jasa) (Mankiw G., 2000).

Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam proses produksi yang lain seperti tanah, modal, dan lain-lain. Maka manusia merupakan penggerak bagi seluruh


(41)

faktor-faktor produksi tersebut. Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian pengertian kesempatan kerja adalah mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut (yang mengandung arti adanya kesempatan), kemudian timbul kebutuhan akan tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja nyata-nyata diperlukan oleh perusahaan/lembaga menerima tenaga kerja pada tingkat upah, posisi, dan syarat kerja tertentu. Data kesempatan kerja secara nyata sulit diperoleh, maka untuk keperluan praktis digunakan pendekatan bahwa jumlah kesempatan kerja didekati melalui banyaknya lapangan kerja yang terisi yang tercermin dari jumlah penduduk yang bekerja (employed) (Depnaker, 2004).

Pengertian kesempatan kerja yaitu suatu keadaan yang mencerminkan sampai jumlah berapa dari total angkatan kerja yang dapat diserap dapat ikut serta aktif dalam suatu kegiatan perekonomian suatu negara. Dengan kata lain kesempatan kerja adalah jumlah penduduk yang bekerja atau telah mendapatkan pekerjaan.

Menurut Rusli (2000) yang didasarkan pada data sensus penduduk, jumlah penduduk yang bekerja biasanya dipandang sebagai jumlah kesempatan kerja yang ada. Ini berarti bahwa kesempatan kerja bukanlah lapangan pekerjaan yang masih terbuka, walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada di waktu yang akan datang.


(42)

Secara sederhana bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja adalah pertumbuhan penduduk, peningkatan standar hidup, pertumbuhan ekonomi, perubahan investasi, penggunaan tenaga kerja dalam produksi, perubahan tingkat ekspor, perubahan produksi barang-barang subsitusi impor dan perubahan variasi musim dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

Kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada pemikiran bahwa tenaga kerja dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang potensial untuk pembangunan ekonomi secara keseluruhan, dengan demikian jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dapat menentukan percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Kesempatan kerja yang tersedia dan kualitas tenaga kerja yang digunakan akan menentukan proses pembangunan ekonomi untuk menjalankan proses produksi dan juga sebagai pasar barang dan jasa.

Konsep industrialisasi mengacu pada teori pertumbuhan yang mengacu pada proses peningkatan output dan pengakumulasian modal. Proses percepatan pertumbuhan dengan konsentrasi pembangunan pada sektor industri modern mampu menyerap tenaga kerja yang berada di pedesaan yang tidak dapat diserap oleh pasar tenaga kerja. Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan pun terlampau mementingkan industrialisasi yang kemudian memicu pertumbuhan penduduk yang berkorelasi positif dengan peningkatan urbanisasi penduduk di seluruh pedesaan yang mencari kehidupan yang lebih baik di perkotaan. Akibatnya di perkotaan tidak semua permintaan tenaga kerja (DL) mampu terserap oleh industri modern dalam jumlah yang memadai yang tidak mampu membendung laju pertumbuhan penduduk


(43)

perkotaan atau dengan kata lain permintaan tenaga kerja lebih besar daripada penawaran tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja (DL > SL) yang berdampak pada penurunan upah riil. Michael Todaro (2000) mengemukakan pertumbuhan pengangguran (jobless growth) atau yang biasa disebut kesenjangan antara kesempatan kerja dan output (output employment lag) merupakan suatu kondisi di mana laju pertumbuhan output mulai mengalami penurunan dan yang segera disusul oleh kemerosotan tingkat upah riil di sektor industri. Sehingga melalui teori tersebut maka penekanan yang berlebihan pada perluasan industri modern tidak dapat mengatasi masalah ketenagakerjaan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dalam menyerap tenaga kerja di negara sedang berkembang. Selain itu industri modern sarat dengan kegiatan padat modal sehingga daya serapnya terhadap tenaga kerja yang tersedia sangat terbatas.

Kegiatan ekonomi mencakup segala sumber daya beserta kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya (how) dengan sumber-sumber daya yang langka tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan, manusia melakukan kegiatan ekonomi di mana mencakup kegiatan produksi yang di dalamnya sumber daya manusia atau human resources yang mengandung pengertian manusia yang mampu bekerja untuk memberikan kontribusi berupa jasa atau kegiatan yang memiliki nilai ekonomi. Secara sederhana tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (Payaman Simanjuntak, 2001).

Menurut Payaman Simanjuntak (2001), sumber daya manusia yang termasuk golongan angkatan kerja merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang


(44)

sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Perbedaannya dengan bukan tenaga kerja dapat diketahui oleh batas umur di mana pada masing-masing negara memberikan batasan umur tersebut secara berbeda. Sebagai contoh Indonesia, pada tahun 1971 golongan usia 10 tahun ke atas sudah digolongkan sebagai tenaga kerja dikarenakan kelompok umur 10 – 14 tahun di kota dan desa sekitar 16 persen telah bekerja atau mencari pekerjaan.

Definisi dari BPS, tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sebelum tahun 2000, seperti pada contoh kondisi di atas, Indonesia menggunakan batasan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas yang dapat diamati pada hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990. Kemudian setelah Sensus Penduduk 2000, batasan usia tenaga kerja disesuaikan dengan ketentuan internasional, yaitu tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih. Manfaat yang dapat diperoleh dari definisi pembatasan usia tenaga kerja agar dapat digunakan sebagai wacana bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan baik di tingkat nasional maupun daerah dalam menyusun rencana pembangunan yang terkait dengan ketenagakerjaan. Selain itu, indikator ini digunakan untuk mengetahui jumlah tenaga kerja atau penduduk usia kerja potensial yang terlibat dalam kegiatan produksi, baik barang maupun jasa.


(45)

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesempatan Kerja

Pada suatu daerah di mana tingkat kesempatan kerjanya tinggi, hal tersebut akan mengurangi tingkat pengangguran dan sebaliknya jika kesempatan kerja itu rendah maka pengangguran akan meningkat. Tinggi rendahnya tingkat kesempatan kerja dipengaruhi oleh beberapa komponen pokok, komponen tersebut di suatu negara jenisnya berbeda-beda.

Menurut Simanjuntak (2001) faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja, yaitu:

a. Kondisi perekonomian. b. Pertumbuhan penduduk.

c. Produktivitas/kualitas sumber daya manusia. d. Tingkat upah.

e. Struktur umur penduduk.

Kutipan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kondisi perekonomian

Pesatnya roda perekonomian suatu daerah mencerminkan aktivitas produksi yang tinggi, kapasitas produksi yang tinggi membutuhkan tingginya faktor produksi diantaranya adalah tenaga kerja. Jadi banyak perusahaan yang menambah tenaga kerja baru.


(46)

b. Pertumbuhan penduduk

Kualitas pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh tingginya angka pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu semakin tinggi jumlah penduduk akan mengurangi kesempatan orang untuk bekerja.

c. Produktivitas/kualitas sumber daya manusia

Tingginya produktivitas dan kualitas sumber daya seseorang akan mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja, dan sebaliknya kualitas sumber daya manusia yang rendah akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya.

d. Tingkat upah

Kenaikan upah yang tidak dibarengi denmgan kenaikan kapasitas produksi akan menyebabkan pihak perusahaan akan mengurangi jumlah karyawannya, hal tersebut akan menurunkan tingkat kesempatan kerja. e. Struktur umur penduduk

Semakin besar struktur umur penduduk yang digolongkan muda, maka kesempatan kerja akan menurun dan sebaliknya.

Menurut Rahardja dan Manurung (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan tenaga kerja adalah:

a. Harga Faktor Produksi

Yang dimaksud dengan harga faktor produksi adalah upah atau gaji untuk tenaga kerja. Jika upah tenaga kerja makin murah harganya, makin besar jumlah tenaga kerja yang diminta.


(47)

b. Permintaan terhadap Output

Makin besar skala produksi, makin besar permintaan terhadap kesempatan tenaga kerja. Apabila diaplikasikan pada lembaga kursus berarti bahwa dengan semakin banyak peserta anak didik atau yang ikut kursus maka permintaan terhadap tenaga kerja semakin besar misalnya tenaga pengajar dan lain-lain.

c. Permintaan terhadap Faktor Produksi Lain

Misalnya, permintaan terhadap faktor produksi substitusi (mesin) meningkat, maka permintaan terhadap tenaga kerja menurun. Bila tenaga kerja dan mesin mempunyai hubungan komplemen, meningkatnya permintaan terhadap mesin meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja.

d. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi mempunyai dampak yang mendua terhadap permintaan faktor produksi. Dalam arti kemajuan dapat menambah atau mengurangi permintaan terhadap faktor produksi. Jika kemajuan teknologi meningkatkan produktivitas maka permintaan terhadap faktor produksi meningkat. Kemajuan teknologi yang bersifat padat modal meningkatkan produktivitas barang modal, sehingga permintaan terhadapnya meningkat. Sebaliknya kemajuan tersebut menurunkan permintaan terhadap tenaga kerja, bila hubungan keduanya substitutif. Kemajuan teknologi dapat


(48)

meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja, bila kemajuan tersebut meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

2.6. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja

Gambaran secara menyeluruh dari kondisi perekonomian suatu daerah dapat diperoleh dengan mengukur tingkat pertumbuhan ekonominya yang kita kenal dengan konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai salah satu indikator makro ekonomi. Dalam konsep penghitungan PDRB, yang dihitung adalah nilai bruto dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua unit ekonomi dalam wilayah yang diukur. Salah satu aspek untuk melihat kinerja perekonomian adalah seberapa efektif penggunaan sumber-sumber daya yang ada sehingga lapangan pekerjaan merupakan fokus dari pembuat kebijakan. Angkatan kerja merupakan jumlah total dari pekerja dan pengangguran, sedangkan pengangguran merupakan jumlah angkatan kerja yang menganggur.

Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat karena penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi. Studi yang dilakukan oleh ekonom Arthur Okun mengindikasikan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran, apabila pertumbuhan ekonomi meningkat maka tigkat pengangguran akan turun sehingga meningkatkan kesempatan kerja.

Seorang ahli ekonom, Arthur Okun pernah menyusun hubungan empiris antara pengangguran dan output selama siklus bisnis yang dikenal dengan Hukum


(49)

Okun (Mankiw, 2000), yang menyatakan bahwa terdapat kaitan yang erat antara tingkat pengangguran dengan GDP (Gross Domestic Product) riil, di mana terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pengangguran dengan GDP riil. Okun menggunakan data tahunan dari Amerika Serika untuk menunjukkan Hukum Okun ini seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Perubahan persentase dalam GDP riil

Garis titik sebaran setiap pengamatan

Perubahan dalam

tingkat pengangguran

Gambar 2.4. Kurva Hukum Okun (Sumber: Mankiw, 2000)

Gambar 2.4 di atas ini merupakan titik sebar dari perubahan dalam tingkat pengangguran pada sumbu horizontal dan perubahan persentase dalam GDP riil pada sumbu vertikal. Gambar ini menunjukkan dengan jelas bahwa perubahan dalam tingkat pengangguran dari tahun ke tahun sangat erat kaitannya dengan perubahan GDP riil tahun ke tahun, seperti terlihat pada garis titik sebar pengamatan yang ber

slope negatif.


(50)

2.7. Investasi dan Kesempatan Kerja

Pengertian investasi adalah pengeluaran-pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan persediaan barang modal (capital stock) terdiri dari pabrik, mesin kantor, dan produk-produk tahan lama lainnya (Dornbusch dan Fischer, 2004). Investasi yang lajim disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal menurut Sukirno (2000) adalah, "Merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat".

Menurut Tambunan (2001): Di dalam neraca nasional atau struktur PDB menurut penggunaannya, investasi didefinisikan sebagai pembentukan modal/kapital tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat dibedakan antara investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi netto (pembentukan modal tetap domestik netto).

Menurut definisi dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2007), pembentukan modal tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang modal baru (bukan barang-barang-barang-barang konsumsi) baik dari dalam negeri maupun impor, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap yang dicakup hanyalah yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi di dalam negeri (domestik). Nofirin (2000) “Investasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam PDB”.

Menurut Nopirin (2000), Faktor yang mempengaruhi investasi diantaranya adalah tingkat bunga, penyusutan, kebijaksanaan pemerintah, perkiraan tentang penjualan dan kebijaksanaan ekonomi. Tingkat kegiatan perekonomian ditentukan


(51)

oleh besaran-besarannya pengeluaran agregat yang wujud dalam perekonomian. Dan dalam perekonomian pengeluaran agregat itu terdiri dari empat jenis pengeluaran yaitu: pengeluaran konsumsi rumah tangga investasi oleh perusahaan perusahaan, pengeluaran pemerintah dan ekspor. Dari kenyataan itu dapatlah disimpulkan bahwa naik turunnya tingkat kegiatan ekonomi adalah ditimbulkan oleh perusahaan- perusahaan dari masing-masing atau gabungan faktor-faktor tersebut.

Selain memandang investasi dengan pendekatan neoclassical model, para ekonom juga melihat adanya hubungan antara fluktuasi dalam investasi dan fluktuasi dalam pasar saham. Harga saham cenderung tinggi pada saat perusahaan memiliki banyak kesempatan untuk berinvestasi mengingat hal tersebut berarti akan meingkatkan pendapatan pemegang saham. Dengan demikian, harga saham mencerminkan insentif untuk berinvestasi.

Untuk menjelaskan pergerakan di sektor riil termasuk investasi, teori ini menyatakan pergerakan tersebut disebabkan oleh faktor alam di sektor itu sendiri seperti terjadinya, technological shock yang membuat produktivitas meningkat sehingga output dari perekonomian juga meningkat. Dengan kata, lain semua fluktuasi di sektor lain seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat harga, tingkat konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari individu-individu terhadap perubahan dalam perekonomian.

Investasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan


(52)

pendapatan nasional dan taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Adanya investasi-investasi baru memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga kerja yang pada gilirannya akan mengurangi pengangguran.

Harrod-Domar (Subri, 2003) dalam teorinya menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar produksi. Kapasitas produksi yang membesar tersebut tentunya membutuhkan tenaga kerja yang besar pula, di mana dalam kondisi yang seperti ini diasumsikan tenaga kerja meningkat secara geometris dan selalu full employment.

Selain itu Solow (Subri, 2003) di dalam teorinya yang mirip dengan Harrod-Domar menggunakan Cobb-Douglas dan progress faktor menjelaskan bahwa angkatan kerja diasumsikan tumbuh secara geometris dan full employment selalu tercapai. Artinya bahwa pertumbuhan investasi yang ditanamkan akan diikuti dengan pertumbuhan kesempatan kerja.

Mankiw (2000) menjelaskan bahwa tiga jenis pengeluaran investasi, yaitu investasi tetap bisnis (business fixed investment), investasi residensial (residensial

investment), investasi persediaan (inventory investment).

Investasi tetap bisnis mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk produksi. Model investasi tetap bisnis standar disebut juga model investasi neo klasik. Model ini mengkaji tentang manfaat dan biaya bagi perusahaan untuk


(53)

memiliki barang-barang modal. Model ini menunjukkan bagaimana tingkat investasi dikaitkan pada produk modal dan tingkat bunga yang mempengaruhi perusahaan.

Investasi residensial mencakup perumahan baru yang orang beli untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. Menurut model pasar rumah, investasi bergantung terhadap harga relatif rumah. Harga relatif rumah tergantung pada permintaan terhadap rumah.

Dan yang terakhir adalah investasi persediaan mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di gudang. Investasi persediaan ini merupakan komponen yang terkecil dari PDRB. Mengingat banyaknya motif untuk menyimpan persediaan, maka ada banyak model dari investasi persediaan ini. Diantara model investasi persediaan investasi yang paling sederhana adalah model percepatan. Model percepatan persediaan mengasumsikan bahwa perusahaan menyimpan persediaan yang proporsional terhadap tingkat output perusahaan. Ketika output naik, perusahaan ingin menyimpan lebih banyak persediaan, sehingga investasi persediaan tinggi. Ketika output turun, perusahaan ingin menyimpan lebih sedikit persediaan, sehingga persediaan turun yang mengakibatkan investasi persediaan menjadi negatif.

2.8. Upah dan Kesempatan Kerja

Sistem pengupahan di suatu negara didasarkan kepada falsafah atau sistem perekonomian negara tersebut. Menurut Sumarsono (2003), teori yang mendasari sistem pengupahan pada dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim, yaitu: (1) berdasarkan ajaran Karl Marx mengenai teori Nilai dan pertentangan kelas;


(54)

(2) berdasarkan pada teori pertambahan produk marginal berlandaskan asumsi perekonomian bebas. Sistem pengupahan dari ekstrim pertama pada umumnya dilaksanakan di negara-negara penganut paham komunis, sedangkan sistem pengupahan ekstrim kedua pada umumnya dipergunakan di negara negara yang digolongkan kapitalis.

Ajaran Karl Max menyatakan bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nilai ekonomi. Nilai suatu barang tergantung nilai dari jasa buruh atau jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Implikasi dari pandangan ini adalah:

a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut.

b. Jumlah jam kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang adalah hampir sama. Oleh sebab itu harganya di beberapa tempat menjadi hampir sama.

c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian hanya buruh (pekerja) yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional tersebut.

Sistem pengupahan dan pelaksanaannya berdasarkan pandangan Karl Max adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macam dan jumlahnya hampir sama. Nilai (harga) setiap barang hampir sama, maka upah tiap-tiap orang kira-kira sama.


(55)

b. Sistem pengupahan tidak memberikan insentif yang sangat perlu menjamin peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional.

c. Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang betul-betul mau kerja menurut kemampuannya.

Menurut Sumarsono (2003), pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marginal seorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut. Tingkat upah yang dibayarkan oleh pengusaha adalah:

W = WMPPL = MPPL x P (2.14) Keterangan:

W = tingkat upah (labour cost) yang dibayarkan perusahaan kepada karyawan

P = harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per unit barang

WMPPL = marginal physical product of labour atau pertambahan hasil marginal pekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu

MPPL = volume of marginal physical product of labour atau nilai pertambahan hasil marginal pekerja atau karyawan

Dalam teori Neoklasik menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah senilai dengan pertambahan hasil marginalnya. Upah berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha. Upah dibayar oleh


(56)

pengusaha sesuai atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha.

Dalam perekonomian pasar-bebas tradisional ciri-ciri utamanya adalah penonjolan kedaulatan konsumen, utilitas atau kepuasan individual, dan prinsip maksimalisasi keuntungan, persaingan sempurna dan efisiensi ekonomi dengan produsen dan konsumen yang atomistik yakni tidak ada satu pun produsen atau konsumen yang mempunyai pengaruh atau kekuatan cukup besar untuk mendikte harga-harga input maupun output produksi tingkat penyerapan tenaga kerja dan harganya (tingkat upah) ditentukan secara bersamaan atau sekaligus oleh segenap harga output dan faktor-faktor produksi dalam suatu perekonomian yang beroperasi melalui perimbangan kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran (Todaro, 2000). Produsen meminta lebih banyak tenaga kerja sepanjang nilai produk marjinal (marginal product) yang akan dihasilkan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja (yaitu produk marjinal atau tambahan secara fisik dikalikan dengan harga pasar atas produk yang dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut) melebihi biayanya (yakni tingkat upah). Dengan asumsi bahwa hukum produk marjinal yang semakin menurun (Law

Diminishing Marginal Product) berlaku dan harga produk ditentukan sepenuhnya

oleh mekanisme pasar, maka nilai produk marjinal tenaga kerja tersebut akan memiliki kemiringan yang negatif atau mengarah dari bawah ke atas.

Pada sisi penawaran, setiap individu diasumsikan selalu berpegang teguh pada prinsip maksimalisasi kepuasan (Utility Maximization). Kenaikan tingkat upah akan setara dengan kenaikan harga bersantai (biaya oportunitas). Seandainya tingkat upah


(57)

mengalami kenaikan, maka penawaran tenaga kerja (yakni para pekerja itu sendiri) akan meningkat. Motivasi kerja mereka bertambah karena adanya iming-iming upah yang lebih tinggi daripada sebelumnya korelasi tersebut ditunjukkan oleh kemiringan positif atas kurva penawaran tenaga kerja, yang dapat dilihat dari gambar berikut:

W2 DL F G SL

We

W1

SL DL

Le

Penyerapan tenaga kerja

Gambar 2.5. Hubungan Tingkat Upah dengan Penyerapan Tenaga Kerja Gambar 2.5 menunjukkan bahwa hanya satu titik yang melambangkan tingkat upah equilibrium, yaitu W, jumlah tenaga kerja yang akan ditawarkan oleh individu

(pasar tenaga kerja sama besarnya dengan yang diminta oleh pengusaha). Pada tingkat upah yang lebih tinggi, seperti pada W2, penawaran tenaga kerja melebihi

permintaan sehingga persaingan di antara individu dalam memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah mendekati atau tepat pada titik equilibriumnya. Sebaliknya, pada upah yang lebih rendah (W1) jumlah total tenaga

kerja yang akan diminta oleh produsen dengan sendirinya akan melebihi kuantitas penawaran yang ada sehingga terjadilah persaingan di antara pengusaha atau


(58)

produsen dalam memperebutkan tenaga kerja, sehingga hal tersebut akan mendorong kenaikan tingkat upah mendekati atau ke titik equilibrium (We). Pada titik We jumlah

kesempatan kerja adalah sebesar Le. Pada titik Le inilah tercipta kesempatan kerja

secara penuh (full employment). Artinya, pada tingkat upah ekuilibrium tersebut semua orang yang menginginkan pekerjaan akan memperoleh pekerjaan, sehingga sama sekali tidak terdapat pengangguran.

2.9. Penelitian Terdahulu

Sudiarsa (2003) menganalisis: “Pertumbuhan PDRB, Pergeseran Dan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali”. Variabel

yang digunakan PDRB, kesempatan kerja, angkatan kerja dan jumlah penduduk. Model analisis yang digunakan meliputi analisis Shift Share, Location Quotient, pertumbuhan, produktivitas dan analisis tingkat pengangguran. Hasil penelitian menunjukkan peranan pertanian sebagai sektor primer semakin menurun, selanjutnya muncul sektor tersier dan sektor sekunder sebagai penggantinya. Hasil Analisis Shift

Share menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak memiliki nilai kompetitif sehingga

menurunkan pendapatan daerah (PDRB) sebesar Rp. 29.654,45 juta. Namun sektor pertanian di lokasi penelitian masih bersifat terkonsentrasi dan tumbuh lebih baik dari sektor sejenis di provinsi sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan daerah (PDRB) sebesar Rp. 360,92 juta. Analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan peranan sektor pertanian mulai menurun dilihat dari nilai LQ yang terus menurun


(59)

setiap tahunnya (LQ rata-rata 1,75), selanjutnya muncul sektor jasa, sektor industri pengolahan/kecil dan sektor bangunan sebagai penggantinya.

Rachman, Edyan (2005) mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di DKI Jakarta. Variabel yang digunakan dalam menjelaskan kesempatan kerja adalah PDRB, investasi, tingkat upah dan jumlah angkatan kerja DKI Jakarta. Metode analisis data menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Hasil analisis menyimpulkan bahwa variabel PDRB, investasi, upah minimum provinsi dan angkatan kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta. Sementara secara parsial variabel investasi tidak sesuai dengan hipotesis, di mana hasilnya menunjukkan pengaruh negatif terhadap kesempatan kerja. Hal ini disebabkan adanya relokasi beberapa industri ke luar wilayah DKI Jakarta dan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sektor-sektor ekonomi yang ada di Jakarta. Sedangkan variabel PDRB, angkatan kerja berpengaruh positif dan Upah Minimum Provinsi (UMP) berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta.

Sinaga (2005) meneliti “Analisis kesempatan kerja sektoral di Provinsi Sumatera Utara”. Variabel bebas yang digunakan adalah jumlah penduduk, PDRB, investasi serta menggunakan kesempatan kerja sebagai variabel terikat. Metode analisis data menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Hasil analisa menyimpulkan bahwa struktur lapangan pekerjaan terbesar didominasi oleh sektor pertanian, kemudian diikuti oleh sektor industri dan selanjutnya sektor jasa. Dengan menggunakan Method of Ordinary Least Square (OLS) menjelaskan bahwa PDRB, Investasi, dan angkatan kerja mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan serta


(60)

bersifat inelastis terhadap pertumbuhan Tenaga Kerja Sektoral Provinsi Sumatera Utara.

Sitorus, Aida Fitriani (2007) mengenai: “Analisis Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Sumatera Utara”. Variabel terikat adalah kesempatan kerja dan transformasi tenaga

kerja sedangkan variabel bebas adalah PDRB, tingkat upah dan tenaga kerja yang bekerja. Model analisis yang digunakan metode analisis data menggunakan Ordinary

Least Square (OLS) dan model analisis Shift share. Hasil penelitian menunjukkan

dengan meningkatnya PDRB akan berdampak pada meningkatnya kesempatan kerja di sektor pertanian, karena sektor pertanian sangat dominan dalam mendukung PDRB dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Variabel upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesempatan kerja di sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa.

Nainggolan, Indra Oloan (2009) “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara”. Variabel bebas adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota, Tingkat Bunga Kredit, Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi (UMK) sedangkan variabel terikat adalah kesempatan kerja. Metode analisis yang dipergunakan adalah Metode

Generalized Least Square (GLS) dengan Random Effek Model (REM). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota berpengaruh positif dan signifikan. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berpengaruh negatif dan signifikan, dan Tingkat Bunga Kredit berpengaruh


(61)

negatif dan tidak signifikan terhadap kesempatan bekerja pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Untuk meningkatkan PDRB akan efektif mendorong peningkatan penggunaan tenaga kerja pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, sementara itu peningkatan UMK malah akan menurunkan permintaan atau penggunaan tenaga kerja. Tingkat bunga kredit memang dianggap penting bagi pertumbuhan permintaan tenaga kerja akan tetapi ternyata tingkat bunga kredit tidak berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja. Ini disebabkan bahwa kurangnya sarana dan prasarana yang ada pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara

Danie Satrio (2010) Analisis Dampak Investasi pada Industri Pulp dan Kertas terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan Rumah Tangga Indonesia. Variabel yang diteliti adalah kesempatan kerja sebagai variabel terikat, dan variabel bebasnya penanaman Modal dalam Negeri, Industri Pulp dan Kertas, Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), Output, Keterkaitan Antar Sektor, Pendapatan Rumah Tangga. Model analisis regresi berganda didukung dengan Input – Output (I-O). Dari hasil analisis, penanaman modal dalam negeri investasi langsung pada industri pulp dan kertas berdampak kecil terhadap peningkatan output sektor perekonomian dan tidak berpengaruh terlalu besar pada penciptaan kesempatan kerja namun berdampak besar dalam mendorong perkembangan pada sektor-sektor yang berkaitan. Selain itu sektor industri kertas kurang berpengaruh besar dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga nasional.


(62)

2.10. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara

2.11. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan beberapa hasil kajian empiris yang dilakukan penelitian-penelitian sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara, ceteris paribus

2. Investasi berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara,

ceteris paribus.

3. Upah minimum berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara, ceteris paribus.

Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

Investasi (PMA+ PMDN)

Upah Minimum Provinsi

Kesempatan Kerja

Krisis Ekonomi (Dummy)


(63)

4. Krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara, ceteris paribus.


(1)

Ramsey RESET Test:

F-statistic 4.77140 Probability 0.188305

Log likelihood ratio 4.38298 Probability 0.149143 Test Equation:

Dependent Variable: LOG(KK) Method: Least Squares Date: 04/29/10 Time: 16:31 Sample: 1980 2007

Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 255.6631 62.76040 4.073638 0.0005

LOG(PDRB) 22.77722 5.762328 3.952781 0.0007

LOG(INV) 2.641373 0.668184 3.953063 0.0007

LOG(UMP) -18.56665 4.697269 -3.952649 0.0007

DM -5.217868 1.320533 -3.951334 0.0007

FITTED^2 -1.157300 0.301117 -3.843358 0.0009 R-squared 0.937619 Mean dependent var 15.22344 Adjusted R-squared 0.923441 S.D. dependent var 0.239232 S.E. of regression 0.066194 Akaike info criterion -2.405056 Sum squared resid 0.096395 Schwarz criterion -2.119583

Log likelihood 39.67078 F-statistic 66.13406


(2)

Lampiran 4

Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LOG(PDRB)

Method: Least Squares Date: 04/29/10 Time: 16:34 Sample: 1980 2007

Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.187320 0.432205 -2.747124 0.0112

LOG(INV) 0.015352 0.032673 0.469854 0.6427

LOG(UMP) 0.953277 0.051270 18.59330 0.0000

DM 0.215921 0.100973 2.138409 0.0429

R-squared 0.791913 Mean dependent var 9.919363 Adjusted R-squared 0.627902 S.D. dependent var 1.374964 S.E. of regression 0.131149 Akaike info criterion -1.093398 Sum squared resid 0.412803 Schwarz criterion -0.903083

Log likelihood 19.30758 F-statistic 981.2225

Durbin-Watson stat 1.451416 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: LOG(INV) Method: Least Squares

Date: 04/29/10 Time: 16:35 Sample: 1980 2007

Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -5.258365 2.888607 -1.820380 0.0812

LOG(PDRB) 0.593721 1.263628 0.469854 0.6427

LOG(UMP) 0.532618 1.246683 0.427228 0.6730

DM -1.033902 0.651841 -1.586126 0.1258

R-squared 0.674922 Mean dependent var 6.328679 Adjusted R-squared 0.634288 S.D. dependent var 1.348681 S.E. of regression 0.815603 Akaike info criterion 2.561786 Sum squared resid 15.96501 Schwarz criterion 2.752101 Log likelihood -31.86501 F-statistic 16.60950 Durbin-Watson stat 1.856460 Prob(F-statistic) 0.000005


(3)

Lampiran 5

Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LOG(UMP)

Method: Least Squares Date: 04/29/10 Time: 16:36 Sample: 1980 2007

Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.684249 0.366692 4.593089 0.0001

LOG(INV) 0.014171 0.033170 0.427228 0.6730

LOG(PDRB) 0.980916 0.052756 18.59330 0.0000

DM -0.111588 0.109413 -1.019881 0.3180

R-squared 0.791001 Mean dependent var 11.46016 Adjusted R-squared 0.625876 S.D. dependent var 1.322208 S.E. of regression 0.133037 Akaike info criterion -1.064816 Sum squared resid 0.424772 Schwarz criterion -0.874501

Log likelihood 18.90743 F-statistic 880.9918

Durbin-Watson stat 1.098406 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: DM Method: Least Squares Date: 04/29/10 Time: 16:36 Sample: 1980 2007

Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2.112442 0.810515 -2.606296 0.0155

LOG(UMP) -0.372258 0.365001 -1.019881 0.3180 LOG(INV) -0.091768 0.057857 -1.586126 0.1258

LOG(PDRB) 0.741197 0.346611 2.138409 0.0429

R-squared 0.787823 Mean dependent var 0.392857 Adjusted R-squared 0.761301 S.D. dependent var 0.497347 S.E. of regression 0.242988 Akaike info criterion 0.139955 Sum squared resid 1.417037 Schwarz criterion 0.330270

Log likelihood 2.040636 F-statistic 29.70444

Durbin-Watson stat 1.096467 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

0 40000 80000 120000 160000 200000

1980 1985 1990 1995 2000 2005 PDRB

0 1000 2000 3000 4000

1980 1985 1990 1995 2000 2005

INV


(5)

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

1980

1985

1990

1995

2000

2005


(6)

2000000 2500000 3000000 3500000 4000000 4500000 5000000 5500000

1980 1985 1990 1995 2000 2005


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Upah Minimum Provinsi, Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi terhadap Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara

3 103 62

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Dan Krisis Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Utara

1 31 99

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Dan Jumlah Industri Terhadap Penyediaan Kesempatan Kerja Di Sumatera Utara

2 39 98

ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI SUMATERA UTARA.

0 2 30

ANALISIS PENGARUH INFLASI, INVESTASI, UPAH MINIMUM DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN DI EKS- Analisis Pengaruh Inflasi, Investasi, Upah Minimum Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran Di Ekskarisidenan Surakarta Periode Tahun 2010-2014.

1 5 15

ANALISIS PENGARUH INFLASI, INVESTASI, UPAH MINIMUM DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN DI EKS- Analisis Pengaruh Inflasi, Investasi, Upah Minimum Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran Di Ekskarisidenan Surakarta Periode Tahun 2010-2014.

0 4 16

ANALISIS PENGARUH PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA, UPAH MINIMUM, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP Analisis Pengaruh Produktivitas Tenaga Kerja, Upah Minimum, Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja(Di 35 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Pa

0 2 13

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum, Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009 – 2013

0 0 15

TAP.COM - PENGARUH UPAH MINIMUM DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA ... 3441 8537 2 PB

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketenagakerjaan 2.1.1 Kesempatan Kerja dan Tenaga Kerja - Analisis Pengaruh Upah Minimum Provinsi, Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi terhadap Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara

0 0 16