Pengawasan Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Upah Minimum Provinsi Di Kota Pekanbaru Pada Tahun 2007

PENGAWASAN TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG UPAH MINIMUM PROVINSI DI KOTA PEKANBARU PADA TAHUN 2007

Oleh: Ranggi Ade Febrian, M.Si., S.IP

Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fisipol – Universitas Islam Riau Pekanbaru

H. Isril, MH., Drs

Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fisipol – Universitas Riau Pekanbaru

Abstract

The Government of Pekanbaru has established the Minimum Wage’s City (UMK) in the amount of Rp 710.000,- per month for 2007. The determination UMK of Pekanbaru for 2007 is still referred to Provincial Minimum Wage (UMP) for Rp 710.000,- that is according to Decree of the Governor of Riau No. 27 dated

1 January 2006. Where Department of Labor in Pekanbaru city is on duty to control the implementation of minimum wage policy for businesses that operate in Pekanbaru city. Type of supervision is carried out repressive nature invsetigatif supervision, inspection and control the activities of the possibilities of deviation from the implementation of Provincial Minimum Wage policy in the city of Pekanbaru after a policy that stresses applied to the in-depth examination of minimum wage violations by the object of surveillance of the workers.

Keywords : Provincial Minimum Wage, Labor

PENDAHULUAN

Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materil maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa agar terpenuhi hak- hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 1 ayat (16) disebutkan bahwa: Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/ atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Oleh karena itu hubungan industrial berlangsung dengan adanya interaksi dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Pemerintah dalam hal ini berperan sebagai regulator atau mengatur interaksi hubungan antara pihak pengusaha, pekerja/buruh.

Upah merupakan salah satu alat motivasi yang efektif terhadap karyawan pada suatu perusahaan. Upah dapat membangkitkan semangat dan kegairahan kerja karyawan sehingga diharapkan karyawan bersedia bekerja lebih giat serta dapat meningkatkan produktivitasnya. Upah berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi. Dari sisi lain tenaga kerja adalah salah satu dari beberapa faktor produksi yang dimanfaatkan dan diproses dalam proses produksi secara optimal, secara sederhana faktor-faktor produksi itu dapat dikelompokkan menjadi dua saja yaitu faktor produksi tenaga kerja dan pemilik modal. Dalam hal ini dituntut terciptanya kerjasama yang optimal tetapi di pihak lain proses Upah merupakan salah satu alat motivasi yang efektif terhadap karyawan pada suatu perusahaan. Upah dapat membangkitkan semangat dan kegairahan kerja karyawan sehingga diharapkan karyawan bersedia bekerja lebih giat serta dapat meningkatkan produktivitasnya. Upah berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi. Dari sisi lain tenaga kerja adalah salah satu dari beberapa faktor produksi yang dimanfaatkan dan diproses dalam proses produksi secara optimal, secara sederhana faktor-faktor produksi itu dapat dikelompokkan menjadi dua saja yaitu faktor produksi tenaga kerja dan pemilik modal. Dalam hal ini dituntut terciptanya kerjasama yang optimal tetapi di pihak lain proses

Oleh sebab itu, pihak pemerintah dituntut berperan aktif untuk mengatasi masalah upah kerja bagi para tenaga kerja ini. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah adalah menetapkan kebijakan melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, agar hubungan kerja pihak pekerja dan pihak pengusaha dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa: dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: PER-17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup layak Pasal 1 disebutkan bahwa:

(1) Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang pekerja/ buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.

(2) Dewan Pengumpulan Provinsi Kabupaten/ Kota adalah lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibetuk oleh Gurbernur/ Bupati/ Walikota dan bertugas memberikan saran serta pertimbangan kepada Gurbernur/ Bupati/ Walikota dalam penetapan upah minimum.

Pasal 4 ayat (5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: PER-17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak disebutkan bahwa : KHL sebagai dasar dalam penetapan upah minimum Provinsi, maka penetapan upah minimum didasarkan pada niai KHL Kabupaten/ Kota terendah di Provinsi yang bersangkutan

dengan mempertimbangkan produktivitas, dengan mempertimbangkan produktivitas,

Prosedur yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dalam melakukan pengawasan terhadap UMK Di Kota Pekanbaru adalah dengan melakukan pengawasan terhadap seluruh pelaku usaha yang beroperasi di Kota Pekanbaru sebagai objek pengawasan sesuai dengan UU No 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 yaitu:

1. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja/ buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain

2. Usaha-usah sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan menbayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pengawasan dilakukakan setiap bulannya untuk memeriksa perusahaan yang beroperasi di Kota Pekanbaru, apakah mematuhi pembayaran upah minimum bagi pekerja menurut peraturan yang telah ditetapkan. Pengawasan di lapangan dilakukan oleh personel pengawas Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru yang berdiri secara independen dengan perbandingan ideal 1 (satu) orang personel pengawas menangani 50 perusahaan. Jika Terjadi penyimpangan yang ditemukakan oleh personel pengawas, maka Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru akan melakukan tindakan berupa sanksi sesuai dengan peraturan Pengawasan dilakukakan setiap bulannya untuk memeriksa perusahaan yang beroperasi di Kota Pekanbaru, apakah mematuhi pembayaran upah minimum bagi pekerja menurut peraturan yang telah ditetapkan. Pengawasan di lapangan dilakukan oleh personel pengawas Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru yang berdiri secara independen dengan perbandingan ideal 1 (satu) orang personel pengawas menangani 50 perusahaan. Jika Terjadi penyimpangan yang ditemukakan oleh personel pengawas, maka Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru akan melakukan tindakan berupa sanksi sesuai dengan peraturan

Pemerintah Kota Pekanbaru telah menetapkan Upah Minimum Kota (UMK) Pekanbaru sebesar Rp. 710.000 per bulan untuk tahun 2007. Penetapan UMK Pekanbaru tahun 2007 ini masih mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp710.000 per bulan yaitu menurut Keputusan Gurbernur Riau No. 27 Tertanggal 1 Januari Tahun 2006, Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berlaku di Propinsi Riau untuk seorang pekerja lajang pada adalah sebesar Rp. 710.000,- yang efektif diberlakukan sejak tanggal Januari 2007.

Penetapan Keputusan Upah Minimum Kota (UMK) Pekanbaru untuk mengacu Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau dan tidak menetapkan upah minimum tersendiri dikarena waktu untuk penyusunan UMK guna diterapkan pada 2007 sudah tidak memungkinkan lagi disusun, karena ketentuannya untuk menetapkan UMK kabupaten/kota, harus disampaikan terlebih dahulu ke gubernur untuk disetujui, paling lama bulan September untuk UMK tahun berikutnya, artinya bila mau menetapkan UMK Pekanbaru 2007, minimal dewan pengupahan harus mengajukan permintaan persetujuan UMK ini ke Gubri pada September 2006 lalu. Karena alasan keterlambatan itulah Upah Minimum Kota (UMK) Pekanbaru tahun 2007 tidak memungkinkan lagi untuk disusun sendiri, dan disesuaikan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Sedangkan Upah Minimimum Provinsi (UMP) Riau tahun 2008 ditetapkan sebesar Rp. 800.000 per bulan. Menurut Keputusan Gurbernur Riau No. 38 Tertanggal 26 November Tahun 2007, Upah Minimum Provinsi (UMP) yang berlaku di Provinsi Riau untuk seorang pekerja adalah sebesar Rp. 800.000, Angka ini naik 12,68 persen dari angka sebelumnya yang dipatok sebesar Rp 710.000,-/ bulan. Dan Upah Minimum Kota Pekanbaru untuk tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar Rp. 825.000,- sesuai peraturan Gubernur Riau No. 48 Tahun 2007. Pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam menetapkan UMP ini adalah dengan melihat berbagai aspek yang ada seperti kebutuhan hidup layak, inflasi, pertumbuhan ekonomi, kemampuan perusahaan, indeks harga konsumen dan dengan Sedangkan Upah Minimimum Provinsi (UMP) Riau tahun 2008 ditetapkan sebesar Rp. 800.000 per bulan. Menurut Keputusan Gurbernur Riau No. 38 Tertanggal 26 November Tahun 2007, Upah Minimum Provinsi (UMP) yang berlaku di Provinsi Riau untuk seorang pekerja adalah sebesar Rp. 800.000, Angka ini naik 12,68 persen dari angka sebelumnya yang dipatok sebesar Rp 710.000,-/ bulan. Dan Upah Minimum Kota Pekanbaru untuk tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar Rp. 825.000,- sesuai peraturan Gubernur Riau No. 48 Tahun 2007. Pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam menetapkan UMP ini adalah dengan melihat berbagai aspek yang ada seperti kebutuhan hidup layak, inflasi, pertumbuhan ekonomi, kemampuan perusahaan, indeks harga konsumen dan dengan

Sebagai daerah perkotaan yang mengalami pertumbuhan perekonomian yang cukup pesat, maka di Kota Pekanbaru banyak berkembang berbagai jenis bidang usaha industri yang menghasilkan produk barang dan jasa, mulai dari usaha industri yang berskala besar, menengah, hingga industri kecil dan industri rumah-tangga. Untuk mendukung aktivitas operasionalnya, maka perusahaan-perusahaan

merekrut dan mempekerjakan para pekerja/ buruh dari berbagai jenjang pendidikan dan tingkat keahlian / keterampilan. Perkembangan jumlah perusahaan/unit usaha yang beroperasi di Kota Pekanbaru dan tenaga kerjanya sejak tahun 2003 hingga tahun 2007 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

cukup

banyak

Tabel 1. Perkembangan

Perusahaan yang Beroperasi di Kota Pekanbaru Tahun 2003 – 2007 No Tahun

Jumlah

Jumlah Persentase Perusahaan

Jumlah

Persentase

Tenaga Kenaikan ( unit )

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Berikut tabel jumlah perusahaan yang beroperasi di Kota Pekanbaru yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru :

Tabel 2. Perkembangan Jumlah Perusahaan di Kota Pekanbaru yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru tahun

2003-2007

No Tahun Jumlah

Jumlah Persentase Perusahaan

Persentase

Tenaga Kenaikan ( unit )

Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru

Berdasarkan tabel di atas dapat dilahat bahwa jumlah perusahaan yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru hanya sebagian kecil dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kota Pekanbaru, pada tahun 2007 saja perusahaan yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru hanya berjumlah 261 perusahaan ( Data Terlampir ), sedangkan jumah perusahaan yang beroperasi di Kota Pekanbaru pada tahun 2007 berjumlah 3.366 perusahaan. Hal ini menujukkan kurangnya kesadaran para pengusaha di Kota Pekanbaru untuk melaporkan perusahaannya pada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru, sehingga terjadi pelanggaran dalam Bidang Ketenaga Kerjaan, yang menyebabkan Disnaker Kota Pekanbaru kasulitan untuk mengawasi perusahaan yang beroperasi di Kota Pekanbaru.

Tenaga kerja merupakan orang yang mengabdikan diri bagi kepentingan perusahaan, oleh sebab itu pihak perusahaan perlu memperhatikan hak-haknya. Di samping itu tenaga kerja juga akan mempengaruhi kondisi perekonomian suatu negara, maka dari itu pemerintah juga perlu melindungi hak-hak para pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama dalam pengawasan terhadap pembayaran upah kerja.

Namun dari hasil pra survei penulis, bahwa pada kenyataannya fungsi pengawasan pemerintah terhadap upah kerja di Kota Pekanbaru belum mencapai hasil maksimal sebagaimana yang diharapkan, dimana terdapat fenomena dan gejala sebagai berikut:

Terjadi kelemahan struktural. Jumlah pegawai pengawas dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pekanbaru hanya berjumlah empat orang, sedangkan jumlah perusahaan yang diawasi sebanyak 3.366 perusahaan pada tahun 2007 dengan perbandingan idealnya satu orang pengawas mengawasi 50 perusahaan (1 : 50), akibatnya masih banyak perusahaan yang belum terawasi oleh Disnaker Kota Pekanbaru yakni berjumlah 3.246 Perusahaan pada tahun 2007, yakni Dari 3.366 Perusahaan yang ada di Kota Pekanbaru, hanya 261 Perusahaan yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dan yang terawasi oleh Disnaker Kota Pekanbaru pada Tahun 2007 hanya berjumlah 120 Perusahaan ( Daftar Terlampir ). Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran para pengusaha untuk melaporkan perusahaannya kepada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru, yakni sebanyak 261 perusahaan yang terdaftar pada tahun 2007. Sehingga yang menjadi objek pengawasan sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 tidak dapat diawasi secara optimal dan menyeluruh oleh Disnaker Kota Pekanbaru.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis bermaksud meneliti tentang upaya pengawasan upah kerja yang dilakukan pihak Disnaker sesuai dengan perundang- undangan yang berlaku, dengan judul penelitian : Pengawasan

Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Upah Minimum Provinsi Di Kota Pekanbaru Pada Tahun 2007.

Perumusan Masalah

Berdasarkan gejala-gejala yang dikemukakan tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

Mengapa pengawasan terhadap kebijakan pemerintah tentang UMP Riau di Kota Pekanbaru belum terlaksana secara optimal ?

Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada pelaksanaan pengawasan terhadap UMP di Kota Pekanbaru karena masih belum sesuainya pelaksanaan UMP dengan realisasi yang terjadi terhadap upah kerja bagi para pekerja di sektor formal pada tahun 2007, berdasarkan peraturan dan perundang- undangan dan kebijakan yang berlaku.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah tentang Upah Minimum Provinsi di Kota Pekanbaru pada tahun 2007.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat yang dihadapi dalam pelaksanaan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah tentang Upah Minimum Provinsi di Kota Pekanbaru.

Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memacu perkembangan Ilmu Pemerintahan dengan memperkaya hasil-hasil penelitian dalam bidang Ilmu Pemerintahan pada umumnya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan masukan atau sumbangan pemikiran terhadap instansi terkait/ Dinas Tenaga Kerja dalam pengawasan upah kerja di Kota Pekanbaru.

3. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah sumber informasi maupun referensi.

Studi Kepustakaan

Salah satu perwujudan tugas pemerintah tersebut yang cukup penting adalah mengelola bidang ketenagakerjaan atau perburuhan. Bidang ketenagakerjaan atau perburuhan ini cukup penting mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah, karena hal ini dominan mempengaruhi kondisi sosial dan perekonomian masyarakat maupun perekonomian negara.

Sebagaimana dinyatakan Husni (2006 : 11 – 12) Tujuan campur tangan pemerintah dalam bidang perburuhan ini adalah: Untuk mewujudkan perburuhan yang adil, karena peraturan perundang-undangan perburuhan memberikan hak-hak bagi buruh/ pekerja sebagai manusia yang utuh, karena itu harus dilindungi baik menyangkut keselamatannya, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya. Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan pengusaha/ majikan yakni kelangsungan perusahaan. Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan adanya kebijakan dari pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk mengelola dan membangun bidang ketenagakerjaan agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.

Menurut Kibernology, pemerintahan ialah melihat sejauh mungkin ke depan untuk menemukan sesuatu yang menunjang kemajuan bangsa dan negara melalui suatu visi. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan perencanaan dan penerapan serangkaian kebijakan dari pemerintah yang terarah dan terpadu.

Pembuatan kebijakan merupakan sebuah aktivitas yang diarahkan tujuan, sebagai yang memiliki ciri tersendiri dari aktivitas fisik dan ekspresif murni, yang bertujuan untuk mempengaruhi prospektif (masa depan) alternatif dalam arah yang dikehendaki. (Tangkilisan, 2003 : 6)

Kebijakan itu sendiri oleh Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt didefenisikan sebagai berikut : Kebijakan adalah “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repettivness) tingkah-laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. (Jones, 1997 : 47).

Berdasarkan pendapat di atas, maka yang disebut kebijakan pemerintah adalah suatu formulasi berupa keputusan tetap yang dikeluarkan pemerintah dan berlaku umum untuk mempengaruhi tujuan sesuai dengan arah yang dikehendaki.

Dalam pelaksanaan asas otonomi, pemerintah Kabupaten/Kota yang merupakan pemerintah daerah, dituntut untuk selalu proaktif dalam menjalankan fungsi pelayanan Dalam pelaksanaan asas otonomi, pemerintah Kabupaten/Kota yang merupakan pemerintah daerah, dituntut untuk selalu proaktif dalam menjalankan fungsi pelayanan

Pelayanan pada hakikatnya adalah serangkaian kegiatan karena itu merupakan proses. Sebagai proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat. Proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung inilah yang dinamakan pelayanan. (Moenir, 1992 : 7).

Selanjutnya Moenir juga mengatakan pelayanan adminstratif adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang/ sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.

Pelayanan prima adalah komitmen organisasi birokrasi pemerintah. Komitmen organisasional bermakna keberpihakan birokrasi pemerintahan harus berada di pihak masyarakat. Melayani berarti membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan seseorang/ masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten/kota merupakan organisasi pemerintah yang bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat secara adil dan merata termasuk dalam bidang ketenagakerjaan.

Pengawasan

Hubungan kerja yang berlangsung atas dasar perjanjian kerja antara buruh/ pekerja sebagai pihak yang menerima pekerjaan dan pengusaha sebagai pihak pemberi kerja, kewajiban pihak pengusaha memberikan sejumlah kompensasi kepada para buruh/ pekerja tersebut.

Oleh sebab itu, untuk membina hubungan kerja yang baik perlu diterapkan suatu kebijakan sistem pengupahan oleh pemerintah. Selanjutnya pelaksanaan kebijakan ini perlu diawasi pelaksanaannya agar memberikan hasil secara optimal kepada masyarakat luas.

Sebagaimana menurut Handoko (1998 : 359 – 360) bahwa: Setiap kebijakan Pemerintah Daerah, dalam penerapannya perlu dilakukan pengawasan sehingga tujuan kebijakan yang telah disusun dapat direalisasikan sesuai yang direncanakan, sebagaimana yang diuraikan : Pengawasan dapat didefenisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan antara perencana dan pengawas.

Menurut Assauri (1997 : 37), Pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan pengendalian atas kegiatan-kegiatan agar dapat sesuai dengan apa yang diharapkan atau direncanakan.

Menurut Nitisemito (1997 : 144), pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah kemungkinan- kemungkinan penyimpangan dari rencana-rencana, instruksi- instruksi, saran-saran dan sebagainya yang ditetapkan. Dengan pengawasan ini diharapkan penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi dapat ditekan sehingga kemungkinan timbul kerugian berat dapat dihilangkan atau setidak-tidaknya dapat diperkecil.

Menurut Soeharno Handayaningrat ( 1985 ) dalam Rahim Indrajaya, terdapat empat macam pengawasan yaitu :

1. Pengawasan dari dalam ( Internal control ) Pengawasan dari dalam berarti pengawasanyang dilakukan oleh

aparat/ unit pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi itu sendiri dan mengawasi pekerjaan yang telah ditetntukan oleh pemimpin organisasi. Aparat/ unit pengawasan bertugas mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan oleh pemimpin organisasi. Data-data diperlukan oleh pemimpin untuk menilai kemajuan dan kemandirian dalam pelaksasnaan pekerjaan organisasi.

2. Pengawasan dari luar organisasi ( eksternal control ) Pengawasan dari luar organisasi adalah pengawasan yang

dilakukan oleh aparat/ unit pengawasan yang dilakukan di luar organisasi, selain aparat yang bertindak atas nama pemerintah dapat pula pihak luar diminta melakukan pengawasan.

3. Pengawasan Preventif Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukakn

sebelum rencana dilaksanakan. Pengawasan ini dapat dilakukakn melalui usaha-usaha sebagai berikut :

• Menentutakan peraturan yang berhubungan dengan sistem prosedur, hubungan dan tata kerja.

• Membuat pedoman/ manual sesuai dengan peraturan- peraturan yang telah di tetapkan • Menentukan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab. • Mengorganisasikan segala macam kegiatan, penempatan pegawai dan pembagian pekerjaan. • Menentukan sistem kordinasi, pelaporan dan pemeriksaan

• Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pejabat yang menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan.

4. Pengawasan Represif Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukakan

setelah adanya pekerjaan. Maksud diadakan pengawasan represif untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pengawasan Represif dapat menggunakan sistem-sistem pengawasan :

• Sistem kompentif yaitu dengan mempelajari hasil pelaksanaan

pemilihan dan membandingkan hasil pelaksanaan dan pengambilan keputusan.

pekerjaan,

analisa

• Sistem vertifikasi, yaitu cara menentukan ketentuan di laporkan secara priodik, penilaian dan menentukan tindakan perbaikan.

• Sistem inspektif, yaitu mengecek kebenaran suatu laporan yang dibuat pelaksana. Inspeksi dimaksudkan memberikan

penjelasan-penjelasan terhadap kebijakan pimpinan. Tujuannya untuk memberlakukan kesetiakawanan rasa solidaritas dan ketinggian moral.

• Sistem investigatif, yaitu menekankan terhadap penyelidikan/ penelitian yang mendalam terhadap suatu masalah yang negatif. Untuk itu dilakukan pengumpulan data, mengamati, mengelola dan penilaian antara data tersebut untuk pengambilan keputusan.

Sementara menurut Handoko (1998 : 362) ada 3 (tiga) tipe pengawasan yang dilakukan, yaitu:

1. Pengawasan Pendahuluan (feedforward control) Pengawasan ini dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah

atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan.

2. Pengawasan (concurrent) Tipe pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu

dari suatu prosedur harus disetujui dulu atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan atau menjadi semacam peralatan yang lebih menjamin pelaksanaan suatu kegiatan

3. Pengawasan umpan balik (feedback control) Pengawasan umpan balik juga dikenal sebagai past action-

control , mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana atau standar ditentukan, dan menemuan-penemuan ditetapkan untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.

Kemudian menurut Herujito (2001 : 242), prinsip pengawasan ada tujuh, yakni:

(1) Mencerminkan sifat dari apa yang diawasi (2) Dapat diketahui dengan segera penyimpangan yang terjadi (3) Luwes (4) Mencerminkan pola organisasi (5) Ekonomis (6) Dapat mudah dipahami (7) Dapat segera dilaksanakan perbaikan

Sehubungan dengan pengawasan upah, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Menteri, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 Tentang upah Minimum yang kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-226/MEN/2000 Tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 Tentang Upah Minimum.

Menurut Manullang (2006 : 173 – 174) bahwa: Untuk mendapatkan suatu sistem pengawasan yang efektif, maka perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan. Dua prinsip pokok yang merupakan conditio sine qua non bagi suatu sistem pengawasan yang efektif, serta wewenang kepada bawahan. Prinsip pokok pertama merupakan standar atau alat pengukur dari pada pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi penunjuk apakah suatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Walaupun demikian, prinsip pokok kedua merupakan suatu keharusan yang perlu ada, agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dapat efektif dilaksanakan. Wewenang dan instruksi-instruksi yang jelas dapat diberikan kepada bawahan karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar itu instruksi yang diberikan kepada bawahan dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan.

Menurut Manullang (2006 : 174) bahwa: Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena itu, agar sistem pengawasan itu benar-benar efektif artinya dapat merealisasikan tujuannya, maka suatu sistem pengawasan setidak-tidaknya harus dapat dengan segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimangan dari rencana.

Kemudian dijelaskan dalam Rahyunir Rauf untuk mendapatkan pengawasan yang baik adalah apabila telah melaksanakan kegiatan penentuan apa yang harus diselesaikan, penilaian pelaksanaan, dan pengkoreksian hasil pelaksanaan.

Lebih lanjut menurut Prajudi Atmosudirjo dalam Rahyunir Rauf secara inti pengawasan itu terdiri atas ; pengukuran dari pada penyelenggaraan, membandingkan penyelenggaraan dengan standart untuk mengetahui perbedaannya dan mengadakan tindakan korektif. ( Prajudi Atmosudirjo, 1982 : 26 )

Ketenagakerjaan

Manusia di dalam mempertahankan eksistensinya, melakkan suatu pekerjaan guna memperoleh nafkah untuk menunjang segala kebutuhan hidupnya. Dalam rangka melakukan pekerjaan tersebut, maka manusia itu dapat dibedakan atas:

a. Orang yang bekerja tanpa mengikat diri pada orang lain. Artinya ia bekerja atas usaha sendiri, dengan tenaga sendiri, dan hasilnya untuk kepentingan sendiri. Orang yang termasuk golongan ini tidak dapat disebut buruh/ pekerja, sebab padanya tidak ada hubungan pekerjaan, yang mana masing- masing pihak saling mengikat diri.

b. Orang yang bekerja pada orang lain dengan mengikatkan diri atas perintah, dan tunduk di bawah peraturan dan ketentuan yang dibuat orang lain ersebut, serta harus menerima penghasilan yang lazim diberikan sesuai dengan tingkat kemampuan kerjanya. Orang inilah yang disebut buruh/ pekerja, dimana di dalamnya terdapat hubungan kerja dengan upah sebagai kontra prestasi. (Soepomo, 1985 : 34).

Sedangkan yang dimaksud angkatan kerja dan bukan angkatan kerja diuraikan sebagai berikut:

a. Angkatan kerja adalah bahagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif, yaitu memproduksi barang atau jasa.

b. Bukan angkatan kerja adalah bahagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja atau mencari pekerjaan. Jadi mereka ini adalah bahagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat atau tidak berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif, atau memproduksi barang atau jasa. (Soepomo, 1985 : 40)

Selanjutnya dijelaskan bahwa angkatan kerja itu adalah meliputi orang-orang yang bekerja guna mendapatkan gaji, Selanjutnya dijelaskan bahwa angkatan kerja itu adalah meliputi orang-orang yang bekerja guna mendapatkan gaji,

Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/ atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Kemudian menurut pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa, pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Meningkatnya jumlah angkatan kerja terkadang tidak diikuti dengan kesempatan kerja. Kesempatan kerja merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari angkatan kerja dan tenaga kerja. Jumlah kesempatan kerja pada setiap lapangan usaha adalah berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh besar kecilnya perbedaan laju pertumbuhan dan daya serap setiap lapangan usaha terhadap angkatan kerja itu sendiri.

Adanya kualifikasi tenaga kerja yang tersedia dengan jenis pekerjaan yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah juga merupakan salah satu aspek yang menyangkut masalah tenaga kerja dan kesempatan kerja. Hal ini berhubungan erat dengan tingkat pendidikan dan dunia pekerjaan. Disamping itu, kualitas kelulusan sekolah membawa pengaruh pada jenis pekerjaan yang dilakukan.

Hubungan kerja pada prinsipnya adalah hubungan antara buruh/pekerja dengan majikan/pengusaha yang terjadi setelah diadakannya perjanjian kerja oleh buruh/pekerja dengan majikan/pengusaha,

buruh/pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan/pengusaha dengan menerima upah, dipihak lain majikan/ pengusaha juga

dimana dimana

mempekerjakan buruh/pekerja dengan membayar upah. (Djumialdji, 1987 : 42).

untuk

Hubungan kerja baru dapat dilangsungkan jika ada kesepakatan kerja antara dua pihak. Perjanjian kerja atau kesepakatan yang dibuat atas persetujuan kedua belah pihak tersebut, disebut dengan perjanjian kerja. Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja, yaitu hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriftif dengan tipe survei deskriptif . Metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian suatu kelompok, suatu obyek, suatu kondisi, atau sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta secara hubungan antara fenomena yang dihadapi (Nazir, 1999 : 63)

Sedangkan menurut Singarimbun (1989 : 2 – 3), penelitian survei dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpul dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi.

Maka penelitian ini adalah suatu metode untuk meneliti pengawasan kebijakan Upah Minimum Propinsi di Kota Pekanbaru dengan menggunakan data sebagai bahan analisis yang diperoleh dari responden atau sampel yang ditentukan.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Kota Pekanbaru dan pada Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pekanbaru, dengan tujuan untuk meneliti pengawasan kebijakan pemerintah tentang Upah Munimun Propinsi di Kota Pekanbaru.

Populasi

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah: • Dewan pengupahan yang berjumlah 19 orang terdiri dari unsur, Serikat Kerja Kota Pekanbaru, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Pekanbaru, dan Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru.

• 120 perusahaan yang berhasil diawasi oleh Disnaker Kota Pekanbaru pada tahun 2007.

Sampel

Sedangkan sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu penarikan sempel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan kriteria-kriteria tertentu, diantara nya adalah sebagai berikut : • Sampel dari dewan pengupahan yang dijadikan sebagai

informan dalam penelitian ini adalah :

a) Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru, yakni Kasi Pemantauan dan Pengawasan.

b) Serikat Pekerja, yakni Ketua Bidang Humas Serikat Kerja.

c) Apindo ( Asosiasi Perusahaan Indonesia ), yakni Wakil Ketua I. • Sampel dari 120 perusahaan di ambil 2 perusahaan berskala

kecil, 2 perusahaan berskala sedang dan 2 perusahaan berskala besar, diantaranya :

a) Perusahaan skala kecil

1. Bengkel Delta, Jl. KH. Ahmad Dahlan No. 1 Pekanbaru

2. Harita Swalayan, Jl. Imam Munandar No 34 Pekanbaru

b) Perusahaan skala sedang

1. Hotel Anom Pekanbaru, Jl. Gatot Subroto Pekanbaru.

2. CV. Putra Mandiri, Jl. Tengku Umar No 5 Pekanbaru.

c) Perusahaan skala besar.

1. PT. Matahari Plaza Citra, Jl. Pepaya No. 78 Pekanbaru

2. PT.Bank BRI, Jl. Jend. Sudirman Pekanbaru.

Sedangkan tenaga kerja dijadikan responden dengan mengambil 60 orang karyawan dari perusahaan yang dijadikan sampel untuk memperoleh informasi pembayaran upah yang mereka terima, diantaranya:

1. 20 orang karyawan dari 2 perusahaan skala kecil

2. 20 orang karyawan dari 2 perusahaan skala sedang

3. 20 orang karyawan dari 2 perusahaan skala besar.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengambilan data yang relevan dengan penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan :

1. Wawancara, yaitu dengan cara mengumpulkan data dengan melakukan wawancara langsung kepada informan, melalui daftar pertanyaan yang telah disediakan. Dalam melakukan wawancara, peneliti melakukannya dalam bentuk wawancara terpimpin yakni pertanyaan disusun dengan tujuan tertentu terarah pada pokok-pokok masalah yang disusun dalam bentuk daftar pertanyaan yang dijadikan pedoman dalam mengadakan wawancara secara langsung terhadap para anggota yang dijadikan informan.

2. Quissioner, yaitu untuk melengkapi data yang dibutuhkan, dengan mengajukan angket kepada 60 pekerja dari perusahaan yang dijadikan sebagai responden.

Teknik Analisis Data

Setelah data atau bahan-bahan yang diperlukan, baik data primer ataupun data sekunder telah berhasil dikumpulkan, kemudian dipisahkan atau dikelompokkan sesuai dengan keperluan dan kegunaan serta deskripsikan dari keseluruhan data yang diperoleh, serta melakukan analisa secara kualitatif untuk kemudian dapat menarik suatu kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan penelitian yang mengangakat judul Pengawasan Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Upah Minimum Provinsi Di Kota Pekanbaru Pada Tahun 2007, peneliti mengambil data yang dibutuhkan dalam hal mengambil kesimpulan. Adapun data dan hasil wawancara informan yang dilakukan dalam penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut :

Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Upah Minimum Provinsi ( UMP ) di Kota Pekabaru Tahun 2007.

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat (16) disebutkan bahwa : Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/ atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/ buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Seperti yang telah diatur dalam perundang-unangan, maka pemerintah Kota Pekanbaru dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru sebagai mediator dalam hubungan industrial juga telah berupaya melakukan pengawasan upah kerja di Kota Pekanbaru, bagi para pekerja di sektor formal. Untuk dapat mengetahui pengawasan terhadap Kebijakan Pemerintah tentang Upah Minimum Provinsi di Kota Pekanbaru pada tahun 2007 yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru untuk mencegah terjadinya kemungkinan-kemungkinan penyimpangan terhadap penerapan kebijakan Upah Minimum Propinsi yang telah ditetapkan pemerintah sebagai hasil dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Menentukan Pelaksanaan Pengawasan Penerapan Kebijakan Pemerintah tentang UMP di Kota Pekanbaru.

1. Jenis pengawasan terhadap penerapan Kebijakan Pemerintah tentang UMP di Kota Pekanbaru tahun 2007.

Jenis pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru adalah pengawasan represif, yakni pengawasan yang dilakukan setelah Kebijakan Upah Minimum Kota di berlakukan pada tahun 2007 kepada pelaku dunia usaha di Kota Pekanbaru. Aspek teknis pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru meliputi pengawasan terhadap penerapan kebijakan upah minimum yang telah di tetapkan Pemerintah terhadap pelaku usaha yang beroperasi di Kota Pekanbaru, dengan melakukakn kegiatan

pengendalian terhadap kemungkinan-kemungkinan penyimpangan dari para pelaku usaha di Kota Pekanbaru pada tahun 2007 untuk menerapkan Upah Minimum yang telah di tetapkan pemerintah kepada para pekerja yang mereka pekerjakan, tujuannya adalah untuk mengetahui adanya pelanggaran pembayaran upah dan dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan penerapan Kebijakan Upah Minimum Kota Pekanbaru agar sesuai dengan apa yang diharapkan.

pemeriksaan

dan

Dari wawancara yang dilakukan terhadap Kasi Pemantauan dan Pengawasan yakni Ibu Happy Yarlis diperoleh informasi bahwa pengawasan yang dilakukan Disnaker Kota Pekanbaru bersifat investigatif, yakni menekankan terhadap pemeriksaan yang mendalam terhadap pelanggaran upah minimum oleh objek pengawasan terhadap para pekerja. Pengawasan yang dilakukan Disnaker Kota Pekanbaru dilakukan dengan pengumpulan data, mengamati, mengelola dan melakukan penilaian dari data yang dikumpulkan untuk mengambil keputusan. Hal ini terbukti dari pangawasan yang dilakukan oleh Disnaker Kota Pekanbaru pada tahun 2007, pengawasan difokuskan untuk memeriksa pelanggaran-pelanggaran terhadap pembayaran upah kepada pekerja dengan melihat buku upah dan melihat keluhan karyawan diperusahaan, dan hasilnya pada tahun 2007 dari 120 objek perusahaan yang diawasi oleh Disnaker Kota Pekanbaru setelah dilakuakan pengumpulan data, mengamati, mengelola dan melakukan penilaian dari data yang dikumpulkan, terdapat 28 ( dua puluh delapan ) perusahaan yang tidak membayarkan upah sesuai upah Dari wawancara yang dilakukan terhadap Kasi Pemantauan dan Pengawasan yakni Ibu Happy Yarlis diperoleh informasi bahwa pengawasan yang dilakukan Disnaker Kota Pekanbaru bersifat investigatif, yakni menekankan terhadap pemeriksaan yang mendalam terhadap pelanggaran upah minimum oleh objek pengawasan terhadap para pekerja. Pengawasan yang dilakukan Disnaker Kota Pekanbaru dilakukan dengan pengumpulan data, mengamati, mengelola dan melakukan penilaian dari data yang dikumpulkan untuk mengambil keputusan. Hal ini terbukti dari pangawasan yang dilakukan oleh Disnaker Kota Pekanbaru pada tahun 2007, pengawasan difokuskan untuk memeriksa pelanggaran-pelanggaran terhadap pembayaran upah kepada pekerja dengan melihat buku upah dan melihat keluhan karyawan diperusahaan, dan hasilnya pada tahun 2007 dari 120 objek perusahaan yang diawasi oleh Disnaker Kota Pekanbaru setelah dilakuakan pengumpulan data, mengamati, mengelola dan melakukan penilaian dari data yang dikumpulkan, terdapat 28 ( dua puluh delapan ) perusahaan yang tidak membayarkan upah sesuai upah

Terdapat perusahaan yang masih melanggar pembayaran upah minimum yang telah ditetapkan pada tahun 2007 yakni sebanyak 28 perusahaan yang terdiri dari 11 perusahaan kecil,

15 perusahaan besar dan 2 perusahaan besar. Hal ini dibenarkan oleh Asosiasi Perusahaan Indonesia (APINDO) Kota Pekanbaru, menurut hasil wawancara yang dilakukan kepada Wakil Ketua I (satu) APINDO Kota Pekanbaru yakni Bapak Leonardy Halim, bahwa pada tahun 2007 masih terdapat perusahaan yang kedapatan oleh Disnaker Kota Pekanbaru tidak membayarkan upah minimum yang telah ditetapkan kepada para pekerjanya. APINDO menilai jenis pengawasan yang dilakukan oleh Disnaker Kota Pekanbaru merupakan pengawasan yang langsung turun kelapangan dengan melakukakan investigasi kepada perusahaan yang terawasi. Akan tetapi disayangkan Dinas tenaga Kerja Kota Pekanbaru tidak melakukan pengawasan menyeluruh terhadap semua objek pengawasan sehingga Disnaker Kota Pekanbaru terkesan tebang pilih dalam melakukan pengawasan. Menurut Beliau, APINDO memiliki tanggung jawab moral untuk memberitahukan

kepada perusahaan-perusahaan agar mematuhi pembayaran upah minimum sesuai aturan karena itu merupakan kesepakatan bersama dewan pengupahan antara unsur pengusaha, buruh dan pemerintah yang harus dipatuhi.

2. Objek pengawasan terhadap penerapan Kebijakan Pemerintah Tentang UMP di Kota Pekanbaru tahun 2007.

Yang menjadi objek pengawasan dari ruang lingkup pengawasan terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang UMP di Kota Pekanabaru tahun 2007 sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 adalah semua para pelaku usaha yang beroperasi di kota Pekanbaru yang berbadan hukum atau tidak, milik perseorangan, milik persekutuan, atau milik Yang menjadi objek pengawasan dari ruang lingkup pengawasan terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang UMP di Kota Pekanabaru tahun 2007 sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 adalah semua para pelaku usaha yang beroperasi di kota Pekanbaru yang berbadan hukum atau tidak, milik perseorangan, milik persekutuan, atau milik

Namun dari hasil pengamatan dilapangan dan hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah seorang personel pengawas Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru yakni Bapak M. Sihite, SmHk dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa pada tahun 2007 yang menjadi objek pengawasan di Kota Pekanbaru dibatasi sebanyak 120 perusahaan yang terdiri dari 20 perusahaan kecil, 45 perusahaan sedang dan 55 perusahaan besar. Kecilnya jumlah objek pengawasan yang dapat diawasi pada tahun 2007 yang berjumlah 120 perusahaan jika dibandingkan dengan jumlah objek pengawasan yang ada di Kota Pekanbaru yakni berjumlah 3.366 perusahaan dikarenakan karena faktor keterbatasan seperti jumlah personel pengawas yang berjumlah 4 orang, tidak adanya sarana dan prasarana pendukung pengawasan seperti kendaraan operasional yang dimiliki Disnaker Kota Pekanbaru, pembatasan anggaran biaya kegiatan pengawasan, dan belum ditemukannya sistem yang efektif untuk menyampaikan data keberadaan dan pelanggaran pembayaran upah secara berkala dan terkini, hal ini mengakibatkan pengawasan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan terhadap objek pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru.

Pada tahun 2007 terdapat 120 perusahaan yang begerak dari berbagai sektor dengan jumlah 20 perusahaan kecil, 45 perusahaan sedang dan 55 perusahaan besar yang berhasil diawasi sebagai objek pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru pada tahun 2007. Dari 120 perusahaan tersebut dikualifikasikan menjadi dua bagian karena biaya penyelenggaraan pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dibiayai oleh dana Tugas Pembantuan APBN Tahun 2007 sebanyak 64 Perusahaan dan 56 perusahaan dibiayai oleh dana APBD Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2007. Hal ini disesalkan oleh serikat pekerja Kota Pekanbaru, Pada tahun 2007 terdapat 120 perusahaan yang begerak dari berbagai sektor dengan jumlah 20 perusahaan kecil, 45 perusahaan sedang dan 55 perusahaan besar yang berhasil diawasi sebagai objek pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru pada tahun 2007. Dari 120 perusahaan tersebut dikualifikasikan menjadi dua bagian karena biaya penyelenggaraan pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dibiayai oleh dana Tugas Pembantuan APBN Tahun 2007 sebanyak 64 Perusahaan dan 56 perusahaan dibiayai oleh dana APBD Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2007. Hal ini disesalkan oleh serikat pekerja Kota Pekanbaru,

3. Metode Pengawasan terhadap penerapan Kebijakan Pemerintah Tentang UMP di Kota Pekanabaru tahun 2007.

Metode Pengawasan terhadap penerapan Kebijakan Pemerintah Tentang UMP di Kota Pekanabaru tahun 2007 adalah cara pelaksanaan pengawasan di lapangan terhadap penerapan Kebijakan Upah Minimum Provinsi Di Kota Pekanbaru tahun 2007. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan kapada personel pengawas yakni Bapak Suyono, SH dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pengawasan yang dilakukakan Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru terhadap penerapan kebijakan UMP di Kota Pekanbaru dilakukan dengan frekuensi setiap bulan oleh personel pengawas yang telah ditujuk oleh Mentri Tenaga Kerja berdasarkan UU No. 03 Tahun 1951. Berikut metode pelaksanaan pengawasan terhadap Penerapan Kebijakan UMP di Kota Pekanbaru yang dilaksanakan setiap bulannya oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru :

1. Personel pengawasan adalah pegawai pengawas Disnaker Kota Pekanbaru yang memiliki hak Independen yang di tunjuk oleh Mentri Tenaga Kerja yang telah disekolahkan atau dilatih selama 6 (enam) bulan untuk melaksanakan 1. Personel pengawasan adalah pegawai pengawas Disnaker Kota Pekanbaru yang memiliki hak Independen yang di tunjuk oleh Mentri Tenaga Kerja yang telah disekolahkan atau dilatih selama 6 (enam) bulan untuk melaksanakan

III 2), diantaranya :

a. Masrio. HS

b. M. Sihite, SmHk

c. Suyono

d. Julnaidi, ST

2. Setiap bulan personel pengawas membuat rancana kerja dalam rangka kegiatan pengawasan pelanggaran pembayaran Upah Minimum Kota di Kota Pekanbaru sebagai tahap persiapan, yang meliputi :

a. Membuat

penyelanggaraan, SK penyelenggaraan diserahkan kepada Kepala Dinas untuk mendapatkan rekomendasi surat perintah tugas

SK

dilapangan. Setelah mendapatkan rekomendasi perintah tugas dilapangan barulah personel pengawas memiliki hak dan wewenang untuk melakukan pengawasan di lapangan.

b. Membuat jadwal rencana pelaksanaan. Dari wawancara yang dilakukan kepada Kasi