BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. KANKER PAYUDARA - Gambaran Aktivitas Sehari-hari pada Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. KANKER PAYUDARA

  1.1. Pengertian Kanker Payudara Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan yang berlebihan atau perkembangan yang tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara. Kanker payudara tumbuh didalam kelenjar payudara, saluran payudara, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. Kanker payudara juga merupakan suatu penyakit neoplasma yang ganas dan berasal dari parenchyma (Suryanti, 2013).

  Menurut Siburian (2012), pertumbuhan kanker terjadi secara progresif dan relatif cepat membesar. Ciri-ciri pada stadium awal kanker, yaitu: pasien tidak memiliki keluhan hanya terdapat fibroadenoma atau fibrokistik yang kecil pada tubuh, bentuk kanker tidak teratur, batas kanker tidak tegas, permukaan kanker tidak rata, dan konsistensi kanker padat serta keras.

  1.2. Jenis-jenis Kanker Payudara

  a. Karsinoma in situ : Kanker yang masih berada pada tempatnya. Kanker jenis karsinoma in situ ini merupakan kanker dini yang belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat asalnnya.

  b. Karsinoma Duktal : Kanker yang berasal dari sel-sel kanker dimana kanker tersebut melapisi saluran yang menuju ke putting susu. Sekitar 90% kanker payudara merupakan karsinoma duktal. Kanker ini dapat terjadi sebelum atau sesudah masa menopause. Kanker jenis karsinoma duktal ini terkadang dapat

  6 diraba dan ketika dilakukan pemeriksaan mammogram akan tampak seperti bintik-bintik kecil dari endapan kalsium. Kanker jenis ini biasanya terdapat pada daerah tertentu di payudara serta dapat diangkat secara keseluruhan melalui pembedahan. Sekitar 25-35% penderita kanker karsinoma duktal akan menderita kanker invasif (biasanya letaknya pada payudara yang sama).

  c. Karsinoma lobuler :

   Kanker yang pertumbuhannya dimulai di dalam kelenjar

  susu. Kanker ini biasanya terjadi setelah masa menopause. Kanker jenis karsinoma lobuler ini tidak dapat diraba dan tidak terlihat pada pemeriksaan mammogram. Kanker ini biasanya ditemukan secarta tidak sengaja pada pemeriksaan mammografi yang dilakukan untuk pemeriksaan penyakit lain.

  Sekitar 25-30% penderita kanker karsinoma lobuler akan menderita kanker invasif (pada salah satu payudara atau pada kedua payudara).

  d. Karsinoma invasif : Kanker yang telah menyebar dan merusak jaringan lainnya didalam tubuh dan dapat terlokalisir (terbatas pada payudara). Sekitar 80% kanker invasif ini merupakan kanker duktal dan 10 % adalah kanker lobuler .

  e. Karsinoma meduler dan Karsinoma tubuler:

   Kanker yang berasal dari kelenjar susu.

  1.3. Faktor Penyebab Kanker payudara Dalam penelitian Suryanti (2013), faktor penyebab terjadinya kanker payudara, yaitu : a. Faktor Reproduksi

   Beberapa faktor reproduksi yang berhubungan dengan resiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas (wanita yang belum melahirkan) dan kehamilan pertama pada usia lanjut (kehamilan pertama di atas umur 30 tahun). Hal ini dikaitkan dengan fungsi payudara yang tidak berfungsi secara optimal. Bertambahnya umur wanita merupakan penyebab utama meningkatnya resiko terkena kanker payudara tersebut. Diperkirakan kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga besar kemungkinan terjadinya tumor jauh sebelum masa menopause tersebut terjadi.

  b. Riwayat kesehatan personal

   Apabila seseorang pernah mempunyai riwayat mengidap kanker payudara,

  pada salah satu payudaraya, maka individu ini mempunyai resiko lebih tinggi untuk kemudian terkena kanker pada payudara yang lainnya.

  c. Penggunaan hormon

   Hormon estrogen erat kaitannya dengan kemungkinan terjadinya kanker

  payudara. Laporan dari Harard Shcool of Public Health menyebutkan bahwa akan meningkatanya resiko terjadinya kanker payudara pada para pengguna terapi sulih hormon untuk wanita yang telah megalami menopause.

  d. Penyakit fibrokistik (Tumor pada payudara)

   Wanita yang pernah mengalami tumor payudara dengan diagnosis adenosis,

  fibroadinoma, dan fibrosis tidak memiliki peningkatan resiko terjadinya kanker payudara.

  e. Obesitas (Kegemukan)

  

Berat badan dan bentuk tubuh wanita memiliki kaitan dengan resiko terjadinya

kanker payudara, terutama untuk wanita yang sudah mengalami menopause.

  Hal ini ditunjukan oleh pola hidup wanita, khususnya kebiasaan makan dan jenis makanan yang dikonsumsi dimana kemungkinan terkena kanker payudara pada wanita yang gemuk pada saat menopause lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak gemuk.

  f. Radiasi Unsur radiasi yang terpapar ketubuh wanita, apalagi dalam waktu yang lama ketika atau sesudah masa puberitas, akan meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa resiko terjadinya kanker payudara dipengaruhi oleh dosis atau lamanya waktu unsur tersebut terpapar ketubuh.

  g. Riwayat keluarga atau faktor genetik Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi resiko terserang kanker payudara. Apabila orang tua, seorang ibu, pernah menderita kanker payudara maka keturunannya, khususnya wanita, akan mendapat resiko yang lebih besar terserang kanker tersebut. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu.

  h. Periode menstruasi

  

Wanita yang mengalami menstruasi pertama lebih awal (sebelum berumur 11

  tahun) atau terlambat memasuki masa menopause (di usia 60 tahun) memiliki resiko yang lebih besar terserang kanker payudara. Wanita yang mengalami kondisi itu terpapar hormon reproduksi estrogen lebih lama dalam hidupnya sehingga resiko terserang kanker tersebut juga lebih besar.

  1.4. Gejala Kanker Payudara Menurut Sastrosudarmo (2012), penderita kanker payudara mengalami beberapa gejala, yaitu: a. Muncul benjolan di bawah kulit yang berbeda dengan jaringan payudara di sekitar payudara tersebut. Benjolan tersebut tidak menimbulkan rasa nyeri dan biasanya memiliki batas pinggir yang tidak teratur.

b. Pada kanker stadium awal, benjolan tersebut dapat digerakkan dengan mudah apabila didorong dengan jari tangan.

  c. Pada kanker stadium lanjut, biasanya benjolan sudah melekat pada dinding dada atau kulit di sekitar payudara. Terkadang benjolan tersebut membengkak dan kemudian berubah menjadi borok di kulit payudara. Selanjutnya kulit payudara tersebut akan mengkerut seperti kulit jeruk.

  d. Benjolan atau massa diketiak

  e. Terjadi perubahann ukuran atau bentuk pada payudara

  f. Keluar cairan yang abnormal dari putting susu (biasanya berdarah atau bewarna kuning sampai hijau,mungkin juga bernanah.

  g. Perubahan pada warna atau tekstur kulit pada payudara, puting susu maupun areola (daerah berwarna coklat tua di sekeliling putting susu.

  h. Payudara merah j. Kulit di sekitar putting susu bersisik

   k. Putting susu tertarik ke dalam atau terasa gatal

  l. Nyeri payudara atau pembengkakan salah satu payudara

  1.5 Stadium Kanker Payudara Penentuan stadium kanker penting sebagai panduan pengobatan. Staging kanker payudara (American Joint Committee on Cancer) dalam Sastrosudarmo (2012) : a.

  Stadium 0: Kanker in situ, dimana sel-sel kanker berada pada tempatnya di dalam jaringan payudara yang normal.

  b.

  Stadium 1: Tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan belum menyebar keluar dari payudara.

  c.

  Stadium IIA: Tumor dengan garis tengah 2-5 cm tumor dan belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak. Atau tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.

  d.

  Stadium IIB: Tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak. eAtau tumor dengan garis tengah 2-5 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.

  e.

  Stadium IIIA: Tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak disertai perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainnya, atau tumor dengan garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.

  f.

  Stadium IIIB: Tumor telah menyusup keluar payudara,yaitu ke dalam kulit payudara atau ke dinding dada atau telah menyebar ke kelenjar getah bening di dalam dinding dada dan tulang dada.

  g.

  Stadium IV: Tumor telah menyebar keluar daerah payudara dan dinding dada, misalnya ke hati, tulang atau paru-paru. Stadium lanjut pada kanker payudara adalah stadium III dan IV.

  1.6 Pengobatan Kanker Payudara

  a. Mastektomi Dalam penelitian Lisnawati (2010) dijelaskan bahwa Mastektomi adalah pengangkatan payudara, Mastektomi atau operasi dengan menghemat payudara hanya dilakukan bila indikasi terpenuhi dan atas pemintaan pasien. Menurut Wolde (2013) dalam penelitiannya setelah mastektomi ( ME ) akan terjadi masalah kesehatan lain,seperti seroma dan kelenjar getah bening aksila diseksi. Seroma dikaitkan dengan rasa sakit, ketidaknyamanan, gangguan mobilisasi dan aspirasi berulang, sering mengakibatkan infeksi situs bedah (SSI).

  b. Radioterapi Berdasarkan penelitian Khotimah (2011) dijelaskan radioterapi merupakan suatu metode pengobatan penyakit kanker atau tumor yang menggunakan teknik penyinaran dari zat radioaktif maupun radiasi pengion lainnya. Tujuan radioterapi adalah untuk mendapatkan tingkat sitotoksik radiasi terhadap planning target volumepasien, dengan seminimal mungkin paparan (exposure) radiasi terhadap jaringan sehat dan di sekitarnya.

  c. Kemoterapi Subekti (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa kemoterapi merupakan salah satu modalitas dalam pengobatan kanker payudara.

2. KEMOTERAPI

  2.1 Pengertian Kemoterapi Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti radiasi atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).

  Kemoterapi dilakukan untuk membunuh sel kanker dengan obat anti kanker (Melia, 2013). Frekuensi pemberian kemoterapi dapat menimbulkan beberapa efek yang dapat memperburuk status fungsional pasien.

  Kemoterapi merupakan cara pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel kanker yang diminum ataupun yang diinfuskan ke pembuluh darah.

  Obat kemoterapi menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan dapat membasmi sel-sel kanker yang sudah menyebar luas di seluruh tubuh. Dalam penelitian yang dilakukan Jim (2011) ditemukan bahwa kemoterapi memiliki dampak negatif dalam pengobatan kanker payudara baik sebelum, selama dan setelah menjalani kemoterapi.

  2.2 Tujuan Kemoterapi Tujuan kemoterapi pada kanker payudara menurut Rasjidi (2007):

  a. Terapi adjuvant : Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase. b. Terapi neoadjuvant : Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi.

  c. Kemoterapi primer : Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol gejalanya.

  d. Kemoterapi induksi : Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya.

  e. Kemoterapi kombinasi : Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi

  2.3 Pemilihan Obat Kemoterapi Untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya obat yang diberikan hendaknya “Lima Tepat Satu Waspada”, yaitu: tepat identitas. tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, tepat cara, waspada ESO (Efek Samping Obat). Tidak mudah memilih obat-obat anti kanker yang akan dipakai pada seorang penderita kanker.

  Saat memilih obat yang tepat untuk penderita kanker payudara perlu diperhatikan beberapa faktor seperti jenis kanker, khemosensitivitas kanker, populasi sel kanker, presentase sel kanker, siklus pertumbuhan sel kanker, dan imunitas tubuh.

  2.4 Cara Pemberian Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan dengan beberapa cara (Rasjidi, 2007) :

  a. Pemberian per oral Bebeapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral, diantaranya adalah chlorambucil dan etoposide (VP-16) b. Pemberian secara intra-muskulus Pemberian dengan cara ini relative lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian dua tiga kali berturut-turut yang dapat diberikan secara intra-muskulus antara lain bleomicin dan methotreaxate.

  c. Pemberian secara intravena Pemberian secara intravena dapat dengan bolus perlahan-lahan atau diberikan secara infuse (drip). Cara ini merupakan cara pemberian kemoterapi yang paling umum dan banyak digunakan.

  d. Pemberian secara intra arteri Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang cukup banyak, antara lain alat radiologi diagnostik, mesin, atau alat filter, serta memerlukan keterampilan tersendiri.

  2.5 Cara kerja kemoterapi Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel yang lain akan mati.

  Sel yang abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak terkontrol, yang pada akhirnya kana terjadi suatu massa yang dikenal sebagai tumor. Sikus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap yaitu:

  a. Fase G0, dikenal juga sebagai fase istirahat. Ketika ada sinyal untuk berkembang, sel ini akan memasuki fase G1.

  b. Fase G1, pada fase ini sel siap untukmembelah diri yang diperantarai oleh beberapa protein penting untuk bereproduksi. Fase ini berlangsung 18-30 jam. c. Fase S, disebut sebagai fase sintesis. Pada fase ini DNA sel akan di kopi. Fase ini berlangsung 18-20 jam.

  d. Fase G2, sintesis protein terus berlanjut. Fase ini berlangsung 2-10 jam.

  e. Fase M, Sel dibagi menjadi 2 sel baru. Fase ini berlangsung 30-60 menit.

  Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi mempunyai target dan efek merusak yang berbeda bergantung pada siklus selnya. Obat kemoterapi aktif pada saat sel sedang bereproduksi (bukan pada fase G0), sehingga sel tumor yang aktif merupakan target utama dari kemoterapi. Namun, oleh sel yang sehat juga bereproduksi, maka tidak tertutup kemungkinan mereka juga akan terpengaruh oleh kemoterapi, yang akan muncul sebagai efek samping obat (Rasjidi, 2007).

  2.6 Efek Samping Kemoterapi Kemoterapi memilki efek samping yang akan mempengaruhi kondisi fisik ataupun psikologis pasien kanker payudara. Menurut Haiderali (2011) dalam penelitiannya dijelaskan bahwa efek kemoterapi adalah mual dan muntah. Mual dan muntah ini dapat dicegah atau dikurangi dengan obat . Selain efek mual dan muntah kemoterapi juga memiliki efek samping yang paling umum terjadi selama proses kemoterapi yang dijalani penderita kanker seperti yang dijelaskan Jim (2011) dalam penelitiannya, yaitu: a.

  Kelelahan Sebelum infus, peningkatan kelelahan dikaitkan dengan peningkatan depresi. Kelelahan merupakan efek utama yang signifikan dari siklus kemoterapi, peningkatan kelelahan dikaitkan dengan peningkatan depresi dan menit terjaga di malam, serta penurunan aktivitas siang hari dan keteraturan tidur / kegiatan pola. Prevalensi kelelahan selama kemoterapi adalah 26-60%.

  b.

  Depresi Depresi dikaitkan dengan kurangnya aktivitas yang dilakukan oleh pasien, prevalensi depresi 20-39%.

  c.

  Tidur yang terganggu Jim (2011) menjelaskan bahwa seminggu setelah pemasangan infus pertama, aktivitas tidur/ activitypatterns pasien secara signifikan akan terganggu, kemudian kembali ke pra-kemoterapi tingkat dasar 2 dan 3 minggu setelah infus pertama. Tidur kembali terganggu setelah pemasangan infus keempat dan terus terganggu dalam minggu kedua dan ketiga setelah infus keempat relatif terhadap baseline pra-kemoterapi, prevalensi Insomnia

  79% .

  d.

  Aktivitas Menurut penelitian Lyons (2012) banyak wanita yang menjalani kemoterapi mengalami efek samping yang membuat sulit untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Prevalensi aktivitas yang dilaporkan 40-74%.

3. AKTIVITAS SEHARI-HARI

  3.1 Pengertian Aktivitas Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pergerakan itu sendiri merupakan rangkaian yang terintegrasi antara sistem Muskuloskeletal dan sistem saraf. Pergerakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: tingkat perkembangan tubuh atau peningkatan usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan neuromuskuler dan perkembangan tubuh; kesehatan fisik dalam bentuk penyakit, cacat tubuh dan immobilisasi akan mempengaruhi pergerakan tubuh, keadaan nutrisi, kelemahan neuromuskuler dan skeletal (Dame,2006).

  3.2 Pengertian Aktivitas Sehari-hari Aktivitas Sehari-hari adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari- hari. Aktivitas sehari-hari merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri. Contoh aktivitas sehari-hari, yaitu: ke toilet, makan, berpakaian (berdandan), mandi dan berpindah tempat (Suparyanto, 2012). Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam (Suparyanto, 2012), aktivitas sehari-hari adalah aktifitas perawatan diri yang harus dilakukan pasien untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari- hari.

  Aktivitas sehari-hari adalah keterampilan dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki dan dikerjakan seseorang sehari-hari untuk merawat dirinya secara mandiri dan memenuhi perannya sebagai pribadi dalam keluarga atau masyarakat (Setiahardja, 2005).

  3.3 Jenis-jenis Aktivitas Sehari-hari Manusia

  Menurut Setiahardja (2005) dalam Suparyanto (2012), jenis-jenis aktivitas sehari-hari manusia meliputi, yaitu: a. Aktivitas sehari-hari dasar, sering juga disebut aktivitas sehari-hari, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya.

  Aktivitas sehari-hari meliputi : makan (memasukkan sesuatu ke dalam mulut, kemudian mengunyah dan menelannya), mandi (membersihkan tubuh dengan cara menyiram air dan menggunakan sabun dari ujung rambut sampai ujung kaki), berpakaian (memakai pakaian untuk melindungi tubuh dan memperindah tubuh), ke toilet (pergi ke fasilitas sanitasi untuk buang air besar dan buang air kecil serta untuk mencuci tangan dan muka), kontinensia (suatu keadaan moral individu untuk dapat menahan atau mengontrol buang air besar dan buang air kecil), berpindah tempat/ transfer (berpindah dari satu kursi atau satu tempat ke tempat yang lain).

  b. Aktivitas sehari-hari instrumental, yaitu aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang, dan lain-lain.

  c. Aktivitas sehari-hari vokasional, yaitu aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan sekolah.

  d. Aktivitas sehari-hari non vokasional, yaitu aktivitas sehari-hari yang bersifat rekreasional, kegemaran dan kegiatan untuk mengisi waktu luang.

3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Sehari-hari

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas manusia sehari-hari, yaitu:

  a. Aktivitas sehari-hari terdiri dari aspek motorik (kombinasi gerakan volunter yang terkoordinasi) dan aspek propioseptif (umpan balik gerakan yang dilakukan).

  b. Aktivitas sehari-hari dasar dipengaruhi oleh : ROM (Range of Motion) sendi, kekuatan otot, tonus otot, propioseptif, persepti visual, kognitif, koordinasi, keseimbangan.

  Menurut Setiahardja (2005), faktor yang mempengaruhi penurunan aktivitas sehari-hari adalah kondisi fisik misalnya, yaitu: penyakit menahun, gangguan mata dan telinga, kapasitas mental, status mental seperti kesedihan dan depresi, penerimaan terhadap fungsi anggota tubuh, dukungan anggota keluarga.

3.5 Indeks barthel (IB)

  Indeks barthel adalah suatu alat yang digunakan untuk menilai tingkat perawatan diri dan mengukur tingkat aktivitas harian seseorang (Lueckenotte, 2000 dalam Panggabean 2014). Menurut Setiahardja (2005), indeks barthel (IB) berfungsi untuk mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas seseorang. Indeks barthel adalah suatu alat/instrumen ukur aktivitas sehari-hari berupa kuesioner yang terdiri dari 10 item, yaitu: mengendalikan rangsangan buang air besar, mengendalikan rangsangan buang air kecil, membersihkan diri (sikat gigi, sisir rambut, bercukur, cuci muka), penggunaan jamban/toilet (masuk ke toilet, melepas pakaian, memakai celana, membersihkan/menyeka, menyiram dan keluar WC), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya, mobilitas/berjalan, berpakaian, naik-turun tangga dan mandi (Agung, 2006). Skala skor yaitu antara 0-20. Skor 20 = mandiri, skor 12-19 = ketergantungan ringan, skor 9-11 = ketergantungan sedang, skor 5-8 = ketergantungan berat, skor 0-4 = ketergantungan total.

  Agung (2006), dalam penelitiannya, melakukan uji kesahilan indeks

  barthel yang hasilnya adalah nilai p<0,001. Hal ini menyatakan bahwa indeks barthel merupakan instrumen/alat ukur yang handal dan sahih yang dapat

  digunakan untuk mengukur status fungsional dasar, gangguan perubahan status fungsional dan aktivitas sehari-hari.

Tabel 3.5.1 Indeks ADL Barthel

  NO Aktivitas Kemampuan Skor

  1. Mengendalikan rangsangan buang air besar (BAB) Tidak terkendali/ tidak teratur Kadangkala tidak terkendali Terkendali teratur

  1

  2 2. Mengendalikan rangsangan buang air kecil (BAK)

  Tidak terkendali/ menggunakan kateter Kadangkala tidak berkemih Terkendali teratur

  1

  2

  3. Membersihkan diri (muka, sisir rambut, sikat gigi, Membutuhkan bantuan orang lain bercukur, cuci muka) Mandiri

  1

  4. Penggunaan toilet Tergantung pertolongan orang lain Perlu bantuan

  1 Mandiri

  2

  5. Makan Tidak mampu Perlu pertolongan orang lain

  1 Mandiri

  2

  6. Berpindah posisi dari Tidak mampu tempat tidur ke kursi dan Perlu bantuan 2 orang 1 sebaliknya Perlu bantuan satu orang

  2 Mandiri

  3

  7. Mobilitas/ berjalan Tidak mampu Mobilitas dengan kursi roda

  1 Berjalan dengan bantuan 1

  2 orang Mandiri

  3

  8. Berpakaian Tergantung orang lain Sebagian dibantu

  1 Mandiri

  2

  9. Naik turun tangga Tidak mampu Perlu pertolongan orang lain Mandiri

  1

  2

  10 Mandi Tergantung orang lain Mandiri

  1 Skor Total (0–20) Total skor Indeks barthel : ....

  Keterangan: a.

  Untuk setiap komponen/butir indeks barthel: 1.

  Mengendalikan rangsangan buang air besar (BAB). Jika membutuhkan enema/pencahar disebut inkontinen

  2. Mengendalikan rangsangan buang air kecil (BAK) 3.

  Kebersihan diri termasuk: sikat gigi, menyisir, bercukur,cuci muka 4. Mampu ke toilet, mencopot celana, membersihkan kotoran dari tubuh, berpakaian dan meninggalkan toilet (mandiri)

  5. Mampu mengkonsumsi makanan normal(tidak hanya berbentuk lunak), tidak dibantu orang lain (mandiri).

  Perlu bantuan: makanan dipotongkan tetapi klien makan sendiri 6. Dari tempat tidur/berbaring ke kursi/duduk Tidak mampu: tidak ada keseimbangan atau tidak mampu duduk.

  7. Mobilitas/ berjalan

8. Berpakaian 9.

  Naik turun tangga 10.

  Mandi b. Penilaian untuk setiap komponen/butir indeks ADL Barthel berdasarkan pengamatan, wawancara penilai terhadap aktivitas actual performance (yang benar-benar dikerjakan oleh subyek).

  c.

  Total skor 20 : Mandiri

  12-19 : Ketergantungan Ringan 9-11 : Ketergantungan Sedang 5-8 : Ketergantungan Berat 0-4 : Ketergantungan Total