BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Seksual Pranikah pada Remaja Putri yang Tinggal di Kost Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja

  Menurut Mohammad yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), mengemukakan bahwa remaja adalah anak berusia 13-25 tahun, di mana usia 13 tahun merupakan batas usia pubertas pada umumnya, yaitu ketika secara biologis sudah mengalami kematangan seksual dan usia 25 tahun adalah mampu mandiri. Ada dua hal penting menyangkut batasan remaja, yaitu mereka sedang mengalami perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan perubahan tersebut menyangkut perubahan fisik dan psikologis.

  Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis (Yani, 2009).

  Sedangkan menurut WHO memberikan defenisi tentang remaja konseptual yang di dalamnya remaja dikemukakan dalam tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Kriteria biologis yaitu individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual skundernya sampai pada saat ia mencapai kematangan seksual. Kriteria psikologis yaitu individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak sampai dewasa.

  Kriteria Sosial ekonomi yaitu penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2008).

  10 Hurlock (1999) mengemukakan istilah Adolescence atau remaja yang berasal dari ba hasa latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.

  Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini juga mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.

  Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999) secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir sampai ia menjadi matang secara hukum. Batasan remaja menurut WHO (dalam Sarwono, 2003) lebih konseptual. Dalam definisi ini dikemukakan 3 kriteria yaitu biologi, psikologi, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut : Remaja adalah suatu masa dimana : 1.

  Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

  2. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identitas dari kanak- kanak menjadi dewasa.

  3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

2.1.1. Pembagian Masa Remaja

  Menurut Monks (2001) batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks (2002) membagi batasan usia ini dalam tiga fase, yaitu : 1. : usia 12 tahun sampai 15 tahun

  Fase remaja awal

2. Fase remaja pertengahan : usia 15 tahun sampai 18 tahun 3.

  Fase remaja Akhir : usia 18 tahun sampai 21 tahun

  Menurut Sumiati (2009) disebutkan perkembangan remaja dengan batasan- batasan usia dikelompokkan menjadi :

  1. Fase remaja awal usia 10 – 14 tahun yang ditandai dengan :

  • Lebih dekat dengan teman sebaya.
  • Ingin bebas.
  • Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

  2. Fase remaja pertengahan usia 15 – 16 tahun yang ditandai dengan :

  • Mencari identitas sendiri.
  • Timbul keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
  • Timbul perasaan cinta yang mendalam.
  • Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang.
  • Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.

  3. Fase remaja akhir usia 17 – 19 tahun yang ditandai dengan :

  • Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.
  • Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
  • Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
  • Dapat mewujudkan perasaan cinta.
  • Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.

  Batasan usia remaja untuk masyarakat Indonesia sendiri adalah antara usia 11 tahun sampai usia 24 tahun. Hal ini dengan pertimbangan bahwa usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Individu yang sudah menikah dianggap dan diperlukan sebagai individu dewasa penuh sehingga tidak lagi digolongkan sebagai remaja (Sarwono, 2003). World Health Organization (WHO) memiliki batasan yang tidak jauh berbeda. Batasan usia remaja menurut WHO adalah individu yang berusia pada rentang 10-19 tahun.

  Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata batasan usia remaja berkisar antara 10 tahun sampai 24 tahun, dengan pembagian fase remaja awal berkisar 10-15 tahun, fase remaja tengah berkisar 16 -18 tahun dan fase remaja akhir berkisar 19-24 tahun.

2.1.2. Perubahan Pada Masa Remaja

1. Perubahan Fisik

  Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya disebut pubertas. Dengan adanya perubahan yang cepat itu terjadilah perubahan fisik yang dapat diamati seperti pertambahan tinggi dan berat badan pada remaja atau biasa disebut “pertumbuhan” dan kematangan seksual sebagai hasil dari perubahan hormonal ( Notoatmodjo, 2007).

  Terjadinya pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) mencapai kematangan, sehingga muncul tanda-tanda sebagai berikut : 1.

  Tanda-tanda seks primer a.

  Terjadinya haid pada remaja putri.

  b.

  Terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki 2. Tanda-tanda seks sekunder a.

  Pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, timbulnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih besar, badan berotot, jambang dan rambut disekitar kemaluan dan ketiak.

  b.

  Pada remaja putri pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuh rambut disekitar ketiak dan kemaluan (pubis) (Depkes 2001).

2. Perubahan Psikologis

  Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi sering kali menghadapkan individu yang bersangkutan pada situasi yang membingungkan, di satu pihak ia masih kanak-kanak dan di lain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik itu sering menyebabkan banyak tingkahlaku yang aneh, canggung, dan kalau tidak dikontrol bias menimbulkan kenakalan.

  Pada masa remaja, labilnya emosi erat kaitannya dengan perubahan hormon dalam tubuh. Sering terjadi letusan emosi dalam bentuk amarah, sensitif, bahkan perbuatan nekad. Ketidakstabilan emosi menyebabkan mereka mempunyai rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu. Pertumbuhan kemampuan intelektual pada remaja cenderung membuat mereka bersikap kritis, tersalur melalui perbuatan-perbuatan yang sifatnya eksperimen dan eksploratif (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut Wibowo (1994) yang dikuti oleh Notoatmodjo (2007), tindakan dan sikap seperti ini jika dibimbing dan diarahkan dengan baik tentu berakibat konstruktif dan berguna. Tetapi sering kali pengaruh faktor dari luar dari remaja, seperti peer group dan ada sekelompok orang cenderung memanfaatkan potensi tersebut untuk perbuatan negatif sehingga mereka terjerumus kedalam kegiatan yang tidak bermanfaat, berbahaya bahkan destruktif.

2.2. Hubungan Seksual Pranikah

  Dalam kamus bahasa Indonesia, kata seks berarti jenis kelamin dan segala sesuatu yang berhubungan dengan seksualitas. Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang sering disebut jenis kelamin yaitu penis untuk laki-laki dan vagina untuk perempuan. Seksualitas berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual (BKKBN, 2007).

  Hubungan seksual adalah suatu hal yang sakral dan bertujuan untuk mengembangkan keturunan. Kenikmatan yang diperoleh dari hubungan tersebut merupakan karunia Tuhan kepada manusia dalam melaksanakanfungsinya meneruskan keturunan. Oleh karena itu hubungan seksual harus dilakukan dalam ikatan yang sah, dimana pasangan terikat komitmen dan tanggung jawab moral (Jernih, 2010).

  Hubungan seks adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina. Perilaku ini disebut koitus, tetapi ada juga penetrasi ke mulut (oral) atau ke anus (anal). Koitus secara moralitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang telah menikah. Tidak ada satu agama pun yang berhubungan seks diluar ikatan pernikahan. Hubungan seks pranikah sangat merugikan remaja (Aryani, 2010).

  Hubungan seksual pranikah merupakan tindakan seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Suatu masalah muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal yang termasuk yang berhubungan dengan fungsi organ (alat kelamin) yang melibatkan pasangannnya. Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja yang mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah organ seksual (Juvida, 2012). Menurut BKKBN (2007) Hubungan seksual pranikah remaja adalah hubungan seksual yang dilakukan remaja sebelum menikah.

  Perilaku seksual adalah segala sesuatu tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beranekaragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku kencan, bercumbu dan senggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Mu‟tadin, 2002).

  Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai (Sumiati, 2009) :

  1. Mastrubasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.

  2. Berpacaran dengan sebagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

  3. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya dapat menunjukan dorongan yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Contoh menonton dan membaca buku pornografi. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyalur sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberikan pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut (Gunarsa, dkk 2000).

2.3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Seksual Pranikah

2.3.1. Pengetahuan (Knowlwdge)

  Pengetahuan adalah hasil „tahu‟, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat (Notoatmodjo, 2007), yakni :

  1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

  Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adala mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang sepsifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, „tahu‟ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

  2. Memahami (Comprehension)

  Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Misalnya dapat menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

  3. Aplikasi (Application)

  Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  4. Analisis (Analysis)

  Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  5. Sintesis (Synthesis)

  Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menciptakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  Sintesis juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

  6. Evaluasi (Evaluation)

  Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penelitian itu didasari pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yng ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.

  Pengetahuan seksual pranikah remaja penting diberikan kepada remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Mengingat selama ini banyak remaja yang memperoleh “pengetahuan” seksnya dari teman sebaya, membaca buku porno, menonton film porno, dsb. Oleh karena itu, perlu diupayakan adanya pemberian informasi mengenai pengetahuan seksual pranikah dikalangan remaja (Chyntia, 2003).

  Pengetahuan seksual pranikah remaja terdiri dari dari pemahaman tentang seksualitas yang dilakukan sebelum menikah yang terdiri dari pengetahuan tentang fungsi hubungan seksual, akibat seksual pranikah, dan faktor yang mendorong seksual pranikah (Sarwono 2006). Masyarakat masih sangat mempercayai pada mitos-mitos seksual yang merupakan salah satu pemahaman yang salah tentang seksual. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar (Soetjiningsih, 2007).

  Ilustrasi dari adanya informasi yang tidak benar di kalangan remaja terdiri dari pengetahuan tentang fungsi hubungan seksual (mitos yang berkembang adalah hubungan seksual dapat mengurangi frustasi, menyebabkan awet muda, menambah semangat belajar), akibat hubungan seksual (mitos yang berkembang yaitu tidak akan hamil kalau senggama terputus, hanya menempelkan alat kelamin, senggama 1-2 kali saja, berenang dan berciuman bisa menyebabkan kehamilan), dan yang mendorong hubungan seksual pranikah (mitos yang berkembang adalah ganti- ganti pasangan seksual tidak menambah resiko PMS, pacaran perlu variasi antara lain bercumbu, mau berhubungan seksual berarti serius dengan pacar, sekali berhubungan seksual tidak akan tertular PMS, dan sebagainya)

2.3.2. Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya bisa di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2007).

  Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:

  1. Menerima (Receiving)

  Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  2. Merespons (Responding)

  Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, berati orang menerima ide tersebut.

  3. Menghargai (Valuing)

  Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  4. Bertanggung Jawab (Responsible)

  Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

  Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yaitu :

  1. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan

  2. Memberikan pendapat dengan menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap objek dengan menggunakan skala Guttman (Singarimbun dan Efendi, 1995). Sikap seksual adalah respon seksual yang diberikan oleh seseorang setelah melihat, mendengar atau membaca informasi serta pemberitaan,gambar-gambar yang berbau porno dalam wujud suatu orientasi atau kecenderungan dalam bertindak. Sikap yang dimaksud adalah sikap remajaterhadap perilaku seksual pranikah (Bungin, 2001). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003). Kuesioner mengacu pada skala likert dengan bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan terdiri dari jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Hidayat, 2007). Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2009): 1.

  Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.

  2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu Adapun sikap yang menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan seksual pranikah adalah karena sikap kurang terbukanya anak kepada orang tua, si anak berusaha menyimpan masalahnya sendiri serapat mungkin akibat putusnya hubuangan komunikasi dengan keluarga karena orang tua cenderung konservatif dan anak berada di alam perantauan. Orang tua sendiri dirasa kurang bisa mengamati fase awal anak merantau, dimana muncul anggapan dikalangan orang tua, bahwa anak selama ini menjadi tanggung jawabnya sudah dewasa dan pantas untuk di”lepas”kan. Apalagi ditambah kepercayaan yang diberikan orang tua untuk pengelolaan finansiaan dan lainnya secara mandiri, hal inilah yang kemudian disebut sikap orang tua yang lebih permisif terhadap anak.

2.3.3. Keterpaparan Sumber Informasi Tentang Seksual

  Adanya anggapan informasi seks hanya menjadi otoritas kaum dewasa dan bukan anak-anak dan remaja, sehingga seks hadir dalam kehidupan remaja tidak dikenal secara utuh dan terpotong-potong.

  Kurang , dalam keluarga seks tabu untuk dibicarakan ke anak-anak sehingga .informasi tentang seks menyebabkan para remaja memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang seks dan selama hubungan pacaran berlangsung pengetahuan tersebut bukan saja tidak bertambah, akan tetapi malah bertambah dengan informasi yang salah. Penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan teknologi canggih (Video cassettc, satelit palapa dan lain-lain) tidak dapat dibendung lagi.remaja sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa yang dilihat atau di dengarnya dari media massa, khususnya karena pada umumnya mereka belum pernah mengalami masalah seks secara lengkap dari orang tuanya. Hal ini disebabkan orang tua dan anak sudah terlanjur jauh sehingga anak berpaling kesumber-sumber lain yang lebih akurat khususnya teman (Sarwono, 2003).

  Informasi seksual yang cenderung berbau pornografi ini merupakan suatu pengaruh lingkungan yang paling dominan dalam terjadinya pergaulan seks berbau dikalangan remaja, kerena mereka yang pada umumnya sedang bergejolak. Jenis- jenis sumber informasi yang diperoleh oleh remaja adalah sebagai berikut : (Megawaty, 1999).

  a.

  Film Film adalah sesuatu jenis media yang sebagai sumber informasi dengan cara menayangkan gambar hidup serta bicara. Penayangan ini biasanya melalui televisi, video dan bioskop. Pada umumnya film yang banyak ditonton oleh masyarakat terutama para remaja adalah film yang bersifat hiburan. Biasanya sebelum produser membuat sebuah film, maka terlebih dahulu ia membaca keinginan dan selera penonton dengan melihat film apa yang paling laris dipasaran. Catatan dalam film nasional diperoleh perbandingan bahwa film- film yang bertemakan drama rumah tangga dan drama remaja (film seks), dikategorikan sebagai jenis film yang sukses sekali, sementara jenis film lain, tema sejarah dan lainnya penontonnya berada jauh dibawah jumlahnya. Jadi film dapat mempengaruhi jiwa dan kepribadian seseorang terutama penyebab dari seks bebas dikalangan pelajar, karena film dapat memberikan kesan yang mendalam setelah disaksikan secara langsung, film juga dapat menggugah khayalan-khayalan baru tentang apa yang telah disaksikan.

  b.

  Media cetak Termasuk dalam jenis sumber informasi media cetak adalah buku-buku, majalah, novel, surat kabar, dan bentuk-bentuk tulisan lainnya, informasi tentang seksual juga mempergunakan media cetak sebagai alatnya. Kenyataan sehari-hari dapat kita saksikan beberapa buku-buku porno, novel/roman cabul beredar bebas, digelar, dan diobral dengan harga murah dikaki lima, mudah terlihat dari sampulnya yang dibuat sengaja didesain merangsang dan menggambarkan isi buku tersebut. Kehidupan mutu cetak, rata-rata isinya menceritakan tentang kegiatan seksual secara verbal, kasar, mendetail dan sengaja ditulis untuk menimbulkan rangsangan. Biasanya bacaan tersebut lebih besar pengaruhnya daripada bacaan yang menceritakan kejujuran, ilmu pengetahuan dan kebenaran, sehingga cenderung dapat memberikan dorongan terhadap perbuatan-perbuatan yang berbau kejahatan seks.

  c.

  Radio Casette Salah satu media sumber informasi ini juga dapat merupakan faktor penyebab dari seks bebas dikalangan pelajar, karena banyak lagu-lagu yang disiarkan melalui radio maupun lagu-lagu dalam bentuk pita kaset yang di impor dari Negara-negara barat. Pengaruh ini dapat terjadi apabila bait demi bait dari lagu tersebut dihayati sedemikian rupa dengan melihat sifat dari pelajar yang sangat suka akan sesuatu yang unik dan menyenangkan maka pengaruh lagu- lagu yang berbau seksual itu tidak terlalu sukar merusak kedalam jiwanya.

  Sebenarnya informasi mengenai seksual bukan lah sesuatu yang harus ditutupi untuk dirahasiakan, karena kebutuhan jawaban untuk setiap pertanyaan tentang seksual dan apabila si anak tidak menemukan jawaban yang tepat dari orang yang sebenarnya (orang tua, guru) maka anak akan mencari sendiri informasi tersebut.

  Keadaan yang seperti ini yang dimanfaatin oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan memakai media informasi yang ada dan gampang didapat dengan mudah.

2.3.4. Lingkungan

  Faktor lingkungan adalah adanya tokoh masyarakat yang melakukan hubungan bebas yang kemudian menjadi media kampanye dan propaganda seks bebas yang selanjutnya menjadi tren anak muda. Masyarakat saat melihat yang mereka anggap lebih tinggi derajatnya akan berusaha meniru, baik secara sadar maupun tidak, dari perbuatan “tokoh” tersebut. Kemudian kurangnya tanggung jawab masyarakat akan cinta dan sex bebas menjadi faktor penyebab lain yang dirasa pengaruhnya cukup kuat dalam diri individu. Selain itu masyarakat masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seksualitas, yang kemudian ditambah kurangnya perhatian masyarakat untuk menjaga anggotanya dari pengaruh yang salah seperti itu. Sebagai akibat keegoisan masyarakat kota yang menjadi lingkungan baru bagi remaja yang merantau. Serta lemahnya control budaya pada masyarakat, terutama pada rumah kost maupun kontrakan yang sering kali diserahkan kepada pengontrak dan tidak mempedulikan apa yang akan terjadi pada rumah tersebut. Hal ini dapat dilakukan karena tidak adanya pengawasan dari pihak pemilik rumah kost, ditambah lagi masyarakat sekitar yang cenderung tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di lingkungan mereka. Ada beberapa faktor mempengaruhi hubungan seks pranikah di tempat kost adalah sebagai berikut :

1. Teman Sebaya

  Sumber informasi yang paling umum adalah teman-teman sebaya, kemudian diikuti dengan literature, ibu, sekolah dan pengalaman. Banyak remaja memandang teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka.

  Yang merupakan teman sebaya (peers) adalah anak-anak remaja dengan tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia diluar keluarga. Dari kelompok teman sebaya, remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Pada masa remaja, kedekatannya dengan kelompok sebayanya sangat tinggi karena selain ikatan peer group memutuskan hubungan keluarga, maka tidak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tidak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka cenderung melakukan dan mengalami seks pranikah itu sendiri (Santrock, 2003).

  Tekanan teman sebaya merupakan ide yang umum dalam kehidupan remaja, pengaruh teman sebaya dapat memberikan tekanan positif dan negatif, yaitu : a.

  Tekanan kelompok sebaya positif yaitu desakan yang kuat dari seseorang atau beberapa orang untuk menyetujui dan berperilaku seperti yang mereka inginkan, tetapi dalam kehidupan yang baik atau positif dan memilih untuk tidak menjadi anggota dari perkumpulan teman sebaya yang bersifat negatif.

  b.

  Tekanan kelompok sebaya negatif yaitu desakan yang kuat dari seseorang atau beberapa orang yang menyetujui atau berbuat seperti yang mereka inginkan, namun keinginannya negatif (Santrock, 2003).

2. Kondisi Rumah Kost

  Kost adalah tempat tinggal sementara bagi orang yang merantau ataupun mahasiswa/mahasiswi untuk lebih strategis dalam mencapai kampus karena rumah yang sangat jauh ataupun untuk menghemat biaya .

  Lokasi rumah yang berjauhan dari tempat kuliah menuntut mahasiswa sebahagian memilih kost-kostan sebagai rumah kedua. Banyak hal yang positif didapat dari lepasnya “remaja beranjak dewasa” ini dari lingkungan keluarga menuju lingkungan yang penuh sebaya. Antara lain, mereka lebih menjadi mandiri, berani mengambil keputusan sendiri dan tidak cengeng. Namun ada sisi negatif yang mungkin kurang disadari oleh mereka, yaitu lemahnya pengawasan orang tua dan pemilik kost membuat mereka begitu mudahnya melakukan hubungan seks di dalam kamar tertutup.

  Sangat lemahnya pengawasan orang tua dalam membangun komunikasi dengan sang anak, orang tua hanya berpikiran bagaimana mengirimkan uang kuliah kepada anaknya yang kost. Biasanya remaja yang kost memasukkan pacaran pada pagi hari dan keluar pada sekitar jam 9 malam hari, hal itu agar tidak diketahui masyarakat sekitar atau pemilik rumah kost. Hal ini didukung dengan adanya rumah kost campur, pria dan wanita, kost campur memang bukan hal baru, sebagian besar teman-teman kost mendukung perilaku seks bebas. Ada penjaga kost yang mengizinkan tamu laki dibolehkan masukdan sebahagian ibu kost tidak mengetahuinya. Dari segi biaya dan citra, salah satu anak kost mengatakan seks bebas dikamar kost juga menimbulkan image orang lain terhadap sebutan cewek nakal (Kompas, 2008).

  Anak-anak kost merupakan komunitas yang rentan terhadap hal ini karena mereka memiliki kebebasan penuh dalam mengatur hidupnya tanpa ada larangan dan pengawasan dari orang tua atau siapapun. Sehingga mereka bebas bergaul dengan siapa saja dan di lingkungan manapun termasuk lingkungan negatif yang lambat laun akan mempengaruhi perilaku mereka menjadi negatif pula. Pada umumnya perilaku negatif anak kost dipengaruhi oleh tidak adanya pengawasan dari orang tua, lingkungan pergaulan yang negatif dan kebebasan hidup ditempat kost (Natalia, dkk, 2008).

  Adapun kondisi rumah kost yang dapat remaja melakukan hubungan seksual pranikah adalah : Keadaan Rumah Kost yang tidak di awasi. Remaja kost yang tidak diawasi adalah tidak ada pemilik kost tinggal bersama anak-anak kostnya mereka hanya bersama-sama temannya untuk kost dalam satu rumah baik itu perempuan atau laki-laki, dan rumah tersebut dibuat dengan banyak kamar-kamar oleh pemiliknya, sehingga tidak ada peraturan-peraturan dan mereka dapat berbuat sesuka hatinya (Dhalia, 2012). Mereka semakin enjoy dengan pergaulan seks bebas dan tanpa kompromi dengan desa, walaupun hanya French kiss, atau petting, bahwa mahasiswa melakukan seks ditempat kost karena beberapa faktor menguntungkan yaitu sebahagian besar teman-teman kost mendukung perilaku bebas tersebut dan bahkan ada penjaga kost yang mengizinkan atau mengambil keuntungan dari perilaku seks tersebut. Contohnya dengan menarik iuran penghuni kost apabila ada teman lawan jenis yang menginap, seks bebas dikamar kost tidak membutuhkan biaya, tetapi bila dilakukan di hotel atau tempat umum akan membutuhkan biaya (Sugiyanto, 2008). Perilaku seks bebas dikamar kost juga meminimalkan image orang lain terhadap sebutan “cewek nakal” atau “cowok nakal”. Semakin banyak mengerti atau punya pengalaman seks bebas, mereka semakin merasa dirinya modern atau gaul. Hal ini didukung dengan adanya rumah kost campur, pria dan wanita, karena kost campur bukan hal yang lain lagi.

  Keadaan Rumah Kost yang di awasi. Rumah kost yang diawasi adalah anak-anak kost yang tinggal satu rumah (bersama) dengan pemilik kost, dan pemilik kost tersebut membuat peraturan- peraturan dan dibuat tempat khusus untuk menerima tamu (Dhalia, 2012).

  Rumah kost yang diawasi kecil kemungkinan untuk dapat melakukan seks bebas, karena adanya peraturan-peraturan yang dibuat oleh ibu kost seperti jam berkunjung yang dibatasi, tidak boleh ada teman yang menginap bahkan apabila berpergian, tidak boleh terlalu malam (hanya sampai jam 21.00 WIB).

  Rumah kost yang diawasi adalah anak-anak kost yang tinggal satu rumah (bersama) dengan pemilik kost, dan pemilik kost tersebut membuat peraturan- peraturan dan dibuat tempat khusus untuk menerima tamu.

2.4. Akibat Terjadinya Hubungan Seks Pranikah

  Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tak mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk melakukan hubungan seks pranikah. Hal ini akan menimbulkan akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh pasangan, khususnya remaja putri, tetapi orang tua, keluarga bahkan masyarakat.

  Akibat buruk dari hubungan seksual pranikah berpengaruh bukan saja bagi pasangan khususnya remaja putri, tetapi juga orang tua, keluaga, bahkan masyarakat.

1. Akibat Bagi Remaja a.

  Gangguan kesehatan reproduksi akibat infeksi penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS. b.Meningkatkan resiko terhadap penyakit menular seksual (PMS) seperti gonore (kencing nanah), sifilis, herpes pada alat kelamin dan klamida.

  c.

  Remaja perempuan terancam kehamilan yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan pengguguran kandungan yang tidak aman infeksi organ reproduksi, kemandulan dan kematian akibat perdarahan, dan keracunan hamil. d.Trauma kejiwaan (rendah diri, depresi, rasa berdosa, hilang harapan masa depan), remaja perempuan tidak perawan dan remaja laki-laki tidak perjaka.

  e.

  Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melajutkan pendidikan dan kesempatan kerja, terutama bagi remaja perempuan. f.

  Melahirkan bayi yang kurang atau tidak sehat.

  2. Akibat Bagi Keluarga a.

  Menimbulkan aib bagi keluarga b.Beban ekonomi keluarga bertambah c.

  Pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan (ejekan masyarakat disekitarnya).

  3. Akibat Bagi Masyarakat a.

  Meningkatnya remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun. b.Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi, sehingga derajat kesehatan reproduksi menurun.

  c.

  Menambah beban ekonomi masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat menurun (Saroha, 2009).

  Sementara sifat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental kebingungan akan peran social yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil diluar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, halini disebabkan rasa malu dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks (Mu‟tadin, 2002).

  2.5. Kerangka Konsep Penelitian

  • Pengetahuan -
  • Keterpaparan Sumber Informasi -

  Variabel Independen Variabel Dependen

  2.6. Hipotesa Penelitian 1.

  Ada hubungan antara pengetahuan dengan kasus seksual pra nikah pada remaja putri.

  2. Ada hubungan antara sikap dengan kasus seksual pranikah pada remaja putri.

  3. Ada hubungan antara keterpaparan sumber informasiseksual pranikah dengan kasus seksual pranikah pada remaja putri.

  4. Ada hubungan antara lingkungan kost dengan kasus seksual pranikah pada remaja Hubungan seksual pranikah pada remaja

  Sikap

  Lingkungan Kost

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Seksual Pranikah pada Remaja Putri yang Tinggal di Kost Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2013

1 69 132

Dampak Media Televisi Terhadap Perilaku Seksual Remaja Di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2004

1 46 121

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Balita di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

0 46 84

Gambaran Perilaku Remaja Yang Diawasi Ibu Kost Dan Yang Tidak Diawasi Ibu Kost Tentang Hubungan Seksual Pranikah Di Padang Bulan Medan Tahun 2009

1 37 82

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko IMS pada Remaja Pria di Indonesia

1 11 143

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Ikan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060919 di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makanan - Pemeriksaan Boraks Pada Bakso yang Dijual Pedagang Kaki Lima dan Warung Bakso di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014

0 1 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku - Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Mahasiswa Indekost Terhadap Tindakan Seksual Pranikah di Jalan Sei Padang Kelurahan Padang Bulan Selayang I Medan Tahun 2013

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Remaja Putri Terhadap Hygiene Pada Saat Menstruasi di SMA CAHAYA Medan Tahun 2015

0 1 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja - Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah Remaja di SMA Negeri 5 Pematangsiantar Tahun 2015

0 0 15