Review Jurnal Budaya Bangsa Jati Diri da
Tugas Kedua | Review | Kuliah Pengantar Antropologi II
Elda Cipta Dwiliansyah
Program S1 Antropologi
14/369631/SA/17637
REVIEW:
Jurnal Budaya Bangsa, Jati Diri dan Integrasi Nasional
(Heddy Shri Ahimsa Putra)
& Buku Pengantar Ilmu Antropologi
(Koentjaraningrat)
Ringkasan Jurnal Budaya Bangsa, Jati Diri dan Integrasi Nasional
Dalam jurnalnya yang berjudul “Budaya Bangsa, Jati Diri dan Integrasi Nasional”,
Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra memaparkan apa itu kebudayaan dan aspek-aspek lain yang
berkaitan dengan kebudayaan. Dijelaskan bahwa arti kebudayaan yang paling relevan atau
tepat adalah yang sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan
memberikan implikasi penting yang bermanfaat untuk integrasi nasional dan jati dir bangsa.
Manusia dianggap sebagai homo ludens (makhluk yang selalu bermain) dan homo
economicus (keinginan memperoleh hasil).
Cassirer disebutkan dalam jurnal ini sebagai salah satu landasan teori. Karena Cassirer
(1945) mengatakan bahwa manusia adalah animal symbolicum (manusia termasuk ke dalam
jenis binatang yang memiliki kemampuan untuk melakukan simbolisasi). Simbol-simbol
tersebut dapat berupa: hal-hal yang abstrak (ide, pengetahuan, nilai-nilai, norma dan aturan
yang tida dapat dilihat karena ada dalam pikiran manusia), hal-hal yang agak abstrak
(perilaku dan tindakan manusia), hal-hal yang sangat konkret dan empiris (nuku, kursi, gelas
dan lain-lain).
Tanda dan simbol akan dimaknai secara berbeda oleh tipa-tiap individu. Dari situlah
ada yang dinamakan keanekaragaman budaya. Keanekaragaman setidaknya terjadi atau ada
karena dua hal, yaitu: proses sosialisasi dan pengalaman pribadi.
Dalam jurnal tersebut dipaparkan pula empat aspek wujud, yaitu: aspek fisik atau
budaya material, aspek perilaku atau budaya perilaku, aspek kebahasaa atau bahasa, aspek
gagasan atau budaya pengetahuan (Ahimsa-Putra 2011). Unsur-unsur kebudayaan yang
1
pernah kita lihat dalam buku Koentjaraningrat dengan jumlah tujuh, kali ini ada sepuluh
unsur, kebudayaan yang disebutkan oleh Prof. Heddy, yaitu: keagamaan, klasifikasi,
komunikasi,
permainan, pelestarian, organisasi, kesehatan, ekonomi, kesenian da
transportasi. Masing-masing wujud tersebut dapat dipandang sebagai kumpulan atau gugusan
dari sub-subunsur yang lebih kecil.
Salah satu unsur budaya penting yang sangat berkaitan dengan integrasi bangsa
adalah sejarah (nasional dan lokal). Unsur budaya yang dapat mengintegrasikan berupa
simbol-simbol material, perilaku, kebahasaan atau gagasan. Pemanfaatan simbol-simbol lokal
untuk berbagai
peristiwa nasional akan dapat meningkatkan integrasi nasional karena
masyarakat atau suku bangsa pemiliknya merasakan dan memahami bahwa simbol mereka
diakui oleh komunitas yang lebih besar, yaitu bangsa.
Ringkasan Bab Kebudayaan (bab 5) dalam Buku Pengantar Ilmu Antropologi
(Koentjaranigrat)
Koenjtaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dir
manusia dengan belajar (Koentjaraningrat : 1981 : Hal. 144).
Jika dalam jurnal Prof. Heddy menyatakan ada empat wujud kebudayaan,
Koentjaraningrat menyatakan ada tiga wujud kebudayaan, yaitu: (a) wujud kebudayaan
sebagai ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya; (b) wujud kebudayaan sebagai
suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dan masyarakat; (c) wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Norma yang berupa aturan-aturan untuk bertindak bersifat khusus, sedangkan
perumusannya bersifat amat terperinci, jelas, tegas dan tidak meragukan. Norma-norma yang
khusus itu dapat digolongkan menurut pranata yang ada di masyarakat. Dalam tiap pranata itu
terdapat macam-macam kedudukan. Dalam tiap kedudukan ada seorang individu yang
bertindak memetaskan peranan sosialnya terhadap tindakan-tindakan lain individu warga
masyarakat dalam interaksi sosial.
Beberapa individu saja yang biasanya mengetahui banyak mengenai seluk beluk
sistem norma dalam suatu pranata atau beberapa pranata yang berkaitan satu sama lain.
Individu-individu ahli mengenai norma-norma semacam itu dalam masyarakatnya disebut
“ahli adat”. Seorang ahli sosiologi W.G. Sumner, norma golongan pertama disebut mores, dan
2
norma golongan kedua folkways. Istilah moresmenurut konsepsi sumner “adat-istiadat dalam
arti khusus”, sedangkan falkway dapat kita sebut “tata cara”.
Perbedaan antara adat dan hukum adat, atau mengenai ciri-ciri dasar dari hukum dan
hukum ada, memang sudah sejak lama menjadi buah pemikiran para ahli antropologi. Mereka
dapat kita bagi dalam dua golongan. Golongan pertama tidak ada aktivitas hukum dalam
masyarakat yang tidak bernegara. Anggapan ini terutama disebabkan karena para ahli
menyempitkan definisi mereka tentang hukum hanya pada ativitas-aktivitas hukum dalam
masyarakat yang bernegara.
Golongan kedua tidak mengkhususkan definisi mereka tentang hukum, hanya kepada
hukum dalam masyarakat bernegara dengan suatu sistem alat-alat kekuasaan saja. B.
Malinowski berpendapat bahwa ada suatu dasar universal yang sama antara “hukum” dalam
masyarakat bernegara dan masyarakat bterbelakang.
Ada tujuh unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bahasa
Sistem pengetahuan
Organisasi sosial
Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem mata pencaharian hidup
Sistem religi
Kesenian
Para
ahli
antopologi
biasanya
memakai
istilah
“holistik”
(bolistic) untuk
menggambarkan metode tinjauan yang mendekati suatu kebudayaan itu sebagai suatu
kesatuan yang terintegrasi.
Durkheim berpendapat bahwa suatu gagasan yang sudah dimiliki oleh sebagian besar
warga masyarakat bukan lagi berupa satu gagasan lain yang sejenis menjadi suatu kompleks
gagasan-gagasan,
sehingga
ia
selalu
mempergunakan
istilah respresentations
collectives dalam bentuk jamak.
M.E. Spiro, pernah mendapat bahwa dalam karangan ilmiah ada tiga cara pemakain
kata “fungsi” itu, ialah:
Menerangkan “fungsi” itu sebagai hubungan antara suatu hal dengan suatu tujuan
tertentu
Menerangkan kaitan antara satu hal dengan hal yang lain
3
Menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal dengan hal-hal lain dalam
suatu system yang terintegrasi.
Banyak kebudayaan mempunyai suatu unsur kebudayaan atau beberapa pranata
tertentu yang merupakan suatu unsure pusat dalam kebudayaan, sehingga digemari oleh
sebagian besar dari warga masyarakat. Dengan demikian mendominasi banyak aktivitas atau
pranata lain dalam kehidupan masyarakat.
Suatu kompleks unsure-unsur kebudayaan yang tampak seolah-olah mendominasi
seluruh kehidupan masyarakat yang bersangkutan, oleh ahli antropologi Amerika R. Linton,
disebut cultural interest, atau kadang-kadang juga social interest. Penulis mengusulkan untuk
menggunakan istilah focus kebudayaan, suatu istilah yang pertama-tama digunakan oleh M.J.
Herskovits.
Suatu kebudayaan sering memancarkan keluar suatu watak khas tertentu yang tampak.
Watak khas itu dalam ilmu antropologi disebut ethos, sering tampak pada gaya tingkah laku
warga masyarakatnya, kegemaran-kegemaran mereka, dan berbagai benda hasil karya
mereka.
Dalam ilmu antropologi, penelitian-penelitian mengenai watak kebudayaan seperti itu
walaupun telah lama ada, mula-mula hanya dijalankan secara sadar oleh seorang sarjana
antropologiwanita bangsa Amerika, Ruth Benedict.
Metode lain yang pernah dikembangkan oleh para ahli antropologi untuk melukiskan
suatu kebudayaan secara holistik terintegrasi adalah dengan memusatkan perhatian terhadap
“kepribadian umum” yang dominan dalam kebudayaan itu.
Analisa dan Perbandingan
Koentajaraningrat menyebutkan bahwa ada tiga wujud kebudayaan sedangkan Prof.
Heddy memisahkan unsur bahasa dari wujud hasil, sehingga menjadi empat wujud
kebudayaan dengan mengurutka dari yag paling kongkret hingga yang abstrak. Dalam jurnal
tersebut tidak ditulis dengan jelas dasar identifikasi atau klasifikasi dari pembentukan empat
wujud kebudayaan tersebut.
Selain wujud kebudayaan, yang jelas terlihat perbedaannya adalah unsur-unsur
kebudayaan. Koentjaraningrat membagi unsur-unsur kebudayaan menjadi tujuh aspek
sedangkan dalam jurnal Pro. Heddy disebutkan ada sepuluh aspek. Ada tiga unsur yang
membedakan, yaitu: permainan, kesehatan dan pelestarian. Tiga unsur tersebut tidak
4
disebutkan oleh Koentjaraningrat karena Koentjaraingrat memasukan tiga unsur tersebut ke
dalam unsur-unsur yang lain.
Sebenarnya sepuluh unsur kebudayaan menurut Prof. Heddy kurang lebih sudah
tercakup dalam tujuh unsur kebudayaan menurut Koetjaraningrat. Contohnya, unsur
transportasi, yang sebenarnya bisa dimasukkan ke dalam sistim peralatan hidup dan
teknologi. Lalu, klasifikasi, yang bisa dimasukkan ke dalam ilmu pengetahuan. Tapi hal yang
menarik adalah ketika unsur permainan masuk menjadi salah satu unsur kebudayaan yang
dipisahkan dengan unsur-unsur yang lain. Ini nampaknya sesuai dengan penjabaran di awal
pada jurnal tersebut bahwa manusia adalah homo ludens, yaitu mahluk yang selalu bermain.
Unsur ini mungkin sulit untuk dimasukkan ke salah satu dari tujuh unsur kebudayaan versi
Koentjaraningrat. Kalau pun bisa, permainan akan lebih condong kepada sistem mata
pencaharian hidup sebagai pemenuhan kebutuhan dari kebosanan. Yang menjadi sulit karena
ia (permainan) mengandung atau berkaitan dengan unsur-unsur lainnya, seperti: kesenian,
olahraga, pengetahuan dan lain-lain.
Pertanyaan:
1. Metode atau pendekatan apakah yang menjadi dasar identifikasi dan klasifikasi
kebudayaan (secara umum) entah itu dalam jurnal Budaya Bangsa, Jati Diri dan
Integrasi Nasional atau buku Pengantar Antropologi?
2. Mengapa aspek bahasa dipisahkan dari aspek fisik atau budaya material? Bukankah
bahasa itu termasuk ke dalam aspek fisik atau budaya material? Sebagai hasil dari
proses terbentuknya kebudayaan.
3. Bagaimanakah peran antropolog demi terwujudnya integrasi nasional melihat keadaan
saat ini konflik sosial sangat mudah terjadi di tengah pudarnya simol nasional sebagai
pemersatu?
4. Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam dan agama islam tidak terlepas dari
kebudayaan Arab yang berbeda dengan budaya Indonesia bahkan bertentangan
dengan kebudayaan asli Indonesia. Tak jarang terjadi konflik karena hal tersebut.
Bagaimana menempatkan unsur kebudayaan luar supaya tidak timbul disintegrasi?
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa-Putra, H.S. (2013), “Jurnal Budaya Bangsa, Jati Diri dan Integrasi Nasional”, Jurnal
Sejarah dan Nilai Budaya.
Koentjaraningrat (2009-revisi). “Pengantar Ilmu Antropologi”. Hal 144-179. Jakarta: Rineka
Cipta
5
6
Elda Cipta Dwiliansyah
Program S1 Antropologi
14/369631/SA/17637
REVIEW:
Jurnal Budaya Bangsa, Jati Diri dan Integrasi Nasional
(Heddy Shri Ahimsa Putra)
& Buku Pengantar Ilmu Antropologi
(Koentjaraningrat)
Ringkasan Jurnal Budaya Bangsa, Jati Diri dan Integrasi Nasional
Dalam jurnalnya yang berjudul “Budaya Bangsa, Jati Diri dan Integrasi Nasional”,
Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra memaparkan apa itu kebudayaan dan aspek-aspek lain yang
berkaitan dengan kebudayaan. Dijelaskan bahwa arti kebudayaan yang paling relevan atau
tepat adalah yang sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan
memberikan implikasi penting yang bermanfaat untuk integrasi nasional dan jati dir bangsa.
Manusia dianggap sebagai homo ludens (makhluk yang selalu bermain) dan homo
economicus (keinginan memperoleh hasil).
Cassirer disebutkan dalam jurnal ini sebagai salah satu landasan teori. Karena Cassirer
(1945) mengatakan bahwa manusia adalah animal symbolicum (manusia termasuk ke dalam
jenis binatang yang memiliki kemampuan untuk melakukan simbolisasi). Simbol-simbol
tersebut dapat berupa: hal-hal yang abstrak (ide, pengetahuan, nilai-nilai, norma dan aturan
yang tida dapat dilihat karena ada dalam pikiran manusia), hal-hal yang agak abstrak
(perilaku dan tindakan manusia), hal-hal yang sangat konkret dan empiris (nuku, kursi, gelas
dan lain-lain).
Tanda dan simbol akan dimaknai secara berbeda oleh tipa-tiap individu. Dari situlah
ada yang dinamakan keanekaragaman budaya. Keanekaragaman setidaknya terjadi atau ada
karena dua hal, yaitu: proses sosialisasi dan pengalaman pribadi.
Dalam jurnal tersebut dipaparkan pula empat aspek wujud, yaitu: aspek fisik atau
budaya material, aspek perilaku atau budaya perilaku, aspek kebahasaa atau bahasa, aspek
gagasan atau budaya pengetahuan (Ahimsa-Putra 2011). Unsur-unsur kebudayaan yang
1
pernah kita lihat dalam buku Koentjaraningrat dengan jumlah tujuh, kali ini ada sepuluh
unsur, kebudayaan yang disebutkan oleh Prof. Heddy, yaitu: keagamaan, klasifikasi,
komunikasi,
permainan, pelestarian, organisasi, kesehatan, ekonomi, kesenian da
transportasi. Masing-masing wujud tersebut dapat dipandang sebagai kumpulan atau gugusan
dari sub-subunsur yang lebih kecil.
Salah satu unsur budaya penting yang sangat berkaitan dengan integrasi bangsa
adalah sejarah (nasional dan lokal). Unsur budaya yang dapat mengintegrasikan berupa
simbol-simbol material, perilaku, kebahasaan atau gagasan. Pemanfaatan simbol-simbol lokal
untuk berbagai
peristiwa nasional akan dapat meningkatkan integrasi nasional karena
masyarakat atau suku bangsa pemiliknya merasakan dan memahami bahwa simbol mereka
diakui oleh komunitas yang lebih besar, yaitu bangsa.
Ringkasan Bab Kebudayaan (bab 5) dalam Buku Pengantar Ilmu Antropologi
(Koentjaranigrat)
Koenjtaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dir
manusia dengan belajar (Koentjaraningrat : 1981 : Hal. 144).
Jika dalam jurnal Prof. Heddy menyatakan ada empat wujud kebudayaan,
Koentjaraningrat menyatakan ada tiga wujud kebudayaan, yaitu: (a) wujud kebudayaan
sebagai ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya; (b) wujud kebudayaan sebagai
suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dan masyarakat; (c) wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Norma yang berupa aturan-aturan untuk bertindak bersifat khusus, sedangkan
perumusannya bersifat amat terperinci, jelas, tegas dan tidak meragukan. Norma-norma yang
khusus itu dapat digolongkan menurut pranata yang ada di masyarakat. Dalam tiap pranata itu
terdapat macam-macam kedudukan. Dalam tiap kedudukan ada seorang individu yang
bertindak memetaskan peranan sosialnya terhadap tindakan-tindakan lain individu warga
masyarakat dalam interaksi sosial.
Beberapa individu saja yang biasanya mengetahui banyak mengenai seluk beluk
sistem norma dalam suatu pranata atau beberapa pranata yang berkaitan satu sama lain.
Individu-individu ahli mengenai norma-norma semacam itu dalam masyarakatnya disebut
“ahli adat”. Seorang ahli sosiologi W.G. Sumner, norma golongan pertama disebut mores, dan
2
norma golongan kedua folkways. Istilah moresmenurut konsepsi sumner “adat-istiadat dalam
arti khusus”, sedangkan falkway dapat kita sebut “tata cara”.
Perbedaan antara adat dan hukum adat, atau mengenai ciri-ciri dasar dari hukum dan
hukum ada, memang sudah sejak lama menjadi buah pemikiran para ahli antropologi. Mereka
dapat kita bagi dalam dua golongan. Golongan pertama tidak ada aktivitas hukum dalam
masyarakat yang tidak bernegara. Anggapan ini terutama disebabkan karena para ahli
menyempitkan definisi mereka tentang hukum hanya pada ativitas-aktivitas hukum dalam
masyarakat yang bernegara.
Golongan kedua tidak mengkhususkan definisi mereka tentang hukum, hanya kepada
hukum dalam masyarakat bernegara dengan suatu sistem alat-alat kekuasaan saja. B.
Malinowski berpendapat bahwa ada suatu dasar universal yang sama antara “hukum” dalam
masyarakat bernegara dan masyarakat bterbelakang.
Ada tujuh unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bahasa
Sistem pengetahuan
Organisasi sosial
Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem mata pencaharian hidup
Sistem religi
Kesenian
Para
ahli
antopologi
biasanya
memakai
istilah
“holistik”
(bolistic) untuk
menggambarkan metode tinjauan yang mendekati suatu kebudayaan itu sebagai suatu
kesatuan yang terintegrasi.
Durkheim berpendapat bahwa suatu gagasan yang sudah dimiliki oleh sebagian besar
warga masyarakat bukan lagi berupa satu gagasan lain yang sejenis menjadi suatu kompleks
gagasan-gagasan,
sehingga
ia
selalu
mempergunakan
istilah respresentations
collectives dalam bentuk jamak.
M.E. Spiro, pernah mendapat bahwa dalam karangan ilmiah ada tiga cara pemakain
kata “fungsi” itu, ialah:
Menerangkan “fungsi” itu sebagai hubungan antara suatu hal dengan suatu tujuan
tertentu
Menerangkan kaitan antara satu hal dengan hal yang lain
3
Menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal dengan hal-hal lain dalam
suatu system yang terintegrasi.
Banyak kebudayaan mempunyai suatu unsur kebudayaan atau beberapa pranata
tertentu yang merupakan suatu unsure pusat dalam kebudayaan, sehingga digemari oleh
sebagian besar dari warga masyarakat. Dengan demikian mendominasi banyak aktivitas atau
pranata lain dalam kehidupan masyarakat.
Suatu kompleks unsure-unsur kebudayaan yang tampak seolah-olah mendominasi
seluruh kehidupan masyarakat yang bersangkutan, oleh ahli antropologi Amerika R. Linton,
disebut cultural interest, atau kadang-kadang juga social interest. Penulis mengusulkan untuk
menggunakan istilah focus kebudayaan, suatu istilah yang pertama-tama digunakan oleh M.J.
Herskovits.
Suatu kebudayaan sering memancarkan keluar suatu watak khas tertentu yang tampak.
Watak khas itu dalam ilmu antropologi disebut ethos, sering tampak pada gaya tingkah laku
warga masyarakatnya, kegemaran-kegemaran mereka, dan berbagai benda hasil karya
mereka.
Dalam ilmu antropologi, penelitian-penelitian mengenai watak kebudayaan seperti itu
walaupun telah lama ada, mula-mula hanya dijalankan secara sadar oleh seorang sarjana
antropologiwanita bangsa Amerika, Ruth Benedict.
Metode lain yang pernah dikembangkan oleh para ahli antropologi untuk melukiskan
suatu kebudayaan secara holistik terintegrasi adalah dengan memusatkan perhatian terhadap
“kepribadian umum” yang dominan dalam kebudayaan itu.
Analisa dan Perbandingan
Koentajaraningrat menyebutkan bahwa ada tiga wujud kebudayaan sedangkan Prof.
Heddy memisahkan unsur bahasa dari wujud hasil, sehingga menjadi empat wujud
kebudayaan dengan mengurutka dari yag paling kongkret hingga yang abstrak. Dalam jurnal
tersebut tidak ditulis dengan jelas dasar identifikasi atau klasifikasi dari pembentukan empat
wujud kebudayaan tersebut.
Selain wujud kebudayaan, yang jelas terlihat perbedaannya adalah unsur-unsur
kebudayaan. Koentjaraningrat membagi unsur-unsur kebudayaan menjadi tujuh aspek
sedangkan dalam jurnal Pro. Heddy disebutkan ada sepuluh aspek. Ada tiga unsur yang
membedakan, yaitu: permainan, kesehatan dan pelestarian. Tiga unsur tersebut tidak
4
disebutkan oleh Koentjaraningrat karena Koentjaraingrat memasukan tiga unsur tersebut ke
dalam unsur-unsur yang lain.
Sebenarnya sepuluh unsur kebudayaan menurut Prof. Heddy kurang lebih sudah
tercakup dalam tujuh unsur kebudayaan menurut Koetjaraningrat. Contohnya, unsur
transportasi, yang sebenarnya bisa dimasukkan ke dalam sistim peralatan hidup dan
teknologi. Lalu, klasifikasi, yang bisa dimasukkan ke dalam ilmu pengetahuan. Tapi hal yang
menarik adalah ketika unsur permainan masuk menjadi salah satu unsur kebudayaan yang
dipisahkan dengan unsur-unsur yang lain. Ini nampaknya sesuai dengan penjabaran di awal
pada jurnal tersebut bahwa manusia adalah homo ludens, yaitu mahluk yang selalu bermain.
Unsur ini mungkin sulit untuk dimasukkan ke salah satu dari tujuh unsur kebudayaan versi
Koentjaraningrat. Kalau pun bisa, permainan akan lebih condong kepada sistem mata
pencaharian hidup sebagai pemenuhan kebutuhan dari kebosanan. Yang menjadi sulit karena
ia (permainan) mengandung atau berkaitan dengan unsur-unsur lainnya, seperti: kesenian,
olahraga, pengetahuan dan lain-lain.
Pertanyaan:
1. Metode atau pendekatan apakah yang menjadi dasar identifikasi dan klasifikasi
kebudayaan (secara umum) entah itu dalam jurnal Budaya Bangsa, Jati Diri dan
Integrasi Nasional atau buku Pengantar Antropologi?
2. Mengapa aspek bahasa dipisahkan dari aspek fisik atau budaya material? Bukankah
bahasa itu termasuk ke dalam aspek fisik atau budaya material? Sebagai hasil dari
proses terbentuknya kebudayaan.
3. Bagaimanakah peran antropolog demi terwujudnya integrasi nasional melihat keadaan
saat ini konflik sosial sangat mudah terjadi di tengah pudarnya simol nasional sebagai
pemersatu?
4. Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam dan agama islam tidak terlepas dari
kebudayaan Arab yang berbeda dengan budaya Indonesia bahkan bertentangan
dengan kebudayaan asli Indonesia. Tak jarang terjadi konflik karena hal tersebut.
Bagaimana menempatkan unsur kebudayaan luar supaya tidak timbul disintegrasi?
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa-Putra, H.S. (2013), “Jurnal Budaya Bangsa, Jati Diri dan Integrasi Nasional”, Jurnal
Sejarah dan Nilai Budaya.
Koentjaraningrat (2009-revisi). “Pengantar Ilmu Antropologi”. Hal 144-179. Jakarta: Rineka
Cipta
5
6