Auguste Comte dan Fenomena Sosial di Ind
ANALISIS FENOMENA SOSIAL DI INDONESIA
DENGAN PERSPEKTIF TEORI AUGUSTE COMTE
DAN KARL MARX
ARTIKEL
Oleh:
Agus Hendro Setiawan
NIM 130910302009
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1
“FENOMENA SOSIAL DI INDONESIA YANG TERKAIT DENGAN TEORI
AUGUSTE COMTE”
Sebelum masuk kedalam ranah pembahasan, akan lebih baik jika kita melihat
terlebih dahulu pemikiran-pemikiran seorang Auguste Comte yang berusaha membagi
sosiologi menjadi dua bagian yaitu apa yang disebutnya dengan Social Statics dan
Social Dynamics. Menurutnya, social statics merupakan studi tentang hukum aksireaksi antara bagian-bagian dari suatu sistem sosial. Sedangkan social dynamics
merupakan teori yang mengkaji tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat
manusia. Dalam masing-masing bagian tersebut, terdapat sub-ordinated yang
berusaha untuk menjabarkan pola pemikiran manusia dari tahap yang primitif menuju
pada pemikiran yang kompleks. Dalam social statics, terdapat empat doktrin yang
dikemukakan oleh Comte, yaitu: doctrine of individual, doctrine of family, doctrine of
society, dan yang terakhir doctrine of state. Dengan lain kata, empat doktrin yang
digagas oleh Comte ini berusaha untuk mengkaji seluk-beluk individu, keluarga,
masyarakat dan negara. Di sisi lain, social dynamics dibagi menjadi empat pemikiran
yaitu apa yang disebutnya dengan the law of three stages, the law of hierearchie of the
sciences, the law of correlation of practical activities dan the law of correlation of the
feelings. Artinya, empat gagasan ini memfokuskan pembicaraan pada hukum tiga
tingkatan pemikiran manusia, hukum mengenai jenjang-jenjang dalam ilmu
pengetahuan, hukum hubungan antara pemikiran teologis dan militerisme serta hukum
mengenai hubungan manusia dengan social sentiment. Di dalam masing-masing sub,
khusunya the law of three stages, masih terdapat sub-ordinated lagi. Namun, kita
tidak akan lebih jauh membahas mengenai itu, melainkan akan menjelaskan secara
universal yang tergambar dalam skema seperti berikut:
Doctrine of Individual
Doctrine of Family
Social Statics
Doctrine of Society
Doctrine of State
Auguste Comte
2
The law of three stages
Fetishism
Polytheism
Monotheism
Social Dynamics
The law of hierearchie of the sciences
The law of correlation of practical activities
The law of correlation of feelings
Gambar 0.1 Skema pemikiran Auguste Comte
Pembagian pemikiran
menjadi dua
bagian
ini sebenarnya
tidaklah
memisahkan satu sama lain. Pasalnya, tidak akan pernah bisa dipelajari suatu
perkembangan apabila tanpa menggunakan pemikiran social dynamics ataupun
pendekatan historis.
a. The law of three stages
Hukum ini berusaha untuk menjelaskan dan menjabarkan tahap pemikiran
manusia, tidak hanya sebagai individu, namun juga sebagai masyarakat. Hukum ini
adalah generalisasi dari tiap pemikiran manusia yang berkembang semakin maju
melalui tiga cabang pemikiran yaitu: the theological or fictitious, the methaphysic or
abstract dan the scientific or positive (Siahaan, 1986:106). Pada pemikiran
theological or fictitious, Comte ternyata juga masih membaginya menjadi tiga
pemikiran yaitu: fetishism, polytheism dan monotheism.
Berbicara mengenai pola pemikiran masyarakat Indonesia, ternyata di zaman
yang segala sesuatu harus bisa dikaji secara positivis, ternyata masih terdapat sisa-sisa
manusia dengan pola pemikiran teologis. Mereka percaya terhadap roh-roh halus,
benda-benda gaib hingga merujuk pada ritual-ritual yang tidak bisa dinalar secara akal
sehat. Ada semacam nilai-nilai yang tertanam kuat dipikiran mereka bahwasanya
3
dunia seisinya dikuasai oleh kekuatan gaib. Mereka berusaha untuk melakukan ritualritual sebagai identitas penghormatan terhadap kekuatan. Sebagai ilustrasi, simak
contoh yang saya kutip dari www.tribunnews.com berikut:
TRIBUNNEWS.COM, NGAWI - Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dapil V
DPRD Kabupaten Ngawi dari Partai Demokrat, Miftahul Jannah ditemani suaminya
menggelar ritual doa dan mandi di Sungai Tempuk Alas Ketonggo (Srigati) Desa
Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Rabu (12/3/2014).
Ritual dilakukan agar bisa lolos menjadi anggota DPRD Kabupaten Ngawi
dalam Pemilihan Umum Lagislatif (Pileg) 9 April 2014. Berbagai upaya, termasuk
upaya spiritual yang tidak masuk akal dilakukan para Caleg di daerah untuk
mendapatkan berkah dan terpilih menjadi wakil rakyat.
Sejak sebulan mendekati pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif
puluhan Caleg mulai berdatangan ke Alas Ketonggo (Srigati) yang berada di tengah
hutan jati di wilayah Kabupaten Ngawi.
Fenomena ini menunjukkan upaya para Caleg untuk mendapatkan suara
terbanyak, menggunakan berbagai cara agar usahanya berhasil.
Menurut informasi para caleg yang mendatangi Kali Ketonggo jumlahnya
sudah mencapai 50 orang lebih. Mereka menggelar ritual mandi dan doa di dalam
Sungai Tempuk dengan cara merendam diri di aliran sungai yang tergolong keruh
karena masih kerap turun hujan.
Secara logis, sulit memang menghubungkan antara ritual tersebut terhadap
harapan untuk memenangkan pemilu. Dari fenomena sosial diatas, dapat
diindikasikan bahwa caleg tersebut sudah merasa kalah sebelum bertanding. Tetapi
inilah Indonesia dengan segudang pemikiran takhayul yang masih tersisa. Doktrindoktrin yang diajarkan oleh leluhur mereka masih tertanam kuat dan seakan sulit
untuk dihilangkan. Manusia dalam konteks ini, menempatkan diri sebagai peserta
yang dalam istilah Bruhl disebut dengan “mental partisipasi” dimana manusia dalam
hidupnya tidak bisa lebih selain ikut serta dalam proses-proses kosmos yang
dikendalikan oleh proses-proses keagamaan (Maliki, 2012:58).
b. The law of correlation of practical activities
Dalam hukum yang kedua ini, Comte melihat ada sebuah hubungan diantara
pemikiran teologis dengan militerisme. Cara berfikir teologis, katanya mendorong
timbulnya usaha-usaha untuk menjawab semua persoalan melalui kekuatan (force)
4
(Siahaan, 1986:109). Untuk memahami teori ini baca ilustrasi yang saya kutip dari
www.tribunnews.com berikut:
JAKARTA — Forum Umat Islam (FUI) terus menentang
diselenggarakannya kontes Miss World 2013 di Indonesia. FUI menyatakan siap
berperang jika kontes kecantikan tersebut tetap dilangsungkan.
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab mengatakan siap melakukan
perlawanan dalam bentuk apa pun demi membatalkan Miss World 2013 yang
diselenggarakan di Bali dan Bogor. Riezieq menambahkan, dirinya sudah
mempersiapkan massanya untuk membatalkan ajang tersebut. "Jika Miss World tetap
dilangsungkan di Tanah Air kita ini, FUI siap berperang!" ujarnya dalam unjuk rasa
di depan Menara MNC, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, hari ini.
Rizieq mengatakan, pada 14 September 2013, massa FUI akan mengepung Hotel
Grand Hyatt di Bundaran Hotel Indonesia. Hotel tersebut akan menjadi tempat
menginap para peserta Miss World selama di Jakarta.
Rizieq menyebutkan, aksi massa pada 14 September itu merupakan awal perlawanan
FUI. Jika penyelenggara tetap melaksanakan kontes tersebut, kata Rizieq, FUI siap
mengambil tindakan pada malam final Miss World di Sentul, Bogor, Jawa Barat,
pada 28 September 2013.
"Tanggal 14 kita akan melakukan aksi damai. Tetapi, jika final tetap
dilaksanakan, tidak ada kata damai, kita siap untuk berperang. Kita lengkapi diri
dengan perlengkapan perang," kata Rizieq.
Miss World akan diikuti oleh 120 kontestan dari seluruh negara di dunia.
Sejak 1 September, para kontestan Miss World 2013 telah tiba di Indonesia dan pada
8 September 2013 dijadwalkan pembukaan kontes kecantikan tersebut.
Dalam kasus seperti ini, pola pemikiran teologis mendorong seseorang
ataupun kelompok melakukan tindakan melalui kekuatan (force). Hal yang dilakukan
oleh kelompok Forum Umat Islam (FUI) diatas dilatarbelakangi oleh pemikiran
mereka dalam upayanya menjaga nilai-nilai yang terdapat dalam konsep-konsep
teologis (agama).
c. The law of correlation of feeling
Comte (dalam Siahaan, 1986:109) menganggap bahwa masyarakat hanya
dapat dipersatukan melalui feeling.
5
2. Social Statics
a. Doctrine of individual
Dalam doktrin ini, Auguste Comte menyatakan bahwa individu merupakan
cerminan dari sebuah masyarakat. Dia juga menambahkan bahwa apabila Anda
menghilangkan segala sesuatu yang diberikan oleh masyarakat kepada individu, maka
Anda hanya akan menemukan tubuh dan energi saja dari individu tersebut (Siahaan,
1986:111). Dengan lain kata, individu adalah sebuah produk dari kehidupan
kelompoknya. Simak kutipan berikut:
REPUBLIKA.CO.ID,CIANJUR--Sebanyak 8 (delapan) orang warga
Kampung Kopeng, Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Cianjur, Jabar, Jumat,
dilarikan ke RSUD Cianjur karena dibacok pria yang diduga mengalami gangguan
jiwa.
Kuswoyo (30) pelaku yang sehari-hari dikenal sebagai buruh tani itu, pernah
menjalani perawatan di rumah sakit jiwa, namun warga setempat menganggap
pelaku telah sehat dan normal.
Informasi dihimpun, peristiwa naas yang menimpa warga tersebut, berawal
ketika mereka tengah berkumpul di salah satu warung di kampung tersebut dan tibatiba pelaku datang. Tanpa sebab yang jelas, pelaku langsung membacok warga yang
sedang berkumpul. Akibatnya, enam orang yang sedang berkumpul di warung
terkena tebasan golok. Sedangkan dua orang korban lainnya di bacok di dalam
rumah pemilik warung.
"Setelah melakukan aksinya pelaku sempat mencoba lari ke hutan yang tidak
jauh dari perkampungan. Warga yang melihat langsung mengejar dan berhasil
menangkap pelaku," kata Yadi Mulyadi (40) salah seorang warga.
"Selain sempat dirawat di rumah sakit jiwa, tahun 2011, pelaku pernah mencoba
bunuh diri namun diselamatkan warga. Penyebabnya saya tidak tahu kenapa, sampai
pelaku di rawat di RSJ," ucapnya.
Meski pernah mengalami gangguan jiwa, tutur Dadan pihaknya tidak
melihat kejanggalan dari pribadi pelaku tersebut, bahkan terlihat seperti orang
normal lainnya.
Terbersit sebuah pemikiran kenapa ada fenomena seperti kejadian tersebut?
Kembali pada pemikiran Comte bahwasanya individu merupakan produk dari
masyarakat dan jika kita menghilangkan segala sesuatu yang diberikan masyarakat
6
kepada individu niscaya kita hanya akan menemui tubuh dan energi saja. Orang gila
yang disebutkan diatas merupakan obyek yang disinggung Comte sebagai ‘tubuh dan
energi saja’. Orang gila secara sosiologis telah kehilangan semua aspek yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya. Kadang muncul sebuah pertanyaan yang unik
“kenapa orang gila masih merasa lapar, haus dan sebagainya, padahal mereka
secara sosiologis telah kehilangan seluruh aspek yang diberikan oleh
masyarakat?” Naluri. Naluri-lah yang sejatinya mengatur mereka untuk merasakan
lapar, haus dan sejenisnya, dan naluri semacam ini berada diluar konteks “aspekaspek yang diberikan oleh masyarakat”.
b. Doctrine of family
Menurut Comte (dalam Siahaan, 1986:112), keluarga adalah unit masyarakat
yang sebenarnya, yang merupakan unit darimana masyarakat itu terbentuk.
c. Doctrine of society
Menurut Comte (dalam Siahaan, 1986:113), keluarga bukanlah masyarakat.
Masyarakat merupakan satu kesatuan yang lebih luas, dan terdiri dari sejumlah
keluarga-keluarga yang berdiri sendiri (independent). Dia juga menambahkan bahwa
keluarga dibentuk melalui instink dan afeksi, sedangkan masyarakat dibentuk atas
dasar pembagian kerja dalam masyarakat (division of labor).
d. Doctrine of state
Comte berpendapat bahwa negara (state), merupakan suatu bentuk khusus dari
asosiasi atau organisasi social. Negara diciptakan atau diorganisir adalah untuk
menjaga kesatuan di dalam kelompok suatu bangsa (Siahaan, 1986:115).
7
“FENOMENA SOSIAL DI INDONESIA YANG TERKAIT DENGAN TEORI
KARL MARX”
Karl Marx. Sebuah nama yang tidak asing lagi bagi kaum intelektual khusunya
bagi mereka yang mendalami ilmu sosial, khusunya sosiologi. Marx merupakan
sosiolog yang maha hebat. Berbeda dengan sosiolog lain, pemikirannya dalam teoriteori nya tidak terbantahkan dan mungkin masih terpakai abad ini. Marx secara garis
besar mengemukakan teori kelas, teori alienasi dan sosiologi pengetahuan.
a. Teori Kelas (Class Theory)
Dalam teori kelas, Marx menyatakan bahwa sejarah dari segala bentuk
masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah pertikaian antar golongan.
Menurut pandangannya, sejak masyarakat manusia mulai dari bentuknya yang paling
primitif secara relatif tidak berbeda satu sama lain, masyarakat itu tetap mempunyai
perbedaan yang fundamental antara golongan yag bertikai di dalam mengejar
kepentingan masing-masing golongannya (Siahaan, 1986:186).
b. Teori Alienasi
Dalam teori alienasi Marx, alienasi dapat diartikan sebagai sebuah keadaan,
dimana manusia dikuasai oleh kekuatan kekuatan yang tercipta dari kreasinya sendiri,
yang merupakan kekuatan yang melawan manusia itu sendiri (Siahaan, 1986: 190).
Karl Marx membagi tiga jenis alienasi, (1) alienasi pekerja dari obyeknya (alienation
of worker in his object/product) yakni alienasi berkaitan dengan hubungan langsung
antara pekerja dengan produk yang dihasilkannya, (2) alienasi kepribadian (self
alienation), yakni alienasi yang tidak hanya berkait dengan hasil produksi, melainkan
lebih berkaitan dengan proses produksi di dalam aktivitas produksi itu sendiri, dan (3)
alienasi tenaga kerja (alienation of labor) (Maliki, 2012:171). Dari ketiga konsep
alienasi Marx, dapat dijabarkan menjadi 4 (empat) spesifikasi pemikiran, yaitu:
Berikut ini penjabaran dari masing-masing teori Karl Marx, dimana alienasi
pekerja dari obyeknya (alienation of worker in his object/product) dibagi menjadi
menjadi 2 (dua) penjabaran:
8
Alienasi pekerja dari obyeknya (alienation of worker in his object/product)
a. Manusia mengalami alienasi dari oyek yang diprodusir/dihasilkannya.
Seorang buruh pabrik sepatu “Nike” memang memproduksi sepatu,
tetapi sepatu itu kemudian terasing darinya. Artinya, ia hanya bisa membuat
sepatu, namun tidak bisa merasakan bagaimana memakai sepatu buatannya.
Seperti buruh yang bekerja di proyek pembangunan apartemen mewah;
mereka tak bisa tinggal di tempat yang mereka bangun. Seperti kata Marx
(dalam Maliki, 2012:154): “Kekuatan kerja menghasilkan istana-istana,
tetapi bagi buruh hanya menghasilkan gubuk-gubuk”.
Jika dikaji lebih lanjut, fenomena diatas merupakan bagian dari
eksploitasi tenaga besar-besaran. Jika dilihat dalam pandangan Marx,
kemalangan para buruh tak sesuai dengan besarnya tenaga yang mereka
curahkan. Mereka diperbudak, diperas semua tenaganya, tetapi apa yang
mereka berikan tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Inilah
yang dinamakan alienation of worker in his object/product.
b. Manusia mengalami alienasi dari proses produksi.
Untuk memahami konsep ini lihat fenomena sosial di Indonesia
berikut:
SUKABUMI, KOMPAS.com — Para pekerja di perusahaan sepatu
Converse Indonesia diperlakukan tidak manusiawi oleh supervisor mereka.
Supervisor melemparkan sepatu pada para buruh, menampar muka mereka,
dan memanggil pekerja dengan kata-kata kasar.
Nike, sebagai pemilik merek, mengakui bahwa pelecehan tersebut
terjadi di kalangan para produsen kontraktor, tetapi perusahaan tak bisa
menghentikannya.
Salah satu pekerja mengatakan, dia ditendang oleh supervisor, tahun
lalu, setelah membuat kesalahan saat memotong karet untuk sol. "Kami tidak
berdaya," ujar pekerja wanita yang diwawancara tanpa mau menyebut
identitas secara jelas lantaran takut menerima balasan dari pihak terkait.
"Satu-satunya pilihan adalah kami harus tinggal dan menderita atau
berbicara keluar kemudian dipecat," timpal pekerja lainnya yang juga tak
ingin disebut.
9
Beberapa pekerja yang diwawancarai oleh AP pada Maret dan April
silam mengatakan telah dipukul hingga lengannya terluka, satu orang sampai
berdarah. Lainnya mengatakan bahwa mereka dipecat setelah mengajukan
keluhan. "Mereka melempar sepatu dan hal-hal lain kepada kami," kata
seorang perempuan 23 tahun di divisi bordir. "Mereka menggeram dan
menampar kami ketika mereka marah," tuturnya.
Salah satu pekerja, Mira Agustina (30), mengatakan, dia dipecat pada
tahun 2009 ketika mengajukan cuti sakit meskipun dia memiliki surat
keterangan sakit dari dokter. "Bekerja di perusahaan itu sangat mengerikan,"
katanya.
Ia melanjutkan, "Bos kami menggunakan kaki untuk menunjuk, lalu
memanggil kami dengan nama-nama, seperti anjing, babi, atau monyet."
Di pabrik sepatu lainnya, yaitu PT Amara, yang terletak tepat di luar
Jakarta, para supervisor pemegang merek Converse juga memerintahkan
enam pekerja perempuan berdiri di terik matahari setelah mereka gagal
memenuhi target mereka menyelesaikan 60 lusin sepatu tepat waktu.
"Mereka menangis dan baru diizinkan melanjutkan pekerjaan mereka
setelah dua jam di bawah matahari," kata Ujang Suhendi (47), seorang
pekerja di bagian gudang pabrik. Supervisor telah menerima surat peringatan
atas insiden Mei setelah keluhan dari serikat pekerja.
Sebenarnya, satu dekade yang lalu, Nike pernah mendapat kritik yang
cukup keras karena mempekerjakan anak-anak di bawah umur untuk
meningkatkan kapasitas produksinya.
Merujuk laporan internal Nike, hampir dua pertiga dari 168 pabrik
yang membuat produk-produk Converse di seluruh dunia gagal memenuhi
standar yang ditetapkan Nike sebagai produsen kontrak. (Dyah
Megasari/Kontan)
Para pekerja seperti ilustrasi diatas mendapat perlakuan sebagaimana layaknya
pekerja. Mereka mengalami keterasingan (alienation) saat bekerja. Di mana tugas
kerja tidak memberi kepuasan hati yang hakiki, yang mana buruh tidak diberi
kesempatan untuk mengatur keadaan fisik atau batin dirinya sendiri sebab dikuasai
oleh kekuatan eksternalnya.
Alienasi kepribadian (self alienation)
c. Mengalami alienasi atau teralienasi dari dirinya sendiri.
10
Mengambil contoh dari ilustrasi sebelumnya, ketika dalam aktivitasnya
buruh “kehilangan dirinya”, secara otomatis mereka juga teralienasi dari
kodrat hidupnya sebagai “makhluk-spesies” yang membutuhkan waktu-waktu
di luar jam kerja untuk pengembangan diri. Jika “keterasingan dari benda”
membuat buruh melarat, maka “keterasingan diri” membuat buruh tak dapat
merealisasikan pengembangan diri. Saat bekerja, buruh terasing dari dirinya
sendiri sebagai manusia.
Buruh menjadi “media pengangkut beban” dalam sistem produksi
eksploitatif. Ketika melangkah ke dalam pagar pabrik, kodrat buruh sebagai
manusia merdeka tertinggal di luar gerbang (Maliki, 2012:145). Menurut
Marx, (dalam Maliki, 2012:147) “…sang pekerja baru bisa merasa satu
dengan dirinya di luar kerja, sedangkan dalam kerja, dia tak merasa satu
dengan dirinya”. Inilah bentuk ekspolitasi yang berlebihan terhadap sumber
daya manusia.
Alienasi tenaga kerja (alienation of labor)
d. Teralienasi dari pergaulannya dengan teman-teman atau masyarakatnya.
Masih menggunakan contoh sebelumnya, jika porsi kerja seorang
buruh dieksploitasi secara besar-besaran, maka waktu yang mereka miliki
untuk bersosialisasi dengan lingkungannya semakin berkurang. Ia merasa
terasing terhadap lingkungan sosial disekitarnya, dimana hak-haknya
untuk menghabiskan waktu bersama orang lain telah digunakan untuk
bekerja. Pabrik telah ‘menjauhkan’ pekerja dengan lingkungan sosialnya
demi menghasilkan keuntungan semata.
DAFTAR PUSTAKA
11
Buku
Maliki, Zainuddin. 2012. Rekonstruksi Teori Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta:
Erlangga.
Internet
http://www.tribunnews.com/regional/2014/03/12/upaya-spiritual-caleggelar-ritual-doa-dan-mandi-di-sungai-tempuk-ngawi
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/06/1837376/Rizieq.Serukan.
Perang.Batalkan.Miss.World
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/07/14/11355771/Nike.Hadap
i.Dugaan.Penganiayaan.Buruh.di.Indonesia
12
DENGAN PERSPEKTIF TEORI AUGUSTE COMTE
DAN KARL MARX
ARTIKEL
Oleh:
Agus Hendro Setiawan
NIM 130910302009
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1
“FENOMENA SOSIAL DI INDONESIA YANG TERKAIT DENGAN TEORI
AUGUSTE COMTE”
Sebelum masuk kedalam ranah pembahasan, akan lebih baik jika kita melihat
terlebih dahulu pemikiran-pemikiran seorang Auguste Comte yang berusaha membagi
sosiologi menjadi dua bagian yaitu apa yang disebutnya dengan Social Statics dan
Social Dynamics. Menurutnya, social statics merupakan studi tentang hukum aksireaksi antara bagian-bagian dari suatu sistem sosial. Sedangkan social dynamics
merupakan teori yang mengkaji tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat
manusia. Dalam masing-masing bagian tersebut, terdapat sub-ordinated yang
berusaha untuk menjabarkan pola pemikiran manusia dari tahap yang primitif menuju
pada pemikiran yang kompleks. Dalam social statics, terdapat empat doktrin yang
dikemukakan oleh Comte, yaitu: doctrine of individual, doctrine of family, doctrine of
society, dan yang terakhir doctrine of state. Dengan lain kata, empat doktrin yang
digagas oleh Comte ini berusaha untuk mengkaji seluk-beluk individu, keluarga,
masyarakat dan negara. Di sisi lain, social dynamics dibagi menjadi empat pemikiran
yaitu apa yang disebutnya dengan the law of three stages, the law of hierearchie of the
sciences, the law of correlation of practical activities dan the law of correlation of the
feelings. Artinya, empat gagasan ini memfokuskan pembicaraan pada hukum tiga
tingkatan pemikiran manusia, hukum mengenai jenjang-jenjang dalam ilmu
pengetahuan, hukum hubungan antara pemikiran teologis dan militerisme serta hukum
mengenai hubungan manusia dengan social sentiment. Di dalam masing-masing sub,
khusunya the law of three stages, masih terdapat sub-ordinated lagi. Namun, kita
tidak akan lebih jauh membahas mengenai itu, melainkan akan menjelaskan secara
universal yang tergambar dalam skema seperti berikut:
Doctrine of Individual
Doctrine of Family
Social Statics
Doctrine of Society
Doctrine of State
Auguste Comte
2
The law of three stages
Fetishism
Polytheism
Monotheism
Social Dynamics
The law of hierearchie of the sciences
The law of correlation of practical activities
The law of correlation of feelings
Gambar 0.1 Skema pemikiran Auguste Comte
Pembagian pemikiran
menjadi dua
bagian
ini sebenarnya
tidaklah
memisahkan satu sama lain. Pasalnya, tidak akan pernah bisa dipelajari suatu
perkembangan apabila tanpa menggunakan pemikiran social dynamics ataupun
pendekatan historis.
a. The law of three stages
Hukum ini berusaha untuk menjelaskan dan menjabarkan tahap pemikiran
manusia, tidak hanya sebagai individu, namun juga sebagai masyarakat. Hukum ini
adalah generalisasi dari tiap pemikiran manusia yang berkembang semakin maju
melalui tiga cabang pemikiran yaitu: the theological or fictitious, the methaphysic or
abstract dan the scientific or positive (Siahaan, 1986:106). Pada pemikiran
theological or fictitious, Comte ternyata juga masih membaginya menjadi tiga
pemikiran yaitu: fetishism, polytheism dan monotheism.
Berbicara mengenai pola pemikiran masyarakat Indonesia, ternyata di zaman
yang segala sesuatu harus bisa dikaji secara positivis, ternyata masih terdapat sisa-sisa
manusia dengan pola pemikiran teologis. Mereka percaya terhadap roh-roh halus,
benda-benda gaib hingga merujuk pada ritual-ritual yang tidak bisa dinalar secara akal
sehat. Ada semacam nilai-nilai yang tertanam kuat dipikiran mereka bahwasanya
3
dunia seisinya dikuasai oleh kekuatan gaib. Mereka berusaha untuk melakukan ritualritual sebagai identitas penghormatan terhadap kekuatan. Sebagai ilustrasi, simak
contoh yang saya kutip dari www.tribunnews.com berikut:
TRIBUNNEWS.COM, NGAWI - Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dapil V
DPRD Kabupaten Ngawi dari Partai Demokrat, Miftahul Jannah ditemani suaminya
menggelar ritual doa dan mandi di Sungai Tempuk Alas Ketonggo (Srigati) Desa
Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Rabu (12/3/2014).
Ritual dilakukan agar bisa lolos menjadi anggota DPRD Kabupaten Ngawi
dalam Pemilihan Umum Lagislatif (Pileg) 9 April 2014. Berbagai upaya, termasuk
upaya spiritual yang tidak masuk akal dilakukan para Caleg di daerah untuk
mendapatkan berkah dan terpilih menjadi wakil rakyat.
Sejak sebulan mendekati pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif
puluhan Caleg mulai berdatangan ke Alas Ketonggo (Srigati) yang berada di tengah
hutan jati di wilayah Kabupaten Ngawi.
Fenomena ini menunjukkan upaya para Caleg untuk mendapatkan suara
terbanyak, menggunakan berbagai cara agar usahanya berhasil.
Menurut informasi para caleg yang mendatangi Kali Ketonggo jumlahnya
sudah mencapai 50 orang lebih. Mereka menggelar ritual mandi dan doa di dalam
Sungai Tempuk dengan cara merendam diri di aliran sungai yang tergolong keruh
karena masih kerap turun hujan.
Secara logis, sulit memang menghubungkan antara ritual tersebut terhadap
harapan untuk memenangkan pemilu. Dari fenomena sosial diatas, dapat
diindikasikan bahwa caleg tersebut sudah merasa kalah sebelum bertanding. Tetapi
inilah Indonesia dengan segudang pemikiran takhayul yang masih tersisa. Doktrindoktrin yang diajarkan oleh leluhur mereka masih tertanam kuat dan seakan sulit
untuk dihilangkan. Manusia dalam konteks ini, menempatkan diri sebagai peserta
yang dalam istilah Bruhl disebut dengan “mental partisipasi” dimana manusia dalam
hidupnya tidak bisa lebih selain ikut serta dalam proses-proses kosmos yang
dikendalikan oleh proses-proses keagamaan (Maliki, 2012:58).
b. The law of correlation of practical activities
Dalam hukum yang kedua ini, Comte melihat ada sebuah hubungan diantara
pemikiran teologis dengan militerisme. Cara berfikir teologis, katanya mendorong
timbulnya usaha-usaha untuk menjawab semua persoalan melalui kekuatan (force)
4
(Siahaan, 1986:109). Untuk memahami teori ini baca ilustrasi yang saya kutip dari
www.tribunnews.com berikut:
JAKARTA — Forum Umat Islam (FUI) terus menentang
diselenggarakannya kontes Miss World 2013 di Indonesia. FUI menyatakan siap
berperang jika kontes kecantikan tersebut tetap dilangsungkan.
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab mengatakan siap melakukan
perlawanan dalam bentuk apa pun demi membatalkan Miss World 2013 yang
diselenggarakan di Bali dan Bogor. Riezieq menambahkan, dirinya sudah
mempersiapkan massanya untuk membatalkan ajang tersebut. "Jika Miss World tetap
dilangsungkan di Tanah Air kita ini, FUI siap berperang!" ujarnya dalam unjuk rasa
di depan Menara MNC, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, hari ini.
Rizieq mengatakan, pada 14 September 2013, massa FUI akan mengepung Hotel
Grand Hyatt di Bundaran Hotel Indonesia. Hotel tersebut akan menjadi tempat
menginap para peserta Miss World selama di Jakarta.
Rizieq menyebutkan, aksi massa pada 14 September itu merupakan awal perlawanan
FUI. Jika penyelenggara tetap melaksanakan kontes tersebut, kata Rizieq, FUI siap
mengambil tindakan pada malam final Miss World di Sentul, Bogor, Jawa Barat,
pada 28 September 2013.
"Tanggal 14 kita akan melakukan aksi damai. Tetapi, jika final tetap
dilaksanakan, tidak ada kata damai, kita siap untuk berperang. Kita lengkapi diri
dengan perlengkapan perang," kata Rizieq.
Miss World akan diikuti oleh 120 kontestan dari seluruh negara di dunia.
Sejak 1 September, para kontestan Miss World 2013 telah tiba di Indonesia dan pada
8 September 2013 dijadwalkan pembukaan kontes kecantikan tersebut.
Dalam kasus seperti ini, pola pemikiran teologis mendorong seseorang
ataupun kelompok melakukan tindakan melalui kekuatan (force). Hal yang dilakukan
oleh kelompok Forum Umat Islam (FUI) diatas dilatarbelakangi oleh pemikiran
mereka dalam upayanya menjaga nilai-nilai yang terdapat dalam konsep-konsep
teologis (agama).
c. The law of correlation of feeling
Comte (dalam Siahaan, 1986:109) menganggap bahwa masyarakat hanya
dapat dipersatukan melalui feeling.
5
2. Social Statics
a. Doctrine of individual
Dalam doktrin ini, Auguste Comte menyatakan bahwa individu merupakan
cerminan dari sebuah masyarakat. Dia juga menambahkan bahwa apabila Anda
menghilangkan segala sesuatu yang diberikan oleh masyarakat kepada individu, maka
Anda hanya akan menemukan tubuh dan energi saja dari individu tersebut (Siahaan,
1986:111). Dengan lain kata, individu adalah sebuah produk dari kehidupan
kelompoknya. Simak kutipan berikut:
REPUBLIKA.CO.ID,CIANJUR--Sebanyak 8 (delapan) orang warga
Kampung Kopeng, Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Cianjur, Jabar, Jumat,
dilarikan ke RSUD Cianjur karena dibacok pria yang diduga mengalami gangguan
jiwa.
Kuswoyo (30) pelaku yang sehari-hari dikenal sebagai buruh tani itu, pernah
menjalani perawatan di rumah sakit jiwa, namun warga setempat menganggap
pelaku telah sehat dan normal.
Informasi dihimpun, peristiwa naas yang menimpa warga tersebut, berawal
ketika mereka tengah berkumpul di salah satu warung di kampung tersebut dan tibatiba pelaku datang. Tanpa sebab yang jelas, pelaku langsung membacok warga yang
sedang berkumpul. Akibatnya, enam orang yang sedang berkumpul di warung
terkena tebasan golok. Sedangkan dua orang korban lainnya di bacok di dalam
rumah pemilik warung.
"Setelah melakukan aksinya pelaku sempat mencoba lari ke hutan yang tidak
jauh dari perkampungan. Warga yang melihat langsung mengejar dan berhasil
menangkap pelaku," kata Yadi Mulyadi (40) salah seorang warga.
"Selain sempat dirawat di rumah sakit jiwa, tahun 2011, pelaku pernah mencoba
bunuh diri namun diselamatkan warga. Penyebabnya saya tidak tahu kenapa, sampai
pelaku di rawat di RSJ," ucapnya.
Meski pernah mengalami gangguan jiwa, tutur Dadan pihaknya tidak
melihat kejanggalan dari pribadi pelaku tersebut, bahkan terlihat seperti orang
normal lainnya.
Terbersit sebuah pemikiran kenapa ada fenomena seperti kejadian tersebut?
Kembali pada pemikiran Comte bahwasanya individu merupakan produk dari
masyarakat dan jika kita menghilangkan segala sesuatu yang diberikan masyarakat
6
kepada individu niscaya kita hanya akan menemui tubuh dan energi saja. Orang gila
yang disebutkan diatas merupakan obyek yang disinggung Comte sebagai ‘tubuh dan
energi saja’. Orang gila secara sosiologis telah kehilangan semua aspek yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya. Kadang muncul sebuah pertanyaan yang unik
“kenapa orang gila masih merasa lapar, haus dan sebagainya, padahal mereka
secara sosiologis telah kehilangan seluruh aspek yang diberikan oleh
masyarakat?” Naluri. Naluri-lah yang sejatinya mengatur mereka untuk merasakan
lapar, haus dan sejenisnya, dan naluri semacam ini berada diluar konteks “aspekaspek yang diberikan oleh masyarakat”.
b. Doctrine of family
Menurut Comte (dalam Siahaan, 1986:112), keluarga adalah unit masyarakat
yang sebenarnya, yang merupakan unit darimana masyarakat itu terbentuk.
c. Doctrine of society
Menurut Comte (dalam Siahaan, 1986:113), keluarga bukanlah masyarakat.
Masyarakat merupakan satu kesatuan yang lebih luas, dan terdiri dari sejumlah
keluarga-keluarga yang berdiri sendiri (independent). Dia juga menambahkan bahwa
keluarga dibentuk melalui instink dan afeksi, sedangkan masyarakat dibentuk atas
dasar pembagian kerja dalam masyarakat (division of labor).
d. Doctrine of state
Comte berpendapat bahwa negara (state), merupakan suatu bentuk khusus dari
asosiasi atau organisasi social. Negara diciptakan atau diorganisir adalah untuk
menjaga kesatuan di dalam kelompok suatu bangsa (Siahaan, 1986:115).
7
“FENOMENA SOSIAL DI INDONESIA YANG TERKAIT DENGAN TEORI
KARL MARX”
Karl Marx. Sebuah nama yang tidak asing lagi bagi kaum intelektual khusunya
bagi mereka yang mendalami ilmu sosial, khusunya sosiologi. Marx merupakan
sosiolog yang maha hebat. Berbeda dengan sosiolog lain, pemikirannya dalam teoriteori nya tidak terbantahkan dan mungkin masih terpakai abad ini. Marx secara garis
besar mengemukakan teori kelas, teori alienasi dan sosiologi pengetahuan.
a. Teori Kelas (Class Theory)
Dalam teori kelas, Marx menyatakan bahwa sejarah dari segala bentuk
masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah pertikaian antar golongan.
Menurut pandangannya, sejak masyarakat manusia mulai dari bentuknya yang paling
primitif secara relatif tidak berbeda satu sama lain, masyarakat itu tetap mempunyai
perbedaan yang fundamental antara golongan yag bertikai di dalam mengejar
kepentingan masing-masing golongannya (Siahaan, 1986:186).
b. Teori Alienasi
Dalam teori alienasi Marx, alienasi dapat diartikan sebagai sebuah keadaan,
dimana manusia dikuasai oleh kekuatan kekuatan yang tercipta dari kreasinya sendiri,
yang merupakan kekuatan yang melawan manusia itu sendiri (Siahaan, 1986: 190).
Karl Marx membagi tiga jenis alienasi, (1) alienasi pekerja dari obyeknya (alienation
of worker in his object/product) yakni alienasi berkaitan dengan hubungan langsung
antara pekerja dengan produk yang dihasilkannya, (2) alienasi kepribadian (self
alienation), yakni alienasi yang tidak hanya berkait dengan hasil produksi, melainkan
lebih berkaitan dengan proses produksi di dalam aktivitas produksi itu sendiri, dan (3)
alienasi tenaga kerja (alienation of labor) (Maliki, 2012:171). Dari ketiga konsep
alienasi Marx, dapat dijabarkan menjadi 4 (empat) spesifikasi pemikiran, yaitu:
Berikut ini penjabaran dari masing-masing teori Karl Marx, dimana alienasi
pekerja dari obyeknya (alienation of worker in his object/product) dibagi menjadi
menjadi 2 (dua) penjabaran:
8
Alienasi pekerja dari obyeknya (alienation of worker in his object/product)
a. Manusia mengalami alienasi dari oyek yang diprodusir/dihasilkannya.
Seorang buruh pabrik sepatu “Nike” memang memproduksi sepatu,
tetapi sepatu itu kemudian terasing darinya. Artinya, ia hanya bisa membuat
sepatu, namun tidak bisa merasakan bagaimana memakai sepatu buatannya.
Seperti buruh yang bekerja di proyek pembangunan apartemen mewah;
mereka tak bisa tinggal di tempat yang mereka bangun. Seperti kata Marx
(dalam Maliki, 2012:154): “Kekuatan kerja menghasilkan istana-istana,
tetapi bagi buruh hanya menghasilkan gubuk-gubuk”.
Jika dikaji lebih lanjut, fenomena diatas merupakan bagian dari
eksploitasi tenaga besar-besaran. Jika dilihat dalam pandangan Marx,
kemalangan para buruh tak sesuai dengan besarnya tenaga yang mereka
curahkan. Mereka diperbudak, diperas semua tenaganya, tetapi apa yang
mereka berikan tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Inilah
yang dinamakan alienation of worker in his object/product.
b. Manusia mengalami alienasi dari proses produksi.
Untuk memahami konsep ini lihat fenomena sosial di Indonesia
berikut:
SUKABUMI, KOMPAS.com — Para pekerja di perusahaan sepatu
Converse Indonesia diperlakukan tidak manusiawi oleh supervisor mereka.
Supervisor melemparkan sepatu pada para buruh, menampar muka mereka,
dan memanggil pekerja dengan kata-kata kasar.
Nike, sebagai pemilik merek, mengakui bahwa pelecehan tersebut
terjadi di kalangan para produsen kontraktor, tetapi perusahaan tak bisa
menghentikannya.
Salah satu pekerja mengatakan, dia ditendang oleh supervisor, tahun
lalu, setelah membuat kesalahan saat memotong karet untuk sol. "Kami tidak
berdaya," ujar pekerja wanita yang diwawancara tanpa mau menyebut
identitas secara jelas lantaran takut menerima balasan dari pihak terkait.
"Satu-satunya pilihan adalah kami harus tinggal dan menderita atau
berbicara keluar kemudian dipecat," timpal pekerja lainnya yang juga tak
ingin disebut.
9
Beberapa pekerja yang diwawancarai oleh AP pada Maret dan April
silam mengatakan telah dipukul hingga lengannya terluka, satu orang sampai
berdarah. Lainnya mengatakan bahwa mereka dipecat setelah mengajukan
keluhan. "Mereka melempar sepatu dan hal-hal lain kepada kami," kata
seorang perempuan 23 tahun di divisi bordir. "Mereka menggeram dan
menampar kami ketika mereka marah," tuturnya.
Salah satu pekerja, Mira Agustina (30), mengatakan, dia dipecat pada
tahun 2009 ketika mengajukan cuti sakit meskipun dia memiliki surat
keterangan sakit dari dokter. "Bekerja di perusahaan itu sangat mengerikan,"
katanya.
Ia melanjutkan, "Bos kami menggunakan kaki untuk menunjuk, lalu
memanggil kami dengan nama-nama, seperti anjing, babi, atau monyet."
Di pabrik sepatu lainnya, yaitu PT Amara, yang terletak tepat di luar
Jakarta, para supervisor pemegang merek Converse juga memerintahkan
enam pekerja perempuan berdiri di terik matahari setelah mereka gagal
memenuhi target mereka menyelesaikan 60 lusin sepatu tepat waktu.
"Mereka menangis dan baru diizinkan melanjutkan pekerjaan mereka
setelah dua jam di bawah matahari," kata Ujang Suhendi (47), seorang
pekerja di bagian gudang pabrik. Supervisor telah menerima surat peringatan
atas insiden Mei setelah keluhan dari serikat pekerja.
Sebenarnya, satu dekade yang lalu, Nike pernah mendapat kritik yang
cukup keras karena mempekerjakan anak-anak di bawah umur untuk
meningkatkan kapasitas produksinya.
Merujuk laporan internal Nike, hampir dua pertiga dari 168 pabrik
yang membuat produk-produk Converse di seluruh dunia gagal memenuhi
standar yang ditetapkan Nike sebagai produsen kontrak. (Dyah
Megasari/Kontan)
Para pekerja seperti ilustrasi diatas mendapat perlakuan sebagaimana layaknya
pekerja. Mereka mengalami keterasingan (alienation) saat bekerja. Di mana tugas
kerja tidak memberi kepuasan hati yang hakiki, yang mana buruh tidak diberi
kesempatan untuk mengatur keadaan fisik atau batin dirinya sendiri sebab dikuasai
oleh kekuatan eksternalnya.
Alienasi kepribadian (self alienation)
c. Mengalami alienasi atau teralienasi dari dirinya sendiri.
10
Mengambil contoh dari ilustrasi sebelumnya, ketika dalam aktivitasnya
buruh “kehilangan dirinya”, secara otomatis mereka juga teralienasi dari
kodrat hidupnya sebagai “makhluk-spesies” yang membutuhkan waktu-waktu
di luar jam kerja untuk pengembangan diri. Jika “keterasingan dari benda”
membuat buruh melarat, maka “keterasingan diri” membuat buruh tak dapat
merealisasikan pengembangan diri. Saat bekerja, buruh terasing dari dirinya
sendiri sebagai manusia.
Buruh menjadi “media pengangkut beban” dalam sistem produksi
eksploitatif. Ketika melangkah ke dalam pagar pabrik, kodrat buruh sebagai
manusia merdeka tertinggal di luar gerbang (Maliki, 2012:145). Menurut
Marx, (dalam Maliki, 2012:147) “…sang pekerja baru bisa merasa satu
dengan dirinya di luar kerja, sedangkan dalam kerja, dia tak merasa satu
dengan dirinya”. Inilah bentuk ekspolitasi yang berlebihan terhadap sumber
daya manusia.
Alienasi tenaga kerja (alienation of labor)
d. Teralienasi dari pergaulannya dengan teman-teman atau masyarakatnya.
Masih menggunakan contoh sebelumnya, jika porsi kerja seorang
buruh dieksploitasi secara besar-besaran, maka waktu yang mereka miliki
untuk bersosialisasi dengan lingkungannya semakin berkurang. Ia merasa
terasing terhadap lingkungan sosial disekitarnya, dimana hak-haknya
untuk menghabiskan waktu bersama orang lain telah digunakan untuk
bekerja. Pabrik telah ‘menjauhkan’ pekerja dengan lingkungan sosialnya
demi menghasilkan keuntungan semata.
DAFTAR PUSTAKA
11
Buku
Maliki, Zainuddin. 2012. Rekonstruksi Teori Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta:
Erlangga.
Internet
http://www.tribunnews.com/regional/2014/03/12/upaya-spiritual-caleggelar-ritual-doa-dan-mandi-di-sungai-tempuk-ngawi
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/06/1837376/Rizieq.Serukan.
Perang.Batalkan.Miss.World
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/07/14/11355771/Nike.Hadap
i.Dugaan.Penganiayaan.Buruh.di.Indonesia
12