ANALISIS STRUKTUR PERILAKU KINERJA PEMAS

PROPOSAL OPERASI ONAL TA. 2013

ANALI SI S STRUKTUR-PERI LAKU-KI NERJA
PEMASARAN SAYURAN
BERNI LAI EKONOMI TI NGGI

Oleh:
Nur Khoiriyah Agustin
Dewa Ketut Sadra Swastika
Henny Mayrowani
Erna Maria Lokollo
Miftahul Azis

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2013

RI NGKASAN

Produk hortikultura secara umum mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, namun dengan
karakteristik yang mudah rusak (perishable) akan sangat berdampak terhadap harga dan

pendapatan petani. Oleh karena itu, dalam pengembangan hortikultura perlu mempertimbangkan banyak faktor, seperti permintaan, distribusi, rantai pasar, mutu produk dan faktor-faktor
lainnya yang terkait mulai dari produk tersebut dihasilkan sampai ke tangan konsumen.
Tuntutan masyarakat terhadap produk hortikultura bermutu saat ini semakin tinggi.
Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di dalam negeri, yang dicirikan
dengan berkembangnya pasar-pasar modern (supermarket/hypermart) dan perlu diiringi pula
dengan penyediaan produk hortikultura yang bermutu. Kompleksitas pemasaran komoditas
hortikultura memerlukan suatu pendekatan sehingga permasalahan yang diteliti menjadi jelas
dan lebih mudah untuk diselesaikan. Untuk itu, secara umum penelitian ini ditujukan untuk
menganalisis sistem pemasaran komoditas sayuran bernilai ekonomi tinggi. Secara khusus,
tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis struktur pasar produk sayuran bernilai ekonomi
tinggi, (2) Menganalisis perilaku pasar produk sayuran bernilai ekonomi tinggi, (3) Menganalisis
kinerja pasar, termasuk perilaku konsumen produk sayuran bernilai ekonomi tinggi, serta (4)
Menganalisis faktor-faktor pendorong dan penghambat konsumen dalam mengkonsumsi produk
sayuran bernilai ekonomi tinggi. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis sistem pasar
dalam penelitian ini adalah pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar (Structure-ConductPerformance/SCP). Aspek struktur pasar, elemen yang dikaji adalah jumlah penjual dan
pembeli, barrier to entry and exit, serta karakterisasi produk/diferensiasi. Aspek perilaku pasar,
elemen yang dikaji adalah perilaku penentuan harga, praktek penjualan dan pembelian produk,
serta perilaku lainnya. Aspek kinerja, elemen yang dikaji adalah tingkat harga dan stabilisasi,
keuntungan (profit), margin dan biaya, volume (kuantitas), serta kualitas dan varietas produk.
Pada aspek kinerja, dikaji pula perilaku konsumen dengan mengukur volume/kuantitas produk

yang dijual di pasar, willingness to accept dan willingness to pay konsumen terhadap produk
yang dijual di pasar. Sejalan dengan penentuan komoditas unggulan hortikultura oleh
Kementan (2010), maka penentuan produk sayuran bernilai ekonomi tinggi yang dikaji lebih
lanjut pada penelitian ini adalah kentang dan bawang merah. Produk kentang dan bawang
merah tersebut dipilih karena mempunyai keterkaitan dengan berbagai jenis pasar, baik pasar
tradisional maupun pasar modern (hypermart, supermarket, dan industri). Penelusuran data,
baik primer maupun sekunder akan dilakukan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur,
Jawa Tengah dan Jambi. Dasar pertimbangan pemilihan lokasi sampel tersebut, yakni Provinsi
DKI Jakarta dipilih sebagai representasi wilayah konsumen (kota besar), pasar induk/distributor,
eksportir, asosiasi dan penelusuran data sekunder pada dinas terkait di tingkat pusat. Selain di
Jakarta, survei konsumen juga dilakukan pada kota di Jawa, yakni Kota Bandung (Jawa Barat)
sebagai representasi kota sedang, dan Kota Magelang (Jawa Tengah) sebagai representasi kota
kecil. Sedangkan untuk survei produsen, Provinsi Jawa Barat dan Jambi dipilih sebagai lokasi
penelitian untuk representasi wilayah sentra produksi kentang, dan Provinsi Jawa Tengah dan
Jawa Timur merupakan lokasi penelitian untuk representasi wilayah sentra produksi bawang
merah.

1

I . PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Dalam rangka peningkatan produksi pertanian pada periode 2010–2014, disamping
prioritas pada lima komoditas pangan utama (padi, jagung, kedelai, gula dan daging sapi),
Kementerian Pertanian juga mengembangkan 39 komoditas unggulan hortikultura, yakni cabai,
bawang merah, kentang, mangga, pisang, jeruk, durian dan manggis (komoditas pangan) serta
rimpang dan tanaman hias (komoditas non-pangan). Sasaran produksi komoditas hortikultura
selama 2010 – 2014 ditujukan untuk memenuhi pasokan produk hortikultura, baik untuk
konsumen dalam negeri (pasar tradisional maupun pasar modern) serta konsumen luar negeri
atau ekspor (Kementerian Pertanian, 2010).
Secara umum, produk hortikultura mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, namun dengan
karakteristik yang mudah rusak (perishable) akan sangat berdampak terhadap harga dan
pendapatan petani. Oleh karena itu, dalam pengembangan hortikultura perlu mempertimbangkan banyak faktor, seperti permintaan, distribusi, rantai pasar, mutu produk dan faktor-faktor
lainnya yang terkait mulai dari produk tersebut dihasilkan sampai ke tangan konsumen. Pada
komoditas kentang, titik kritis dalam rantai pasok kentang berada di tingkat petani yang terkait
dengan kemampuan untuk menerapkan teknik budidaya dan penanganan pasca panen yang
baik. Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kontinuitas pasokan antara lain,
ketersediaan benih kentang (G4) belum memenuhi seluruh kebutuhan petani, kemampuan
modal petani sangat lemah, tanaman kentang rentan terhadap serangan OPT yang
menyebabkan risiko gagal panen, pola rotasi pertanaman belum dilakukan serta kurangnya data

dan informasi tentang kemampuan produksi/pasokan dari daerah sentra produksi lainnya
(Rachmat et al., 2012).
Di sisi lain, permasalahan utama yang dihadapi oleh sebagian besar petani dalam
menjalankan usahanya adalah keterbatasan modal, harga produk yang berfluktuatif serta tidak
ada jaminan pemasaran. Kemitraan atau partnership antara petani pelaku usaha pertanian
lainnya menurut Sayaka et al. (2008) diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemasaran,
membantu petani memperoleh harga jual yang layak serta ada jaminan hasil produksi dapat
diserap pasar. Beberapa petani/kelompok tani hortikultura telah melakukan kerjasama
kemitraan ini baik dengan suplier, supermarket maupun ke industri pengolahan. Namun
demikian, hasil kajian Sayaka dan Supriyatna (2010) mengungkapkan di sentra produksi

2

bawang merah (Brebes), tidak ada petani/kelompok tani yang melakukan kemitraan langsung
dengan industri pengolahan. Petani/kelompok tani menjual bebas atau kontrak informal dengan
pedagang besar yang merupakan suplier industri pengolah (ISM). Seandainya kelompok tani
melakukan kemitraan langsung dengan ISM kemungkinan tidak akan berjalan dengan baik
karena membutuhkan modal besar serta pasokan yang kontinyu.
Tuntutan masyarakat terhadap produk hortikultura bermutu saat ini semakin tinggi.
Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di dalam negeri, yang dicirikan

dengan berkembangnya pasar-pasar modern (supermarket/hypermart) dan perlu diiringi pula
dengan

penyediaan

produk

hortikultura yang

bermutu.

Pertumbuhan

penduduk

dan

peningkatan pendapatan akan menjadi potensi permintaan produk pertanian bernilai ekonomi
tinggi semakin besar, baik dalam bentuk segar (fresh), dingin (chilled), olahan (processed)
maupun awetan (preserved), di pasar domestik maupun ekspor.

Perkembangan pasar modern (supermarket) yang pesat, dapat menjadi tantangan
sekaligus peluang bagi petani dan pelaku tata niaga, sekaligus memberikan keluasan pilihan
bagi konsumen dalam memilih produk sesuai dengan kebutuhannya. Konsumen pasar modern
diperkirakan akan lebih luas segmentasinya jika pemasaran berjalan dengan efisien. Namun
demikian pasar tradisional dan pasar induk masih tetap menjadi penyerap terbesar hasil
produksi petani. Sebagian besar konsumen juga masih menjadikan pasar tradisional untuk
berbelanja aneka produk pangan. Produk sayuran juga mempunyai segmen konsumen yang
cukup beragam. Selain dikonsumsi oleh rumahtangga, sayuran juga banyak dibutuhkan oleh
konsumen lembaga, diantaranya hotel, restoran dan rumah sakit.
Jenis produk sayuran yang disajikan juga beragam kualitasnya, baik produk
konvensional maupun non-konvensional, seperti produk pangan organik, pesticide-free,

minimum pesticide, dan lainnya. Aspek mutu dan keamanan pangan merupakan masalah
utama dalam produksi dan pemasaran sayuran, hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya
kepedulian konsumen terhadap mutu dan kesehatan. Sayuran di Indonesia umumnya
mempunyai masalah dalam hal mutu yang tidak konsisten dan tingkat kontaminan yang tinggi.
Faktor penerapan teknologi dan penanganan pasca panen yang seadanya serta tingkat
penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang tidak proporsional mengakibatkan status jaminan
keamanan yang rendah dan kontaminasi yang tinggi (Miskiyah dan Munarso, 2008).
Penggunaan pestisida umumnya cukup tinggi di daerah sentra komoditas hortikultura. Hal ini

tidak terlepas dari tingginya risiko kegagalan panen pada komoditas tersebut serta status

3

sebagai komoditas bernilai tinggi sehingga petani berusaha agar dapat berhasil panennya.
Pestida kimia oleh petani dianggap paling efektif dalam mengendalikan hama penyakit. Hal
tersebut telah mendorong petani untuk menggunakan pestisida secara berlebihan (Adiyoga et

al., 2009). Dengan memerhatikan segmen pasar yang khas, pertanian non konvensional
(organik/free pesticide/minimum pesticide) dapat diterapkan pada usaha tani produk sayuran
bernilai ekonomi tinggi.
Lebih lanjut, permasalahan utama pengembangan komoditas hortikultura adalah belum
terintegrasinya ragam, kualitas, kesinambungan pasokan dan kuantitas yang sesuai dengan
dinamika permintaan pasar dan preferensi konsumen (Lokollo et al., 2011). Untuk menangani
permasalahan ini, pembangunan agribisnis hortikultura, termasuk sayuran perlu dilakukan
dengan pendekatan yang komprehensif dengan memperhatikan keseluruhan aspek dari hulu
sampai ke hilir. Upaya dalam peningkatan produksi, perbaikan distribusi dan peningkatan
konsumsi perlu dilakukan secara terintegrasi sehingga dapat menguntungkan semua pihak.
Untuk itu, pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar (SCP) dipandang penting agar dapat
terjadi peningkatan daya saing produk melalui peningkatan efisiensi pasar, tingkat keuntungan,

kualitas dan kuantitas produk sayuran bernilai ekonomi tinggi.

1.2. Dasar Pertimbangan
Permasalahan pemasaran komoditas pertanian pada dasarnya meliputi bagaimana
menerjemahkan permintaan konsumen kepada produsen dan menginformasikan produk yang
diproduksi oleh produsen kepada konsumen, penyaluran produk pertanian dan jasa-jasa
pemasaran dari produsen kepada konsumen serta menyelaraskan proses pemasaran akibat
adanya perubahan permintaan atau selera konsumen (Sudiyono, 2001). Dalam pemasaran
komoditas pertanian, terdapat pelaku pasar yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung,

komoditas

yang

dipasarkan

bervariasi

kualitas


dan

harga

serta

lembaga

pemasarannya pun juga bervariasi. Kompleksitas pemasaran komoditas pertanian tersebut
memerlukan suatu pendekatan sehingga permasalahan yang diteliti menjadi jelas dan lebih
mudah untuk diselesaikan. Pendekatan yang sering digunakan untuk menganalisis sistem pasar
adalah

pendekatan

struktur,

tingkah


laku

dan

kinerja

pasar

(Structure-Conduct-

Performance/SCP).
Aspek kepentingan langsung pengguna yang terefleksi dari preferensi konsumen dapat
digunakan untuk melengkapi kriteria teknis perancangan teknologi komoditas agar teknologi

4

yang dihasilkan, khususnya varietas baru sayuran, memiliki dampak guna yang tinggi. Untuk
mengetahui kualitas produk yang diinginkan oleh konsumen, pengkajian terhadap perilaku
konsumen untuk mendukung penyediaan produk di pasar agar sesuai dengan kebutuhan
konsumen merupakan hal penting yang perlu dilakukan.


1.3. Tujuan
Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis sistem pemasaran komoditas
sayuran bernilai ekonomi tinggi, khususnya kentang dan bawang merah. Secara khusus, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis struktur pasar produk sayuran bernilai ekonomi tinggi
2. Menganalisis perilaku pasar produk sayuran bernilai ekonomi tinggi
3. Menganalisis kinerja pasar, termasuk perilaku konsumen produk sayuran bernilai
ekonomi tinggi
4. Menganalisis

faktor-faktor

pendorong

dan

penghambat

konsumen

dalam

mengkonsumsi produk sayuran bernilai ekonomi tinggi

1.4. Keluaran yang Diharapkan
Sejalan dengan tujuan penelitian, maka keluaran yang diharapkan dari kegiatan
penelitian ini adalah rekomendasi kebijakan yang mendorong efisiensi pasar dan peningkatan
konsumsi produk sayuran bernilai ekonomi tinggi, khususnya kentang dan bawang merah.
Keluaran dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa kementerian
dan lembaga terkait, yaitu: (1) Kementerian Pertanian untuk merumuskan kebijakan
pengembangan pasar dan jaminan kualitas produk pertanian bernilai ekonomi tinggi; dan (2)
Kementerian Perdagangan untuk memfasilitasi perdagangan produk pertanian bernilai ekonomi
tinggi di pasar dalam negeri.

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Hasil kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni: (1)
Meningkatnya efisiensi pasar produk sayuran bernilai ekonomi tinggi, khususnya kentang dan
bawang merah di pasar dalam negeri, (2) Meningkatnya pendapatan pelaku pasar produk
sayuran bernilai ekonomi tinggi, dan (3) Kecukupan pangan produk sayuran bernilai ekonomi
tinggi sesuai dengan preferensi dan daya beli konsumen dalam negeri.

5

Sedangkan dampak (jangka panjang) yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) Terciptanya stabilisasi harga produk sayuran bernilai ekonomi tinggi, (2)
Tercapainya kesejahteraan pelaku pasar produk sayuran bernilai ekonomi tinggi di dalam
negeri, dan (3) Terjaminnya ketahanan pangan produk sayuran bernilai ekonomi tinggi di dalam
negeri.

6

II.

TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Model Struktur-Perilaku-Kinerja ( Structure-Conduct-Performance/ SCP)
Struktur,

perilaku

dan

kinerja

(Structure-Conduct-Performance/SCP)

merupakan

pendekatan analisis atau framework yang digunakan untuk studi tentang bagaimana struktur
suatu pasar dan perilaku penjual dari berbagai komoditas serta jasa memengaruhi kinerja
pasar, serta konsekuensinya terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Secara
spesifik konsep SCP diuraikan sebagai berikut (USAID, 2008):


Struktur (Structure), merupakan atribut pasar yang mempengaruhi persaingan antar
pembeli dan penjual yang ada di pasar tersebut. Beberapa contoh struktur pasar, yakni
jumlah pembeli dan penjual komoditas pangan di pasar, jumlah penjual input pertanian
(seperti pupuk, obat-obatan, dan sebagainya), halangan memasuki pasar (barrier to



entry), dan hubungan dagang diantara pelaku pasar (mekanisme koordinasi vertical).
Perilaku (Market Conduct), merupakan pola perilaku penjual/pedagang dan pelaku pasar
lainnya yang mengadopsi untuk mempengaruhi atau menyesuaikan di pasar tempat jual



dan beli tersebut. Hal ini termasuk perilaku penentuan harga dan praktek jual-beli.

Kinerja pasar (Market Performance), mengacu pada sejauh mana pasar menghasilkan
outcomes yang dianggap baik atau sesuai oleh masyarakat. Kinerja pasar menunjukkan
seberapa baik pasar dapat memenuhi tujuan pribadi atau sosial/masyarakat tertentu.
Hal ini termasuk tingkat harga dan stabilitas harga dalam jangka pendek dan jangka
panjang, tingkat keuntungan, biaya, efisiensi dan kuantitas serta kualitas komoditas
pangan yang dijual.

Terdapat 2 (dua) hipotesis dalam paradigma SCP, yakni: (1) “hipotesis struktur kinerja”,
dan (2) “hipotesis struktur efisiensi” (Molyneux dan Forbes dalam Edwards et al., 2006).
Hipotesis pertama menyatakan bahwa tingkat konsentrasi pasar mempunyai hubungan
berkebalikan dengan tingkat kompetisi. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi pasar mendorong
usaha untuk berkolusi. Secara spesifik, paradigma SCP yang standar menegaskan bahwa ada
hubungan langsung antara tingkat konsentrasi pasar dengan tingkat kompetisi antar
usaha/perusahaan. Hipotesis ini didukung jika ada hubungan positif antara konsentrasi pasar
(diukur dengan rasio konsentrasi) dan kinerja (diukur dengan profit), tanpa memperhatikan
efisiensi usaha (diukur dengan pangsa pasar). Jadi, lebih terkonsentrasi suatu usaha akan

7

meningkatkan profit yang lebih tinggi daripada usaha yang kurang terkonsentrasi, terlepas dari
tingkat efisiensinya.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa kinerja usaha secara positif berhubungan dengan
tingkat efisiensinya. Hal ini karena konsentrasi pasar muncul dari kompetisi usaha dengan
struktur biaya yang rendah akan meningkatkan profit/keuntungan dengan menurunkan harga
dan memperluas pangsa pasar. Hubungan yang positif antara profit usaha dan struktur pasar
dikaitkan dengan keuntungan yang dibuat oleh pangsa pasar karena usahanya semakin efisien.
Pada saatnya, keuntungan ini akan mendorong peningkatan konsentrasi pasar. Peningkatan
profit diasumsikan akan semakin bertambah maka semakin efisien usahanya karena makin
efisien dan bukan karena aktivitas kolusi sebagaimana pada paradigma SCP yang pertama
(tradisional).
USAID menerbitkan Pedoman penggunaan aplikasi Struktur-Perilaku_Kinerja (SCP)
terhadap ketahanan pangan dan early warning analysis (USAID, 2008). Elemen-elemen yang
digunakan dalam pendekatan SCP) tersebut disajikan secara lengkap dalam Gambar 1. Kondisi
ekonomi, kebijakan publik dan karakteristik lingkungan memengaruhi tipe struktur, perilaku dan
kinerja pasar yang muncul. Karakteristik ekonomi mempengaruhi penawaran dan permintaan
komoditas pertanian, seperti harga, pendapatan penduduk, kepadatan penduduk, ketersediaan
input dan elastisitas permintaan dan penawaran yang mempengaruhi struktur, perilaku dan
kinerja pasar. Sebagai contoh, wilayah yang populasinya tersebar dengan rumahtangga yang
mempunyai pendapatan rendah tidak dapat menarik penjual barang dan jasa. Hanya sedikit
penjual yang menyediakan barang/produk untuk wilayah tersebut yang dapat menentukan
harga lebih tinggi dari biaya karena kurangnya kompetisi.
Struktur, perilaku dan kinerja pasar juga dapat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah,
seperti subsidi, tarif, kuota, control harga dan pajak ekspor-impor. Misalnya, jumlah penjual
yang mempunyai ijin dagang (barrier to trade) atau volume komoditas yang diimpor oleh
penjual (kinerja) dapat menentukan permintaan terhadap ijin, pajak impor dan kuota impor.
Kebijakan pemerintah yang membatasi arus perdagangan asing mengakibatkan harga
konsumen yang tinggi terhadap komoditas pangan impor.
Isu lingkungan, seperti perubahan iklim, mengakibatkan berbagai negara memproduksi
komoditas pertanian yang berbeda-beda. Pola curah hujan juga mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, musim panen dan musim puncak pemasaran yang berbeda antar komoditas pertanian

8

di berbagai wilayah. Untuk itu, beberapa pasar akan surplus suplai komoditas tertentu,
sedangkan pasar lainnya di wilayah lain kekurangan suplai karena perbedaan musim panen.

DASAR KONDISI EKONOMI DAN KEBIJAKAN
PUBLIK

 Distribusi geografis pada wilayah produksi
 Periode panen dan permintaan tinggi
 Level dan tipe ketidakpastian:
- Kondisi iklim/cuaca
- Perubahan harga
 Karakteristik konsumsi dan wilayah:
- Kenaikan/penurunan pasar domestik dan ekspor/LN
- Elastisitas harga dan pendapatan
- Distribusi pendapatan pada populasi
- Pemukiman desa-kota
 Perselisihan penduduk (misal: perang dan konflik lainnya)
 Kebijakan pemerintah dan regulasi:
 Lingkungan makro ekonomi

LINGKUNGAN KEPUTUSAN
PEDAGANG (TRADER
DECISION ENVIRONMENT)

STRUKTUR (STRUCTURE)
Konsentrasi penjual dan pembeli:
 Jumlah dan ukuran penjual
 Jumlah dan ukuran pembeli
Diferensiasi produk
Halangan/Barrier untuk masuk dan keluar:
 Keuntungan biaya mutlak (absolute cost advantage):
‐ Intensitas capital
 Skala ekonomi:
‐ Minimal ukuran usaha yang efisien
‐ Kapasitas usaha/industri
 Karakteristik produk:
‐ Mudah rusak (perishability)
‐ Persyaratan kualitas (quality requirements)
‐ Diferensiasi
 Kontrol aset dan input
 Permintaan lisensi
 Praktek budaya
 Kendala-kendala capital (capital constraints)
 Kontrak jangka panjang
 Ketetapan asset
Hubungan/koordinasi vertikal:
 Pasar spot (spot markets)
 Kontrak
 Koperasi
 Asosiasi trader
 Integrasi

PERILAKU (CONDUCT)

 Strategi Harga (Behaviour):
‐ Maksimasi Keuntungan Bersama/Joint Profit (kartel,
pemimpin harga dan koordinasi terselubung/tacit
coordination)
‐ SOP Harga (standar mark-up dan harga rekomendasi
produsen)
‐ Diskriminasi harga (taktik agresif subsidi silang, harga
predator& eksklusif, harga limit)
 Strategi Produk:
‐ Diferensiasi produk
‐ Aktifitas (saluran pasar) vertical
‐ Periklanan
 Litbang dan Inovasi
 Penggunaan Informasi
 Bentuk nilai tukar (exchange terms)
 Taktik legal
 Tindakan politik
 Hubungan masyarakat (public relations)
 Konglomerasi (merger dan divestasi)

KINERJA (PERFORMANCE)















Harga (harga yang fair)
Keuntungan/profit (net returns)
Margin dan biaya
Volume (kuantitas)
Kualitas Produk (nutrisi)
Varietas
Akses pasar
Penggunaan sumberdaya
Progres/kemajuan teknologi
Efisiensi produksi
Efisiensi perubahan (exchange efficiency)
Inovasi dan progresif
Keseimbangan (equity):
‐ Distribusi
‐ Informasi
 Praktek tidak etis (unethical practices)

Gambar 1. Elemen Struktur-Perilaku-Kinerja (SCP); Sumber: Holtzman dalam USAID (2008)

9

2.2. Hasil-hasil Penelitian terkait
2.2.1. Karakteristik dan Sistem Pemasaran Produk Pertanian Bernilai Ekonomi
Tinggi
Pemasaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terjadi dalam proses mengalirkan
barang dan jasa dari sentra produksi ke sentra konsumsi guna memenuhi kebutuhan dan
memberikan kepuasan bagi konsumen serta memberikan keuntungan bagi produsen. Konsep ini
menunjukkan bahwa peranan pemasaran sangat penting dalam rangka meningkatkan nilai
guna bentuk, waktu, tempat dan hak milik dari suatu barang dan jasa secara umum dan juga
pada komoditas pertanian (Limbong dan Sitorus, 1995).
Seperti pada komoditas hortikultura pada umumnya, peranan pemasaran pada
komoditas cabe dan komoditas sayuran lainnya adalah sangat vital mengingat sifat unik
komoditas yang mudah busuk (perishable), volumenious, dan terutama produksinya musiman,
sementara permintaan konsumsi terjadi relatif konstan sepanjang tahun. Sifat-sifat unik ini
memerlukan adanya kehati-hatian dalam pengangkutan, pengepakan yang baku dan baik,
perlakuan khusus dalam penyimpanan (suhu tertentu) atau agar produk tahan lebih lama. Di
sisi lain, konsumen menghendaki produk tersedia tepat lokasi, dapat diperoleh sepanjang
waktu, dan dikonsumsi dalam bentuk segar. Kondisi ini tentu saja memerlukan adanya sistem
pemasaran yang baik (Agustian dan Anugrah, 2009).
Pada banyak kasus, petani sebagai produsen tidak memiliki posisi tawar yang kuat
dibanding pedagang dalam penentuan harga. Pedagang ini umumnya membantu penyediaan
sarana produksi yang dibutuhkan petani sayuran seperti benih/bibit, pupuk dan pestisida.
Dengan adanya ikatan tersebut, petani cenderung menempati posisi yang lemah dalam
penentuan harga hasil panennya. Petani seringkali menjadi price taker yang tidak memiliki
pilihan selain menerima harga yang ditawarkan pasar (Witono, 2001).
Hasil studi Agustian dan Anugrah (2009) pada sentra produksi cabe merah di Kabupaten
Garut,

Jawa

Barat

menunjukkan

net

margin

yang

diperoleh

pedagang

pengumpul

desa/kecamatan dengan tujuan beberapa pasar induk di Jakarta, Tangerang dan Bogor adalah
Rp 980/kg. Sementara untuk pedagang besar dengan tujuan pemasaran yang sama
memperoleh margin rata-rata Rp 600/kg. Untuk komoditas bawang merah di Brebes, Hasil
kajian Mayrowani dan Darwis (2010) menunjukkan bahwa margin yang diperoleh pedagang
pengumpul sebesar Rp 500/kg dan pedagang besar Rp 850/kg. Harga yang diterima petani
sekitar 71,43 persen dari harga yang dibayar konsumen.

10

Dalam memasarkan bawang merah (kasus di Brebes), petani menggunakan beberapa
cara diantaranya adalah menjual dengan cara tebasan (50%), dipanen kemudian ditimbang
(45%) dan ijon (5%) (Mayrowani dan Darwis, 2010). Secara umum pemasaran cabe dan
bawang merah di Indonesia masih dominan untuk pasar tradisonal (wet market). Diperkirakan
75 persen komoditas cabe dipasarkan ke pasar tradisional. Sisanya untuk memasok kebutuhan
industri (20 %) dan super market (5%). Sementara untuk bawang merah, dominasi pasar
tradisional jauh lebih besar (90%). Selebihnya adalah untuk industri (bumbu, bawang goreng)
serta supermarket.

2.2.2. Perilaku Konsumen Terhadap Produk Pertanian Bernilai Ekonomi Tinggi
Sebuah produk dapat dilihat sebagai satu kesatuan dari petunjuk-petunjuk kualitas dan
konsumen dapat menilai kualitas produk dengan mengevaluasi petunjuk kualitas tersebut
(Steenkamp

dalam Ameriana et al., 1998). Penetapan keputusan konsumen untuk

mengkonsumsi suatu produk dipengaruhi oleh karakteristik konsumen itu sendiri, yang meliputi
faktor sosial (umur, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya) serta faktor ekonomi (jumlah
tanggungan keluarga, pendapatan, harga produk, dan sebagainya).
Cabe merah dan bawang merah merupakan dua jenis sayuran yang mempunyai segmen
konsumen yang cukup beragam. Selain dikonsumsi oleh rumahtangga, kedua jenis sayuran
tersebut banyak disajikan oleh konsumen lembaga diantaranya hotel, restoran dan rumah sakit
dalam berbagai menu makanan. Hasil kajian Ameriana et al. (1998) di Kotamadya dan
Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa konsumen lembaga lebih banyak
menggunakan cabe merah segar dalam bentuk utuh, sedangkan cabe giling hanya digunakan
oleh sebagian kecil restoran dan hotel. Konsumsi cabe merah di tingkat hotel dan restoran
berkisar 0,5 – 15 kg per hari, sedangkan di tingkat rumah sakit 0 – 10 kg per hari. Hal ini dapat
dipahami mengingat menu makanan yang disajikan harus disesuaikan dengan kondisi pasien
sehingga banyak rumah sakit yang mengurangi konsumsi cabe. Adanya perbedaan pilihan
kualitas konsumen lembaga sangat dipengaruhi oleh tujuan penggunaan cabe merah dalam
jenis masakan. Kualitas cabe merah yang diinginkan hotel dan restoran adalah yang berwarna
terang, berukuran sedang-besar, ketebalan kulit sedang-tebal, serta tingkat kepedasan sedang.
Rumah sakit menyukai cabe yang berwarna merah terang, jumlah biji sedikit dan tidak pedas.

11

Pertanian organik merupakan salah satu teknologi alternatif yang memberikan berbagai
hal positif, termasuk dalam hal keamanan pangan. Dengan memperhatikan segmen pasar yang
khas, pertanian organik dapat diterapkan pada usaha tani produk produk bernilai komersial
tinggi. Pada kasus sayuran organik, hasil penelitian Hasibuan (2008) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan dengan
tingkat keputusan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi sayuran organik di Kota
Medan, Sumatera Utara. Namun tidak ada hubungan antara umur dan jumlah tanggungan
keluarga dengan tingkat keputusan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi sayuran nonorganik. Hasil penelitian lainnya menyebutkan bahwa tomat aman residu pestisida mempunyai
peluang pasar cukup baik, yang ditunjukkan oleh 59,26 persen dari responden bersedia
membayar harga premium untuk produk tersebut (Ameriana, 2006).

2.2.3. Aplikasi Analisis Model Struktur- Perilaku-Kinerja Pada Produk Pertanian
Edwards et al. (2006) melakukan pengukuran fungsi produksi dan struktur, perilaku dan
kinerja (profitabilitas) industri truk yang mengangkut komoditas pertanian dan produk pangan
beku di Amerika Serikat pada periode waktu 1994-2003. Untuk mencapai tujuan tersebut,
dilakukan estimasi fungsi produksi stochastic frontier dan model struktur, perilaku dan kinerja
(SCP) dengan mengukur output dan efisiensi sebagai variabel endogenous dengan spesifikasi
Battese dan Coelli untuk menguji efek dari beberapa variabel, termasuk risiko, konsentrasi
pangsa pasar dan pengeluaran bahan bakar, untuk mengukur profitabilitas usaha dalam bentuk
efisiensi. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel rata-rata jarak, rata-rata muatan dan
konsentrasi pasar secara signifikan mempengaruhi efisiensi perusahaan dengan 2–8 tahun
untuk setiap perusahaan. Variabel fungsi produksi secara positif mempengaruhi output, dengan
beberapa pengecualian.
Pendekatan struktur, perilaku dan kinerja juga dilakukan oleh Sayaka (2003) pada
industri benih jagung di Provinsi Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur
pasar produsen benih jagung di Provinsi Jawa Timur sangat oligopolistic. Terdapat 3 (tiga)
perusahaan multinasional yang mendominasi industri tersebut. Produsen benih jagung tersebut
mendapat tingkat keuntungan/profit yang tinggi meskipun risiko produk yang tidak terjual
cukup tinggi. Pedagang grosir membeli dan menjual benih jagung pada tingkat harga yang
rendah dan mendapatkan profit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang eceran.
Secara umum, pasar benih jagung di Jawa Timur kurang efisien.

12

Teka (2009) melakukan analisis untuk mengukur efisiensi rantai pasar papaya, bawang
putih dan tomat di District Alamata, Ethiopia dengan pendekatan struktur, perilaku dan kinerja
pasar (SCP). Hasil analisis menunjukkan bahwa keuntungan yang potensial berada di bawah
kondisi pemasaran yang tidak sempurna. Perilaku pasar ditandai dengan praktek yang tidak etis
dari kolusi kecurangan dan informasi yang menyebabkan perilaku pasar tidak kompetitif,
meskipun kalkulasi rasio konsentrasi pasar tidak mengindikasikan perilaku pasar oligopsoni
(24,56%). Untuk itu, beberapa koreksi pengukuran diminta oleh pemerintah serta institusi lain,
seperti koperasi.
Diantara berbagai variabel yang dihipotesiskan sebagai faktor-faktor penentu untuk
volume suplai pasar, hasil ekonometrik menunjukkan bahwa jumlah sapi yang dimiliki dan umur
kepala rumahtangga komoditas bawang putih adalah signifikan, sementara hanya jumlah sapi
yang dimiliki rumahtangga komoditas tomat dan kuantitas papaya yang diproduksi signifikan.
Semua variabel tersebut memiliki tanda sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya.

13

I I I . METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran
Sistem pasar komoditas sayuran bernilai ekonomi tinggi ditinjau dengan pendekatan
Struktur-Perilaku-Kinerja (Structure-Conduct-Performance) akan dilakukan sesuai dengan bagan
alir pada gambar 2.
STRUKTUR PASAR (STRUCTURE):
- Jumlah penjual dan pembeli
- Barrier to entry and exit
- Karakterisasi produk/Diferensiasi
KONDISI EKONOMI
DAN KEBIJAKAN
PUBLIK

Perilaku
Konsumen

PERILAKU PASAR (CONDUCT):
- Perilaku Penentuan Harga
- Praktek Penjualan dan
Pembelian Produk
- Perilaku lainnya

KINERJA PASAR (PERFORMANCE):
- Tingkat Harga dan Stabilisasi
- Keuntungan (Profit)
- Margin dan Biaya
- Volume (kuantitas)
- Kualitas dan varietas produk

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang terdiri dari
survei lapang untuk pengumpulan data primer dan data sekunder pendukung kegiatan,
koordinasi dengan masing-masing institusi terkait di tingkat pusat dan tingkat daerah/lokasi
penelitian, studi literatur, pengolahan/analisis data, dan menyusun rumusan rekomendasi
kebijakan yang relevan berdasarkan temuan-temuan dari hasil analisis.
Sejalan dengan penentuan komoditas unggulan hortikultura oleh Kementan (2010),
maka penentuan produk sayuran bernilai ekonomi tinggi yang dikaji lebih lanjut pada penelitian

14

ini adalah kentang dan bawang merah. Produk kentang dan bawang merah tersebut dipilih
karena mempunyai keterkaitan dengan berbagai jenis pasar, baik pasar tradisional maupun
pasar modern (hypermart, supermarket, dan industri). Kentang dipilih sebagai representasi
komoditas yang mewakili dataran tinggi, sedangkan bawang merah merupakan representasi
komoditas yang mewakili dataran rendah. Berkaitan dengan peningkatan kesadaran/awareness
konsumen terhadap kesehatan, maka kedua produk tersebut dikaji.
Secara spesifik, komoditas kentang dipilih karena pada beberapa kajian terdahulu
menunjukkan bahwa kentang merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomi tinggi, yakni
dalam pembentukan PDB berperan 7,6 persen dari total PDB sayuran atau 2,6 persen terhadap
PDB hortikultura (Rachmat dan Rahmaniar, 2006 dalam Rachmat et al., 2012). Ke depan,
sejalan dengan upaya diversifikasi pangan melalui pengurangan konsumsi beras dan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan maka kentang berpotensi dijadikan
sebagai salah satu sumber karbohidrat substitusi beras. Sedangkan pertimbangan komoditas
bawang merah dipilih pada penelitian ini karena pada berbagai penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa bawang merah merupakan komoditas pertanian yang mempunyai daya
saing, dengan tingkat profitabilitas cukup tinggi meskipun nilai R/C cenderung menurun dari
waktu ke waktu sejalan dengan peningkatan biaya usahatani, terutama biaya tenaga kerja,
pestisida dan bibit (Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2012). Selain itu, konsumsi
bawang merah di Indonesia menunjukkan peningkatan sejalan dengan pertumbuhan jumlah
penduduk dan berkembangnya industri olahan di Indonesia serta peluang ekspornya juga masih
terbuka luas (Kementan, 2010).

3.3. Lokasi Penelitian dan Responden
3.3.1. Dasar Pertimbangan
Produksi komoditas hortikultura (terutama sayuran) di Indonesia, baik dataran tinggi
maupun rendah secara umum terpusat di Pulau Jawa. Sentra produksi kentang yang utama di
Indonesia berdasarkan pangsa produksi di Indonesia tahun 2010 adalah Provinsi Jawa Barat
(26%), Jawa Tengah (25%), Sulawesi Utara (12%), Sumatera Utara (12%), Jawa Timur
(11%), dan Jambi (8%). Sedangkan berdasarkan pangsa produksi pada tahun 2010, Provinsi
Jawa Tengah (48%), Jawa Timur (19%), Jawa Barat (11%) dan Nusa Tenggara Barat (10%)
merupakan wilayah penanaman bawang merah yang cukup penting di Indonesia. Selanjutnya,

15

produksi kentang dan bawang merah mengalir ke sentra konsumsi, terutama di kota-kota
provinsi yang padat penduduknya, baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa.
Berdasarkan informasi awal tersebut, maka penelusuran data, baik primer maupun
sekunder akan dilakukan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Jambi. Dasar pertimbangan pemilihan lokasi sampel tersebut, yakni Provinsi DKI Jakarta dipilih
sebagai representasi wilayah konsumen (kota besar), pasar induk/distributor, eksportir, asosiasi
dan penelusuran data sekunder pada dinas terkait di tingkat pusat. Selain di Jakarta, survei
konsumen juga dilakukan pada kota di Jawa, yakni Kota Bandung (Jawa Barat) sebagai
representasi kota sedang, dan Kota Magelang (Jawa Tengah) sebagai representasi kota kecil.
Sedangkan Provinsi Jawa Barat dan Jambi dipilih sebagai lokasi penelitian untuk representasi
wilayah sentra produksi kentang, dan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan lokasi
penelitian untuk representasi wilayah sentra produksi bawang merah.

3.3.2. Lokasi dan Responden
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa kegiatan penelitian akan difokuskan
pada 5 (lima) provinsi, yakni Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Jambi. Untuk lokasi survei konsumen dilakukan di Kota Jakarta, Bandung dan Magelang
dilakukan pada 2 kecamatan, dimana 1 (satu) kecamatan mewakili wilayah yang memiliki
perkembangan pasar modern yang tinggi dan 1 (satu) kecamatan yang mewakili wilayah
dengan perkembangan pasar modern kurang/lambat. Pada masing-masing kecamatan diwakili
oleh 3 (tiga) kelompok responden dengan tingkat pendapatan tinggi, sedang dan rendah.
Sedangkan untuk konsumen lembaga pada masing-masing provinsi dipilih 1 (satu) rumah sakit,
2 (dua) hotel berbintang dan 2 (dua) restoran. Selanjutnya untuk daerah sentra produksi dipilih
Provinsi Jawa Barat dan Jambi untuk sampel lokasi komoditas kentang dan Provinsi Jawa Timur
dan Jawa Tengah untuk sampel lokasi komoditas bawang merah.
Instansi/lembaga yang menjadi tujuan pencarian data sekunder adalah Kementerian
Pertanian, Kementerian Perdagangan, BPS (Pusat/Provinsi/Kabupaten), Dinas Pertanian
Tanaman

Pangan

dan

Hortikultura

(Provinsi/Kabupaten),

Dinas

Perdagangan

(Provinsi/Kabupaten), dan instansi lain yang terkait. Di sisi lain, responden yang akan
digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini untuk penelusuran data primer, yakni
petani/kelompok tani, pedagang, distributor, eksportir, asosiasi pelaku pasar, lembaga lainnya
yang terkait dengan perdagangan/pemasaran, serta konsumen. Konsumen yang dikaji

16

merupakan konsumen rumahtangga dan konsumen lembaga (hotel, rumah sakit dan restoran).
Jenis pasar yang dituju meliputi pasar tradisional dan pasar modern (supermarket, hypermart,
dan industri pengolah), sedangkan jenis komoditas yang dianalisis adalah komoditas kentang
dan bawang merah. Jumlah responden untuk masing-masing jenis responden pada lokasi
penelitian disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Responden Menurut Jenis Responden pada Lokasi Penelitian, 2013
No.
Jenis Responden
A.
Survei Konsumen:
1. Konsumen rumahtangga

2. Konsumen lembaga:
- Rumah sakit
- Hotel
- Restoran
3. Supermarket/Hypermart
B.
Survei Produsen/Data sekunder:
1.
Petani

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Kelompok tani
Pedagang
Distributor
Eksportir/Importir
Asosiasi Komoditas/Pedagang
Institusi Sertifikasi Produk
Dinas Pertanian/
Dinas Perdagangan
BPS
ementerian Pertanian
Kementerian Perdagangan

Provinsi
(3 prov)

Kabupaten
90 orang

4
2
2
2
4
5
1
1

Mewakili klasifikasi RT
dengan pendapatan
tinggi, sedang dan
rendah
5 provinsi

5
10
10
10
-

Keterangan

5 provinsi
30
petani 4 Provinsi
kentang dan 30
petani bawang
merah
4
4 Provinsi
8
4 Provinsi

4
4
-

17

3.4. Data dan Metode Analisis
3.4.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan berbagai
jenis responden, mulai dari petani hingga konsumen di lokasi-lokasi sampel penelitian.
Sementara pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencatat, mengkopi (hardcopy
dan/atau soft file) dan/atau browsing data di internet dari berbagai sumber data
lembaga/instansi dalam dan luar negeri. Jenis data yang diambil serta sumber data/informasi
untuk masing-masing elemen yang dianalisis ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Menurut Elemen Analisis SCP
No.

Elemen Analisis

1.

STRUKTUR
PASAR
(STRUCTURE):
Konsentrasi penjual dan
pembeli

a.

b.

Barrier
to
entry
(halangan masuk pasar)

c.

Barrier to exit (halangan
keluar pasar)

d.

Koordinasi
integrasi

vertical/

Data/Informasi yang Dikumpulkan

Sumber Data

- Jumlah penjual dan pembeli
- Jumlah usaha angkutan dari wilayah
produsen ke konsumen
- Keberagaman sumber suplai dan peluang
menjual produk di wilayah tersebut
- Produk yang disediakan oleh penjual,
pengolah dan usaha angkutan
- Keuntungan penjual dalam menjalankan
bisnis dibandingkan penjual lainnya
- Mekanisme pasar kapital/modal
- Praktek
budaya
dalam
partisipasi
penjualan di pasar
- Biaya perijinan yang dibutuhkan dalam
perdagangan
- Pajak dan pungutan lain dalam ekspor
dan impor yang harus dibayar pedagang
- Mekanismen kontrak dalam transaksi
lahan,
tenaga
kerja
dan
capital
(formal/informal)
- Jangka waktu kontrak antara petani dan
Gapoktan atau petani dan pedagang
- Prosedur pelaksanaan kontrak antara
petani dengan Gapoktan atau petani
dengan pedagang
- Investasi/asset yang dibutuhkan dan
bersifat jangka panjang (seperti: ternak,
dll.)
- Penjualan produk petani ke pasar
(langsung/tidak langsung).
- Tempat penjualan produk oleh petani
(langsung kepada pembeli di rumah, di
lahan, dsb.)

Dinas Pertanian, Dinas
Perdagangan,
BPS,
konsumen, pedagang

Kementan, Kemendag,
Dinas Pertanian, Dinas
Perdagangan, Asosiasi
Komoditas/Pedagang,
Pedagang

Dinas
Pertanian,
Gapoktan/Poktan,
pedagang

Petani,
Gapoktan/Poktan,
Pedagang,
Asosiasi
Komoditas/Pedagang,
Dinas Pertanian

18

No.

Elemen Analisis

Data/Informasi yang Dikumpulkan

Sumber Data

- Kontrak antara petani dengan pedagang
tentang kesepakatan suplai dan harga.
- Hubungan
petani
dan
pedagang
melakukan hubungan (kolektif, misal
melalui koperasi atau grup pemasaran).
e.

2.
a.

Karakteristik
Diferensiasi

PERILAKU
PASAR
(CONDUCT) :
Perilaku
Penetapan
Harga

b.

Praktek
pembeli

c.

Perilaku lainnya

3.
a.

b.

Produk/

penjual

dan

KINERJA
PASAR
(PERFORMANCE):
Stabilitas dan tingkat
harga

Keuntungan/Profit

- Penentuan
harga
oleh
(berdasarkan kualitas/grade)

pedagang

Petani,
Gapoktan/Poktan,
Pedagang,
Asosiasi
Komoditas/Pedagang,
Dinas
Pertanian,
Kemendag, Kementan

- Pelaku penetapan harga
- Intervensi pemerintah dalam penentuan
harga produsen dan konsumen
- Pembelian produk petani oleh pemerintah
- Kolusi pedagang dalam penentuan harga
(produsen dan konsumen)
- Taktik
pedagang
(agresif,
seperti
predatory atau exclusionary pricing)
- Harga premium di tingkat petani untuk
produk yang berkualitas lebih tinggi

Dinas Pertanian, Dinas
Perdagangan,
pedagang,
petani,
laporan terdahulu

- Transparansi harga produk
- Peraturan perdagangan yang terkait
dengan
produk
(jenis
peraturan,
transparansi, sosialisasi, dsb)
- Keterkaitan
petani
dengan
agen
pemasaran (group pasar, distributor, dsb)

Kementan, Kemendag,
Dinas Pertanian, Dinas
Perdagangan,
pedagang, petani

- Sumber produk di pasar
- Trade mark/merk pedagang
penjualan produk petani
- Iklan produk oleh pedagang
- Koordinasi antar pedagang

Dinas Pertanian, Dinas
Perdagangan,
pedagang, petani

dalam

- Perkembangan harga produk saat ini
dibandingkan
beberapa
tahun
sebelumnya (pada periode waktu yang
sama)
- Perubahan
harga
beberapa
waktu
terakhir (bulan/tahun)
- Variasi harga pada berbagai jenis pasar
selama periode waktu yang sama
- Profit margin dari perdagangan produk
- Risiko yang dihadapi pedagang dalam
perdagangan produk

Pedagang, Data harga
di tingkat petani, harga
perdagangan besar dan
harga harga eceran
(BPS,
Pasar
Induk
Cipinang,
Kemendag,
Kementan)
Petani, pedagang, Dinas
Pertanian,
Dinas
Perdagangan

19

No.

Elemen Analisis

Data/Informasi yang Dikumpulkan

Sumber Data

c.

Margin dan Biaya

- Perbedaan antara harga konsumen
(eceran) dengan harga di tingkat petani

d.

Volume (kuantitas)

- Jumlah suplai produk dari produsen ke
pasar
- Tingkat stok/persediaan produk oleh
pemerintah dan swasta
- Tingkat ekspor dan impor produk

Petani, pedagang, Dinas
Pertanian,
Dinas
Perdagangan
Petani,
Kementan,
Kemendag, pedagang

e.

Kualitas
produk

varietas

- Kualitas produk yang dijual di pasar
- Jumlah varietas produk yang dijual di
pasar
- Persepsi masyarakat/konsumen tentang
kualitas dan varietas produk yang ada di
pasar
- Willingness to accept dan willingness to
pay konsumen untuk produk yang dijual
di pasar

Konsumen,
Kemendag

Kementan,

f.

Akses
terhadap
Informasi pasar

- Akses konsumen dan penjual akses
terhadap informasi pasar, termasuk
harga, kuantitas, standar dan kualitas
produk yang dijual di pasar

Petani,
Konsumen

Pedagang,

dan

3.4.2. Metode Analisis
Metode analisis yang akan digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah kombinasi
pendekatan deskriptif dan analisis Struktur-Perilaku-Kinerja (Structure-Conduct-Performance/

SCP). Metode analisis yang digunakan diuraikan menurut tujuan penelitian berikut:
1. Untuk menjawab tujuan 1, digunakan metode analisis sebagai berikut:
Untuk melihat struktur pasar, akan dilakukan pengukuran rasio konsentrasi pasar yang
didefinisikan sebagai jumlah dan ukuran distribusi penjual dan pembeli dalam pasar.
Semakin tinggi nilai konsentrasi rasionya, maka kemungkinan pasar semakin tidak
kompetitif. Pengukuran konsentrasi rasio dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Si = Vi
∑Vi
Dimana:
Si : Pangsa pasar pembeli i
Vi : Jumlah produk pembeli i
∑Vi : Total produk pembeli i

20

r

C = ∑ Si
i=1

Dimana:
C

: Rasio konsentrasi pasar

Si : Persentase share pelaku usaha ke-i
r

: Jumlah pelaku usaha pada rasio yang dihitung

Selain itu, akan dilihat pula halangan keluar-masuk pasar (barrier to entry and exit), dan
karakteristik produk.
2. Untuk menjawab tujuan 2, digunakan metode analisis sebagai berikut:
Untuk melakukan pengukuran perilaku pasar akan dilakukan dengan melakukan analisis
hubungan antara penjual dengan pembeli komoditas di pasar, terutama ditekankan pada
aspek praktek penentuan harga, ketersediaan informasi harga dan dampaknya terhadap
harga yang berlaku. Selain itu juga diukur praktek penjualan dan pembelian produk, serta
perilaku lainnya.
3. Untuk menjawab tujuan 3, digunakan metode analisis sebagai berikut:
Metoda pengukuran kinerja pasar dilakukan dengan menganalisis tingkat harga dan
stabilitasi, keuntungan/profit, margin dan biaya pemasaran, volume produk, kualitas dan
varietas produk. Pengukuran tingkat harga dilakukan dengan membandingkan harga produk
saat ini dengan beberapa tahun sebelumnya serta variasi harga pada berbagai jenis pasar.
Pengukuran margin pemasaran dilakukan dengan formula sebagai berikut:
TGMM = Harga konsumen - Harga di tingkat petani x 100%
Harga konsumen
Keterangan:
TGMM

: Total Gross Marketing Margin (Total Gross Margin Pemasaran)

Partisipasi produsen atau Producer’s Gross Margin (Gross Margin Produsen) merupakan
proporsi harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas produk dari petani sebagai
produsen, disampaikan dengan formula sebagai berikut:
GMMp = Harga Konsumen – Gross Margin Pemasaran x 100%
Harga Konsumen
Atau :

GMMp = 1 – TGMM

21

dimana,
GMMp

: Partisipasi Produsen (merupakan porsi petani)

PS

= Px = 1 - MM
Pr
Pr

dimana:
PS

: Pangsa produsen

Px

: Harga di tingkat produsen

Pr

: Harga eceran

MM

: Marketing Margin (Margin Pemasaran)

Pengukuran harga untuk mengestimasi margin pemasaran tersebut akan dilakukan pada
tingkat harga saat survei data primer dilakukan untuk berbagai level saluran distribusi
pemasaran selama seminggu pada saat kondisi normal agar diperoleh data yang lebih
akurat. Pengukuran marketing margin tersebut harus dikomparasi dengan keuntungan atau
profit usaha untuk menentukan apakah margin yang diperoleh tidak berlebihan.
Selain itu, dikaji pula perilaku konsumen produk sayuran bernilai ekonomi tinggi yang
dianalisis dengan mengukur volume/kuantitas produk yang dijual di pasar, willingness to

accept dan willingness to pay konsumen terhadap produk yang dijual di pasar sesuai
dengan jenis dan kualitas produk serta ragam konsumennya. Pengukuran willingness to

accept dan willingness to pay dilakukan dengan analisis deskriptif dari hasil survei
konsumen.
4. Untuk menjawab tujuan 4, digunakan metode analisis sebagai berikut:
Faktor-faktor pendorong dan penghambat konsumen dalam mengkonsumsi produk sayuran
bernilai ekonomi tinggi dianalisis secara deskriptif, baik dalam bentuk tabulasi, grafik,
gambar, dan sebagainya.

22

I V. ANALI SI S RI SI KO

Pada pelaksanaan kegiatan penelitian, tidak terlepas dari berbagai risiko yang dapat
menjadi kendala atau masalah yang harus dihadapi dan perlu upaya solusi penanganan risiko.
Risiko-risiko tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Berbagai
risiko yang dimungkinkan akan dihadapi selama kegiatan penelitian, penyebab dan dampaknya
terhadap kegiatan penelitian yang dilakukan serta bagaimana penanganan risikonya, secara
lengkap ditampilkan pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Daftar Risiko
No
1.

Risiko
Keterbukaan responden dalam
menjawab pertanyaan

2.

Revisi anggaran penelitian

3.

Tim peneliti yang kurang dapat
mencurahkan waktunya pada
saat penelitian berlangsung
karena penugasan lain yang
mendesak.

Penyebab
Independensi
responden dan
kerahasiaan
informasi
Kebijakan
pemerintah

Berbagai tugas
mendesak dari
pimpinan kepada
peneliti

Dampak
Kelengkapan dan akurasi data
dan informasi

Penyesuaian kegiatan
penelitian sesuai dengan
anggaran dan waktu yang
dijadualkan untuk penyelesaian
laporan kegiatan
Penyelesaian kegiatan/
penyusunan laporan terhambat

Tabel 3. Daftar Penanganan Risiko
No

Risiko
Keterbukaan responden dalam
menjawab pertanyaan

Penyebab
Independensi
responden dan
kerahasiaan informasi

2.

Revisi anggaran penelitian

Kebijakan pemerintah

3.

Tim peneliti yang kurang dapat
mencurahkan waktunya pada
saat penelitian berlangsung

Berbagai tugas
mendesak dari
pimpinan kepada
peneliti

1.

Penanganan Risiko
Konfirmasi responden lebih
awal dan variasi responden
untuk menggali informasi dan
data yang dibutuhkan
1) Penyesuaian jumlah lokasi
yang dikaji
2) Penyesuaian jadual survei
lapang
Komitmen anggota tim untuk
dapat mencurahkan waktu
dan tenaga selama penelitian
berlangsung

23

V.

TENAGA DAN ORGANI SASI PELAKSANAAN

5.1. Susunan Tim Pelaksana
Tabel 4. Susunan Tim Pelaksana Kegiatan Penelitian Tahun 2013
No

Nama

NIP

1.

19750815 200212 2 001

IIIc/Penata

19560502 198203 1 003

IVe/Pembina
Utama
IVa/Pembina

5.

Nur Khoiriyah Agustin,
STP, MP
Prof. Dr. Dewa K.
Sadra
Dr. Ir. Henny
Mayrowani
Dr. Ir. Erna Maria
Lokollo
Miftahul Azis, SE

6.

Ir. Agus Muharam, MS

19550822 198102 1 002

2.
3.
4.

19530501 198303 2 001
19571023 198103 2 001
19820416 200912 1 003

Gol/Pangkat

IVb/Pmbina
Tk. I
IIIa/Penata
Muda
IVd/Pembina
Utama Madya

Jabatan
Fungsional
Peneliti
Muda
Peneliti
Utama
Peneliti
Madya
Peneliti
Madya
Peneliti
Non Kelas
Peneliti
Utama

Status
Ketua
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota

5.2. Jadw al Pelaksanaan
Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan tahun kalender dari Januari
sampai dengan Desember tahun 2013. Secara rinci, jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5. Jadwal Palang Pelaksanaan Kegiatan Penelitian TA. 2013

Jenis Kegiatan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Pembuatan proposal
Seminar proposal
Perbaikan proposal
Studi literatur
Penyusunan kuesioner
Pra survei dan pretest kuesioner
Survei utama
Entry, Validasi, Pengolahan dan
Analisis data
Penulisan laporan kemajuan
Penulisan draft laporan akhir
Seminar hasil penelitian
Perbaikan laporan akhir
Penggandaan laporan akhir
24

DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W., T. A. Soetiarso, M. Ameriana dan W. Setiawati. 2009. Pengkajian Ex Ante Manfaat
Po