Makalah pendidikan pancasila SEJARAH PER (3)

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
SEJARAH PERUMUSAN MACAM-MACAM IDEOLOGI DUNIA

Disusun Oleh :
Ayu Wulansari
Kelas : TLM 01A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN ANALIS KESEHATAN TANGERANG
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Sholawat serta salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada Nabi besar kita Muhammad saw. Kepara sahabatnya
kepara keluarganya, dan kepada penulis dan kita semua sebagai umatnya, aamiiin.
Karena berkat rahmat Allah swt. kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah
“Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi Dunia” dengan baik.
Namun tentunya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena kami sebagai
penulis masih dalam tahap belajar. Namun penulis berhaarap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya untuk menambah pengetahuan.
Pada akhirnya penulis berharap setelah membaca makalah ini, kita dapat lebih giat

dan termotivasi untuk senantiasa belajar tentang Pendidikan Pancasila

Tangerang, 17 Agustus 2018

1

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................... 2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 4
1.3 Tujuan....................................................................................... 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ideologi................................................................... 5
2.2 Kapitalisme............................................................................... 9
2.3 Konservatisme.......................................................................... 12
2.4 Marxisme.................................................................................. 14
2.5 Fasisme..................................................................................... 15
2.6 Sosialisme................................................................................. 16
2.7 Komunisme............................................................................... 18
2.8 Nasionalisme............................................................................. 19
2.9 Demokrasi................................................................................. 23

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..............................................................................24
3.2 Saran.........................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Secara sederhana kamus Oxford Advanced Learner’s (Cowie, A P., 1990:
616) mendefinisikan ideologi sebagai, “(set of) ideas that form the basis of an
economic or political theory or that are held by a particular group or
person”. Sedikit

lebih rinci, dalam konteks politik, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Tim Depdikbud, 1999: 366) mengartikan ideologi sebagai, “sistem
kepercayaan yang menerangkan dan membenarkan suatu tatanan politik yang ada
atau yang dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur, rancangan,
isntruksi, ide, norma, kepercayaan, dan keyakinan (weltanschauung) yang dimiliki
seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dasar dalam menentukan sikap
terhadap kejadian dan problem politik yang dihadapinya dan yang menentukan
tingkah laku politik”.
Secara sederhana ideology merupakan sebuah kumpulan ide dan gagasan.
Dalam ranah yang lebih luas ideologi merupakan sebuah visi dan misi yang telah

ditata sangat rapih dan komprehensif dimana alat untuk melaksanakan ide tersebut
juga sudah lengkap sehingga idea tau gagasan tersebut dapat diterapkan secara
langsung.
Biasanya ide ini merupakan gagasan dari kelompok mayoritas yang ada di
dalam sebuah wilayah atau kawasan saja. tujuan dari adanya ideology ini adalah
menawarkan sesuatu yang baru pada negara supaya dapat membuat perubahan dari
sistem tatanan negara menjadi lebih baik dan lebih sejahtera. Jika banyak orang
yang setuju dengan ide ini maka ide ini akan menjadi panutan dan patokan dalam
cara melaksanakan kehidupan bernegara baik dalam cara politik, ekonomi, budaya
dan lainnnya

3

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat kita ambil sebuah Rumusan Masalah:
Apa sajakah ideologi yang ada di dunia dan bagaimanakah sejarah ideologi yang ada
di dunia.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Pancasila yang di bimbing oleh Bapak Anwar Aulia, M.Pd dan

untuk memahami Apa sajakah ideologi yang ada di dunia dan bagaimanakah sejarah
ideologi yang ada di dunia.

4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ideologi
Secara etimologi istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti
gagasan,konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan logos yang berarti Ilmu dan
kata idea berasaldari bahasa yunani eidos yang artinya bentuk. Di samping itu
ada kata idein yangartinya melihat. Maka secara harfiah, ideologi adalah ilmu
atau pengertian-pengertiandasar.
Dalam pengertian sehari-hari, ide disamakan artinya dengan cita-cita. Citacitayang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai,
sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan
atau faham.Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya
dapat merupakansatu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas dasar landasan,
asas atau dasar yangtelah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup
pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita.

Apabila ditelusuri secara historis istilah ideologi pertama kali dipakai dan
dikemukakan oleh seorang perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1976. Seperti
halnya Leibniz, deTracy mempunyai cita-cita untuk membanggun suatu sistem
pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan impiannya sebagai one great system
of trunth dimana tergabungsegala cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah,
mak De Tracy menyebutkan ideologie yaituscieence of ideas suatu program
yang diharapkan dapat membawaperobahan Internasional dalam masyarakat
perancis. Namun Napoleon mencemoohkannya sebagai khayalan belaka, yang
tidak mempunyai arti praktis. Halsemacam itu hanya impian belaka yang tidak
akan menemukan kenyataan.

5

Sedangkan secara terminologi, menurut Soerjanto Poespowardjojo,
ideologi adalahsuatu pilihan yang jelas dan membawa komitmen untuk
mewujudkannya. Sejalandengan itu, Sastrapratedja mengemukakan bahwa
ideologi memuat orientasi padatindakan. Ia merupakan pedoman kegiatan untuk
mewujudkan nilai-nilai yangterkandung di dalamnya.
Persepsi yang menyertai orientasi, pedoman dan komitmen berperan
penting sekali dalam mewarnai sikap dan tingkah laku ketika melakukan

tindakan, kegiatan atau perbuaan dalam rangka mewujudkan atau merealisasikan
nilai-nilai yang terkandung didalam ideologi tersebut. Logikanya, suatu ideologi
menuntut kepada mereka yang meyakini kebenarannya untuk memiliki persepsi,
sikap dan tingkah laku yang sesuai,wajar dan sehat tentang dirinya, tidak lebih
dan tidak kurang. Karena, melalui itulahdapat diharapkan akan lahir dan
berkembang sikap dan tingkah laku yang pas dantepat dalam proses
perwujudannya dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan
bernegara.
Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Sastrapratedja di atas,
makaideologi memiliki kecenderungan untuk doktriner, terutama karena ia
berorientasi padatindakan atau perbuatan untuk merealiasikan nilai-nilainya.
Meskipun

kecenderungan

doktriner

itu

tidak


selalu

bermakna

negatif,kemungkinan doktriner itu tidak selalu bermakna negatif, kemungkinan
ke arah ituselalu terbuka. Obsesi atau komitmen yang berlebihan terhadap
ideologi, biasanyamerangsang orang untuk berpersepsi, bersikap dan bertingkah
laku sangat doktriner,dan ini jelas sangat keliru
Ada beberapa istilah ideology menurut beberapa para ahli yaitu:
1. Destut De Traacy :
istilah ideology pertama kali dikemukakan oleh destut de Tracy tahun
1796 yang berartisuatu program yang diharapkan dapat membawa suatu
perubahan institusional dalammasyarakat Perancis

6

2. Surbakti membagi dalam dua pengertian yakni :
a. Ideologi secara fungsional : seperangkat gagasan tentang kebaikan
bersamaatautentang masyarakat dan Negara yag dianggap paling baik.

b. Ideologi secara structural : suatu system pembenaran seperti gagasan
danformula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh
penguasa.
3.

AL-Marsudi :
Ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau
science desideas

4. Puspowardoyo:
Bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai komplek pengetahuan dan
nilai secarakeseluruhan menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk
memahami jagat rayadan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk
mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya seseorang dapat
menangkap apa yang dilihat benar dantidak benar, serta apa yang dinilai baik
dan tidak baik.
5. Karl Marx:
Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan
bersama dalammasyarakat.
6. Napoleon:

Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival-rivalnya.
Awalnya, istilah “ideologi” dimaksudkan oleh penciptanya. Destrut de
Tracy (1796) dkk, sebagai “Ilmu ide” yang diharapkan mampu membawa
perubahan institusional, mulai dari pembaharuan menyeluruh atas sekolahsekolah di prancis. Tracy memberikan definisi ideologi adalah suatu sistem ide,
yang mencoba melepaskan diri dari hal-hal metafisis.
Para ideolog untuk kurun waktu tertentu menikmati posisi pembuat
kebijakan dalam kelas II (ilmu-ilmu moral dan politik) di Institut nasional.
Tetapi pertentangan dengan napoleon, menyebabkan Napoleon Banaparte
(penuh mistik) berusaha untuk menghapus usaha pembaharuan dalam institut

7

(1802-1803). Ia memecat anggota-anggotanya sebagai tukang khayal tak
berguna dan membuat mereka sebagai bahan cemoohan.
Ideologi juga bisa diartikan sebagai seperangkat sistem dan tata nilai dari
berbagai kesepakatan-kesepakatan, yang harus ditaati dalam sebuah kelompok
sosial. Ideologi adalah motivasi bagi praksis sosial yang memberikan
pembenaran dan mendorong suatu tindakan. Ideologi mendorong untuk
menunjukkan bahwa kelompok sosial yang diyakininya mempunyai alasan
untuk ada.

Dalam sejarah pertarungan sosial dan politik dunia, ideologi juga tidak
jarang banyak mengorbankan ribuan bahkan jutaan nyawa demi sebuah
perjuangan membela ideologi. Apalagi kalau ideologi sudah masuk pada ranah
politik dan kekuasaan. Demi sebuah ideologi, 600.000 orang tewas karena
terlibat (atau tertuduh) sebagai PKI dalam aksi “balas dendam” yang legal
sehabis tragedi 30 September 1965 di Indonesia.
Kemunculan tiga arus besar ideologi dunia (baca: kapitalisme, sosialismekomunisme, dan fasisme) serta perkembangan dahsyat gerakan sosial dan ilmu
pengetahuan yang diikuti oleh munculnya teori-teori baru beserta prediksiprediksi ilmiah mau tidak mau menyeret wacana ideologi dalam perbincangan
hangat

di

kalangan

kaum

intelektual.

Tapi

menjadi

agak

mustahil

membincangkan ideologi dalam kerangka konseptualnya tanpa memahami lebih
dahulu bagaimana sejarah yang telah menyusunnya. Dengan pelan-pelan meski
sangat sederhana, mari kita membuka catatan-catan sejarah itu.

8

2.2. Kapitalisme
Karl Marx membagi perkembangan umat manusia dalam analisis
prediktifnya dari mulai masyarakat Primitif/Tradisional ke Feodal ke Kapitalis
ke Sosialis/Komunis. Akan tetapi dalam gerak laju sejarahnya, ternyata
analisisnya Karl Marx meleset. Hingga hari ini ternyata kemenangan dari semua
ideologi dunia adalah Kapitalisme Liberal (Baca: Francis Fukuyama).
Awal munculnya kapitalisme, yang fenomena historisnya ditemukan oleh
Karl Marx kemudian menjadi sebuah sistem dunia, dapat dilacak dari terjadinya
transisi historis zaman feodalisme. tepatnya pada akhir abad XIV awal abad XV
ketika orang-orang Eropa berhasil mengatasi persoalan hambatan geografis.
Solusi dari hambatan geografis diatas berawal dari ditemukannya kompas
sebagai penunjuk arah dan berkembangnya pengetahuan kelautan. kolaborasi
dari dua penemuan baru tersebut membuat watak ekspansionis bangsa Eropa
menemukan momentum dan ruang geraknya. Sejak saat itulah penaklukan
dunia yang fenomena historisnya berbentuk imperialisme-kolonialisme di
berbagai belahan dunia oleh bangsa Eropa dimulai.
Bangsa Eropa datang kebeberapa benua dunia diantaranya benua
Amerika, Afrika, Asia sebagai penakluk untuk mengeruk kekayaan alamnya,
memperbudak penduduk asalnya sekaligus mengumumkan pengukuhan dirinya
sebagai ras yang paling unggul dari ras dan bangsa-bangsa lain.
Ajarannya adalah manusia berbudaya adalah orang-orang kulit putih dari
Eropa, sedangkan diluar orang-orang berkulit putih Eropa adalah manusiamanusia barbar yang biadab. Sejak saat itu pula hierarkhis-dikotomis
kebudayaan mulai ditancapkan dalam benak manusia dunia. bahwa hanya orang
kulit putihlah yang paling unggul dan harus ditiru, yang dikemudian waktu
klaim ini membuat motivasi tersendiri bagi mereka untuk melakukan praktek
imperialisme-kolonialisme tidak hanya terbatas dalam ruang ekonomi-politik,
akan tetapi lebih jauh dari itu adalah penjajahan cultur dan kebudayaan
masyarakat terjajah untuk diseragamkan dengan budaya orang kulit putih.

9

Atas dasar itulah, tidak salah kalau dikatakan bahwa munculnya
kapitalisme sebagai suatu sistem dunia pararel atau beriringan dengan
dimulainya

praktek

imperialisme-kolonialisme

jagad

raya.

Dan

dari

imperialisme-kolonialisme inilah akumulasi modal mulai terkonsentrasi di
berbagai belahan wilayah Eropa, terutama di Inggris. Dudly Dillard, secara
kronologis membagi sejarah muncul dan perkembangan kapitalisme, terutama
kapitalisme industrial, menjadi tiga fase perkembangan, yakni kapitalisme fase
awal ( 1500-1750), kapitalisme fase klasik ( 1750-1914) dan kapitalisme fase
lanjut (1914-1945)
Pertama, Kapitalisme Awal atau Kapitalisme Merkantilismes (15001750), yaitu kapitalisme yang bertumpu pada industri sandang di Inggris.
Kapitalisme pada masa ini masih sangat sederhana. yaitu ditandai dengan
praktek permintalan benang yang masih mengunakan masinal (mechine)
sederhana. Sementara kebutuhan produksi disesuaikan dengan kebutuhan
konsumen. Pada abad XVI industri sandang dibeberapa pedesaan di Inggris
mengalami perkembangan produksi yang sangat pesat.
Pemasukan keuangan negara yang pada awalnya hanya berasal dari pajak
rakyat mulai bertambah dengan pendayagunaan surplus sosial (semacam
tabungan sosial dari beberapa pabrik sandang). Dari pemakaian sistem inilah,
kapitalisme semakin menempati posisi yang aman dari kontestasinya dengan
sistem ekonomi sebelumnya.
Kalau pada sistem ekonomi yang diterapkan sebelum sistem kapitalisme,
dana surplus sosial selalu digunakan untuk membuat tanda-tanda kejayaan suatu
masa dengan membangun piramida-piramida atau katedral-katedral sebagai
lambang kemegahan dan kejayaannya, maka ketika sistem kapitalis ini dipakai,
dana yang awalnya dipakai untuk hal-hal diatas dialihkan untuk membuat
infrastruktur dan supra struktur baru dalam bidang ekonomi seperti membangun
usaha perkapalan, pergudangan, persiapan dan penyediaanbahan-bahan mentah,
dan berbagai bentuk penanaman modal lainnya. dengan demikian, surplus sosial
yang pada awalnya selalu habis bahkan defisit, berubah menjadi perluasan

10

kapasitas produksi. Ada sekian banyak momentum penting yang membuka
peluang perkembangan kapitalisme menjadi semakin tak terbendung.
Mulusnya perkembangan kapitalisme di atas tidak bisa dilepaskan dari
beberapa momentum-momentum penting yang menjadikan perkembanagn
kapitalisme berjalan mulus antara lain, Pertama, munculnya gerakan
perlawanan (protestanisme) dari kaum calvinis yang dipimpin oleh Marlin
Luther King terhadap hegemoni doktrin gereja katolik mengenai kehidupan
didunia. Kedua, penemuan logam-logam mulia dari dunia baru (koloni) untuk
kemudian dipakai sebagai alat transaksi yang distandarisasi. dan terakhir adalah
kuatnya back up dari kekuasaan saat itu. dari sinilah kemudian, perkembangan
kapitalisme seakan tidak mengalami hambatan yang berarti.
Kedua adalah Kapitalisme Fase Klasik (1750-1914). Fase ini ditandai
dengan bergesernya sistem pembangunan kapitalisme dari sistem perdagangan
(merkantilisme) ke sistem industri, tepatnya ketika terjadi revolusi industri di
Inggris yang kemudian menjadikan masa ini sebagai masa transisi dari
dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri.
Perubahan sistem ini dilatarbelakangi oleh perkembangan baru dalam
keilmuan manajemen-organisasi dan penemuan-penemuan baru dalam bidang
teknologi. dengan latarbelakang diatas itulah, laju kapitalisme semakin tidak
terbendung karena sistem produksi yang pada masa kapitalisme awal hanya
ditopang oleh infra struktur dan supra struktur yang sederhana, maka pada fase
ini sudah mulai memakai sistem modern dengan didukung oleh industri yang
berbasis teknologi maju.
Dalam bidang pemikiran, pada saat yang sama muncul seorang ekonom
Inggris, Adam Smith dengan karyanya Inquiry into the nature and causes of the
wealth nations (1776). Dalam buku tersebut, Adam Smith menawarkan satu
sistem ekonomi yang akan membawa kesejahteraan masyarakat eropa saat itu
yakni sistem ekonomi liberal. Doktrin utama dari sistem ini adalah
menyerahkan semua keputusan-keputusan ekonomi kepada pasar dengan
membongkar atau bahkan menghilangkan peran negara sedikitpun.

11

2.3. Konservatisme
Merupakan suatu paham yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah
ini berasal dari kata dalam bahasa Latin conservare. Artinya melestarikan,
menjaga, memelihara, dan mengamalkan. Konservatif adalah suatu usaha untuk
melestarikan apa yang ada, agar terpelihara keadaan pada suatu saat tertentu
(status quo), dengan sedikit sekali perubahan di masa yang akan datang.
Beberapa ahli mendefinisikan konservatisme sebagai berikut :
1. Menurut Samuel Francis, konservatisme adalah bertahannya dan penguatan
orang-orang

tertentu

dan

ungkapan-ungkapan

kebudayaannya

yang

dilembagakan.
2. Roger Scuton, konservatisme adalah pelestarian ekologi sosial, atau politik
penundaan.
Awal mula kemunculan ideologi konservatisme sebenarnya timbul
sebagai reaksi atas keberadaan paham liberalisme. Bagaimanapun juga,
liberalisme telah berusaha meruntuhkan keberadaan masyarakat feodal (kaum
bangsawan, pemilik tanah) yang mapan. Untuk mempertahankan diri, kaum
feodal membuat ideologi tandingan.
Konservatisme memandang liberalisme sebagai paham yang terlalu
individualistis.Liberalisme memandang masyarakat terdiri atas individu atau
golongan individu. Hal ini bertolak belakang dengan cara pandang
konservatisme, yang menganggap masyarakat dan kelompok yang lain tidak
sekedar penjumlahan unsur-unsur kebahagiaan yang lebih besar daripada yang
dapat diciptakan anggota masyarakat secara individual. Konservatisme sangat
menjunjung tinggi demokrasi
.

12

Edmund Burke (1729-1797)

Edmund Burke (1729-1797) adalah ahli filsafat, sekaligus seorang konservatif
(penganut paham konservatisme) dan politisi (ahli politik) dari Inggris. Pada tahun
1755, Majelis rendah (House of Commons) mengingatkan bahwa Inggris Raya berhak
memaksakan kehendaknya pada Amerika sebagai negara jajahannya. Mengenai
pernyataan ini, Edmund Burke bersimpati terhadap Revolusi Amerika. Bahkan ia
mendesak parlemen untuk mencabut semua undang-undang yang telah diberlakukan
sejak tahun 1763, yang ditentang penduduk Koloni di Amerika. Ia juga menghimbau
pada pertimbangan pikiran sehat untuk membuat rakyat di Amerika bahagia.
Secara garis besar, konservatisme memiliki pandangan sebagai berikut :
1. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang tertata baik.
2. Agar dapat tercipta masyarakat yang ideal, dibutuhkan suatu pemerintahan yang
memiliki kekuasaan yang mengikat. Peraturan kekuasaan yang tepat akan menjamin
terwujudnya perlakuan yang sama terhadap setiap individu.
3. Penguasa harus bertanggung jawab terhadap masyarakat, terutama dalam membantu
pihak-pihak yang lemah. Program jaminan sosial bagi yang berpenghasilan rendah,
akan membantu terciptanya kesejahteraan suatu negara.

13

2.4. Marxisme
Baik ideologi marxisme, sosialisme, maupun komunisme bermula dari
revolusi industri. Revolusi tersebut sangat mempengaruhi keadaan sosial
khususnya kaum buruh. Hal ini menimbulkan reaksi, khususnya dari para
cendikiawan seperti Karl Marx (1818-1883). Dalam pandangannya, Karl Marx
ingin mengubah kekacauan sistem ekonomi maupun sosial menjadi lebih baik.
Namun, untuk mewujudkan hal itu diperlukan cara radikal yang menurut Marx
mampu untuk mengubah hal tersebut.
Cara yang dimaksud yaitu mencapai kemajuan dengan melakukan
penentangan dan perubahan secara keseluruhan dari kekacauan yang ada ke arah
kemajuan. Cara radikal tersebut bisa berupa revolusi, kudeta, dll. Pemikiran
Marx inilah yang kemudian menjadi sumber lahirnya ideologi marxisme yang
nantinya berkembang menjadi sosialisme dan komunisme.
Adanya ketidakseimbangan ekonomi antara kaum proletar dan borjuis
yang mengakibatkan diskriminasi sosial menjadi subjek dari ideologi Marxisme
sendiri. Oleh karenanya, ideologi ini lebih cenderung ke arah perbaikan
ekonomi. Dalam pandangan Marx, kaum proletar akan bangkit sendiri. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan rasa tidak puas kaum proletar terhadap diskriminasi
ekonomi yang akhirnya melahirkan pemberontakan. Para kaum proletar bersatu
untuk mengambil hak mereka yang dikuasai oleh kaum borjuis. Dengan
bersatunya kaum proletar maka hancurlah kekuasaan dan kesewenang-wenangan
kaum borjuis. Sehingga dalam pandangannya, Marx berargumen bahwa
kapitalisme pada puncak perkembangannya akan mati dan diganti oleh
komunisme.

14

2.5. Fasisme

Adolf Hitler & Benito Mussolini, 2 tokoh yang paling
identik dengan fasisme

Fasisme adalah bentuk dari sebuah nasionalisme otoriter yang merebak di
awal abad ke-20 di eropa. Ideologi ini awalnya terbit di Italia selama Perang
Dunia I dan menyebar ke berbagai negara eropa. Fasisme sangat memusuhi
ideologi liberalisme serta marxisme dan biasanya dikategorikan sebagai sayap
kanan ekstrem dalam kategori politik.
Fasisme memandang Perang Dunia I sebagai sebuah revolusi yang
memberi andil besar terhadap perubahan besar bidang militer, masyarakat,
kenegaraan serta teknologi. Strategi perang habis-habisan telah mengakibatkan
kaburnya status antara warga sipil dan militer. Sebuah pemerintahan militer
dibentuk dalam pemerintahan fasisme karena terpengaruh situasi dan kondisi
perang yang mencekik. Perang memaksa tumbuhnya fasisme yang bisa
menggerakkan jutaan rakyat untuk mendukung di garda depan peperangan serta
menyediakan sarana dan prasarana peperangan, serta memiliki wewenang tidak
terbatas dalam mengatur kehidupan rakyat.

15

Kaum fasis meyakini bahwa demokrasi telah usang, dan mereka
mengandalkan kendali penuh kepada rakyat yang bernaung dalam satu partai
negara untuk mengatasi beragam masalah ekonomi, politik, dan perang.
Pemerintahan fasisme biasanya dipegang oleh seorang pemimpin diktator untuk
membentuk kesatuan dan menjaga stabilitas negara.
Fasisme menolak pandangan bahwa kekerasan merupakan perbuatan
buruk yang mesti dihindari bahkan menganggap hal tersebut perlu untuk
membentuk negara yang padu. Fasisme mengambil prinsip ekonomi campuran
dengan melaksanakan kebijakan autarki melalui perlindungan serta campur
tangan pemerintah.
Nasionalisme merupakan landasan ideologi fasisme. Pandangan kaum
fasis terhadap Negara merupakan satu kesatuan yang menyatukan rakyat
berasakan rasa kebangsaan yang secara alami tumbuh dalam diri rakyat.
Fasisme berupaya menyelesaikan masalah ekonomi, politik, serta social
dengan kekuatan rakyat, mengagungkan kedudukan suatu bangsa atau ras diatas
yang lain, dan menyebarkan rasa persatuan budaya, kekuatan, serta kemurnian
bangsa. Fasisme di eropa terbentuk karena stereotip tentang superioritas orang
eropa asli dibandingkan noneropa. Sebenarnya, fasisme tidak mengangkat
tentang

keutamaan

ras

tertentu.

Jika kita

lihat kebelakang,

fasisme

memperjuangkan imperialism, walaupun tidak semua mengejar hal tersebut.
2.6. Sosialisme
Istilah sosialisme pertama kali muncul pada tahun 1827 dalam artikel yang
ditulis oleh Robert Owen di majalah perkoperasian. Saat itu, paham kapitalisme
sedang bertumbuh subur sehingga modal tertumpuk pada pihak tertentu saja untuk
menjaga kelangsungan industri dan perekonomian.
Dampak dari paham kapitalis adalah terciptanya jurang yang luas antara
golongan majikan (borjuis) dan buruh (proletar). Berkembangnya paham sosialis
baik di Inggris maupun Perancis karena didorong oleh rasa kemanusiaan akan nasib

16

buruh yang kian tertindas. Namun sayangnya, Owen dan tokoh-tokoh lain hanya
menghadirkan teori saja tanpa perwujudan sehingga disebut sosialisme utopia.
Dalam perkembangannya, filsuf Jerman, Karl Marx mencetuskan teori
sosialisme ilmiah yang melawan setiap bentuk utopia. Bahkan ia meyakini untuk
menghapuskan kapitalisme dapat dengan cara kekerasan. Marx bersama rekannya
Friedrich Engels menuangkan gagasan mereka dalam buku “Das Kapital”.
Marx menegaskan hak individual harus dihapus, termasuk hak pemilikan
tanah. Di samping itu, kaum tani harus bergerak menuju masyarakat sosialis sejati.
Nyatanya pendapat Marx tak sepenuhnya diterima oleh sosialis lainnya sehingga
gerakan sosialis internasional mengalami perpecahan di akhir abad ke-19. Beberapa
aliran yang muncul seperti sosialisme demokrat, komunisme ala Marx hingga
sosialisme Kristen.
Setelah perang dunia II berakhir, terjadi perubahan pandangan para kaum
sosialis. Misalnya di tahun 1960, banyak partai sosialis demokrat di Eropa
melepaskan konsep ideologi Marx. Mereka mengubah sikap terhadap hak milik
pribadi yang dapat diberikan sebagian. Bahkan peminat paham sosialis semakin
meningkat karena banyak partai sosial di negara-negara Eropa berhasil
memenangkan pemilu.
Penerapan ideologi sosialisme lebih berhasil dilakukan di negara-negara
maju ketimbang negara berkembang. Di negara berkembang, sosialisme
dimaksudkan untuk membangun ekonomi demi menunjang ekonomi dan pendidikan
rakyat. Sementara di negara berkembang, sosialisme masih memikul tradisi
pemerintahan yang otoriter dari penguasa setempat.

17

2.7. Komunisme
Beberapa referensi sejarah menyebutkan bahwa kemunculan awal dari aliran
komunisme ini berasal dari Jerman, dan orang yang memperkenalkannya adalah
Karl Marx. Diduga kuat alasan Karl Marx memperkenalkan ideologi komunisme
karena dari segi iandustri terjadinya kesenjangan ekonomi yang sangat tampak,
sehingga ia menganggap orang yang berkuasa secara ekonomi menghisap “jatah”
manusia lain tanpa mengenal batas prikemanusiaan.
Karl Marx bercita-cita untuk menciptakan masyarakat tanpa kelas yang
tidak terobsesi oleh kerja semata dan juga ingin menciptakan masyarakat yang tidak
mengenal Tuhan. Salah satu karya besar Karl Marx yang memicu timbulnya
komunisme ini adalah “Manifesto Komunis (1848)” dan “Das Kapital (1867)”.
Seiiring berjalannya waktu, pengaruh Komunisme yang diperkenalkan Karl
Marx semakin berkembang. Puncak kebangkitan dari komunisme terjadi di Rusia
(Bolshevik), 7 November 1917. Masa ini merupakan masa awal berdirinya Uni
Soviet, dimana terbentuknya Komunisme Internasional (Komintern).
Komunisme internasional ini merupakan sebuah bentuk komunisme yang
cakupannya internasional. Tujuan dibentuknya komunisme internasional adalah agar
setiap orang di seluruh dunia menjadi komunis, sehingg seluruh dunia menjadi tak
bernegara. Tetapi setelah perang dunia ke 2, popularitas komunisme mulai terlihat
menurun, hingga pada akhir perang dingin (Revolusi 1989) yang menyebabkan
kejatuhan komunisme dan pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991. Sejak saat itu
harapan terbentuknya komunisme internasional tidak terlihat lagi. Meskipun
deminkian, sampai dengan tahun 2005, masih ada beberapa negara yang menganut
paham komunisme, diantaranya adalah China, Vietnam, Korea Utara, Laos, dan
Kuba.

18

2.8. Nasionalisme
Nasinonalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk., 1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan
orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta
berpemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan
yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan
(3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan
kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di
muka bumi.
Beberapa makna kata bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah
kesatuan yang timbul dari kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat.
Pengertian ini berkaitan dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama
diartikan sebagai golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa
sebagai bagian dari bangsa yang besar (ibid, 1994:970). Beberapa suku atau ras
dapat menjadi pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu
yang diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati bersama.
Kata bangsa mempunyai dua pengertian: pengertian antropologis-sosiologis
dan pengertian politis. Menurut pengertian antropologis-sosiologis, bangsa adalah
suatu masyarakat yang merupakan persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan
masing-masing anggota masyarakat tersebut merasa satu kesatuan suku, bahasa,
agama, sejarah, dan adat istiadat. Pengertian ini memungkinkan adanya beberapa
bangsa dalam sebuah negara dan—sebaliknya—satu bangsa tersebar pada lebih dari
satu negara. Kasus pertama terjadi pada negara yang memiliki beragam suku
bangsa, seperti Amerika Serikat yang menaungi beragam bangsa yang berbeda.
Kasus kedua adalah sebagaimana yang terjadi pada bangsa Korea yang
terpecah menjadi dua negara, Korea Utara dan Korea Selatan. Sementara dalam
pengertian politis, bangsa adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan
mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke

19

luar dan ke dalam. Bangsa (nation) dalam pengertian politis inilah yang kemudian
menjadi pokok pembahasan nasionalisme (Nur dalam Yatim, 2001:57—58).
Disamping definisi bahasa diatas terdapat beberapa rumusan lain mengenai
nasionalisme, di antaranya (Yatim, 2001:58):
1. Huszer dan Stevenson:
Nasionalisme adalah yang menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara
alami kepada tanah airnya.
2.

L. Stoddard:
Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, yang dianut
oleh sejumlah besar individu sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan.
Nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa.

3. Hans Kohn:
Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satusatunya bentuk sah dari organisasi politik, dan bahwa bangsa adalah sumber dari
semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
Dalam sejarah, nasionalisme bermula dari benua Eropa sekitar abad
pertengahan. Kesadaran berbangsa—dalam pengertian nation-state—dipicu oleh
gerakan Reformasi Protestan yang dipelopori oleh Martin Luther di Jerman (Dault,
2005:4). Saat itu, Luther yang menentang Gereja Katolik Roma menerjemahkan
Perjanjian Baru kedalam bahasa Jerman dengan menggunakan gaya bahasa yang
memukau dan kemudian merangsang rasa kebangsaan Jerman. Terjemahan Injil
membuka luas penafsiran pribadi yang sebelumnya merupakan hak eksklusif bagi
mereka yang menguasai bahasa Latin, seperti para pastor, uskup, dan kardinal.
Implikasi yang sedikit demi sedikit muncul adalah kesadaran tentang bangsa
dan kebangsaan yang memiliki identitas sendiri. Bahasa Jerman yang digunakan
Luther untuk menerjemahkan Injil mengurangi dan secara bertahap menghilangkan
pengaruh bahasa Latin yang saat itu merupakan bahasa ilmiah dari kesadaran
masyarakat Jerman. Mesin cetak yang ditemukan oleh Johann Gothenberg turut
mempercepat penyebaran kesadaran bangsa dan kebangsaan.

20

Hal ini penting dicatat mengingat pada sekitar tahun yang sama (1518—
1521) Majapahit mengalami kehancuran yang disebabkan oleh pemberontakan
daerah-daerah dan kemerosotan internal kerajaan. Majapahit pada masanya
merupakan kerajaan besar yang menguasai sebagian besar wilayah yang saat itu
disebut Nusantara. Namun kebesaran ini tidak memunculkan kesadaran berbangsa,
dalam arti modern. Hal itu disebabkan tidak adanya alat percetakan yang
mengakselerasi penyadaran massal seperti yang terjadi di Jerman.
Namun demikian, nasionalisme Eropa yang pada kelahirannya menghasilkan
deklarasi hak-hak manusia berubah menjadi kebijakan yang didasarkan atas
kekuatan dan self interest dan bukan atas kemanusiaan (Rasyidi dalam Yatim,
2001:63). Dalam perkembangannya nasionalisme Eropa berpindah haluan menjadi
persaingan fanatisme nasional antar bangsa-bangsa Eropa yang melahirkan
penjajahan terhadap negeri-negeri yang saat itu belum memiliki identitas
kebangsaan (nasionalisme) di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Fakta ini
merujuk pada dua hal: (1) ledakan ekonomi Eropa pada masa itu yang berakibat
pada melimpahnya hasil produksi dan (2) pandangan pemikir Italia, Nicolo
Machiaveli, yang menganjurkan seorang penguasa untuk melakukan apapun demi
menjaga eksistensi kekuasaannya. Dia menulis:
“Bila ini merupakan masalah yang mutlak mengenai kesejahteraan bangsa
kita,maka janganlah kita menghiraukan keadilan atau ketidakadilan, kerahiman dan
ketidakrahiman, pujian atau penghinaan, akan tetapi dengan menyisihkan semuanya
menggunakan siasat apa saja yang menyelamatkan dan memelihara hidup negara
kita itu” (Kohn dalam Yatim, 2001:65).
Nasionalisme yang pada awalnya mementingkan hak-hak asasi manusia pada
tahap selanjutnya menganggap kekuasaan kolektif yang terwujud dalam negara
lebih penting daripada kemerdekaan individual. Pandangan yang menjadikan negara
sebagai pusat merupakan pandangan beberapa beberapa pemikir Eropa saat itu,
diantaranya Hegel. Dia berpendapat bahwa kepentingan negara didahulukan dalam
hubungan negara-masyarakat, karena ia merupakan kepentingan obyektif sementara
kepentingan masing-masing individu adalah kepentingan subyektif. Negara adalah
21

ideal (geist) yang diobyektifikasi, dan karenanya, individu hanya dapat menjadi
sesuatu yang obyektif melalui keanggotaannya dalam negara. Lebih jauh dia
menyatakan bahwa negara memegang monopoli untuk menentukan apa yang benar
dan salah mengenai hakikat negara, menentukan apa yang moral dan yang bukan
moral, serta apa yang baik dan apa yang destruktif (Simandjuntak, 2003:166).
Hal ini melahirkan kecenderungan nasionalisme yang terlalu mementingkan
tanah air (patriotisme yang mengarah pada chauvinisme), yang mendorong
masyarakat Eropa melakukan ekspansi-ekspansi ke wilayah dunia lain. Absolutisme
negara dihadapan rakyat memungkinkan adanya pemimpin totaliter, yang
merupakan bentuk ideal negara yang dicitakan Hegel, sebuah monarki (ibid,
2003:224). Totaliterianisme yang dianjurkan oleh filsafat negara Hegel dapat
menggiring sebuah pemerintahan menjadi pemerintahan yang fasis. Fasisme adalah
doktrin yang mengajarkan kepatuhan mutlak terhadap perintah dalam semua aspek
kehidupan nasional. Dalam sejarahnya, fasisme terkait erat dengan rasisme yang
mengunggulkan sebagian ras (suku) atas sebagian yang lain.
Menurut Hugh Purcell (2000:11) nasionalisme dan rasisme merupakan
gambaran paling terkenal dari fasisme pada tahun 1930-an. Rasisme memiliki kaitan
erat dengan nasionalisme. Keduanya berbeda pada penekanan. Rasisme menekankan
superioritas suku dan nasionalisme menekankan keunggulan bangsa (komunitas
terbayang yang lebih besar dari suku). Manusia nasionalis adalah seseorang dengan
kebanggaan terhadap bangsanya yang kadang diungkapkan dengan cara berlebihan.
Nasionalisme dan rasisme memiliki keserupaan dalam hal pengunggulan dan
kebanggaan terhadap sesuatu yang secara alamiah melekat pada setiap manusia.
Yang pertama kebanggaan terhadap bangsa—sistem pemerintahan, suku, dan
budaya. Yang kedua kebanggaan terhadap suku.
Di Indonesia, nasionalisme melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara.
Perumusan Pancasila sebagai ideologi negara terjadi dalam BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Di dalam badan inilah
Soekarno mencetuskan ide yang merupakan perkembangan dari pemikirannya
tentang

persatuan

tiga

aliran

besar:

Nasionalisme,

Islam,

dan

Marxis.
22

Pemahamannya tentang tiga hal ini berbeda dengan pemahaman orang lain yang
mengandaikan ketiganya tidak dapat disatukan. Dalam sebuah artikel yang
ditulisnya dia menyatakan, “Saya tetap nasionalis, tetap Islam, tetap Marxis, sintese
dari tiga hal inilah memenuhi saya punya dada. Satu sintese yang menurut anggapan
saya sendiri adalah sintese yang geweldig” (Soekarno dalam Yatim, 2001:155).
Dalam artikel itu, dia juga menjelaskan bahwa Islam telah menebalkan rasa dan
haluan nasionalisme. Cita-cita Islam untuk mewujudkan persaudaraan umat manusia
dinilai Soekarno tidak bertentangan dengan konsep nasionalismenya. Dan sesuai
dengan konsep Islam, dia menolak bentuk nasionalisme yang sempit dan mengarah
pada chauvinisme. Dia menambahkan, Islam juga tidak bertentangan dengan
Marxisme, karena Marxisme hanya satu metode untuk memecahkan persoalanpersoalan ekonomi, sejarah, dan sosial.
2.9. Demokrasi
Kata “demokrasi” pertama kali muncul pada mazhab politik serta filsafat
Yunani kuno di negara kota Athena. Kekuasaan tersebut dipimpin oleh Cleisthenes
yang merupkan “bapak demokrasi Athena”. dan pada saat itulah warga Athena
mendirikan negara demokrasi pertama yang terjadi pada tahun 508-507 SM.
Demokrasi Pada Zaman Kuno. Zaman Kuno ini tentunya terjadi pada negara
kota Yunani yaitu Athena. Negara kota Athena pada saat itu memakai jenis dasar
kekuasaan demokrasi langsung. Dan juga hal tersebut memiliki dua ciri utama.
Ciri utama yang pertama yaitu peimilihan acak warga yang biasa mengisi
jabatan administratif serta yudisiala di dalam pemerintahan. Dan yang kedua, bahwa
majelis legislatif terdiri dari semua warga negara Athena.

23

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Apabila

ditelusuri secara

historis

istilah

ideologi

pertama

kali

dipakai dan dikemukakan oleh seorang perancis, Destutt de Tracy, pada tahun
1976. Seperti halnya Leibniz, deTracy mempunyai cita-cita untuk membanggun
suatu

sistem

pengetahuan.

Ideologi

didunia

meliputi

:

Kapitalisme,

Konservatisme, Marxisme, Fasisme, Sosialisme, Komunisme, Nasionalisme,
Demokrasi.
3.2. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun.

24

DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Ebenstein. Today's Isms Communism, Fascism, Socialism, Capitalism. USA: prenticehall, 1965.
Smith, Anthony D. Nasionalisme Teori, Ideologi, Sejarah. Jakarta: erlangga, 2003.
Surbakti, ramlan. Memahami Ilmu Politik. jakarta: Grasindo, 1999.
https://www.ilmudasar.com/2017/08/Pengertian-Sejarah-Ciri-Kelebihan-danKekurangan-Komunisme-adalah.html

25