Dialectical behavior therapy (DBT) dan mindfulness therapy dalam mengurangi kecanduan merokok mahasiswa Malaysia di Surabaya.

(1)

DIALECTICAL BEHAVIOR THERAPY (DBT) DAN MINDFULNESS THERAPY

DALAM MENGURANGI KECANDUAN MEROKOK MAHASISWA MALAYSIA DI SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Pensyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

MUSA HASLY BIN AHMAD RASHID NIM:B43212063

FAKULTAS DAKWAH DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Musa Hasly Bin Ahmad Rashid (B43212063) “Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia

Di Surabaya”

Fokus penelitian ini adalah (1) bagaimana proses terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia

Di Surabaya.”? (2) Bagaimana hasil proses terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy Dalam Mengatasi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di

Surabaya.”?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, maka konselor mengunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dalam pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, setelah data terkumpul analisa dilakukan untuk proses serta hasil, serta membandingkan terapi Antara teori dan lapangan serta membandingkan kondisi sebelum dan sesudah mendapatkan terapi dalam menganalisa.

Dalam penelitian ini di simpulkan bahwa : (1) proses terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya. Penelitian ini mengunakan terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness therapy serta langkah-langkah dan juga sesi-sesi dalam terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapi tersebut, diawali dengan menyiapkan konseli untuk diterapi sama ada kesiapan fisik dan psikis pada tahap langkah-langkah. Manakala, sesi-sesi digunakan pada konseli bagi mendeteksi kecanduan merokok samaada terlalu stress dan depresi yang dialaminya, sekaligus dengan terapi Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapi yang membantu konseli untuk bisa mengubah perilaku yang ada pada diri konseli. (2) hasil akhir dari proses adalah dikatakan cukup berhasil dengan presentasi 80% yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan pada kondisi konseli atau perilaku awalnya kelihatan tertutup dan tidak berani untuk bersosialisasi kini menjadi lebih baik walaupun pada awalnya itu masih malu untuk tampil berhadapan dengan masyarakat, bisa mengawal emosi dan sabar dalam menghadapi pelbagai masalah dalam apa juga masalah yang diterima seperti sebelumnya. Terpenting adalah konseli bisa melakukan terapi secara mandiri dengan lebih yakin diri, dan bisa berfikir dengan positif apabila menerima masalah yang dihadapi konseli dahulu. Semua perilaku ini muncul setelah adanya proses terapi (DBT) dan Mindfulness Therapy.

Kata kunci: Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok.


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN………. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKIRIPSI……… ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI……… iii

MOTTO ……….. iv

PERSEMBAHAN ……….. v

PERNYATAAN BERTANGGUNGJAWABAN………... vi

PENULIS SKIRIPSI ……….. vii

ABSTRAK ……….. viii

KATA PENGANTAR……….. xi

DAFTAR ISI ……….. xii

DAFTAR TABEL ……….. xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Rumusan Masalah……….. 7

C. Tujuan penelitian ………... 8

D. Manfaat Penelitian……….. 8

E. Definisi Konsep……….. 9

F. Metode Penelitian………... 10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dialectical Behavior Therapy 1. Behaviour Therapy……….. 32

2. Menurut Teori……….. 36

3. Prinsip-prinsip Teori Pembelajaran Behavioristik……….. 37

4. Beberapa Prinsip Skinner……… 38

5. Tujuan Pembelajaran Behavioral………. 38

6. Manfaat Teori Behavioral……… 39

7. Langkah-langkah Konseling Behavioral………. 41

8. Tehnik-tehnik Tingkah Laku………... 43

9. Minfulness Therapy………. 43

10. Implementasi Terapi DBT dan Mindfulness………... 44

11. Kecancuan Merokok……… 48

BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian ……….... 54

2. Tujuan ……….. 54

3. Visi persatuan IKWANS………. 55


(8)

6. Diskripsi Konselor……….. 57

7. Diskripsi Konseli………. 59

8. Deskripsi Masalah Konseli……….. 62

B. Deskripsi Penelitian 1. Deskripsi Proses dari Dialectical Behavior Therapy Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya... 62

2. Waktu ………... 65

3. Tempat ………... 66

4. Diagnose ………... 67

5. Prognosa ………... 68

6. Treatment ………... 70

C. Wawancara 1. Evaluasi / Follow Up……… 80

BAB IV : ANALISIS DATA 1. Analisis Proses Terapi “Dialectical Behavior Therapy (DBT) Dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia di Surabaya……… 84

2. Analisis Hasil Proses Terapi “Dialectical Behavior Therapy (DBT) Dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya………... 99

BAB V : PENUTUP Kesimpulan ……….. 103

Saran ……….. 104

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Organisasi IIKWANS

Tabel 3.2 : Kondisi Konseli Sebelum Pelaksanaan Terapi Tabel 3.3 : Teknik dan Lapangan

Tabel 3.4 : Treatment, Mutaba’ah amal

Tabel 3.5 : Kondisi Konseli Sesudah Pelaksanaan Terapi Tabel 4.1 : Perbandingan antara teori dan data lapangan Tabel 4.2 : Langkah-langkah Terapi Deep Breathing Tabel 4.3 : Kondisi Konseli Sesudah Pelaksanaan Terapi


(10)

1

BAB I

DIALECTICAL BEHAVIOR THERAPY (DBT) DAN MINDFULNESS

THERAPY DALAM MENGURANGI KECANDUAN MEROKOK

MAHASISWA MALAYSIA DI SURABAYA

A. Latar Belakang Masalah

Dari awal setiap manusia itu mempunyai ciri keperibadian yang berbeda, bahwa semua manusia memiliki kemampuan dan karakterestik, namun masing-masing berbeda antara satu dengan yang lain. Jika dilihat dari fisik, hampir tidak ada perbedaan yang tampak dari pancaindera, kecuali pada tingkat adanya karakteristik dan kemampuan setiap individu.

Ketika berbicara dan menyentuh tentang aspek kesadaran, kemampuan serta karakteristik setiap individu sangat menarik juga untuk menyentuh tentang “Dialektik Behavior Terapi dan Mindfulness” yaitu satu proses munculnya masalah yang dihadapi oleh individu.

Bagi pria ini matang lebih awal dan menguntungkan, terutama di bidang olah raga di mana ia memperoleh status dan martabat dalam kelompok teman-temannya. Sebagian besar pemimpin kelompok kepada lelaki-lelaki adalah yang matang lebih awal. Tetapi sebaliknya lelaki yang matang terlambat cenderung gelisah, tegang, memberontak dan menarik perhatian. Kerana


(11)

2

pola perilaku tidak sosial ini, lelaki kurang popular di antara teman-teman dan orang-orang dewasa, dan jarang dipilih sebagai pemimpin.1

Dengan tidak ada kematangan ini akan menyebabkan individu terasa stress dengan dirinya serta lingkungan yang tidak ada memberikan dorongan kepada lelaki. Apabila sudah terkena tekanan yang sangat buruk, akan menyebabkan ia mengambil langkah yang tidak positif, malah mengambil yang kurang positif untuk menenangkan pikiran dan stress.

Di peringkat kedewasaan anak-anak zaman sekarang memang mudah terpengaruh dengan ahli kegiatan yang tidak baik dalam masyarakat sekarang, malah mereka mengambil jalan singkat untuk membuat gejala negatif, seperti prilaku merokok merupakan suatu fenomena masyarakat di mana bentuknya bisa ditafsirkan dari pelbagai aspek. Diantaranya aspek hubungan sosial, persekitaran, risiko kebergantungan, risiko kesihatan. Kita dapat melihat orang merokok di semua tempat seperti di Kota dan Desa. Dari aspek sosial budaya, masyarakat menjadikan prilaku merokok sebagai satu cara hidup, yaitu merokok dijadikan ukuran status kedewasaan, dan kesediaan memikul tanggungjawab khususnya di kalangan pria.

Prilaku merokok di kawasan Desa dan Kota, mereka juga merokok di kawasan ruangan perkuliahan di Fakultas Adab kuliah, dengan sewenang-wenangnya tanpa ada perasaan bersalah ketika merokok, padahal larangan merokok tersebut telah diumumkan oleh Dekan melalui papan nama dengan


(12)

3

simbol rokok, seperti tidak boleh merokok, banyak Mahasiswa yang tidak menghiraukannya, dan bisa merosakan kesehatan fisik dalam menghisap rokok, faktor umur turut mempengaruhui kenapa mereka merokok.

Didalam penelitian konselor, Mr. Muiz adalah seorang pencandu merokok yang sering dilakukan oleh Mr. Muiz dalam mengatasi masalah stress yang dihadapi beliau, ketika Mr. Muiz mendapat depresi dalam pekerjaan atau dalam keluarga, Mr. Muiz akan mengambil rokok sebagai penawar untuk menghilangkan stress yang dihadapi oleh beliau, serta menenangkan pikiran dan menghilangkan gangguan yang ada dalam pikiran Mr. Muiz. Namun, konselor cuba menyerapkan obat yang lebih efektif dan cocok untuk Mr.Muiz seperti mengunakan teknik mindfulness therapy yaitu deep breathing.

Bagi Mr.Muiz, kemungkinan beliau merokok sekadar untuk melampiaskan ketegangan tanpa memikirkan akibatnya. Ketika orang dewasa merokok bisa di sebabkan faktor kebergantungan atau ketagihan. Mr. Muiz sadar tentang masalah yang sedang dan bakal di hadapinya tetapi terpaksa meneruskan prilaku tersebut dengan pelbagai alasan. Kadang-kadang Mr.Muiz yang mengambil rokok itu disebabkan depresi yang berlebihan, dan tidak dapat mengontrol diri.2

Dialectic Behavior Therapy (DBT) dikembangkan pada akhir tahun 1980 oleh psikologi Marsha M.linehan, merupakan terapi untuk mengatur pola fikir seseorang dalam kecanduan merokok, dengan mengunakan kaidah terapi individu, terapi kelompok yaitu ada empat kompenen yang perlu kita tahu,

2 John Mcleod,

Pengantar Konseling Teori&Studi Kasus (Jakarta : Penerbit, KENCANA, 2006) Hal 3


(13)

4

seperti Mindfullness Therapy ; yang mengacu psikologis (pikiran dan perasaan seseorang). Efektif Interpersonal ; memiliki ketegasan dalam mengerjakan satu tanggungjawab dengan strategi, tetapi dalam masa yang sama tidak merasakan hubungan sama sekali. Toleransi terhadap tekanan jiwa (stress), harus mengalihkan pandangan, menenangkan diri dan tanpa memikirkan kebenarannya. Pengaturan Emosi ; mengubah emosi ke perkara yang positif, dan menyadarkan emosi ke yang lebih baik lagi.

Kecanduan merokok dapat di tangani dengan mengunakan Dialectic Behavior Therapy (DBT) untuk mengubah pola pikir Mr.Muiz yang dari negatif ke positif, dengan adanya kegiatan-kegiatan seperti olah raga, pembinaan motivasi, atau peduli pada remaja. Mereka akan mudah untuk keluar dari dunia yang gelap di pemikirannya kepada pemikiran yang lebih positif lagi.

Dengan Dialectic Behavior Therapy dapat memberi dukungan dengan pola pikir mereka yang kecanduan merokok seperti membantu mengidentifikasikan kekuatan diri mereka dan membangunkan diri mereka sehingga mereka dapat merasakan diri mereka lebih baik tentang diri atau dirinya dan kehidupan kesehariannya. Perilaku Mr.Muiz dapat diubah, karena perilaku itu tidak dilahirkan dengan sikap pandangan atau pun perasaan tertentu, tetapi perilaku akan terbentuk sepanjang perkembangan, kerana perilaku adalah peranan penting bagi seorang pencandu rokok dalam mengubah persepsi diri, sekirannya mereka dapat mengubah dengan obyek yang di tentukan, pasti akan ada perubahan pada kognitif dan perilaku psikis


(14)

5

Mr.Muiz. Dengan dialectic behaviour therapy ini bisa mengubah pencandu rokok dengan pelbagai aktivitas, supaya mereka dapat membina kehidupan yang lebih baik untuk masa depan mereka.3 Psikologi sosial memandang sikap begitu penting bukan hanya sikap itu sulit untuk diubah.

Pertama, sikap mempunyai pengaruh dalam pola pikir kita, walaupun sikap tersebut tidak terlalu direfleksikan dalam tingkah laku yang tampak. Kedua psikologi sosial memandang sikap penting, kerana sikap sering kali mempengaruhi tingkah laku kita.4 Dengan terapi (DBT) ini mempunyai karakteristik dalam membentuk kognitif untuk membantu mengidentifikasikan pikiran mereka, supaya mempunyai keyakinan yang mendalam untuk membuat hidup yang lebih semangat dengan pendirian yang ada serta bisa menghalang diri untuk mengambil perkara yang negatif seperti kecanduan dalam merokok.

Dengan adanya terapi Dialectic Behavior Therapy ini akan memberikan panduan kepada mereka yang kecanduan merokok, membantu untuk memberikan kesadaran kepada mereka dengan terapi, serta memberikan masukkan kedalam pemikiran mereka untuk memperluaskan pola pikir supaya bisa memudahkan mereka berubah dengan sikap yang suka rokok untuk dijadikan obat yang negatif dalam diri mereka, padahal merokok sangat membahayakan, karena kecanduan merokok bisa merusakkan psikis seseorang.

3 Gerungan, Dipl. Psych.

PSIKOLOGI SOSIAL, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010) hal 163 4


(15)

6

Dengan terapi (DBT) bisa membantu untuk mengubah pola pikir yang negatif ke yang lebih positif sekirannya mereka dapat mengubah dengan cara yang efektif, didalam terapi mindfulness mempunyai tahapan seperti pemikiran yang emosional, pemikiran yang bijaksana, pemikiran yang memberikan saran, ketiga tahapan ini adalah cara mengatur pola pikir yang negatif ke pola pikir yang positif seperti bijak dalam berfikir untuk mengatur emosional itu ke pemikiran rasional, setelah adanya rasional didalam benak kognitif mereka, maka mereka akan berfikir dengan akal atau pemikiran mereka dengan tidak diiringi oleh nafsu yang menyebabkan mereka berfikir negatiif, dan setiap kebijakkan mereka itu akan melahirkan pola akal yang sehat dengan terapi Dialectic Behavior Therapy dan mindfulness Therapy. Langkah terapi (DBT) ini akan lebih efektif dengan strategi untuk mengubah kehidupan pada masa akan mendatang.

Dengan pola pikir yang sentiasa mendahulukan perubahan dalam diri seseorang akan membuahkan hasil sekirannya mereka mempunyai target yang spesifik, dan bisa memfokuskan waktu dan energy mereka pada sesuatu yang baik.5 Maka dengan adanya terapi (DBT) ini akan memudahkan kepada pecandu merokok untuk membentuk pola pikir mereka kearah yang lebih efektif dengan strategi pelbagai dalam situasi yang berbeda untuk membuang rasa ingin keinginan merokok.

Setiap pola pikir itu yang akan memberikan kekuatan, ketakutan, kesedihan, berduka, ceria, murung dan mudah kecewa, dengan adanya pola


(16)

7

pikir yang sangat negatif ini akan menyebabkan perokok tidak membuang rokok, karena pola pikir mereka telah dikuasai pemikiran yang negatif, tetapi dengan terapi mindfulness bisa membawa mengubah mereka kearah lebih efektif.

Ada pula kita bisa melihat seroang dokter yang dalam kehidupan sehari-harinya merokok, padahal berdasarkan teori kedokteran merokok dapat merusak kesehatan. Lalu, mengapa dokter itu merokok, pasti mindset dokter itu mengatakan rokok itu tidak merusakkan kesihatan dia.6

Didalam terapi (DBT) dan mindfulness Therapy ini bisa mengubah pola pikir mereka yang kecanduan merokok, dengan adanya strategi yang efektif untuk membentuk perilaku yang negatif dari diri mereka, apabila dengan analisis terapi (DBT) yang diterapkan kepada seorang yang mengalami kecanduan merokok ini bahwa mereka bisa mengubahnya dari kehidupan merokok ke tidak merokok denga aktivitas yang sehat. Didalam terapi ini bisa juga kita memberikan keyakinan kepada kecanduan merokok bahwa mereka dapat mencipta perubahan dalam diri mereka.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang diuraikan tersebut, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Pada Seorang Mahasiswa Dipersatuan Ikatan Mahasiswa Malaysia (IKWANS).

6


(17)

8

2. Bagaimana mengetahui Hasil dari pelaksanaan Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Pada Seorang Mahasiswa Dipersatuan Ikatan Mahasiswa Malaysia (IKWANS).

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan yang telah di uraikan di atas maka tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Pada Seorang Mahasiswa Dipersatuan Ikatan Mahasiswa Malaysia (IKWANS). 2. Mengetahui hasil dari konseli setelah dijalankan Terapi “Dialectic Behavior

Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Pada Seorang Mahasiswa Dipersatuan Ikatan Mahasiswa Malaysia (IKWANS).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan agar seperti berikut : 1. Manfaat dari segi teoritis

a. Dengan dilaksanakan penelitian ini maka diharapkan bermanfaat bagi pengembangan terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok kepada seorang mahasiswa maupun masyarakat umum yang mengalami problema yang diakibatkan masa lalu yang tidak menyenangkan secara teoritis di bidang konseling Islam.


(18)

9

2. Manfaat dari segi praktis sebagai sumber dan referensi bagi Program Bimbingan dan Konseling Islam khususnya dan bagi mahasiswa secara umumnya tentang fungsi terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy.”

a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiwa agar bisa mengurangi kecanduan merokok dan sebagai bahan infomasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Bagi Konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu teknik pendekatan menggunakan Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” yang efektif dalam mengurangi kecanduan merokok agar bisa beradaptasi dengan baik serta perubahan pada diri konseli setelah menjalani terapi yang dihadapi oleh mahasiswa serta bijaksana dalam mengambangkan mutu perlaksanaan dalam layanan bimbingan dan konseling.

E. Definisi Konsep

Dalam perbahasan ini, peneliti haruslah membatasi dari sejumlah konsep agar mudah dipahami dan agar memperoleh kejelasan dari judul yang akan diangkat yaitu Terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengatasi Kecanduan Merokok Pada Seorang Mahasiswa Malaysia Surabaya.

Untuk memperjelas variable dalam penelitian ini, yaitu bagaimana mengimplemintasi terapi “Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy” Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Pada Seorang Mahasiswa


(19)

10

Dipersatuan Ikatan Mahasiswa Malaysia (IKWANS) Menurut Yusuf abu al-Hijjaj menyimpulkan dalam bukunya bahwa kreativitas adalah bakat yang kita punyai dan anugerah yang diberikan kepada orang tertentu yang sangat terbatas. Namun setiap orang bisa mempelajari bagaimana cara menjadi orang yang lebih kreatif dan menggali talenta kreativitasnya.

1. Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy

Dialectic Behavior Therapy dikembangkan oleh Marsha Linehan, Ph.D., pada tahun 1987 sebagai pengobatan untuk konseli berjuang dengan kesulitan berat dan persisten emosional, prilaku, dan pemikiran, terutama mereka yang didiagnosis dengan Borderline Personality Disorder. Dr. Linehan baru bercerita bahwa ia berjuang dengan Borderline Personality Disorder. Sasaran

dari DBT : “Buat hidup layak hidup,”.

Dialektis berasal dari kata filsafat klasik yang sudah muncul ribuan tahun lalu dan dihidupkan kembali oleh Hege, seorang filsuf Jerman di awal 1800-an. Meskipun banyak aspek di alam filsafat ini, namun digunakan DBT adalah konsepnya memandang realitas sebagai dua kekuatan yang berlawanan tesis dan antithesis dimana penyelesaian menghasilkan pemaduan keduanya membentuk sintesi yang mengarah kesebuah pendekatan baru (Weiss, 1974).

Linehan menambahkan istilah „dialektis’ kepada pendekatannya bagi

behavioural sebagian kerana hubungan tarapeutik sering melibatkan pandangan-pandangan berlawanan antara trapis konseli yang akhirnya harus dipadukan bersama dan sebagian kerana konflik logis antara penerimaan dan


(20)

11

perubahan.7 Konseli awalnya memiliki pandangan sangat negative tentang dirinya sendiri dan orang lain yang penting baginya sehingga mulai memandang dan menerima dengan penuh penyedaran agar dapat belajar melakukan tindakkan konstruktif mengubah hal-hal tersebut.

Dialectic Behavior Therapy (DBT) dapat dipandang sebagai tesis dan pandangan konseli antithesis, yang akhirnya harus dijadikan harus diintegrasikan menjadi sebuah sintesis, didasarkan pada teori biososial gangguan pribadi, Marsha Linehan mengatakan bahwa gangguan tersebut merupakan konsekuensi dari seorang individu emosional rentan tubuh dalam situasi, dengan stress yang dihadapi akan menyebabkan ia putus, DBT membantu seseorang mengidentifikasi kekuatan mereka dan membangun diri mereka sehingga mereka dapat merasa lebih baik tentang dia atau dirinya dan kehidupan mereka.8

Behavior berarti perilaku terapi berfokus pada tingkah laku individu dan sangat terkait dengan emosi dan perasaan. Dialectic Behavior Therapy memandang manusia sebagai individu yang dominasi oleh sistem berpikir dan sistem perasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu, Keberfungsian individu secara psikologis ditentukan oleh pikiran, perasaan dan tingkah laku. Behaviour terapi melekat pada epistemology atau theory of knowledge,

7

Garry Martin Joseph Pear, Modifikasi Perilaku Makna dan Penerapannya (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015) hal 766-767

8 Marsha Linehan, Ph.D.,

Dialectical Behaviour Therapy (California : Linda Dimeff, 2001) hal 10-13


(21)

12

dialektik atau sistem berpikir, secara dialektik behaviour terapi bahwa berpikir logis itu tidak mudah.

Ellis berpendapat bahwa secara natural berpikir irasional dan memiliki kecenderungan merusak diri sendiri (self-defeating behaviour) yang bererti perilaku diri sendiri, oleh karena itu individu memerlukan bantuan untuk berpikir sebaliknya. Namun ellis juga mengatakan bahwa individu memiliki cinta dan dan menolong orang lain selama mereka tidak berpikir irasional. Setiap perkara yang berlaku dengan perilaku seseorang itu disebabkan dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar dan individu juga secara mengajar dan mempengaruhi sekitarnya9

2. Mindfulness Therapy

Didalam terapi mindfulness therapy berasal dari kata inggeris Pali, sati yang diartikan bahwa pemikiran, merasakan, mengetahui, mencintai, perasaan dan kesadaran merupakan peristiwa mental yang muncul di pikiran tanpa perlu mengidentifikasikannya secara berlebihan, secara historis melekat dalam tradisi kognitif behavioural (Segal, Williams, dan Teasdale, 2002), teknik-teknik mindfulness therapy juga dapat ditemukan dalam dialectical behaviour therapy (terapi perilaku dialektikal) DBT; Linehan, 1993) dan acceptance and commitment therapy (terapi penerimaan dan komitmen).

Beberapa teknik yang lazim yang digunakan didasarkan pada pendekatan mindfulness dan terutama efektif dalam mengurangi stress, ketiga teknik yang


(22)

13

dibahas di bagian ini masing-masing didasarkan pada prinsip reciprocal inhibition (penghambatan timbal balik) dari Wolpe, teknik yang pertama yaitu teknik self-talk (bicara pada diri sendiri), visual atau guided imagery, teknik kedua deep breathing (bernapas dalam-dalam) dan teknik ketiga progressive muscle relaxation training (latihan relaksasi otot progresif). Didalam ketiga teknik ini, konseling hanya mengunakan Deep Breathing terapi mindfulness berbasis fisiologis yang sangat efektif dalam mengurangi stress dan kecemasan setelah stressor terjadi. Bernapas dalam, perlahan-lana, berbasis diafragma memperlambat metabolisme seseorang dan menginduksi respon relaksasi.

Progressive muscle relaxation training (PMRT) merupakan sebuah proses meregangkan dan mengendurkan kelompok-kelompok otot secara sistematis untuk mencapai keadaan relaksasi yang lebih dalam.10

3. Penelitian Konselor Dalam Dialectic Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy

Penelitian konselor kepada Mr.Muiz adalah untuk memberikan obat yang cocok dengan adanya DBT dan mindfulness therapy, supaya dapat meresapkan terapi ini kapada Mr. Muiz yang telah kecanduan merokok, karena konseli sangat memerlukan therapy yang dapat membina persepsi konseli untuk mengubah kehidupan yang lebih bahagia, konselor mengarahkan konseli untuk melakukan therapy deep breathing dalam

10 Bradley T. Erford,

40 Teknik, Yang Harus Diketahui Setiap Konselor (Yogyarkarta, PUSTAKA BELAJAR, 2016) hal 141-142


(23)

14

keseharian hidup konseli, supaya konseli dapat mengubah pikiran kepada kesedaran yang bisa menjauhkan diri dari kecanduan merokok. Namun, konselor juga menyediakan fomuler untuk mendapatkan identitas konseli, dengan identitas konseli ini, konselor telah melihat kelemahan yang berlaku pada konseli seperti tidak bisa mendengar tomahan atau penghinaan pada keluarga dan konseli juga tidak suka di perendahkan oleh teman, apabila konseli dalam keadaan stress, maka konseli akan mengambil rokok untuk menghilangkan ketegangan dalam diri konseli, serta sesuatu yang baru, sehingga konseli ingin mencoba untuk dijadikan hayalan untuk melupakan masalah.

4. Kecanduan Merokok

Rokok merupakan sebuah benda yang sudah sangat terkenal di dunia, rokok dapat dibeli di berbagai tempat, mulai dari kios-kios di pinggir jalan sampai pusat pembelanjaan mewah. Kini rokok sudah menjadi bagian hidup manusia, bahkan sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan penikmatnya, dan rokok menjadi symbol kejantanan, kegagahan, kekuatan, keberanian, dan ketangguhan.11

Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan dari tanamam Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang


(24)

15

mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (Hans Tendra, 2003)

Dikatakan rokok adalah cara untuk menenangkan fikiran stress dan depresi, alasan pencandu merokok untuk menghilangkan stress tak dapat dipungkiri. Karena nikotin yang terdapat didalam rokok dapat memberikan ketenangan seperti pusing stress depresi pun akan hilang.

Didalam rokok mempunyai nakotin senyawa kimia yang secara alami ditemukan pada tembakau, merupakan senyawa yang sangat adiktif, bahkan sama adiktifnya dengan heroin dan kokain, tubuh akan semakin tergantung secara fisik dan psikologis terhadap nikotin, nikotin memproduksi perasaan senang yang membuat para perokok ingin terus-terusan merokok, setelah sistem saraf beradaptasi dengan nikotin.

Begitu juga dengan tar yang terkandung didalam rokok, tar dideskripsikan sebagai bahan partikulat (bahan padat halus yang berukuran lebih kecil dari debu) yang turut masuk ke dalam tubuh saat pencandu rokok menghisap rokok dari dalam lintangan rokok yang menyala, tar merupakan bahan kimia yang menjadi penyebab noda kuning kecokelatan pada kuku dan gigi para perokok, tar juga dapat membuat flek pada paru-paru. Benzopyrene (senyawa polycyclic aromatic hydrocarbon) adalah salah satu karsinogen yang terkandung dalam tar.12

5. Penelitian Konselor dengan Kecanduan Merokok

12


(25)

16

Konselor meneliti mengapa Mr. Muiz bisa tercandu dengan rokok yang hanya bisa mengeluarkan asap serta nakotin dan tar yang terkandung didalam rokok, dengan penelitian yang terperinci, konselor telah menemui sesuatu yang menyebabkan konseli tercandu dengan rokok, ternyata didalam rokok itu ada nakotin yang bisa membuat konseli tertagih hingga mahu menghisap lagi, dan sekirannya konseli tidak dapat menghisap rokok, konseli akan merasa bergetar, karena sudah terefeksi candu nakotin. Namun, konseli cuba untuk menghindarkan diri dari rokok dengan meminta bimbingan konselor, dengan mengunakan therapy (DBT) dan Mindfulness therapy.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang kelak akan digunakan dan berfungi untuk kegunaan tertentu. Langkah-langkah dalam metode penelitian ini adalah:

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Dalam penilitian ini, konselor akan menggunakan penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif atau disebut sebagai metode penelitian naturalistic dan etnografi merupakan sebuah penelitian yang dilakukan di ruang lingkup budaya, alamiah dan berlawanan dengan sikap eksperimental. Dalam metode penelitian kualitatif, intrumennya konselor itu sendiri sehingga sebelum peneliti ke lapangan maka peneliti harus mempunyai wawasan yang luas serta teori akan digunakan agar bisa bertanya, mengobservasi,


(26)

17

menganalisa serta mengkonstruksi sebuah situasi sosial agar lebih jelas dan mempunyai makna.13

Metode deskriptif kualitatif ini adalah penggambaran secara kualitatif fakta, data, atau obyek material yang bukan berupa angka, melainkan berupa ungkapan bahasa atau wacana melalui interprestasi yang tepay dan sistematis. Metode deskriptif kualitatif membuang jauh hipotesis atau asumsi dan

mengubahnya menjadi “perumusan masalah” yakni dalam rangka

menerangkan fenomena-fenomena secara praktis atau dalam rangka menyusun atau merumuskan teori, prinsip, konsep, atau pengetahuan baru berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti.

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu penyelidikan yang dilakukan secara intensif terhadap suatu individu dan ia juga bisa digunakan untuk menyelidiki unit sosial yang kecil seperti kelompok kelaurga dan juga kelompok yang dilabelkan seperti

“geng.”14

Studi kasus menekankan tiga aspek dalam pelaksanaan penelitian yaitu konselor adalah pengumpul data, yang bersifat deskriptif dan mengutamakan proses berbanding hasil yang akan diperoleh.

2. Sasaran dan lokasi penelitian

Subjek penelitian adalah merupakan seorang mahasiswa Malaysia yang bernama Mr. Muiz yang mengalami kecanduan merokok dan mengakibatkan

13

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D

(Bandung, Alfabeta, 2011), hal 14-15 14 Muhammad Idrus,

Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif


(27)

18

kemunduran dalam menjalani kehidupannya yang diakibatkan kejadian masa lalu yang buruk. Dengan adanya konselor dalam membimbing konseli dalam masalah yang dihadapi oleh konseli akan memberikan komitment dalam bimbingan dengan konseli untuk menguatkan lagi kepercayaan konseli supaya mencapai perubahan dalam diri konseli.

Namun konselor akan menerapkan terapi untuk memberikan konseli kesedaran dalam membentuk pemikiran bahwa sekirannya konseli merokok akan merosak angota tubuh serta bagian dalam, terapi konselor adalah bertujuan untuk memberikan perubahan dalam diri konseli supaya dapat menjalankan kegiatan dengan baik dan positif, selain itu juga, dengan adanya terapi ini, konselor akan mengarahkan konseli dengan pelbagai terapi yang berkaitan, seperti terapi deep breathing yaitu terapi pernapasan sekiranya konseli ada terniat untuk mengambil rokok, dan dengan terapi ini akan mengalihkan perhatian konseli supaya tidak kecanduan merokok.

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA). Konselor tertarik untuk meneliti karena konseli adalah seorang mahasiswa yang punya rasa yang kuat ingin mengubah dirinya kearah positif dan membantunya bisa berfikiran terbuka dan kreatif. Dalam waktu yang sama juga konselor ingin membantu konseli dalam memperbaiki hubungan dengan sekeliling sama ada budaya organisasi dan pergaulan sosial konseli.

Konselor melakukan observasi yang bersifat observasi partisipatif yaitu peneliti terlibat serta dengan beberapa aktivitas sehari-hari orang yang sedang


(28)

19

diamati sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipatif ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada observasi penuh terhadap konseli baik dari segi emosi maupun latar belakang suasana lingkungannya.

3. Jenis dan Sumber data

Data non-statistik akan digunakan dalam penelitian ini. Data non-statistik akan diperoleh dalam bentuk verbal (deskriptif) dan bukannya dalam bentuk angka. Jenis data yang akan diperoleh dalam penelitian ini terbagi kapada dua yaitu.

a. Jenis data primer

Adalah data yang langsung didapat dari subjek yang diteliti yakni konseli yang mengalami lemahnya dalam keterampilan adaptasi diri dan mau meningkatkan rasa kesedaran diri berupa informasi dan data deskriptif. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi dan wawancara.

Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara yang mendalam. Wawancara mendalam (In-Depth Interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, bertatap muka antara pewawancara (konselor). Wawancara dilaksanakan di


(29)

20

Twin Tower Uinsa, warkop dan media sosial dalam kondisi konseli yang kelihatan murung dan lemah.

Pada awalnya konseli sulit untuk diwawancara, tetapi selepas beberapa menit dalam sesi konseling yang pertama, konseli mulai memberikan respond dan bersedia untuk menceritakan keadaanya.

Menurut konseli dia adalah seorang yang pengen untuk mengubah kehidupannya lebih baik dari sebelum, kerana konseli pernah menceritakan bahwa dia mudah merasa stress dengan keadaan sekeliling, samada dengan orang tuannya, setiap kali konseli menerima masalah, maka dia akan terus mengambil rokok untuk dijadikan sebagai penenang jiwa dan getaran fizik, sehingga hati dan pikiran dia bisa jadi lebih tenang dengan mengambil rokok, dalam masa yang sama, konseli pengen sekali mengubah perilaku dia kearah yang positif atau yang lebih baik, tetapi dengan adanya factor atau pengaruh lingkungan sekeliling itu yang menebabkan konseli mudah terpengaruh dan menjadi biasa apabila mengambil rokok, terkadang konseli juga memerlukan bantuan atau bimbingan dari konselor untuk memberikan terapi yang dapat menghilangkan rasa keinginan merokok, dan konseli berkeinginan menjadi orang yang lebih matang seperti teman-teman yang lain.

Karena konseli memerlukan kekuatan dengan bimbngan konselor untuk mengubah pikiran konseli kearah yang lebih efektif lagi. Dan kurangnya skill untuk beradaptasi serta terhambat dengan faktor pengalaman masa lalu menjadi hambatan buat konseli untuk terkadang bertahan dengan mempositifkan dirinya agar tidak berputus asa dalam memperbaiki dirinya


(30)

21

dalam akademik juga dalam membangun peribadi yang sukses. konseli juga pernah menceritakan bahwa konselihampir-hampir pengen berhenti kuliah.

Tetapi gara-gara tekanan dari rumah juga dimana ibunya sering membedakan tingkat kepandaian konseli dengan adiknya, serta konseli juga memikirkan tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya menyebabkan ia terkadang merasa tercabar dan merasakan terbeban untuk berkuliah namun dalam waktu yang sama ia tidak bisa meningkatkan kualitas dirinya dan kurangnya semangat untuk sukses dan mudah berputus asa.

b. Jenis data sekunder

Yaitu informasi atau data yang diperoleh dari lingkungan subjek penelitian seperti tertangga, keluarga dan tema konseli agar bisa mendukung dan melengkapi data yang telah diperoleh dari sumber data primer.

Data sekunder adalah data yang diperoleh hasil dari wawancara dengan orang tua konseli dan temannya, selesai wawancara, konselor mengetahui bahwa konseli biasanya sering marah tanpa ada sebabnya terkadang. Biasanya konseli marah pada seseorang, yang berdampak dan menular pada kelompok lainnya. Yang dampaknya dari sisi psikologi seperti susah mendapat teman baru, sensitif terhadap perkataan orang lain, kadang-kadang hanya fokus kepada kelemahan diri, sering murung-murung sendiri yang akhirnya membawa kepada penyakit jiwa yaitu kurang yakin dan kesadaran untuk mengubah psikis diri konseli. Masalah ini bisa disebutkan problematik yang sering menggangu dirinya dalam kehidupan sehari-hari


(31)

22

c. Sumber data

Sumber data ialah dari mana data yang akan peneliti dapatkan. Adapun yang menjadi sumber data dalam sebuah penelitian adalah:

1) Sumber data primer yaitu langsung didapatkan dari lapangan yaitu konseli. 2) Sumber data sekunder adalah sumber yang diperoleh dari sumber kedua digunakan untuk memperkuat data primer sama ada dari gambaran lokasi penelitian, kegiatan sosial di lingkungan, keluarga dan maupun teman konseli.

4. Tahap-tahap penelitian

Adapun persediaan yang perlu dilakukan dalam melaksanakan penelitian adalah seperti berikut:

a. Tahap pra lapangan

Tahap eskplorasi yaitu tahap dimana seorang konselor harus melaksanakan penelitian sebelum terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian, antara lain yaitu: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan tempat konseli, memilih dan memanfaatkan informasi serta menyiapkan perlengkapan untuk melaksanakan penelitian. 1. Menyusun rancangan penelitian

Untuk menyusun rancangan penelitian, konselor hedaklah terlebih dahulu membaca bahan-bahan yang terkaitan dengan masalah penelitian yaitu bagaimana meningkatkan keterampilan konseli yang kurang kesedaran dalam perilaku yang menjadi pola pikir seharian dalam menghadapi kehidupannya. Setelah memahami fenomena yang terjadi maka konselor membuat latar


(32)

23

belakang masalah, tujuan penelitian, definisi konsep dan membuat rancangan data-data yang diperlukan untuk penelitian.

2. Memilih lapangan penelitian

Dalam hal ini, konselor sendiri salah seorang mahasiswa UINSA, maka konselor akan melakukan penelitian di tempat tersebut yaitu di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) yang bertempat di Surabaya, Indonesia. a) Menjejaki dan menilai keadaan lapangan

Konselor pada tahap ini adalah untuk menjejaki lapangan dengan tujuan untuk mengenali dengan lebih lanjut keadaan dan apa juga unsur yang ada di lingkungan sosial serta konseli dengan metode wawancara dan observasi agar konselor bisa meyiapkan perlengkapan yang akan diperlukan untuk melakukan penelitian dan mengumpulkan berbagai data di lapangan.

b) Memilih dan memanfaatkan informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi, kondisi serta latar belakang dari sebuah kasus. Konselor dalam hal ini akan memilih temannya sendiri untuk menjadi informan. Informan yang pertama adalah teman-temannya konseli sendiri, bagi menggali data-data dan kasus yang pernah terjadi kepada konseli. Dikarenakan konseli seorang yang bergiat aktif dalam badan organisai di kampus dan jarang dirumah, konselor memilih orang tua konseli sebagai informan kedua. Konselor akan dapat menggali data-data yang terkini tentang konseli.


(33)

24

c) Melengkapkan perlengkapan penelitian

Konselor meyiapkan segala hal yang akan digunakan untuk meneliti kelak seperti alat tulis, buku, perlengkapan fisik, izin dari konseli atau bahan-bahan yang lain untuk mendapatkan deskripsi data lapangan.

d) Persoalan etika penelitian

Etika penelitian adalah hal yang menyangkut konseli seperti mengetahui latar belakang budaya konseli yaitu berasal dari agama islam, mempunyai tempat tinggal yang mayoritas beragama Islam, mengetahui budaya, adat-istiadat serta bahasa yang digunakan agar konselor sebagai seorang yang menghormati konseli.

b. Tahap pekerjaan lapangan 1. Memahami latar penelitian

Sebelum melakukan penelitian, konselor haruslah memahami latar penelitian terlebih dahulu serta mempersiapkan kemampuan diri dari segi fisik dan mental. Oleh karena itu, konselor harus mempersiapkan mental dan fisik serta yang paling utama adalah menjaga hubungan dengan Allah SWT agar terapi ini berjalan dengan lancar.

2. Memasuki lapangan

Seorang konselor harus mempunyai kemampuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan konseli agar tidak terjadi jurang dalam hubungan baik secara tatap muka maupun tidak. Ini karena bertujuan agar saat melakukan interview maka konseli akan memberikan respon yang baik dan


(34)

25

3. Berperan sambil mengumpulkan data

Konselor juga ikut berpartisipasi atau berperan aktif dalam penelitian tersebut yaitu dengan mengumpulkan data dan menganalisisnya. Konselor disini akan mewawancarai secara langsung dengan teman-teman konseli dalam menjalani proses terapi serta terus menghubunginya melalui aplikasi “Whatsapp”, BBM, dan lain-lain. Secara tatap muka juga digunakan agar bisa memotivasi dan mendapatkan data yang secukupnya kemudian dianalisis.

5. Tahap analisis data

Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, katogori, dan satuan uraian dasar. Konselor menganalisis data yang dilakukan dalam sesuatu proses yang berarti pelaksanaannya sudah mulai sejak pengumpulan data dan dikerjakan secara intensif.

6. Teknik pengumpulan data

Tahap pengumpulan data adalah tahap yang paling penting sekali dalam melakukan penelitian karena sebuah penelitian tidak bisa dilakukan tanpa adanya data. Dalam pengumpulan data haruslah mengetahui tehnik-tehnik yang bisa digunakan untuk memperoleh data. Adapun tehnik-tehnik pengumpulan data adalah seperti berikut:


(35)

26

Observasi (pengamatan) menurut Nasution (1998), observasi merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya bisa bergerak atau bekerja bedasarkan data yang diperoleh melalui observasi. Ia bertujuan agar peneliti mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, memperoleh pengalaman langsung, bisa mengamati hal-hal yang kurang atau tidak diamati oleh orang lain.15

Observasi partisipatif yaitu peneliti terlibat dalam hampir semua kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian, sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.

Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak dan konselor cenderung memilih observasi partisipatif yang partisipasi mederat dalam observasi ini terdapat keseimbangan antara konselor menjadi orang dalam dengan orang luar. Konselor dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam berapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.

Dalam observasi, konselor menggunakan observasi tipe partisipasi, dimana observer terlibat langsung secara aktif dalam obyek yang diteliti. Hasil dari observasi, konselor mendapatkan ada beberapa faktor yang turut memperburuk kondisi konseli. Faktor yang pertama adalah lingkungan tetangga yang kurang kepedulian antara satu sama lain. Faktor yang kedua


(36)

27

adalah kondisi lingkungan organisasi yang terlalu banyak hingga mungkin menyebabkan konseli menjadi penat dan kurang bertenaga.

Faktor ketiga adalah konseli dilihat merupakan seorang individu yang introvert. Saat diajukan pertanyaan, konseli memandang konselor dengan sorotan mata yang kurang enak. Apabila berbicara, terkadang konseli seakan berbicara tetapi sukar memberi perhatian sepenuhnya pada awalnya.

b. Survey

Survei adalah salah satu metode bagian dari pengumpulan data dalam memproleh data sebanyak-banyaknya mengenai factor-faktor munculnya masalah bahkan memproleh data, informasi atau keterangan dari berbagai hal maupun terhadap pihak terhadap apa-apa tentang diri, lingkungan social, kegiatan, geogrifis maupun fenomena apa saja yang terdapat pada diri konseli.16

c. Wawancara

Dalam penelitian ini, konselor akan menggunakan wawancara yang tidak terstruktur dimana konselor bebas untuk menanyakan serta melakukan sesi wawancara tanpa adanya pedoman. Wawancara tidak terstruktur sering digunakan untuk mendapatkan data atau informasi awal tentang permasalahan atau isu yang terkaitan dengan subyek penelitian. Untuk melakukan wawancara tidak terstruktur, konselor juga berperan sebagai pendengar untuk memperoleh data yang sebanyaknya. Wawancara seperti ini haruslah dirancang terlebih dahulu yakni dengan menghubungi konseli agar tidak

16 Suharsimi Arikunto,

Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek (Yogyakarta, PT Rineka Cipta, 2002) hal 86-88


(37)

28

mengganggu waktu dan kegiatan konseli. Dalam wawancara ini, konselor akan menanyakan hal-hal yang berupa garis besar dari permasalahan yang dihadapi oleh konseli.17

Wawancara tidak terstruktur juga di gunakan bagi mewawancara dua informan yang berbeda yaitu teman dan juga orang tua konseli. Dalam wawancara ini konselor akan menggali data tentang konseli dengan sebanyak mungkin.

d. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode dengan mengumpul data mengenai hal yang berkaitan atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, majalah atau lain-lain yang bersangkutan dengan permasalahan konseli. Metode dokumentasu merupakan pelengkap dari penggunaan metode-metode sebelumnya yaitu wawancara dan observasi.18

Data yang kelak akan diperoleh melalui metode ini merupakan gambara umum tentang lokasi penelitian, identitas konseli, biografi dan masalah konseli. Untuk melakukan proses pengumpulan data, maka peneliti bisa menggunakan dalam bentuk table. Konselor juga telah mengambil beberapa gambar ketika proses Dialektik Behavior Terapi (DBT) dan Mindfulness dijalankan.

7. Teknik menganalisa data

17

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek (Yogyakarta, PT Rineka Cipta, 2002) hal 886-88


(38)

29

Analisa data kualitatif adalah upaya penyusunan, memilih dan menyetori data yang banyak diperoleh dari berbagai sumber ketika mengumpulkan data. Namun, dalam penelitian kualitatif, tidak ada metode khusus untuk menganalisis data sehingga sulit bagi peneliti untuk melakukan penganalisian data. Namun dalam hal ini, data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dokumentasi, catatan lapangan dan bahan-bahan lainnya akan disusun secara sistematis sehingga mudah untuk dipahami.

Caranya adalah dengan menjabarkan data-data ke dalam sebuah unit, mengorganisasikannya, menyusunnya dalam sebuah bab atau pola agar bisa dipelajari dan mampu membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data kualitatif haruslah dilakukan sebelum memasuki lapangan bedasarkan data yang diperoleh. Hanya bersifat induktif sehingga data yang diperoleh berkembang menjadi hipotesis dan dengan penginduktifan data tersebut maka bisa membenarkan atau ditolaknya hipotesis yang sudah dibuat berdasarkan data yang dikumpul.19

Oleh karena penelitian ini bersifat studi kasus, maka analisis data yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif yakni dengan mengolahkannya sehingga dapat dilihat dengan jelas.

Terapi Dialektik Behavior Terapi (DBT) dan mindfulness diharapkan nantinya akan memberikan penyedaran dan penerimaan dalam perilaku

konseli dengan menggunakan terapi ini. Sehingga, bisa menilai dan mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah mendapatkan Terapi Dialektik

19 Sugiyono,

Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D


(39)

30

Behavior Terapi (DBT) dan mindfulness yang membangun memberikan penyedaran dan penerimaan dalam perilaku dengan memberi sesuatu yang positif seperti self evaluation, motivational quote, dan Inspirational video kepada konseli.

8. Teknik keabsahan data a. Perpanjangan keikutsertaan

Perpanjangan keikutsertaan adalah konselor dalam melakukan penelitian ini turut berpartisipasi dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan waktu relative yang lama demi mendapatkan kesahihan data dari klien.

b. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan adalah konselor melakukan observasi beserta interprestasi yang benar terhadap sesuatu dan ia membutuhkan tingkat observasi yang tinggi. Antara lain adalah dengan membaca buku, artikel dan sebagainya terkait dengan permasalahan maupun hal yang terkait dalam penelitian yang dilakukan.20

9. Triangulasi

Triangulasi adalah cara pengecekan data dengan menggunakan sumber-sumber seperti sumber-sumber yaitu orang, triangulasi merupakan teknik dimana data diperoleh melalui wawancara didiskusikan lebih lanjut degan kuesioner, observasi dan lain-lain. Manakala, Triangulasi waktu adalah dimana waktu yang dimanfaatkan oleh konseling untuk mengumpulkan data.21

20

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D

(Bandung, Alfabeta, 2011), hal 272 21 Sugiyono,


(40)

31

Dalam penelitain ini konseling menggunakan beberapa metode seperti wawancara, observasi dan terjun langsung ke lapangan penelitian. Wawancara dilakukan langsung dengan konseli sendiri dan dua informan. Bagi wawancara, konselor mewawancara dengan sumber informan yang berbeda bagi mengesahkan data yang diperoleh. Selain itu, konseling juga menggunakan observasi, sebagai pengesahan data.

Jangka waktu yang digunakan untuk konselor dalam pemberian terapi ini adalah selama tiga bulan dimana bulan yang pertama konseling hanya melakukan sesi perkenalan budi pada konseli dan juga mengobservasi bagi menggali data awal. Wawancara dan juga observasi hanya dilakukan oleh konseling pada bulan kedua dan ketiga. Akan tetapi, selama proses konseling dijalnkan, konseling memerlukan bantuan teman untuk memberi dorongan untuk membantu memerhatikan konseli bagi melihat kondisi konseli.


(41)

32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dialectical Behavior Therapy (DBT) Dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok

A.Pengertian Dialectical Behavior Therapy

Didalam Dialectical Behaviour Therapy (DBT), awalnya dikembangkan oleh Marsha Linehan pada tahun (1987) untuk menangani gangguan kepribadian garis batas (borderline personality disorder) sebuah gangguan yang dicirikan ketidakstabilan suasana hati, prilaku yang tampak dan hubungan adalah pendekatan lain yang memadukan prosedur penyedaran dan penerimaan. Dialectical adalah sebuah filsafat yang sudah muncul ribuan tahun lalu dan dihidupkan kembali oleh Hegel, seorang filosuf Jerman di awal 1800 an. Miskinpun banyak aspek didalam filsafat ini, namun yang digunkan DBT adalah konsepnya memandang realitas sebagai dua kekuatan yang berlawana tesis dan antithesis, dimana penyelesaiannya menghasilkan pemaduan keduanya dalam bentuk sintesis yang mengarah ke sebuah pendekatan baru (Weiss 1974)

Marsha Linehan menambahkan istilah Dialectical kepada pendekatannya bagi terapi Behavioral sebagian karena hubungan trapeutik sering kali melibatkan pandangan-pandangan yang saling berlawanan antara terapis dan klien yang akhirnya harus di padukan bersama, dan sebagian karena konflik logis antara penerimaan dan perubahan.


(42)

33

Klien awalnya memiliki pandangan sangat negatif tentang dirinya sendiri dan orang lain, yang penting baginya sehingga harus memulai memandang dan menerima dengan penuh penyadaran agar dapat belajar melakukan tindakan konstruktif mengubah hal-hal tersebut.

Singkatnya, beberapa aspek (DBT) dapat dipandang sebagai tesis dan pandangan klien sebagai antithesis, yang akhirnya harus diitegrasikan menjadi sebuah sintesis (Robins, Schmidt III & Linehan, 2004).

DBT biasanya melibatkan sesi-sesi individual mingguan antara terapis dan klien, dan sesi kelompok mingguan dengan para klien, sehingga terapi ini biasanya memiliki beberapa fase.

1. Bagian awal terapi berfokus pada membantu klien mengekspresikan apa yang diharapkan saat selesai melakukan terapi nantinya.

2. Kemudian dikuatkan untuk mengamati secara objektif dan mendeskripsikan perilakunya yang tampak dan tersembunyi, khusunya yang berpotensi membahayakan bagi klien dan orang lain, atau yang bakal menganggu alur penanganan.

3. Melalui pengunaan diskusi, permainan dan peran observasi terhadap orang lain disisi individu maupun kelompok, klien belajar mengidentifikasi, mengategori dan menerima berbagai emosi dan pikiran yang menganggu.

4. Berikutnya, keahlian Antara pribadi akhirnya ditargetkan sedemikian rupa, agar klien mulai belajar mengatakan tidak atau ya dengan benar,


(43)

34

meminta atau bertanya yang mereka butuhkan, dan berinteraksi dengan tepat terhadap orang lain di hidup sehari-hari mereka.

5. Akhirnanya, setelah klien belajar menerima aspek-aspek hidup mereka tanpa lagi mendistorsinya, menghakiminya, atau mengevaluasinya dengan gegabah, mereka jadi lebih mampu belajar dan mengikuti strategi-strategi behavioural yang spesifik demi meraih tujuan-tujuan terapeutik mereka. Bagi panduan praktis yang menjelaskan detail-detail langkah melakukan DBT, (Lihat Koerner tahun 2012).1

B. Behavioral Therapy

Dalam menelaah literature psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang dari sumber dari aliran-aliran psikologi. Salah satunya teori belajar behavioristik, teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan prilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.

Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan prilaku reatif (respon)berdasarkan hokum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi titik terhadap stimulant. Belajar bererti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-respon). Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang


(44)

35

dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.2

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.3 Misalnya, siswa belum dapat dikatakan berhasil belajar ilmu pengetahuan Sosial jika dia belum bisa atau tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan social seperti ; kerja bakti, ronda.

Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaanteori behavioristik mempunyai pensyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap pelajaran memakai metode ini, sehingga kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.

Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contoh : percakapan Bahasa asing, mengetik, menari, mengunakan computer, berenang olah raga dan sebagainya. Teori ini juga cocok untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa. Teori Behavioristik : suka mengulangi dan harus dibiaskan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti permen atau puji.

2 Gage, N.L., & Berliner

, D. Educational Psychology. 1979. Hal. 13 3


(45)

36

C.Menurut teori ini yang terpenting yaitu :

1. Masukan atau imput yang berupaya stimulus dan keluaran atau output berupa respon.

Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat perkalian, alat peraga, pedoman kerja ata cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut.

2. Penguatan (reinforcement)

Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya di tambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan pnguatan positif dalam belajar begitu juga sebaliknya.4 Prinsip-prinsip behaviorisme adalah :

a. Objek Psikologi adalah tingkah laku

b. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan kepada reflek c. Mementingkan terbentuknya kebiasaan.

Sejalan dengan pendekatan yang digunakan dalam teori behavioral, konseling behavioural menaruh perhatian pada upaya perubahan perilaku. Sebagai pendekatan yang relatif baru, perkembangannya sejak 1960-an, konseling ini telah memberi implikasi yang cukup besar dan spesifik pada tehnik strategis konseling, konseling ini dikembangkan atas reaksi terhadap


(46)

37

pendekatan psikoanalisis dan aliran-aliran Freudian. Dalam hal Rahman Nata wijaya menyatakan bahwa teknik asosiasi bebas, analisis transferensi dan tehnik-tehnik analisis sebagaimana diterapkan psikoanalisa, tidak banyak membantu mengatasi masalah klien.5

D.Prinsip-prinsip teori Pembelajaran Behavioristik

Dalam pembelajaran behaviorisme pembelajaran merupakan penguasa respon (Acquisition of responses) dari lingkungan yang dikondisikan. Peserta didik haruslah melihat situasi dan kondisi apa yang menjadi bahan pembelajaran.

Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku.

1. Mengunakan prinsip penguatan, yaitu untuk menidentifikasikan aspek paling diperlukan dalan pembelajaran untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.

2. Mengidentifikasikan pada hasil belajar daripada proses pembelajaran.6 Dan Skinner juga memuat dalam bukunya tentang prinsip-prinsip behavioristil, berikut ini prinsip yang dikemukakan oleh skinner dalam bukunya yang berjudul The Behavior of Organism.

E.Beberapa prinsip Skinner :

5

Rahman Nata Wijaya, Pendekatan-pendekatan Dalam Penyeluhan Kelompok (Bandung : CV Dopenogor, 1987) hal 192

6


(47)

38

1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberikan penguat.

2. Proses belajarar harus mengikuti irama dari yang belajar. 3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menhindari adanya hukuman.

5. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.

6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakan jadwal variable Rasio rein forcer 7. Dalam pembelajaran digunakan shaping7

F. Tujuan Pembelajaran Behavioral

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajara sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajaran untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajaran dalam bentuk laporan, kuis atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti dari urutan dari bagian keseluruhan.

1. Berkomunikasi atau transfer prilaku adalah pengambaran pengetahuan dan kecakapan peserta didik tidak mempertimbangkan proses mental.

2. Pengajaran adalah untuk memperoleh keinginan respon dari peserta didik yang dimunculkan dari stimulus.


(48)

39

3. Peserta didik harus mengenali bagaimana mendapatkan respon sebaik mungkin pada kondisi respon diciptakan.

Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks atau buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks atau buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pelajar menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

G.Manfaat Teori Behavioral

konseling ini adalah yang paling efektif dalam berurusan dengan individu-individu yang cerdas, rasional dan berkeinginan untuk memiliki gairah dan kenikmatan dalam hidup mereka demikian menurut Beth Horwin, LPC, berdasarkan pengalamannya sebagai seorang therapist.

a. Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) merupakan proses terapi yang mengambil banyak bentuk, sedikitnya terdapat 60 variasi. Secara


(49)

40

ringkas, Beth Horwin mengemukakan proses konseling kognitifbehavioral ini, sebagai berikut:

b. Membantu klien dalam mengenali, menganalisis dan mengelola keyakinannya.

c. Membiarkan klien bersandar pada memorinya, dan berusaha untuk mengevaluasinya

d. Menempatkan dan menitikberatkan pada keyakinan klien, tentang siapa dirinya dan apa tujuan hidup dia di dunia ini

e. Menjaga fokus pada upaya meningkatkan “kepuasan hidup secara

menyeluruh”, bukan pada upaya penurunan emosi yang negatif

f. Membelajarkan dan mendidik yakni memberikan kesempatan kepada klien untuk memeriksa atau memguji kembali apa yang telah diucapkannya dengan kenyataan dirinya.

g. Mengidentifikasi dan berbagai keterampilan praktis (misalnya, tentang penetapan tujuan dan pemecahan masalah).

h. Melanjutkan untuk melakukan pekerjaan ini untuk waktu jangka panjang, setelah proses konseling selesai.8


(50)

41

H.Langkah-langkah konseling Behavioral :

Pada tahap langkah-langkah konseling ini ada lima hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.

2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien

b. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling

c. Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien d. Apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan

klien;


(51)

42

b) kemungkinan manfaatnya c) kemungkinan kerugiannya dan

d) Konselor dan klien membuat keputusan apakah melanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.

3. Tehniquie implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan tehnik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.

4. Evaluation, termination, yaitu melakukan kegiatan penilain apakah kegiatan konseling yang telah dilakukan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling,

5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan baik untuk memperbaiki dan meningkatkan proses konseling. Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.9


(52)

43

I. Tehnik-tehnik Behavior

Teknik ini terdapat dari beberapa bentuk, diantaranya adalah :

a. Skedul penguatan adalah satu tehnik pemberian penguatan pada klien ketika tingkah laku baru selesai dipelajari dimunculkan oleh klien. Pemberian penguatan harus dilakukan secara terus-menerus sampai tingkah laku tersebut terbentuk dalam diri klien. Dan setelah terbentuk dalam diri klien, frekuensi penguatan dapat dikurangi atau dilakukan pada saat yang tertentu saja. Istilah ini sering disebut sebagai penguatan intermiten. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan tingkah laku baru yang telah terbentuk.10

b. Shaping adalah tehnik berupa penghapusan penguatan agar tingkah laku secara bertahap. Konselor dapat membagi-bagi tingkah laku yang ingin dicapai beberapa tahap, kemudian mempelajarinya dari tahap-tahap yang bawah.

c. Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan penguatan agar tingkah laku maladatif yang terbentuk tidak terulang. Ini didasarkan pada pandangan bahwa individu tidak akan bersedia melakukan sesuatu apabila tidak mendapatkan keuntungan. Misalnya, seseorang akan melakukan apapun yang diinginkannya. Jadi dalam teknik ini konselor akan bertindak tidak memberi perhatian sehingga klien tidak akan mengunakan cara sama lagi untuk mendapatkan keinginannya.11

10

Lubis Lumongga dan Namora, Memahami Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta : KDT,2011), hal 12 11 Lubis Lumongga dan Namora,

Memahami Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta : KDT,2011), hal 13


(53)

44

J. Mindfulness Therapy

Terdapat Beberapa bentuk teknik, diantaranya yaitu :

1. Didalam terapi mindfulness berasal dari kata inggeris Pali, sati yang diartikan bahwa pemikiran, merasakan, mengetahui, mencintai, perasaan dan kesadaran merupakan peristiwa mental yang muncul di pikiran tanpa perlu mengidentifikasikannya secara berlebihan, secara historis melekat dalam tradisi kognitif behavioural (Segal, Williams, dan Teasdale, 2002), teknik-teknik mindfulness juga dapat ditemukan dalam dialectical behaviour therapy (terapi perilaku dialektikal) DBT; Linehan, 1993) dan acceptance and commitment therapy (terapi penerimaan dan komitmen).

2. Beberapa teknik yang lazim yang digunakan didasarkan pada pendekatan mindfulness dan terutama efektif dalam mengurangi stress, ketiga teknik yang dibahas di bagian ini masing-masing didasarkan pada prinsip reciprocal inhibition (penghambatan timbal balik) dari Wolpe, teknik yang pertama yaitu teknik self-talk (bicara pada diri sendiri), visual atau guided imagery, teknik kedua deep breathing (bernapas dalam-dalam) dan teknik ketiga progressive muscle relaxation training (latihan relaksasi otot progresif). Didalam ketiga teknik ini, konseling hanya mengunakan Deep Breathing terapi mindfulness berbasis fisiologis yang sangat efektif dalam mengurangi stress dan kecemasan setelah stressor terjadi. Bernapas dalam, perlahan-lana, berbasis diafragma memperlambat metabolisme seseorang dan menginduksi respon relaksasi.


(54)

45

3. Progressive muscle relaxation training (PMRT) merupakan sebuah proses meregangkan dan mengendurkan kelompok-kelompok otot secara sistematis untuk mencapai keadaan relaksasi yang lebih dalam.12

K.Implementasi Terapi“Dialektikal behaviour terapy dan mindfulness”

DBT biasanya melibatkan sesi-sesi individual mingguan antara terapis dan konseli, dan sesi mingguan dengan kelompok konseli sehingga terapi ini memiliki beberapa fase, bagian awal terapi berfokus pada pebantu konseli mengekspresikan apa yang diharapkannya saat selesai melakukan terapi, kemudian konseli dikuatkan untuk mengamati secara objektif dan mendesripsikan perilakunya yang tampak dan tersembunyi, khususnya yang berpotensi membahayakan bagi konseli dan orang lain, melalui pengunaan diskusi, permainan peran dan observasi terhadap orang lain di sesi individu maupun kelompok, konseli belajar mengidentifikasi, mengetegori dan menerima berbagai emosi dan pikiran yang menganggu, kemudian keahlian pribadi akhirnya ditargetkan sedemikian rupa agar konseli mulai belajar mengatakan tidak atau ya dengan benar.

Akhir sekali setelah konseli belajar menerima aspek-aspek hidup mereka tanpa lagi mendistorsinya, menghakiminya, mengevaluasinya dengan gegabah, mereka jadi lebih mampu belajar dan mengikuti strategi-strategi behavioural yang spesifik demi meraih tujuan-tujuan terapeutik mereka.

12 Bradley T. Erford,

40 Teknik, Yang Harus Diketahui Setiap Konselor (Yogyarkarta, PUSTAKA BELAJAR, 2016) hal 141-142


(55)

46

Dengan adanya teknik-teknik Deep Breathing dapat membantu konseli dalam menangani masalah atau stress yang dihadapi konseli, seperti teknik pertama bernapas melalui hidung pada saat menarik napas dan embuskan napas melalui hidung atau melalui bibir yang dikerutkan (mirip seperti meniupkan ciuman lembut), diantara napas-napas dalam, konseli harus ambil satu atau dua napas normal utuk menghindari pusing.

Ketika perasaan ringandi kepala berlalu, gunakan napas-napas lebih dalam dan pelansecara berturut-turut, praktikkan ini harus selalu membuat latihan sambil tidur terlentang pada awalnya, dan setelah itu duduk atau berdiri selama latihan setelah belajar teknik-teknik dasarnya, anda sering terlihat menguap agar tubuh dapat menetapkan keseimbangan dan mulai rileks.

Hal penting yang harus diketahui adalah menghembus napas seharusnya lebih panjang di banding menarik napas. Contoh, jika seseorang menarik napas selama tiga detik, napas yang sama harus diembuskan selama lebih kurang 6 detik. Disamping itu, hidung tersumbat bisa membuat bernapas melalui hidung tidak nyaman atau tidak efektif. Dalam kasus seperti ini bernapas melalui mulut dapat diterima. Akan tetapi, konseli seharusnya didesak untuk melakukannya dengan sangat perlahan-lahan. Kedalaman dan kecepatan dan bernapaslah yang mengiduksi relaksasi.

Begitu konseli mampu bernapas dari perut, konselor professional dapat mengajarkan teknik pernapasan kepada konseli. Davis et al. (2009, hlm, 27) untuk mengimplementasikan teknik pernapasan ada 8 yaitu :


(56)

47

a. Disuruh berbaring di lantai beralaskan karpet, dan tekuk lutut dan buat jarak di Antara kedua telapak kaki di lantai, selebar pinggul (kira-kira 8 sampai 12 inci), dengan jari kaki sedikit dibelokkan ke luar. Pastikan bahwa tulang punggung lurus.

b. Rasakan tubuh tegang

c. Letak salah satu tangan di atas perut dan tangan yang lain di atas dada d. Tarik napas dalam-dalam melalui hidung sehingga di perut

e. Kemudian memberi senyuman sedikit dan Tarik napas melalui hidung dan hembus melalui mulut, dan melepaskan hembusan secara perlahan-lahan untuk merasakannya dalam keadaan benar-benar rileks.

f. Teruskan pernapasan selama 5 atau 10 minit setiap sesi, satu atau dua kali sehari, selama dua minggu

g. Kemudian ambil sedikit waktu sebentar untuk memindai tubuh, sekali lagi untuk melihat keteganggan bandingkan ketegangan yang dirasakan

h. Ketika sudah merasa nyaman, bisa di praktek kapanpun samaada berdiri atau disituasi duduk, dan konsentrasi pernapasan harus dibahagian perut dengan keadaan naik turunnya napas

1. Kegunaan dan Evaluasi Teknik Deep Breathing

Memperlambatkan pernapasan konseli membantu mengurangi stress dan mendukung focus mindfulness. Teknik-teknik pernapasan digunakan untuk beragam alasan. Yang paling lazim, seorang konselor professional menyarankan teknik ini kepada seseorang yang sedang berusaha mengendalikan kecemasan atau mengelola stress.


(57)

48

Teknik ini juga dgunakan untuk mengurangi gangguan kecemasan tergeneralisasi, serangan panic dan agoraphobia, depresi, iritabilitas, ketegangan otot, sakit kepala, kelelahan, napas berhenti, hiperventilasi, napas dangkal, dan tangan dan kaki dingin.

2. Variasi-variasi teknik Deep Breathing

Meskipun teknik pernapasan dalam memiliki lusinan variasi, teknik-teknik yang dianggap paling berguna bagi konselor professional disoroti dibawah ini. Ketika seseorang berada dalam suatu situasi yang menyebabkan perasaan cemas, salah satu variasi teknik pernapasan dalam yang disebut breathing down dapat digunakan.

Dalam latihannya, orang itu duduk dalam posisi yang nyaman dan meletakkan kedua tangannya di atas pusar, dengan tangan kanan di atas. Klien membayangkan bahwa ada sebuah kantung di titik dimana kedua tangannya bertemu di perut. Selama orang itu bernapas, ia membayangkan kantung itu diisi dengan udara. Ia melanjutkan penapasan untuk mengisi kantung itu sampai benar-benar penuh.

Ketika kantungnya penuh, orang itu menahan napasnya, menahan udara yang ada dalam kantung, dan mengulan-ulang ucapan, “tubuhku

tenang (calm).” Ketika orang itu menghembuskan napas, mengosongkan kantung, ia mengatakan, “tubuhku tenang (quiet).” Setelah mengulangi


(58)

49

latihan ini empat kali berturut-turut, 10 kali sehari selam dua minggu, klien akan lebih mampu untuk rileks.13

L.Akibat kecanduan Merokok

untuk pertama kalinya, dunia mengenal rokok pada abad ke 15, sering dengan awal perjalanan Columbus dan para pelaut Spanyol ke sebuah benua baru yang kemudian dikenal dengan nama benua Amerika pada tahun 1518. Pada saat itu, rokok telah menjadi satu hal yang lazim dilakukan oleh penduduk asli dibenua baru tersebut, yakni para India yang sebanarnya pula para India mengenalnya dari tetangga mereka, yaitu maksiko.

Kebiasaan merokok ini secara otomatis menular kepada para pelaut Spanyol, dalam setiap perjalanan mereka di laut tengah maupun dalam perjalanan mereka di Eropa Selatan. Eropa Utara baru mengenal rokok pada tahun 1850, yakni di saat tentera inggeris pulang dari peperangan yang dikenal dengan nama ‘Crimean War’ dengan membawa rokok dalam genggaman mereka.

Sedangkan kebiasaan merokok di Amerika Serikat bisa dibilang masih baru, yakni baru menyebarpada tahun 1865 bila disbanding dengan Eropa yang telah mengenal terlebih dahulu.14

13

Bradley T. Erford, 40 Teknik, Yang Harus Diketahui Setiap Konselor (Yogyarkarta, PUSTAKA BELAJAR, 2016) hal 159-156

14


(1)

103

Dari tabel diatas, dapat diketahui 13 gejala perilaku yang kelihatan

sebelum proses emotion challenges dan juga terapi. Akan tetapi, setelah

proses dan analisis berdasarkan tabel diatas dengan melihat perubahan

setelah adanya proses tersebut.

1) Gejala yang tidak nampak 9 point jadi, 8/9 x 100% = 88

2) Gejala yang nampak = 9 point, jadi 8/9 x 100% = 8

Berdasarkan hasil presentase diatas dapat diketahui bahwa terapi DBT

dan Mindfulness Therapy Dalam Mengatasi Kecanduan Merokok Mahasiswa Asal Malaysia Di Surabaya.

Bisa dijelaskan bahwa dalam pemberian terapi DBT dan Mindfulness

Therapi, yang telah dilaksanakan konselor dapat dinyatakan berhasil karena pada awalnya ada 9 point yang dialami oleh konselor sebelum

proses bantuan diberikan, namun setelah bantuan diberikan 8 dari 9 point

tersebut telah beransur berkurangan. Perubahan sepenuhnya adalah

terletak pada konseli sendiri bagaimana memperbaiki keseharian fokusnya


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penelitian, konselor dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses terapi “Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness” dalam mengatasi

kecanduan merokok mahasiswa Malaysia di Surabaya. Setelah melakukan

identifikasi, diagnosis konselor melakukan proses terapi deep brathing melalui

senaman penapasan dengan beberapa kaedah serta pratek daripada konselor untuk

konseli untuk meningkatkan pemikiran yang positif dalam menangani masalah

stress yang berlaku kepada konseli, dapat disimpulkan bahwa diantara beberapa

aspek dari keyakinan positif, pemikiran yang positif yang berpengaruh terhadap

dengan terapi DBT dan Mindfulness, sekiranya konseli yang dominan pada diri

konseli itu oerubahan dari pola fikirnya di positif pikirannya dimana kepercayaan

positif konseli terbangun dengan kokoh setelah diyakinkan pada setiap sesi yang

dijalaninya berpengaruh terhadap perilaku konseli karna manusia bedasarkan apa

yang ia pikirkan. Disamping itu juga, konselor menggunakan beberapa langkah-langkah dan juga beberapa sesi dalam terapi “Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness Therapy”, kesemua fungsi bagi mengurangi gejala gangguan stress dan depresi serta kecanduan merokok yang dialami oleh konseli.

2. Hasil akhir dari proses “Dialectical Behavior Therapy dan Mindfulness” dalam

mengatasi kecanduan merokok mahasiswa Malaysia di Surabaya, dapat

dinyatakan berhasil. Melihat perubahan itu dapat dilihat dari gejala yang tidak

Nampak dari yaitu 9 point jadi, 8/9 x 100% = 88, manakah gejala yang Nampak =


(3)

sedikit dorongan atau input negatif untuk lebih bersemangat yang dialami konseli. Adanya perubahan positif yang ada pada diri konseli terutama dari kepercayaan

diri konseli iaitu bisa beradaptasi baik dengan teman-temannya, terima masa lalu

dan belajar dari pengalaman, buang pikiran negatif, berani mencuba sesuatu yang

baru serta dari segi ibadah, dekat kepada Allah SWT, sebelumnya seorang yang

pasif kini kini kembali jadi aktif dan sentiasa berpikiran positif dan tidak putus

asa dengan namannya kegagalan dan mencuba yang terbaik dan terus mencuba

sehingga Berjaya setelah mendapat Terapi DBT dan Mindfulness Therapy.

B. SARAN

Dalam penelitian ini, konselor menyadari masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, konseli kepada konselor atau pun peneliti selanjutnya yang ingin

mendalami kajian berkaitan tema ini, bisa melakukan dengan lebih baik, dan

lebih berhasil. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat

dikemukan saran sebagai berikut :

1. Terapi Deep Breathing ini seharusnya lebih menekankan aspek yang lebih

luas pada changing your thingking, change your beliefs, change your

behaviour, change your attitude, serta meredakan segala stress atau depresi dan terakhir setelah semua aspek ini bisa diterapkan dengan lebih rinci dan

mendalam maka akan lebih mudah mengubah persepsi dan wil change your

life. Dan kekurangan dalam pengembangan dalam pengembangan teori asas

pada studi kasusu yang perlu diperbaiki sesuai kebutuhan konseli.

2. Terapi Deep Breathing pada masyarakat maupun individu, hendaklah

diteruskan dan perlu dikembangkan sesuai dengan konselor yang

berkelulusan dalam Bimbingan Konseling Islam dan lebih efektif jika


(4)

3. Sebagai seorang konselor harus meningkatkan kreativitas pola pikir dan cara pandang terhadap sesuatu masalah tersebut. Maka, perlunya

peningkatan skill dan mutu layanan agar masyarakat dan individu

merasakan kepelbagaian metode-metode dalam pengembangan minda

seseorang konseli. Di tambahkan sumber-sumber rujukan bagi konselor

dikembangkan secara teoritik yang lebih banyak akan lebih menambah

efektifnya terapi ini buat konseli.

4. Langkah-langkah serta sesi-sesi perlu dikuasai oleh konselor agar

membantu konseli mudah memahami apa langkah yang mudah bagi konseli

dalam mengaplikasikan terapi deep breathing, tersebut dan membina

kekuatan semangat meningkat spiritual life skill konseli dengan mengambil

tempoh waktu yang tidak terlalu lama.

5. Konseli maupun individu yang mengalami kecanduan merokok disebabkan

stress dan depresi, hendaklah permasalahan yang dihadapi dikongsikan

pada konselor, untuk mencapai kebahagian, kesenangan, dan kesuksesan

harusnya kita sebagai hamba, memohon ataupun meminta rahmatnya yaitu

dengan merubah cara kehidupan yang lebih baik lagi.

6. Kedepannya diharapkan dapat dimasukkan materi-materi yang bisa

digunakan lebih meluas ke peringkat internasional, langkah-langkahnya,


(5)

DAFTAR PUSTAKA

B. Hurlock, Elizabeth, 1980, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan, Erlangga, Jakarta

Mcleod, John, 2006, Pengantar Konseling Teori & Studi Kasus, KENCANA, Jakarta

Gerungan, Dr. W.A, 2010, Dipl. Psych. PSIKOLOGI SOSIAL, PT Refika Aditama, Bandung

A.Baron, Robert, 2002, Mengevaluasi Dunia Sosial,Jakarta

Khoo, Adam, 2015, Master Your Mind Design Your Destiny, Gramedia, Jakarta

Rahmad, Muhammad, 2015, Power Of Mind, PT. Rama, Jakarta

Joseph Pear, Garry Martin, 2015, Modifikasi Perilaku Makna dan Penerapannya, Pustaka

Pelajar, yogyarkata

Linehan, Marsha, Ph.D., 2001, Dialectical Behaviour Therapy, Linda Dimeff, California

Komalasan, Dra. Gantina, M.Psi. 2011, Teori dan Teknik Konseling, PT INDEKS, Jakarta

T. Erford, Bradley, 2016, 40 Teknik, Yang Harus Diketahui Setiap Konselor, 40 Teknik, Yang

Harus Diketahui Setiap Konselor, Yogyarkarta

Sukmana, Teddie, 2009, Mengenal Rokok & Bahayanya, BE CHAMPION, Jakarta

J.Sugito, 2007, Stop Rokok, PENEBAR PLUS Swadaya, Jakarta

Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D,

Alfabeta, Bandung

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, PT Rineka Cipta, Yogyakarta

Idrus, Muhammad, 2009, Erlangga, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif, Jakarta

Arikunto, Suharsimi, 2002, PT Rineka Cipta,Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Yogyakarta

Sugiyono, 2011, Alfabeta, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif

dan R&D Bandung

Joseph Pear Garry Martin, 2015, Modifikasi Perilaku Makna Dan Penerapan, PUSTAKA

PELAJAR Jakarta

N.L., & Berliner Gage, 1979, D. Educational Psychology

C., Asri, Budiningsih,2005, Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta

Nata Wijaya, Rahman, 1987, , Pendekatan-pendekatan Dalam Penyeluhan Kelompok, CV

Dopenogor, Bandung


(6)

Martinis, Yamin,2001, Paradigma Baru Pembelajaran, Gaung Persada Press, Jakarta

Ibid 117 47 Ibid 118

Namora, dan Lubis Lumongga,2011, Memahami Dasar-Dasar Konseling, KDT, Jakarta

T. Erford, Bradley, 2016, 40 Teknik, Yang Harus Diketahui Setiap Konselor, 40 Teknik, Yang

Harus Diketahui Setiap Konselor, Yogyarkarta

Husaini Aiman, 2006, Tobat Merokok, Pustaka Iman, Jakarta

Kabo Peter, 2014, Penyakit Jantung Koroner Atau Alamiah, FKUI, Jakarta

Lisa Nengah Sutrisna Juliana, 2013, W, Narkoba, Psikotropika dan Gangguan Jiwa, Nuha

Medika, Jakarta

Atkinson Sam, The Psychology Book, Dorling Kinderlsy Limited, New York

T.M Marreli,2008, Buku Saku Dokumentasi Keperawatan Edisi 3, EGC, Jakarta

Pangkalan Ide, 2010, Whole Brain Trainning For Social Interlelligent, PT Elex Media