Regulasi emosi pada sopir bus.

(1)

REGULASI EMOSI PADA SOPIR BUS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Siska Puspita Ningrum B97213111

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran regulasi emosi pada sopir bus. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara yang dilakukan kepada subjek dan significant other dan didukung oleh dokumentasi. Subjek penelitian yaitu 2 orang sopir bus, masing-masing 28 dan 37 tahun. Emosi-emosi yang dialami oleh kedua subjek dalam penelitian ini cukup beragam. Emosi senang, harapan, sedih sampai mengucapkan kata-kata kotor. Hasil penelitian menunjukkan bentuk regulasi emosi yang digunakan oleh kedua subyek yaitu awal tindakan (antecedence focused emotion regulation atau reapprasial). Adapun aspek yang mempengaruhi regulasi emosi adalah pemantauan (monitoring), penilaian

(evaluation), dan kemampuan memodifikasi emosi (modifying emotional reaction). Adapun proses regulasi emosi yang mempengaruhi regulasi emosi adalah seleksi situasi, modifikasi emosi, penyebaran atensi, perubahan kognitif, dan modulasi respon. Adapun strategi regulasi emosi yang mempengaruhi regulasi emosi adalah ruminative thinking, positive refocusing, positif re-evalution, dan refocusing on planning. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi strategi regulasi emosi adalah hubungan interpersonal.


(7)

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the description of emotional regulation on the bus driver. This research uses qualitative method with case study approach. Data collection techniques in this study using the method of observation and interview conducted to the subject and significant other and supported by the documentation. The subjects were 2 bus drivers, 28 and 37 years old. The emotions experienced by both subjects in this study are quite diverse. Emotions happy, hope, sad to say dirty words. The results showed the form of emotional regulation used by both subjects is antecedence focused emotion regulation or reapprasial. The aspects that affect emotional regulation are monitoring, evaluation, and modifying emotional reaction. The emotional regulatory process that affects emotional regulation is situation selection, emotional modification, attention spreading, cognitive change, and response modulation. The emotional regulation strategies that influence emotional regulation are ruminative thinking, positive refocusing, positive re-evaluation, and refocusing on planning. The factors that influence the emotional regulatory strategy are interpersonal relationships.


(8)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... vi

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Emosi 1. Pengertian Emosi ... 13

2. Macam-macam Emosi ... 14

B. Regulasi Emosi 1. Definisi Regulasi Emosi ... 15

2. Bentuk-bentuk Strategi Regulasi Emosi ... 16

3. Aspek Regulasi Emosi ... 17

4. Proses Regulasi Emosi ... 18

5. Strategi Regulasi Emosi ... 20

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Regulasi Emosi ... 21

C.Stres 1. Definisi Stres ... 23


(9)

viii

2. Tahap-tahap Stres ... 25

3. Sumber Stres ... 26

4. Gejala Stres ... 28

5. Jenis Stres ... 29

D.Regulasi Emosi pada Sopir Bus ... 29

E. Kerangka Teori ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 36

B. Lokasi Penelitian ... 38

C. Sumber Data ... 38

D. Cara Pengumpulan Data ... 43

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ... 47

F. Keabsahan Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Partisipan ... 53

B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Temuan Penelitian ... 61

2. Analisis Temuan Penelitian... 85

C. Pembahasan ... 103

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 116


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam menjalankan aktifitas sehari-hari setiap manusia pasti memiliki kebutuhan untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain baik itu dalam kepentingan pendidikan, perdagangan, ataupun pekerjaan. Perpindahan dari satu lokasi ke lokasi yang lain tentunya membutuhkan jarak dan waktu yang harus di tempuh. Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman, manusia mengenal adanya transportasi sebagai sarana untuk membantu menjalankan

aktifitas kesehariannya. “Tak hanya pendidikan dan kesehatan sebagai kebutuhan dasar warga Indonesia sekarang, transportasi keseharian (umum) juga sudah jadi

kebutuhan dasar” (Julaikah, 2004).

Menurut wilayah pelayanannya, angkutan penumpang dengan kendaraan umum, terdiri dari angkutan lintas batas Negara, angkutan Antar Kota Antar Provinsi, angkutan kota, angkutan pedesaan, angkutan perbatasan, angkutan khusus, angkutan taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan lingkungan. Sedangkan menurut sifat operasi pelayanannya, angkutan penumpang dengan kendaraan umum di atas dapat dilaksanakan dalam trayek dan tidak dalam trayek kendaraan bukan umum (Adisasmita, 2015).

Transportasi menggunakan kendaraan umum dalam trayek khususnya menggunakan bus di Surabaya terus mengalami peningkatan jumlah penumpang


(11)

2

yang sangat banyak, tercatat pada tahun 2010 peminat transportasi menggunakan bus sebanyak 13.579.425 penumpang dan terus bertambah hingga mencapai 19.004.100 pada tahun 2016 seperti pada tabel berikut.

Gambar 1

Arus Kendaraan dan Penumpang di Terminal Purabaya Tahun 2010-2016

Sumber : BPS Kota Surabaya

Surabaya memiliki terminal bus Purabaya yang termasuk terminal bus terbesar di Asia tenggara dan merupakan terminal bus tersibuk di Indonesia dengan jumlah penumpang mencapai 120.000 per hari. Hasil pengamatan di lapangan menyatakan bahwa di terminal Purabaya terdapat 25 jalur


(12)

3

keberangkatan bus termasuk AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi), AKAP (Antar Kota Antar Provinsi), dan Bus Malam baik patas maupun ekonomi.

Dari jumlah keseluruhan yakni 25 jalur keberangkatan yang tersedia, yang menjadikan menarik adalah jalur keberangkatan jurusan Surabaya-Yogyakarta dan Surabaya-Semarang yang terbagi ke dalam 2 jalur yakni patas dan ekonomi (www.transSurabaya.com di akses pada 2 Oktober 2016 pukul 17.30).

Dari jumlah 25 keberangkatan bus tersebut terdapat 1 jalur keberangkatan yang paling menarik yaitu jalur keberangkatan Surabaya-Jogjakarta dan Surabaya-Semarang. Jalur keberangkatan ini menjadi menarik sebab di isi oleh armada bus yang seringkali terlibat kecelakaan yaitu Perusahaan Otobus (P.O) Sumber Selamat Group (www.tribunnews.com di akses pada 2 Oktober 2016 pukul 17.30).

PO Sumber Selamat Group adalah perusahaan otobus yang beroperasi pada 1981 yang pada awalnya hanya bermodal 6 armada namun pada tahun ini armada yang dimiliki sudah mencapai 300 buah armada. PO ini memiliki 3 jenis bus yaitu AC Ekonomi (250 armada), Patas (25 armada) dan Pariwisata (25 armada). Bus ini memiliki 3 trayek yaitu Surabaya-Jogjakarta, Surabaya-Semarang, Surabaya-Wonogiri dan yang terbaru adalah Surabaya-Cilacap dan Purwokerto. Armada bus yang mengisi trayek Jogjakarta dan Surabaya-Semarang ini meskipun sering mengalami kecelakaan namun tetap memiliki peminat yang cukup banyak bahkan beroperasi 24 jam dalam sehari sehingga berakibat pada padatnya jadwal keberangkatan bus yang mencapai 10-15 menit


(13)

4

pada hari biasa dan 2-3 menit pada akhir pekan. Padatnya jadwal keberangkatan menjadikan persaingan antar pengemudi bus tiap-tiap armada untuk berebut penumpang hingga terkesan mereka mengemudi ugal-ugalan. (Hasil wawancara dengan Bapak Agus pada 1 Oktober 2016 pukul 10.30)

Waktu tempuh trayek Surabaya-Jogjakarta pulang pergi 17 jam. Sedangkan waktu tempuh Surabaya-Semarang pulang pergi 20 jam. Rata-rata awak bus hanya beristirahat 5 jam. Penghasilan pun bisa dikatakan minim. Sopir mendapat 12 persen, kondektur 8 persen dan kernet 6 persen dari pendapatan bersih PP. Status awak bus bukan karyawan melainkan mitra PO. Porsi pembagian pendapatan 74 persen untuk PO dan 26 persen untuk awak bus. Bila terjadi kecelakaan ringan, kaca spion pecah atau bodi rusak, pengemudi kena klaim PO dan harus mengganti biaya perbaikan. PO akan mengutip klaim dari uang setoran.

Gambar 2

Data kecelakaan yang terjadi pada PO Sumber Selamat Group:

Sumber : Kepala Bagian Personalia PO Sumber Selamat Group dengan data terakhir September 2016

14% 16%

6% 7% 14% 16% 16%

11%

Data Kecelakaan yang pernah terjadi pada PO Sumber Selamat Group 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016


(14)

5

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu sopir bus dari PO Sumber Selamat Group, sopir bus merasa tertekan, letih, jenuh dan frustrasi. Tekanan-tekanan tersebut membuat pengemudi bus seakan berpacu menuju ajal. Dengan pendapatan yang minim, jam kerja yang panjang dan melelahkan. Resiko yang tinggi namun tanpa jaminan kesehatan dan hari tua. Sekali terlibat kecelakaan maut dan menelan banyak nyawa, apabila pengemudi tidak ikut jadi korban tewas, pengemudi harus melunasi hutang kepada PO. Faktor penting yang dibutuhkan dalam upaya kelancaran berlalu lintas adalah pengguna jalannya khususnya angkutan umum (bus), sopir sebagai pengemudi sangat menentukan laju kendaraan dalam berlalu lintas. Dalam hal ini dipundak seorang sopir terletak sejumlah harapan mengenai keamanan, kenyamanan, dan keselamatan para penumpangnya sehingga kedudukan dan peran sopir dipandang sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran dan keselamatan suatu perjalanan hingga sampai ke tujuan.

Salah satu faktor terciptanya kelancaran dan keselamatan didalam berlalu lintas adalah adanya regulasi emosi pada sopir. Regulasi emosi adalah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau tidak lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif (Gross 2007) (dalam Indah dan Elli 2015). Regulasi emosi ini


(15)

6

akan menjadikan pencapaian keseimbangan emosional yang akan dilakukan oleh seseorang baik melalui sikap maupun perilakunya.

Kemampuan regulasi emosi dapat mengurangi emosi-emosi negatif akibat pengalaman-pengalaman emosional serta meningkatkan kemampuan untuk menghadapi ketidakpastian hidup, menvisualisasikan masa depan yang positif dan mempercepat pengambilan keputusan (Barret, Gross, Christensen & Benvenuto, 2001, dalam Muttaqin, 2012).

Hasil studi terdahulu yang dilakukan oleh Gottaman (1997) bahwa pengaplikasian regulasi emosi dalam kehidupan akan membawa dampak yang positif baik dalam kesehatan fisik maupun psikis, juga kemudahan dalam membina hubungan dengan orang lain serta meningkatkan resiliensi. Regulasi emosi menyebabkan individu memiliki keyakinan pada diri sendiri dan kemampuan diri dan menyadari kekuatan serta keterbatasan diri.

Hal ini berkaitan karena adanya fakta bahwa pekerjaan sopir adalah pekerjaan dengan muatan stres yang tinggi. Adanya kenyataan masih banyak masyarakat yang kurang menghormati sesama pemakai jalan, kurang sabar, berdisiplin rendah dan kurang memahami aturan lalu lintas. Hal itu menunjukkan tingkat emosi pengemudi kendaraan perlu mendapat perhatian serius. Oetomo (2006) mengungkapkan dari kasus kecelakaan yang selama ini terjadi di jalan, 70 persen di akibatkan karena faktor manusia. Sementara 30 persen karena faktor lain.


(16)

7

Berdasarkan sedikit wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 28 Maret 2017 diterminal Purabaya Surabaya, mengenai regulasi emosi pada sopir bus diketahui kedua subyek dalam penelitian ini dapat mengendalikan emosi dan perilakunya ketika bekerja. Hal ini dikarenakan kedua subyek lebih memilih memendam dan berusaha menahan emosinya dengan bercanda dengan crewyang lain. Kedua subyek tidak ingin mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan, karena kedua subyek menyadari bahwa mereka bekerja membawa banyak nyawa manusia yang harus mereka antarkan sampai ke tujuan. Kedua subyek juga memilih untuk tidak bekerja terlebih dahulu jika masalah yang mereka alami belum selesai, meskipun mereka harus mendapatkan klaim 300.000 dari kantor.

Kepala Dinas Lalu Lintas Aturan Jalan (DLLAJ) Provinsi Jawa Tengah Suharto mengemukakan, salah satu faktor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yaitu emosi pengemudi yang tidak terkendali karena target jam dan setoran yang harus dipenuhi. Dari fakta tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi regulasi emosi pada sopir yang berpengaruh pada terjadinya kecelakaan lalu lintas.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka fokus penelitian yang dapat diajukan adalah:

1. Bagaimana gambaran emosi pada sopir bus?


(17)

8

3. Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi strategi regulasi emosi pada sopir bus?

C. Tujuan Penelitian

Adapun dari pemaparan diatas maka penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui gambaran emosi pada sopir bus.

2. Untuk mengetahui bentuk strategi regulasi emosi pada sopir bus.

3. Untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi strategi regulasi emosi pada sopir bus.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa : 1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan terkait dengan psikologi klinis.

b. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan bisa digunakan oleh peneliti selanjutnya yang ingin meneliti kasus dengan aspek yang hampir sama sebagai pemahaman awal bagaimana menghadapi dan melakukan pendekatan terhadap regulasi emosi pada sopir bus.

c. Sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya pengembangan strategi regulasi emosi pada sopir bus.


(18)

9

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi masyarakat untuk memahami berbagai gejolak emosi pada sopir bus.

b. Bagi managemen PO (Perusahaan Otobus) agar mendapatkan pemahaman lebih tentang emosi pada sopir bus dan penanggulangannya.

E. Keaslian Penelitian

Untuk membedakan dan mendukung dalam penelitian ini, peneliti telah menemukan beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Diantara penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan tema dengan penelitian ini adalah:

1. penelitian yang dilakukan oleh Erlina Listiyanti Widuri (2012) dengan judul regulasi emosi dan resiliensi pada mahasiswa tahun pertama. Diperoleh hasil menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara regulasi emosi dan resiliensi.

2. Penelitian selanjutnya oleh Mekar Duwi Indah Sari dan Elli Nur Hayati (2015) dengan judul regulasi emosi pada penderita HIV/AIDS. Diperoleh hasil menunjukkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi penggunaan regulasi emosi penderita HIV/AIDS adalah dukungan sosial (Social Support).

3. Penelitian selanjutnya oleh Wulan Kurniasih dan Wiwien Dinar Pratisti (2013) dengan judul regulasi emosi remaja yang diasuh secara otoriter oleh orang tuanya. Diperoleh hasil bahwa remaja cenderung menggunakan strategi regulasi emosi yang positif dalam menghadapi permasalahan di lingkungan


(19)

10

keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat seperti kembali fokus pada perencanaan awal, fokus pada hal-hal positif, bersedia menerima peristiwa apapun sebagai bagian dari kehidupannya, mengevaluasi peristiwa yang dihadapi secara lebih positif, dan berusaha menempatkan peristiwa yang dihadapi sesuai dengan perspektifnya meskipun kadang-kadang masih menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, mencoba memahami kembali dan katastrop.

4. Penelitian selnjutnya oleh Wiwien Dinar Pratisti (2012) dengan judul peran kehidupan emosional ibu, budaya dan karakteristik remaja pada regulasi emosi remaja. Diperoleh hasil bahwa kehidupan emosional ibu, budaya serta karakteristik remaja berpengaruh pada regulasi emosi remaja.

5. Penelitian selanjutnya oleh Wiwien Dinar Pratisti (2011) dengan judul peran kehidupan emosional ibu dalam perkembangan regulasi emosi anak. Diperoleh hasil bahwa kehidupan emosional seorang ibu dapat mempengaruhi perkembangan emosi pada anak dan menjadi prediktor bagi perkembangan regulasi emosi anak.

6. Penelitian selanjutnya oleh Ely nur Lailatul Farida (2016) mahasiswi Program Studi Psikologi dan Ilmu Kesehatan dengan judul regulasi emosi pasca kematian pasangan hidup pada usia dewasa akhir. Dari hasil penelitian bahwa emosi-emosi yang dirasakan lansia janda pasca kematian pasangan hidupnya bermacam-macam. Emosi sedih, terkejut, dan harapan dirasakan dan diekspresikan oleh kedua subyek ketika menghadapi kematian pasangan


(20)

11

hidupnya. Temuan peneliti mengenai aspek regulasi emosi yang terdapat pada usia dewasa akhir/lansia adalah pemantauan (monitoring), penilaian (evaluation), dan kemampuan memodifikasi emosi. Temuan peneliti yang lainya tentang proses regulasi emosi yang terdapat pada usia dewasa akhir pasca kematian pasangan hidupnya yakni seleksi situasi, modifikasi situasi, fokus/menjaga perhatian, merubah kognitif dan memodulasi respon. Strategi regulasi emosi yang digunakan oleh subyek adalah self blame, acceptance, ruminative thinking, positif refocusing, refocusing on planning, catrophobizing dan blamed others. Dan faktor yang mempengaruhi subyek dalam meregulasi emosi pasca kematian pasangan hidupnya yaitu pola asuh dan hubungan interpersonal.

7. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Adinda Istiqomah (2014), mahasiswi Program Studi Psikologi dan Ilmu Kesehatan dengan judul “Regulasi Emosi

Ibu yang Memiliki Anak Autis”. Dari hasil penelitian itu didapatkan hasil

bahwa ibu dengan anak autis tersebut memiliki emosi yang sangat beragam. Strategi regulasi emosi yang digunakan oleh subyek adalah blaming other, acceptance, positive refocusing, refocusing on planning dan tindakan lainnya. Selain itu faktor pola asuh, hubungan interpersonal dan perbedaan individual juga turut mempengaruhi strategi regulasi emosi yang digunakan oleh masing-masing subyek.

Melihat beberapa hasil penelitian di atas, maka penelitian ini memiliki kesamaan yaitu sama-sama meneliti tentang regulasi emosi. Adapun


(21)

12

perbedaaan dengan penelitian terdahulu adalah subjek yang akan diteliti adalah sopir bus, sedangkan pada penelitian terdahulu tidak ada yang membahas tentang regulasi emosi pada sopir bus, melainkan tentang regulasi emosi dan resiliensi pada mahasiswa tahun pertama, regulasi emosi pada penderita HIV/AIDS, regulasi emosi remaja yang diasuh secara otoriter oleh orang tuanya, peran kehidupan emosional ibu, budaya dan karakteristik remaja pada regulasi emosi remaja, peran kehidupan emosional ibu dalam perkembangan regulasi emosi anak, regulasi emosi pasca kematian pasangan hidup pada usia dewasa akhir, dan Regulasi Emosi Ibu yang Memiliki Anak Autis.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Emosi

1. Pengertian Emosi

Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Daniel Goleman (2002) mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Chaplin (2002, dalam Safaria, 2009) merumuskan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Maramis

(2009) dalam bukunya “Ilmu Kedokteran Jiwa” mendefinisikan emosi sebagai

suatu keadaan yang kompleks yang berlangsung tidak lama yang mempunyai komponen pada badan dan pada jiwa individu tersebut.

Emosi menurut Rakhmat (2001) menunjukkan perubahan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis.


(23)

14

Kesadaran apabila seseorang mengetahui makna situasi yang sedang terjadi. Jantung berdetak lebih cepat, kulit memberikan respon dengan mengeluarkan keringat dan napas terengah-engah termasuk dalam proses fisiologis dan terakhir apabila orang tersebut melakukan suatu tindakan sebagai suatu akibat yang terjadi.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah pengalaman sadar, kompleks dan meliputi unsur perasaan, yang mengikuti keadaan-keadaan psikologis dan mental yang muncul serta penyesuaian batiniah dan mengekspresikan dirinya dalam tingkah laku yang nampak.

2. Macam-macam Emosi

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Lazarus, Descrates, JB Watson dan Daniel Goleman. Menurut Lazarus (1991, dalam Salamah) emosi-emosi yang terdapat pada seorang individu, yaitu:

anger (marah), anxiety (cemas), fright (takut), jealously (perasaan bersalah),

shame (malu), disgust (jijik), happiness (gembira), pride (bangga), relief

(lega), hope (harapan), love (kasih sayang), dan compassion (kasihan).

Sedangkan menurut Descrates (dalam Gunarsa 2003), ada 6 emosi dasar pada setiap individu, terbagi atas : desire (hasrat), hate (benci), sorrow

(sedih/duka), wonder (heran atau ingin tahu), love (cinta) dan joy

(kegembiraan). sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), rage (kemarahan), Love (cinta).


(24)

15

Selain itu Daniel Goleman (2002, dalam Yuliani, 2013) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Goleman (2002) juga menyatakan bahwa perilaku individu yang muncul sangat banyak diawarnai emosi. Emosi dasar individu mencakup emosi positif dan emosi negatif. Emosi negatif yaitu perasaan-perasaan yang tidak di inginkan dan menjadikan kondisi psikologis yang tidak nyaman.

B. Definisi Regulasi Emosi

Menurut Thompson (1994), regulasi emosi terdiri dari proses ekstrinsik dan intrinsik yang bertanggungjawab untuk mengawasi, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi untuk menyelesaikan suatu tujuan. Menurut Reivich dan Shatte (2002), regulasi adalah kemampuan untuk tenang di bawah tekanan. Ketenangan (calming) dan fokus (focusing) merupakan bagian dari kemampuan tersebut. individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini mampu membantu meredakan emosi, memfokuskan pikiran - pikiran yang mengganggu dan mengurangi stress.

Menurut Gross (Gross, Thompson, 2006), regulasi emosi adalah proses individu mengatur emosinya, bagaimana mengalaminya dan mengungkapkannya. Regulasi emosi adalah strategi yang dilakukan secara sadar dan di bawah sadar untuk meningkatkan, mempertahankan, atau mengurangi satu atau lebih komponen dari respon emosional. Komponen-komponen tersebut terdiri dari perasaan, perilaku, dan respon fisiologis yang membentuk emosi (Gross, 1999).


(25)

16

Menurut Gross (1999), regulasi emosi memiliki tiga aspek. Pertama, regulasi emosi dilakukan pada emosi negatif maupun positif. Kedua, regulasi emosi dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Terakhir, regulasi emosi mampu mengurangi stres atau mengubah stressor.

Regulasi emosi merupakan kumpulan berbagai proses tempat emosi diatur. Proses regulasi emosi dapat berlangsung secara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari. Proses regulasi emosi berefek pada satu atau lebih proses yang membangkitkan emosi. Regulasi emosi terdiri dari dua tipe yaitu regulasi emosi intrinsikdan regulasi emosi ekstrinsik (Gross,Thompson, 2006).

Regulasi emosi instrinsik adalah individu berusaha untuk menutupi emosi kita misalnya tidak ingin terlihat seperti marah. Pada pengaturan emosi ekstrinsik adalah saat kita berusaha mengatur emosi seseorang misalnya kita berusaha menghilangkan rasa sedih anak dengan memberikan mainan.

Dari definisi-definisi yang dijelaskan maka dapat disimpulkan regulasi emosi adalah kemampuan mengatur emosi dengan cara meningkatkan, mempertahankan atau mengurangi komponen dari respon emosi sehingga mampu membantu meredakan emosi, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu dan mengurangi stress.

C. Bentuk-bentuk Regulasi Emosi

Menurut Gros dan John (2003) ada dua bentuk dalam strategi regulasi emosi, yaitu :


(26)

17

1. Awal tindakan (antecedence focused emotion regulation atau reapprasial). Regulasi awal terdiri dari perubahan berpikir tentang situasi untuk menurunkan dampak emosional. Regulasi awal dianggap lebih efektif daripada regulasi akhir karena regulasi awal mengurangi pengalaman dan perilaku pengungkapan emosi yang tidak mempunyai dampak pada memori. 2. Regulasi yang terjadi pada akhir tindakan (response focused emotion

regulation atau suppresion)

Regulasi akhir menghambat keluarnya tanda-tanda emosi. Regulasi akhir mengurangi pengungkapan perilaku, gagal dalam mengurangi pengalaman emosi, mempengaruhi memori dan menaikkan respon fisiologis antara orang yang bersangkutan dengan lingkungan sosialnya.

D. Aspek-aspek Regulasi Emosi

Thompson (1994, dalam Mawardah, dkk) mengungkapkan terdapat beberapa aspek dalam regulasi emosi. Aspek-aspek regulasi emosi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pemantauan (monitoring), yaitu kemampuan yang berhubungan dengan pembuatan suatu keputusan oleh individu terhadap langkah apa yang akan digunakan untuk menghadapi segala bentuk emosi pikirannya.

b. Penilaian (evaluation), yaitu individu memberikan penilaian baik itu positif atau negatif atas segala peristiwa yang dihadapi sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya dan bagaimana menggunakan pengetahuannya tersebut sesuai dengan harapannya. Penilaian positif dapat mengelola emosi secara


(27)

18

baik, sehingga terhindar dari pengaruh-pengaruh emosi negatif yang dapat membuat individu bertindak diluar harapannya.

c. Kemampuan memodifikasi emosi (modifying emotional reactions), yaitu suatu kemampuan untuk merubah emosi kearah yang lebih baik dengan mengubah pengaruh negatif yang masuk menjadi dorongan dalam diri agar menjadi individu dengan motivasi perubahan kearah positif, dan kemudian diterapkan dalam perilaku atas respon yang dipilihnya.

E. Proses Regulasi Emosi

Menurut Gross (1999), terbentuknya regulasi emosi dilihat melalui proses serangkaian model. Adapun model-model regulasi emosi adalah:

1. Seleksi Situasi

Seleksi situasi mengacu pada pilihan dari keadaan dengan mempertimbangkan konsekuensi ke depannya untuk respon emosional yang akan terjadi. Individu seringkali menyadari lintasan emosi yang cenderung dipakai selama periode waktu tertentu (misalnya sehari). Kesadaran ini dapat memotivasi individu untuk mengambil langkah-langkah untuk mengubah kegagalan lintasan emosional melalui seleksi situasi. Contoh seleksi situasi adalah ketika seseorang yang berusaha keras untuk menghindari situasi yang akan membawanya berhadapan dengan mantan pasangan atau mantan kekasih. Contoh lain adalah individu secara aktif mencari situasi yang akan memberikan kontak dengan teman-teman ketika membutuhkan kesempatan untuk melampiaskan dan / atau berbagi emosi positif.


(28)

19

2. Modifikasi Situasi

Modifikasi situasi adalah mengatur situasi di sekitar untuk memunculkan emosi yang diharapkan. Memodifikasi situasi dilakukan secara eksternal atau pada lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, jika seseorang ingin membuat situasi makan malam yang romantis maka dia akan meyediakan lilin, musik yang membuat suasana romantis, memilih tempat makan yang romantis juga. Hal ini akan mempengaruhi emosi menjadi merasakan hal yang romantik. 3. Penyebaran Atensi

Penyebaran atensi mempengaruhi tanggapan emosional dengan mengalihkan perhatian dalam situasi tertentu. Penyebaran atensi mencakup penarikan perhatian fisik (misalnya, meliputi mata atau telinga), pengalihan internal perhatian (misalnya, melalui gangguan), dan menanggapi pengalihaan eksternal perhatian (misalnya, pengalihan orangtua dari seorang anak lapar dengan menceritakan anak cerita yang menarik).

4. Perubahan kognitif

Perubahan kognitif mengacu pada perubahan satu atau lebih dari penilaian ini dengan cara mengubah makna emosional situasi itu. Mengubah cara orang berpikir baik tentang situasi itu sendiri atau sekitar kapasitas seseorang untuk mengelola tuntutan sikap itu.


(29)

20

5. Modulasi respon (pengalaman, perilaku dan fisiologis)

Modulasi respon mempengaruhi fisiologis, pengalaman, atau respon perilaku relative langsung. Bentuk respon pada modulasi respon terjadi dengan melibatkan penghambatan perilaku ekspresif emosional berlangsung.

F. Strategi Regulasi Emosi

Menurut Garnefski (dalam Jektaji, dkk, 2015) terdapat beberapa strategi dalam melakukan regulasi emosi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Self blame, adalah menyalahkan diri sendiri, maksudnya disini lebih mengacu pada pola pikir yang menyalahkan dirinya sendiri.

2. Acceptance, mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas kejadian yang menimpa dirinya

3. Ruminative thinking, individu cenderung selalu memikirkan perasaan yang berhubungan dengan situasi yang sedang terjadi. Nolen menyatakan Ruminative cenderung berasosiasi dengan tingkat depresi yang tinggi. 4. Positive refocusing, kecenderungan individu lebih memikirkan hal-hal yang

menyenangkan dan menggembirakan daripada memikirkan situasi yang terjadi. Berfokus pada hal-hal yang positif.

5. Refocusing on planning, adalah pemikiran terhadap langkah apa yang akan diambil dalam menghadapi peristiwa negatif yang dialami. Dimensi ini terjadi hanya pada tahap kognitif, dan tidak sampai ketahap pelaksanaannya. 6. Positif re-evaluation, adalah kecenderungan mengambil makna positifdari


(30)

21

7. View of, kecenderungan individu untuk bertindak acuh atau meremehkan orang lain.

8. Catastrophobizing, adalah kecenderungan individu menganggap bahwa hanya dirinya yang lebih tidak beruntung dari situasi yang sudah terjadi. 9. Blamed others, pola pikir yang menyalahkan orang lain atas kejadian yang

menimpa dirinya.

Dari beberapa penjelasan diatas bahwa strategi regulasi emosi yang baik menurut Garnefski untuk dilakukan yaitu acceptance, positif refocusing, refocusing on planning, positif re-evaluation, dan view of, karena strategi tersebut mengarah pada pemikiran yang positif dan rasa percaya diri yang tinggi, serta rasa kecemasan yang rendah. Sedangkan strategi regulasi emosi yang buruk menurut Garnefski adalah self blame, ruminative thinking, catastrophobizing dan blamed others, dikarenakan strategi tersebut lebih mengarah kepada perasaan yang negatif dan rendahnya rasa percaya diri serta kecemasan yang berlebihan.

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Regulasi Emosi

Menurut Salovey dan Skufter 1997 (dalam Farida, 2016) terdapat beberapa hal yang mempengaruhi strategi regulasi emosi, antara lain adalah :

1. Usia

Beberapa penelitian menyatakan bahwa seiring berjalannya usia, makan semakin dewasa individu semakin adaptif strategi regulasi emosi yang digunakan (Gross, Richard & John, 2004).


(31)

22

2. Jenis kelamin

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Karista, menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin berhubungan dengan strategi regulasi emosi yang digunakan. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa laki-laki dewasa muda lebih banyak menyalahkan diri sendiri saat meregulasi emosinya, sedangkan perempuan dewasa muda lebih sering menyalahkan orang lain. 3. Poal asuh

Pola asuh dalam keluaraga mensosialisasikan perasaan dan pikiran mengenai emosi secara positif akan berdampak positif pula bagi keluarga itu sendiri. 4. Hubungan interpersonal

Hal ini dapat mempengaruhi regulasi emosi. Apabila emosi individu meningkat maka timbul keinginan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan dengan berinteraksi melalui lingkungan dan individu lainnya.

5. Pengetahuan mengenai emosi. Pengetahuan tersebut sangat penting dilakukan sejak dini ,agar di masa mendatang individu sudah memiliki pengetahuan tentang emosi diri sendiri maupun orang lain, sehingga dapat membantu mereka untuk melakukan regulasi emosi secara lebih adaptif.

6. Perbedaan individual. Dipengaruhi juga oleh tujuan, frekuensi, dan kemampuan individu.


(32)

23

H. Stres

1. Definisi Stres

Kata “stres” bisa diartikan berbeda bagi tiap-tiap individu. Sebagian individu mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan atau respon emosional. Para psikolog juga mendefinisikan stres dalam berbagai bentuk. Stres bisa mengagumkan, tetapi bisa juga fatal. Semuanya tergantung kepada para penderita.

Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan, stres psikologis adalah sebuah hubungan antara individu dengan lingkungan yang dinilai oleh individu tersebut sebagai hal yang membebani atau sangat melampaui kemampuan seseorang dan membahayakan kesejahteraannya.

Stres juga bisa berarti ketegangan, tekanan batin, tegangan, dan konflik yang berarti:

a. Satu stimulus yang menegangkan kapasitas-kapasitas (daya) psikologis atau fisiologis dari suatu organisme.

b. Sejenis frustasi, di mana aktifitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah diganggu oleh atau dipersukar, tetapi terhalang-halangi; peristiwa ini biasanya disertai oleh perasaan was-was kuatir dalam percapaian tujuan.

c. Kekuatan yang diterapkan pada suatu sistem, tekanan-tekanan fisik dan psikologis yang dikenakan pada tubuh dan pada pribadi.


(33)

24

d. Satu kondisi ketegangan fisik atau psikologis disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan dan kecemasan.

Menurut Robert S. Fieldman (1989) stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stress dapat saja positif (misalnya: merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh: kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressfull event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu.

Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau Teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebutpositif atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu (Issac, 2004)

Stres adalah reaksi atau respons psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subyektif terhadapat stres. Konteks yang


(34)

25

menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres, semuanya sebagai sistem (WHO,158).

Maka peneliti dapat menyimpulkan tentang definisi stres di atas yaitu: stres adalah suatu keadaan yang membebani atau membahayakan kesejahteraan penderita, yang dapat meliputi fisik, psikologis, sosial atau kombinasinya.

2. Tahap-Tahap Stres

Menurut Hans Selye (1950) stress adalah respon tubuh yang bersifat non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban di atasnya. Selye memformulasikan konsepnya dalam General Adaptation Syndrome (GAS). GAS ini berfungsi sebagai respon otomatis, respon fisik, dan respon emosi pada seorang individu. Selye mengemukakan bahwa tubuh kita bereaksi sama terhadap berbagai stressor yang tidak menyenangkan, baik sumber stress berupa serangan bakteri mikroskopi, penyakit karena organisme, perceraian ataupun kebanjiran.

Model GAS menyatakan bahwa dalam keadaan stress, tubuh kita seperti jam dengan system alarm yang tidak berhenti sampai tenaganya habis. Respon GAS ini dibagi dalam tiga fase, yaitu:

a. Reaksi waspada (alarm reaction stage) adalah persepsi terhadap stresor yang muncul secara tiba-tiba akan munculnya reaksi waspada. Reaksi ini menggerakkan tubuh untuk mempertahankan diri. Diawali oleh otak dan diatur oleh sistem endokrin dan cabang simpatis dari sistem saraf


(35)

26

autonom. Reaksi ini disebut juga reaksi berjuang atau melarikan diri

(fight-or-flight reaction).

b. Reaksi Resistensi (resistance stage) adalah tahap di mana tubuh berusaha untuk bertahan menghadapi stres yang berkepanjangan dan menjaga sumber-sumber kekuatan (membentuk tenaga baru dan memperbaiki kerusakan). Merupakan tahap adaptasi di mana sistem endokrin dan sistem simpatis tetap mengeluarkan hormon-hormon stres tetapi tidak setinggi pada saat reaksi waspada.

c. Reaksi Kelelahan (exhaustion stage) adalah fase penurunan resistensi, meningkatnya aktivitas para simpatis dan kemungkinan deteriorasi fisik. Yaitu apabila stresor tetap berlanjut atau terjadi stresor baru yang dapat memperburuk keadaan. Tahap kelelahan ditandai dengan dominasi cabang parasimpatis dari ANS. Sebagai akibatnya, detak jantung dan kecepatan nafas menurun. Apabila sumber stres menetap, kita dapat

menngalami “penyalit adaptasi” (disease of adaptation), penyakit yang rentangnya panjang, mulai dari reaksi alergi sampai penyakit jantung, bahkan sampai kematian.

3. Sumber Stres

Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stres


(36)

27

pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya.

Empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres:

a. Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang mengurangi intensitas respon stres

b. Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi. c. Persepsi: pendangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini

dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respon stres.

d. Respon koping: ketersediaan dan efektifitas mekanisme mengikat ansietas, dapat menambah atau mengurangi respon stres.

Sumber stres yang dapat menjadi pemicu munculnya stres pada individu yaitu:

a. Stressor atau Frustrasi Eksternal (Frustrasi = kekecewaan yang mendalam).

Stressor eksternal : berasal dari luar diri seseorang, misalnya perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, tekanan dari pasangan.


(37)

28

b. Stressor atau Frustrasi Internal

Stressor internal : berasal dari dalam diri seseorang, misalnya demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah.

4. Gejala Stres

Menurut Robert S. Fieldman (1989) stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku.

Taylor (1991) menyatakan, stress dapat menghasilkan berbagai respon. Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna sebagai indikator terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang dialami individu.

Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu:

a. Respon fisiologis, dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.

b. Respon kognitif, dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.

c. Respon emosi, dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.


(38)

29

d. Respon tingkah laku, dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang menekan.

5. Jenis Stres

Jenis-jenis Stres menurut Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis

stres menjadi dua, yaitu:

a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.

b. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit.

I. Regulasi Emosi pada Sopir Bus

Dalam menjalankan aktifitas sehari-hari setiap manusia pasti memiliki kebutuhan untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain baik itu dalam kepentingan pendidikan, perdagangan, ataupun pekerjaan. Perpindahan dari satu lokasi ke lokasi yang lain tentunya membutuhkan jarak dan waktu yang harus di tempuh. Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman, manusia mengenal adanya transportasi sebagai sarana untuk membantu menjalankan


(39)

30

dasar warga Indonesia sekarang, transportasi keseharian (umum) juga sudah jadi

kebutuhan dasar”.

Kebutuhan akan transportasi yang semakin meningkat membuat para PO (Perusahaan Otobus) melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhan para konsumennya seperti penambahan armada, perluasaan trayek, serta perekrutan besar-besaran terhadap crew. Seperti yang terjadi pada PO Sumber Selamat Group yang kini telah memiliki armada bus sejumlah 300 armada. Dulunya PO ini hanya memiliki 6 buah armada saja. Perluasaan trayek pun juga di lakukan, jika sebelumnya PO ini hanya melayani rute Surabaya-Jogjakarta, Surabaya Semarang dan Surabaya-Wonogiri, kini mulai memperluas trayeknya dengan menjalankan armada trayek Surabaya-Cilacap dan Surabaya-Purwokerto dengan bus Executive Class Sugeng Rahayu by Golden Star.

Perekrutan para Crew pun juga dilakukan besar-besaran. Bisa kita lihat di terimanl-terminal Surabaya-Jogjakarta atau Semarang pasti akan kita temui banner besar yang bertuliskan lowongan pekerjaan di PO Sumber Selamat Group sebagai Sopir, Kondektur maupun kernet. Bahkan dalam wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, per tanggal 30 september 2016 PO ini menutup lowongan di bagian kernet karena jumlahnya yang sudah banyak.

Dari jumlah 300 armada yang dimiliki oleh PO Sumber Selamat Group saat ini, maka akan menyebabkan kepadatan jadwal keberangkatan dari Terminal Purabaya Surabaya. Jadwal keberangkatan ini dibagi menjadi 3 shift atau dalam bahasa PO dibagi menjadi 3 Roaster. Roaster I berangkat dari Surabaya pada jam


(40)

31

00.30 – 09.30 dengan jumlah ± 100 armada bus. Sedangkat Roaster II berangkat dari Surabaya pada jam 09.300-16.00 dan Roaster III dari jam 16.00 – 00.30. PO ini beroperasi selama 24 jam, sehingga jam keberangkatan dari terminal Purabaya hanya berselisih 10-15 menit pada hari Senin-Kamis dan 2-3 menit pada hari Jumat-Minggu. (Hasil wawancara dengan Bapak Agus pada tanggal 1 Oktober 2016 pukul 10.30)

Dari kepadatan jadwal inilah yang membuat para sopir harus memacu kendaraannya dengan cepat agar setoran dan jam datang maupun istirahatnya bisa terpenuhi. Sehingga tak jarang banyak sopir yang menjalankan kendaraannya dengan ugal-ugalan. Namun di balik ugal-ugalannya para sopir bus ini, masih banyak penumpang yang tertarik untuk menaikinya. Wawancara yang dilakukan peneliti kepada para penumpang jurusan Surabaya-Jogjakarta contohnya. Beliau menceritakan bahwa meskipun bus ini terkenal ugal-ugalan namun tetap menjadi primadona. Alasannya adalah ketepatan waktu sampai tujuan, armada yang nyaman serta pelayanan dari pada crew yang ramah.

Inilah mengapa para sopir bus sangatlah membutuhkan regulasi emosi. Regulasi emosi yang dimaksud lebih kepada kemampuan individu dalam mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Regulasi emosi ini lebih pada pencapaian keseimbangan emosional yang dilakukan oleh seseorang baik melalui sikap dan perilakunya (Widuri, 2012).


(41)

32

Sedangkan menurut (Gross dan Thompson, 2007 dalam oktavia dewi kusumaningrum, 2012) mengemukakan regulasi emosi adalah sekumpulan berbagai proses tempat emosi diatur. Proses regulasi emosi dapat otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan dapat memiliki efek pada satu atau lebih proses yang membangkitkan emosi. Emosi adalah proses yang melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu.

Regulasi emosi melibatkan perubahan dalam dinamika emosi, atau waktu munculnya, besarnya lamanya dan mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mengurangi, memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu.

Menurut (Cole, dkk.,2004 dalam oktavia dewi kusumaningrum, 2012) ada dua jenis pengaturan emosi yaitu emosi sebagai pengatur dan emosi yang diatur. Emosi sebagai pengatur menunjukkan adanya perubahan yang tampak sebagai hasil dari emosi yang aktif, sedangkan emosi yang diatur berhubungan dengan perubahan jenis emosi aktif, termasuk perubahan dalam pengaturan emosi itu sendiri, intensitas serta durasi emosi yang terjadi dalam individu, seperti mengurangi stres dengan menenangkan diri.

Maka agar para sopir bus mampu untuk mengatur emosinya, diperlukan kemampuan regulasi emosi agar dampak negatif seperti kecelakaan lalu lintas di jalan dapat di minimalisir. Sehingga para para sopir dapat menjaga keselamatan dalam berlalu lintas dari segi sopir bus itu sendiri maupun pengguna jalan lainnya.


(42)

33

J. Kerangka Teori

Proses pengendalian emosi ini disebut dengan proses regualasi emosi. Proses regulasi emosi merupakan kemampuan individu untuk tetap menjaga ketenangan dalam kondisi apapun bahkan saat mengalami situasi yang tertekan (Gross, 2001).

Pendapat lain tentang regulasi emosi yang dikemukakan oleh Greenberg & Stone (dalam Mawardah, 2014) adalah suatu kemampuan individu dalam mengekspresikan emosi baik lisan maupun tulisan, dimana hal tersebut bisa membantu individu meningkatkan kesejahteraan yang bisa mendatangkan kebahagiaan individu. Selain itu regulasi emosi bisa membantu fungsi fisik pada individu ketika menghadapi situasi yang traumatik sehingga tidak sampai terjadi stress.

Regulasi emosi bersifat spesifik tergantung keadaan yang dialami seseorang. Dari regulasi emosi ini bisa juga meningkatkan atau mengurangi ataupun memelihara emosi tergantung dari tujuan individu itu sendiri. Proses regulasi emosi sendiri dapat dilakukan secara otomatis maupun secara kontrol bahkan dapat ia sadari maupun tidak disadari oleh individu itu sendiri (Gross dan Thompson, 2007).

Dengan demikian regulasi emosi ini sangatlah penting bagi setiap individu dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada agar tidak sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Sehingga ketika sopir bus menghadapi menghadapi kondisi di jalan ketika


(43)

34

menjalankan profesinya diharapkan untuk mampu mengelola emosi-emosi yang negatif, seperti stres, marah bahkan frustasi agar tidak sampai terjadi dalam waktu yang lama agar sopir bus telah terbiasa untuk mengontrol emosi jika dihadapkan pada kejadian yang bisa membuat individu tertekan.

Garnefski (2002, dalam Jekjati) memperkenalkan ada sembilan strategi regulasi emosi, antara lain menyalahkan diri sendiri (Self-Blame), menyalahkan orang lain (blame others), penerimaan (acceptance), fokus semula secara positif

(positif refocusing), terlalu memikirkan (rumination), menilai semula secara positif (positive reappraisal), meletakkan pada perspektif yang benar (putting into reappraisal), dan memikirkan musibah (catastrophobizing).


(44)

35

Gambar 3. Kerangka Teori Regulasi Emosi pada Sopir Bus Tekanan pada sopir bus: 1. Waktu tempuh yang mepet 2. Target setoran

3. Jam istirahat yang kurang 4. Pendapatan yang minim

5. Tidak ada jaminan keselamatan atau kesehatan

6. Banyaknya klaim pelanggaran

STRES


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menekankan pada kualitas atau hal yang terpenting suatu barang atau jasa. Hal terpenting tersebut bisa berupa kejadian, fenomena, dan gejala sosial. Dari beberapa hal tersebut akan memiliki makna yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pengembangan konsep teori peneliti (Ghony & Almansyur, 2012). Tujuan utama pada penelitian ini adalah ingin menggambarkan bagaimana gambaran emosi, bentuk strategi regulasi emosi, aspek regulasi emosi, proses regulasi emosi apa saja yang terdapat pada sopir bus, dan faktor- faktor yang mempengaruhi strategi regulasi emosi pada sopir bus.

Oleh karena itu peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Sesuai dengan pendapat Ghony (2012) yang menyatakan bahwa tujuan terpenting dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena yang dialami subyek penelitian, seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. Selain itu juga mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Menurut Poerwandari (2005) studi kasus digunakan untuk memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan


(46)

37

dimensi dari kasus tersebut tanpa bermaksud untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori-teori atau tanpa upaya menggeneralisasikan.

Dalam penelitian ini adalah pada sopir bus dalam berkendara di jalan raya. Peneliti memilih subyek penelitian sopir bus dari PO Sumber Selamat Group karena pekerjaan seorang sopir adalah pekerjaan yang memiliki muatan stres yang tinggi dikarenakan jam yang mepet dan kejar setoran. Jadwal keberangkatan yang padat dan dibagi menjadi 3 shift atau dalam bahasa PO dibagi menjadi 3 Roaster. Roaster I berangkat dari Surabaya pada jam 00.30 – 09.30 dengan jumlah ± 100 armada bus. Sedangkat Roaster II berangkat dari Surabaya pada jam 09.30-16.00 dan Roaster III dari jam 16.00 – 00.30. PO ini beroperasi selama 24 jam, sehingga jam keberangkatan dari terminal Purabaya hanya berselisih 10-15 menit pada hari Senin-Kamis dan 2-3 menit pada hari Jumat-Minggu.

Selain itu, bus merupakan salah satu moda transportasi yang tak hanya memuat 1 atau 2 orang saja dalam 1 bus namun berpuluh orang. Dalam hal ini dipundak seorang sopir terletak sejumlah harapan mengenai keamanan, kenyamanan, dan keselamatan para penumpangnya sehingga kedudukan dan peran sopir dipandang sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran dan keselamatan suatu perjalanan hingga sampai ke tujuan. Dan juga adanya kenyataan masih banyak masyarakat yang kurang menghormati sesama pemakai jalan, kurang sabar, berdisiplin rendah dan kurang memahami aturan lalu lintas.


(47)

38

B. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini subyek utama adalah sopir bus dari PO Sumber Selamat Group. Penelitian ini dilakukan di terminal Purabaya Surabaya karena tempat yang mudah di jangkau dan kedua subyek yang lebih banyak menghabiskan waktunya di terminal.

C. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2008), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain sebagainya. Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data. Terdapat dua jenis sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder (Bungin,2001).

Data primer adalah data yang berupa tindakan atau perilaku subjek utama. Subjek utama dalam penelitian ini adalah sopir bus dari PO Sumber Selamat Group. Disamping peneliti mendapatkan sumber data primer dari subjek utama, peneliti juga menggunakan second opinion. Second opinion digunakan untuk mengkoreksi hasil wawancara yang telah dilakukan kepada subjek utama. Adapun subjek untuk second opinion adalah kernet bus. Sedangkan data sekunder adalah data yang berasal dari informan sebagai penguat data primer atau yang disebut sebagai subjek partisipan. Subjek partisipan yaitu orang yang hidup disekitar subjek dan teori-teori yang terkait dengan fokus penelitian yang digunakan penelitian. Sumber data dari kasus tertentu tersebut tidak dapat dan


(48)

39

tidak bertujuan untuk digeneralisasikan, sehingga data penelitian tersebut sifatnya tekstual dan konseptual.

Menurut Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005) prosedur pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik (1) diarahkan tidak pada sampel yang besar, melainkan kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian; (2) tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian, dan (3) tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak) melainkan kecocokan konteks.

Pengambilan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memilih subjek dan informan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Dengan pengambilan subjek secara purposive (berdasarkan kriteria yang ditentukan), maka penelitian ini menemukan subjek yang sesuai dengan tema penelitian.

Adapun kriteria utama dari subjek penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berusia minimal 28 tahun

Kriteria sujek dengan usia minimal 28 tahun dikarenakan syarat penerimaan sopir bus di PO Sumber Selamat Group adalah 28 tahun, selain itu karena pada usia 28 tahun seseorang sudah mencapai tahapan perkembangan dewasa dini. Harlock (1981) menyatakan bahwa tugas perkembangan adalah tuntutan yang diberikan individu oleh lingkungan atau


(49)

40

masyarakat sekitar terhadap diri individu tersebut, yang mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia. Adapun tugas perkembangan dewasa dini antara lain :

a. Memilih pasangan

b. Belajar untuk hidup bahagia dengan pasangan

c. Mulai membina keluarga dan mulai mengambil peran sebagai orang tua d. Mengasuh anak

e. Mengelola rumah tangga f. Mulai bekerja dan meniti karir

g. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara h. Membangun hubungan sosial

2. Masa kerja minimal 1 tahun

Untuk kriteria subjek dengan masa kerja minimal 1 tahun karena dapat di asumsikan sopir bus sudah beradaptasi dengan aturan yang ditetapkan oleh PO Sumber Selamat Group.

3. Pernah Mengalami Kecelakaan

Kriteria subyek yang pernah mengalami kecelakaan minimal 2 kali. 4. Bersedia menjadi subjek

Dibuktikan dengan adanya informed Consent yang telah di tanda tangani oleh subyek dengan bermaterai 6000.


(50)

41

a. Sumber Data Primer

Subjek 1

Nama : Arif Nivayanto (AN) Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 28 Tahun

Alamat : Temanggung Agama : Islam

Status : menikah

Anak ke : pertama dari dua bersaudara Subyek 2

Nama : Suyadi (SY) Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 37 Tahun

Alamat : Solo Agama : Islam Status : menikah

Anak ke : pertama dari dua bersaudara b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang berasal dari informan sebagai penguat data primer atau yang disebut sebagai subjek partisipan. Subjek partisipan yaitu orang yang hidup disekitar subjek


(51)

42

dan teori-teori yang terkait dengan fokus penelitian yang digunakan. Berikut ini adalah data beberapa daftar sumber data significant others: 1. Profil Informan 1 dari subyek 1

Nama : Imam Makruf (IM) Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 27 Tahun

Alamat : Jombang

Agama : Islam

Status : menikah

Anak ke : pertama dari tiga bersaudara Hubungan dengan subyek : kernet subyek 1

2. Profil Informan 1 dari subyek 2

Nama : Purwanto (PW)

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 25 Tahun

Alamat : Salatiga

Agama : Islam

Status : menikah

Anak ke : pertama dari dua bersaudara Hubungan dengan subyek : kernet subyek 2


(52)

43

D. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data yang diinginkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa cara pengumpulan data yaitu wawancara, dan observasi

1. Wawancara

Moleong (2011) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam penelitian ini wawancara merupakan alat utama untuk menggali emosi pada sopir bus dan juga bentuk strategi regulasi emosi sopir bus dalam berlalu lintas. Wawancara digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dan menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga hal-hal lain dari subyek secara lebih mendalam lagi yang berhubungan dengan emosi, serta strategi regulasi emosi pada kehidupan sehari-harinya dalam menghadapi kematian pasangan hidupnya. Jenis wawancara yang digunakan adalah jenis wawancara semi struktural.

Adapun panduan wawancara yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(53)

44

Tabel 1

Panduan wawancara

Info yang di butuhkan Pengumpulan Data

Identitas Subjek Wawancara Berapa kali mengalami

kecelakaan

Wawancara

Kepatuhan terhadap aturan PO Wawancara dan Observasi Kepatuhan terhadap aturan lalu

lintas dalam berkendara

Observasi

Gambaran emosi saat berkendara Observasi Bentuk-bentuk strategi regulasi

emosi

Wawancara dan Observasi

Faktor-faktor yang

mempengaruhi regulasi emosi

Wawancara

Daftar Pertanyaan:

a. Bisa diceritakan tentang diri anda?

b. Sudah berapa lama anda bekerja di PO Sumber Selamat Group? c. Bagaimana pengalaman pekerjaan anda?

d. Semenjak kerja di PO ini, berapa kali anda mengalami kecelakaan? e. Bagaimana kepatuhan anda terhadap aturan dari PO?

f. Bagaimana dukungan orang terdekat terhadap pekerjaan anda? g. Bagaimana cara anda menilai suatu masalah yang sedang dialami? h. Langkah-langkah apa yang anda lakukan untuk mengatasi gejolak emosi

ketika berkendara?


(54)

45

2. Observasi

Ghony (2012) mengemukakan bahwa observasi adalah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun langsung ke lapangan untuk mengamati hal-hal yang terkait dengan masalah dalam penelitian tersebut seperti tempat, pelaku, kegiatan, waktu, peristiwa dan lain-lain yang berhubungan dengan yang akan diteliti oleh peneliti. Observasi yang dilakukan merupakan jenis observasi non partisipan, maksudnya observer atau peneliti tidak melibatkan diri kedalam observe karena peneliti hanya melakukan pengamatan yang dilakukan secara sepintas dan pada saat-saat tertentu dalam kegiatan observernya (Subagyo,1997). Dengan menggunakan pengamatan ini peneliti mengamati dan melakukakan pencatatan emosi serta fenomena yang terjadi pada sopir bus ketika berlalu lintas.

Adapun panduan observasi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(55)

46

Tabel 2

Panduan Observasi

a. Perilaku ketika mengemudi

No Perilaku Sering Jarang Pernah Tdk

1. Tenang

2. Ugal-ugalan

3. Berbicara dengan crew atau penumpang

4. Bermain Handphone 5. Merokok

6. minum atau makan

Catatan : Sering : > 3 kali Jarang: 1-2 kali Tidak Pernah : 0 3. Dokumentasi

Menurut Arikunto (Iskandar 2009), teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Teknik ini merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi, foto-foto, rekaman kaset. Data ini dapat dimanfaatkan peneliti untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan jawaban dari fokus permasalahan penelitian. Dalam penelitian kualitatif studi kasus dokumentasi, peneliti dapat mencari dan mengumpulkan data-data teks atau image. Dalam penelitian ini, data dokumentasi peneliti peroleh dari rekaman hasil wawancara dengan subjek utama. Data dokumentasi yang lain peneliti peroleh dari hasil rekapan terkait data kecelakaan yang diperoleh dari bagian personalia PO Sumber Selamat Group.


(56)

47

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data yang ada, mengorganisasi data, memilih dan memilahnya menjadi sesuatu unit yang utuh dan dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan dipelajari dan membuat kesimpulan untuk diberitakan kepada orang lain (Ghony & Almanshur, 2012). Ada tiga proses dalam analisis data kualitatif menurut Seiddel (dalam Ghony, 2012) yaitu:

1. Melakukan pencatatan agar dapat digunakan sebagai catatan lapangan dan memberikan kode dari catatan tersebut agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilih dan memilah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.

3. Mencari makna dari data yang diperoleh dan menemukan pola serta hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan umum.

F. Keabsahan Data

Validasi penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, validitas tidak memiliki konotasi sama dengan validitas dalam penelitian kuantitatif, tidak pula sejajar dengan reliabilitas (yang berarti pengujian stabilitas dan konsistensi respons) ataupun dengan generalisasi (yang berarti validitas eksternal atas hasil penelitian yang dapat diterapkan pada setting,

orang, atau sampl yang baru) dalam penelitian kuantitatif mengenai generalisibilitas dan reliabilitas kuantitatif (Creswell, 2010).


(57)

48

Creswell (2010) menjelaskan bahwa validitas kualitatif merupakan pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu, sementara reliabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain. Gibss sebagaimana yang dikutip oleh Creswell (2010) memerinci sejumlah prosedur reliabilitas sebagai berikut :

1. Mengecek hasil transkip untuk memastikan tidak adanya kesalahan yang dibuat selama proses transkipsi.

2. Memastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang mengenai kode-kode selama proses koding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus membandingkan data dengan kode-kode atau dengan menulis catatan tentang kode-kode dan definisi-definisinya.

3. Untuk penelitian yang berbentuk tim, mendiskusikan kode-kode bersama partner satu tim dalam pertemuan rutin atau sharing analisis.

4. Melakukan cross-check dan membandingkan kode-kode yang dibuat oleh peneliti lain dengan kode-kode yang telah dibuat sendiri.

Sisi lain yang perlu diperhatikan pula dalam penelitian kualitatif sebagaimana uraian di atas adalah validitas data. Validitas dalam penelitian kualitatif didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum (Creswell & Miller, dalam Creswell, 2010). Istilah validitas dalam penelitian kualitatif dapat


(58)

49

disebut pula dengan trustworthiness, authenticity, dan credibility (Creswell, 2010).

Menurut Creswell (2010), ada delapan strategi validitas atau keabsahan data yang dapat digunakan dari yang mudah sampai dengan yang sulit, yaitu :

1. Mengtriangulasi (triangulate) sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-tema secara koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan akan menambah validitas penelitian.

2. Menerapkan member checking untuk mengetahui akurasi hasil penelitian.

Member Checking ini dapat dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir atau deskripsi-deskripsi atau tema-tema spesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah partisipan merasa bahwa laporan/deskripsi/tema tersebut sudah akurat. Hal ini tidak berarti bahwa peneliti membawa kembali transkip-transkip mentah kepada partisipan untuk mengecek akurasinya. Sebaliknya, yang harus dibawa peneliti adalah bagian-bagian dari hasil penelitian yang sudah dipoles, seperti tema-tema dan analisis kasus. Situasi ini mengharuskan peneliti untuk melakukan wawancara tindak lanjut dengan para partisipan dan memberikan kesempatan untuk berkomentar tentang hasil penelitian.

3. Membuat deskripsi yang kaya dan padat tentang hasil penelitiann. Deskripsi ini setidaknya harus berhasil menggambarkan setting penelitian dan


(59)

50

membahas salah satu elemen dari pengalaman-pengalaman partisipan. Ketika para peneliti kualitatif menyajikan deskripsi yang detail mengenai

setting misalnya, atau menyajikan banyak perspektif mengenai tema, hasilnya bisa jadi lebih realistis dan kaya. Prosedur ini akan menambah validitas hasil penelitian.

4. Mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti kedalam penelitian. Dengan melakukan refleksi diri terhadap kemungkinan munculnya bias dalam penelitian, maka akan mampu membuat narasi yang terbuka dan jujur yang akan dirasakan oleh pembaca. Refleksivitas di anggap sebagai salah satu karateristik kunci dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yang baik berisi pendapat-pendapat peneliti tentang bagaimana interpretasi mereka terhadap hasil penelitian turut dibentuk dan dipengaruhi oleh latar belakang partisipan seperti gender, kebudayaan, sejarah dan status social ekonomi.

5. Menyajikan informasi yang berbeda atau negative yang dapat nyata tercipta dari beragam perspektif yang tidak selalu menyatu, membahas informasi yang berbeda sangat mungkin menambah kredibilitas hasil penelitian. Peneliti dapat melakukan ini dengan membahas bukti mengenai satu tema. Semakin banyak kasus yang disodorkan peneliti, akan melahirkan sejenis problem tersendiri atas tema tersebut. Akan tetapi, peneliti juga dapat menyajikan informasi yang berbeda dengan perspektif-perspektif dari tema


(60)

51

itu. Dengan menyajikan bukti yang kontradiktif, hasil penelitian bisa lebih realistis dan valid.

6. Memanfaatkan waktu yang relative lama di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti diharapkan dapat memahami lebih dalam fenomena yang diteliti dan dapat menyampaikan secara detail mengenai lokasi dan orang-orang yang turut membangun kredibilitas hasil naratif penelitian. Semakin banyak pengalaman yang dilalui peneliti bersama pastisipan dalam setting sebenarnya, semakin akurat dan valid hasil penelitiannya.

7. Melakukan Tanya jawab dengan seksama rekan peneliti untuk meningkatkan keakuratan hasil penelitian. Proses ini mengharuskan peneliti mencari seorang rekan yang dapat mereview untuk berdiskusi mengenai penelitian kualitatif sehingga hasil penelitiannya dapat dirasakan orang lain selain oleh peneliti sendiri. Strategi ini yang melibatkan interpretasi lain selain interpretasi dari peneliti sehingga dapat menambah hasil penelitian. 8. Mengajak seorang auditor (external auditor) untuk mereview keseluruhan

proyek penelitian. Berbeda dengan rekan peneliti, auditor ini tidak akrab dengan peneliti yang diajukan. Akan tetapi kehadiran auditor tersebut dapat memberikan penelitian objektif, mulai dari proses hingga kesimpulan penelitian. Hal yang akan diperiksa oleh auditor seperti ini biasanya menyangkut banyak aspek penelitian seperti keakuratan transkip, hubungan antara rumusan masalah dan data, tingkat analisis data mulai dari data mentah interpretasi.


(61)

52

Delapan strategi yang dikutip dari Creswell (2010) sebagaimana di atas, dalam penelitian ini tidak akan digunakan semuanya untuk memvalidasi data peneliti. Peneliti hanya akan menggunakan salah satu yaitu dengan strategi mentriangulasi (triangulate). Alasan menggunakan strategi triangulasi karena pertama, strategi ini mudah terjangkau untuk digunakan peneliti. Kedua, secara praktis, metode ini lebih mudah dipraktekkan untuk memvalidasi data ini.

Validitas data dengan triangulasi dalam penelitian melalui significant others seperti kernet bus. Hasil wawancara dengan subyek dilakukan pengecekan dengan sumber yang berbeda yang dalam hal ini significant others sebagaimana yang tersebut diatas. Pengecekan difokuskan pada tema yang telah ditemukan peneliti berdasarkan hasil wawancara.


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI PARTISIPAN

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan subyek utama adalah sopir bus. Subyek berjumlah 2 orang dengan kriteria sopir bus yang pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Setiap subyek memiliki satu significant other untuk membantu memperoleh data yang diinginkan oleh peneliti. Penelitian dengan metode kualitatif ini dilaksanakan kurang lebih 2 bulan mulai dari bulan Maret sampai April 2017. Dalam penelitian ini dilaksanakan di dua tempat dengan dua subyek utama (key informant yang berbeda). Tempat tinggal kedua subyek penelitian ini berada di daerah kelurahan yang berbeda yakni untuk subyek pertama di Kelurahan Sidorejo, dan yang kedua di Kelurahan Tempel dan berada di satu kecamatan yang sama yaitu di kecamataan Krian Sidoarjo.

Setelah mendapatkan subyek yang sesuai dengan kriteria, kemudian peneliti mencoba untuk perkenalan terlebih dahulu agar ketika wawancara nanti berlangsung sudah terbangun kepercayaan dan subyek mau menceritakan apa yang peneliti minta tanpa ada paksaan dan tidak terjadi kecanggungan ketika wawancara dan observasi berlangsung. Serta membuat informed consent sebagai bentuk ketersedian subyek untuk mengungkapkan data yang dibutuhkan peneliti.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di rumah subyek, dikarenakan waktu luang mereka dan bertepatan ketika mereka sedang libur kerja.


(63)

54

Jarak lokasi tempat subyek cukup dekat dan mudah untuk di jangkau. Dari segi usia, subyek berusia 28 tahun. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi mulai dari awal hingga akhir yang dilakukan oleh peneliti. Dalam proses wawancara untuk mengumpulkan data peneliti juga harus berhati-hati dengan setiap pertanyaan yang diberikan kepada subyek agar pertanyaan tersebut tidak menyinggung subyek yang berkaitan dengan regulasi emosi pada sopir bus ketika berkendara.

Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti mengalami beberapa hambatan seperti ketika melakukan wawancara pada significant other agak terhambat karena ketika libur bekerja subyek lebih sering memilih pulang kerumahnya daripada menetap di Garasi.

1. Profil Subjek 1

Nama : Arif Nivayanto (AN) Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 28 Tahun

Alamat : Temanggung

Agama : Islam

Status : menikah

Anak ke : pertama dari dua bersaudara

AN merupakan seorang laki-laki yang lahir pada tanggal 13 Juli 1989. Sekarang AN berumur 28 tahun, agama AN adalah islam dan ia betempat tinggal di kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah. AN merupakan


(64)

55

anak pertama dari dua bersaudara. AN sudah menikah dan memiliki 1 orang anak. AN menikah pada usia 20 tahun. AN saat ini bekerja sebagai sopir di sebuah Perusahaan Otobis (PO) di daerah Krian Sidoarjo. AN mulai bekerja pada usia yang masih sangat muda yaitu 17 tahun. Pendidikan terakhir AN adalah SMP. Semenjak lulus SMP, AN tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena tidak ingin melanjtutkan sekolah. Kemudian AN di ajak bekerja oleh pamannya di PO. Raya dan Setyo Utomo sebagai kernet. AN sama sekali belum memiliki keahlian untuk menyetir, sehingga AN terlebih dahulu melamar pada bagian kernet. AN menjadi kernet di PO ini kurang lebih selama 4 tahun. karena kebutuhan ekonomi yang semakin lama semakin mahal dan penghasilan menjadi kernet tidak seberapa akhirnya AN pun memilih untuk belajar menyetir kendaraan besar kepada pamannya.

Dalam waktu satu bulan AN sudah mahir dalam mengendarai. Setelah memiliki SIM B, AN melamar ke PT. Hira Express sebagai sopir. AN bekejra di PT ini kurang lebih selama 3 tahun. Selanjutnya pindah ke PT T Jaya selama 3 bulan, PT. San Logistic selama 1 tahun, PT. Rinjani selama 1 tahun, PO. Ugama selama 6 bulan, PT. Royal Safari selama 3 tahun, PO. Rajawali selama 4 bulan dan terakhir di PO. Sumber Group sampai sekarang. AN tercatat sudah bekerja di PO ini selama kurang lebih 1 tahun. Adapun tabel pengalaman kerja AN adalah sebagai berikut:


(1)

113

Tabel 4

No Subyek Pemantauan Penilaian Modifikasi Emosi Kemampuan

1. Subyek 1 √ √ √

2. Subyek 2 √ √ √

4. Ditemukan Proses Regulasi Emosi pada sopir bus yaitu : Tabel 5

No Proses Regulasi Emosi Subyek 1 Subyek 2

1. Seleksi situasi

2. Modifikasi situasi

3. Penyebaran atensi

4. Perubahan kognitif

5. Modulasi respon

5. Ditemukan strategi regulasi emosi pada sopir bus yaitu : Tabel 6

No Strategi Regulasi Emosi Subyek 1 Subyek 2

1. Self Blame

2. Acceptance

3. Ruminative Thinking

4. Positive Refocusing

5. Refocusing on planning

6. Positive re-evaluation

7. View of

8. Catastrophobizing


(2)

114

6. Ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi regulasi emosi pada sopir bus. Dari keenam faktor menurut Garnefski , peneliti hanya menemukan satu faktor yang mempengaruhi strategi regulasi emosi sopir bus yakni hubungan interpersonal dengan sesama crew. Kedua subyek lebih memilih menjalin hubungan yang baik dengan sesama crew agar ketika bekerja bisa lancar. Karena dalam pekerjaan menjadi sopir bus peran dan dukungan sesama crew dalam satu bus sangatlah di perlukan. Sehingga dibutuhkan kerja sama yang baik antar keduanya agar tercipta kelancaran di perjalanan.

B. SARAN

Setelah melihat dan membaca analisis hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan, maka peneliti memberikan saran:

1. Untuk peneliti selanjutnya peneliti menyarankan agar peneliti berhati-hati dengan setiap pertanyaan yang yang hendak dilontarkan kepada informan mengingat bahasan emosi merupakan sesuatu hal yang sensitif, dan mempertimbangkan variasi significant others.

a. Pemilihan subyek untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan kriteria subyek dengan masa kerja yang lebih lama (≥ 3 tahun) dengan zero accident.

b. Gambaran emosi sopir berupa religiusitas agar dapat dimunculkan dalam penelitian selanjutnya.


(3)

115

c. Dalam observasi lapangan, hendaknya peneliti menggunakan alat bantu agar bisa mendapatkan data yang lebih akurat terkait gambaran emosi pada sopir bus ketika berkendara.

2. Bagi lembaga termohon penelitian, hendaknya bersikap luwes dalam proses yang dilakukan peneliti, agar tujuan peneliti dapat tercapai dan terlaksana dengan baik.

3. Bagi subyek penelitian agar lebih mampu meregulasi emosinya ketika berkendara di jalan mengingat bahwa pekerjaan sabagai sopir adalah pekerjaan dengan muatan stres yang tinggi, sehingga para sopir harus mampu menahan gejolak emosi yang mungkin tiba-tiba muncul saat bekerja.

4. Bagi masyarakat agar terbukanya wawasan tentang pekerjaan sebagai sopir bus dan tidak memadang sebelah mata pekerjaan sopir yang memiliki tingkat stres yang tinggi.


(4)

116

DAFTAR PUSTAKA

(http://www.transsurabaya.com/2010/07/transportasi-di-surabaya/, diakases pada 2 Oktober 2016)

_________. (2011). Terminal purabaya. (

http://www.transsurabaya.com/2011/01/terminal-purabaya-bungurasih/, diakses pada 2 Oktober 2016)

Adisasmita, Rahardjo. (2015). Analisis kebutuhan transportasi. Yogyakarta:Graha Ilmu.

Cole, P. M. Martin, S.E. and Dennis, T.A. (2004).“Emotion Regulation as a Scientific

Construct: Methodological Challenges and Directions for Child Development Research, Child Development , March/April 2004, volume 75,Number 2, Pages 317-333.

Chaplin, JP. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Creswell, John W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualittaif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Farida, Elli Nur Lailatul. (2016). Regulasi Emosi pasca Kematian Pasangan Hidup pada Usia Dewasa Akhir. Skripsi. UIN Sunan Ampel Surabaya.

Fieldman, R. S. (1989). Essentials of understanding psychology. New York : Mc Graw-Hill.

Garnefski, N., Kraaj, V., & Spinhoven, P. (2001). Personality and Differences 30. Natherlans: Pergamon.

Goleman, Daniel. 2004. Kecerdasan emosional, Terjemahan Oleh T. Hermaya. PT. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta

Ghony, M.J. & Almanshur, F. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Gross, J. J . & Thompson, R.A. (2007). Emotion Regulation. Conceptual Foundations. Handbook of Emotion Regulation, edited by James J.Gross. New York, Guilford Publications.

Hurlock, B. Elizabeth. (1981). Psikologi Perkembangan Jilid 1 edisi ke 6.

Jakarta:Erlangga.

Indah, Mekar Dwi & Elli Nur Hayati. (2015). Regulasi Emosi pada Penderita HIV/AIDS. Jurnal Psikologi vo. 3, No. 1. Universitas Ahmad Dahlan.

Issac. (2004). Panduan Belajar : Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta : EGC.

Istiqomah, A. (2014). “Regulasi Emosi Ibu yang Memiliki Anak Autis”. Skripsi

Fakultas Psikologi dan Ilmu Kesehatan Jurusan Psikologi. UIN Sunan Ampel Surabaya.


(5)

117

Julaikah,Nurul. (2014). Transportasi Umum menjadi kebutuhan utama warga Indonesia, 20 November 2014, ( http://www.merdeka.com/uang/transportasi-umum-menjadi-kebutuhan-utama-warga-indonesia.html

Kurniasih, Wulan & Wiwien Dinar Pratisti. (2013). Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh secara Otoriter oleh Orangtuanya. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Lazarus, R.S., & Folkman, S. (1984). Stress, Apprasial and Coping. New York : Springer Publishing Company.

Maramis, Willy F., dan Maramis, Albert A. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga.

Mawardah, M. dan Adiyanti, MG. Regulasi Emosi dan Kelompok Teman Sebaya Pelaku Cyberbullying. Jurnal Psikologi volume 41, No.1, Juni 2014: 60-73. Moleong, L. J. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Perfecta.

Pratisti, Wiwien Dinar. (2011). Peran Kehidupan Emosional Ibu dalam Perkembangan Regulasi Emosi Anak. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pratisti, Wiwien Dinar. (2012). Peran Kehidupan Emosional Ibu, Budaya, dan Karakteristik Remaja pada Regulasi Emosi Remaja. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Quick, J. C., & Quick, J.D. (1984). Organizational Stress And Preventive Management. USA : Mc Graw-Hill, Inc.

Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor. New York : Broadway. Books.

Sari, Mekar Duwi Indah & Elli Nur Hayati. (2015). Regulasi Emosi pada Penderita HIV/AIDS. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Ahmad Dahlan.

Selye, Hans. (1950). Stress in Health and Disease. Boston, M.A.

Psychoneuroimmunology American Psychiatric Press.

Subagyo, P. Joko .(1997). Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudarmawan. (2012). Bus sumber kencono renggut 36nyawa dalam setahun.


(6)

118

T. S. Fiske., E. S. Taylor. (1991). Social Cognitif. Singapore : Mc.Graw International edition.

Thompson, R.A. (1994). Emotion Regulation: Atheme in search definition (pp.25-52). Monograph the Society for Research in Child Development, 59 (2-3, Serial No.240).

WHO. (2010). Physial Activity. In Guide Community Preventive Service. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

Widuri, Erlina Listyani. (2012). Regulasi Emosi dan Resiliensi pada Mahasiswa Tahun Pertama. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Ahmad Dahlan.