TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK PERSPEKTIF ALQURAN : TELAAH PENAFSIRAN M. QURAISH SIHAB, HAMKA, DAN SAYYID QUTB TERHADAP AYAT-AYAT TENTANG TANGGUNG JAWAB ORANGTUA TERHADAP ANAK.

(1)

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK PERSPEKTIF ALQURAN

(Telaah Penafsiran M. Quraish Sihab,Hamka, Dan Sayyid Qut}b Terhadap Ayat-Ayat Tentang Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Anak)

Skripsi

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

Disusun Oleh : Ahmad Ali Hasymi

E93212127

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR JURUSAN AL-QUR’AN DAN HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Ahmad Ali Hasymi, Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Perspektif Alquran. Fokus masalah yang akan diteliti adalah tanggung jawab orang tua terhadap anak perspektif alquran menurut perspektif al-Qur’a>n. Kasus penelantaran,penyiksaan, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak sering terjadi di indonesia, meski terus disoroti oleh masyarakat dan pemerintah, kasus kekerasan terhadap anak seakan tidak bisa diredam. berikut adalah beberapa contoh kasus penyiksaan, penelantaran, pembunuhan oleh orangtua kepada anaknya: Seorang anak bernama Angeline dibunuh oleh ibu angkatnya di bali pada Mei 2015, di tempat lain kasus kekerasan terjadi pada seorang anak di Cipulir, Jakarta Selatan. Seorang anak mengalami kekerasan dan penganiayaan dari ibu kandungnya, dan masih banyak contoh lain kasus penyiksaan bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya. Maka, berangkat dari permasalahan tersebut , penulis terpanggil untuk mengangkat sebuah solusi yang ditawarkan oleh kitab suci umat islam yakni Alquran dalam menjelaskan apa saja dan bagaimana tanggung jawab yang seharusnya dipenuhi oleh orangtua terhadap anaknya.

metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian kepustakaan (library reseach). Pendekatan kepustakaan bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara utuh metode penafsiran serta hasil dari penafsiran beberapa mufassir terhadap ayat-ayat yang terkait dengan tanggungjawab orangtua terhadap anak di dalam Alquran. kemudian, data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder tentang tanggung jawab orangtua terhadap anak dalam Alquran dianalisis berdasarkan sub bahasan masing-masing menggunakan metode analisis isi (content analysis). Metode analisis isi secara umum diartikan sebagai metode yang meliputi semua analisis menganai isi teks, dalam hal ini teks yang dimaksud adalah kitab tafsir karya Sayyid Qut}b,Hamka dan Prof. M. Quraish Sihab.

Dari penafsiran M. Quraish Shihab, Hamka dan Sayyid Qut}b dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n tentang tanggung jawab orang tua terhadap anak memiliki penafsiran yang berbeda-beda dalam penafsirannya. Namun, dari ketiga penafsiran mufassir tersebut sama-sama mengandung prinsip tanggung jawab orang tua terhadap anak. Baik secara tersirat maupun tersurat ayat-ayat yang menjelaskan tentang tanggung jawab orangtua terhadap anak memiliki prisnsip-prinsip tanggung jawab orangtua yang harus dipenuhi kepada anak diantaranya adalah tanggung jawab untuk Menanamkan nilai ketauhidan, Menyapih dan memberikan kasih sayang, Memberikan pendidikan agama, Mengajarkan etika, Berlaku adil pada anak, Memberi nafkah dan tidak meninggalkan anak dalam keadaan lemah.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

KATA PENGANTAR ... x

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I :PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah... 10

C.Tujuan Penelitian ... .10

D.Kegunaan penelitian ... .10

E.Telaah Pustaka. ... 11

F.Metode Penelitian ... .13

G.Sistematika Pembahasan. ... 15

BAB II : KAIDAH ANALISA PENAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG TANGGUNG JAWAB ORANGTUA TERHADAP ANAK A.Metode Tafsir Maudhu’i... 17

BAB III: TELAAH TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM ALQURAN


(8)

A. Penafsiran Ulama Tentang Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Dalam Al-Qur’a<n ... 36 B. Penerapan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Dalam

Al-Qur’a<n ... 59

BAB IV: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 65


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kasus penelantaran,penyiksaan, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak sering terjadi di indonesia, meski terus disoroti oleh masyarakat dan pemerintah, kasus kekerasan terhadap anak seakan tidak bisa diredam. berikut adalah beberapa contoh kasus penyiksaan, penelantaran, bahkan pembunuhan oleh orangtua kepada anaknya:

Seorang anak bernama Angeline dibunuh oleh ibu angkatnya di bali pada Mei 2015, di tempat lain kasus kekerasan terjadi pada seorang anak di Cipulir, Jakarta Selatan. Seorang anak mengalami kekerasan dan penganiayaan dari ibu kandungnya. Bahkan tangan anak ini diduga sempat digergaji oleh ibu kandungnya. Selain itu, ditemukan pula luka lebam serta sundutan rokok di tubuhnya.1

Kasus penelantaran dan penyiksaan juga terjadi di jakarta. seorang anak laki-laki berusia 8 tahun selama sebulan diusir oleh orangtuanya dan tidak diperbolehkan masuk ke rumah oleh orangtuanya pada Mei 2015. Selain itu anak tersebut mendapatkan penyiksaan fisik dari orangtuanya berupa luka akibat pukulan benda tumpul.2

1NadyaIsnaeni,Derita3BocahKorbanKekerasanOrangtua,http://news.liputan6.com/read/2277531/

derita-3-bocah-korban-kekerasan-orangtua(jumat,10juni2016,22.13).

2 Deny Irwanto, Kasus Penelantaran Anak di Cibubur, Orang Tua Jadi Tersangka,

http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/17/137650/kasus-penelantaran-anak-di-cibubur-orang-tua-jadi-tersangka(jumat,10 juni 2016,22.34)


(10)

2

Kasus penganiayaan lainnya terjadi di medan, korbannya yaitu dua orang anak kembar yang masih berusia 7 bulan ditampar, dicubit dan dipukul di bagian wajah oleh ayahnya, hanya karena sang anak rewel dan sering menangis. Setelah sang ibu tau anaknya disiksa dia pun membawanya ke Rumah Sakit. Namun sayang, salah satu anak mereka dinyatakan tim medis sudah meninggal dunia akibat luka parah di bagian dalam kepalanya.3

Selain kasus penelantaran dan penyiksaan terhadap anak. Belakangan ini masyarakat indonesia juga diresahkan oleh kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh orangtua kepada anak kandungnya sendiri. Berikut beberapa kutipan berita pemerkosaan anak yang dilakukan oleh ayah kandungnya:

―SELONG - Perilaku Ahyar Sapruddin (41) sungguh sangat bejat dan biadab. Dia tega-teganya memperkosa putrinya sendiri SA (15) sampai hamil, lalu kandungannya digugurkan. Bahkan lebih biadab lagi, dia menjadikan anaknya itu pekerja seks komersial (PSK).

Aksi bejat pelaku terhadap anaknya dilakukan di Denpasar, Bali sejak Januari lalu. Saat itu pelaku mengajak korban ke Bali dengan alasan menemui saudaranya. Di sanalah pelaku, melapiaskan nafsu birahinya, dengan menyetubuhi korban berulang kali sampai hamil kemudian digugurkan. Tidak hanya diperkosa, pelaku juga tega menjual dan memperkerjakan korban sebagai PSK melayani lelaki hidung belang. Sekali melayani, pelaku menjual anaknya Rp300 ribu sampai Rp1 juta sekali kencan.

Perbuatan bejat dan tidak manusiawi ayahnya, membuat korban tersiksa. Kemudian korban memutuskan kabur dan pulang ke Lombok menemui ibunya di Dusun Swangi Desa Swangi Kecamatan Sakra. Korban pun bercerita ke ibunya. Ditemani ibunya, SA kemudian melapor ke Polsek Sakra. Pelaku akhirnya berhasil dibekuk Polres Lombok Timur, Jumat lalu (25/3).

Kapolres Lombok Timur melalui Kanit IV PPA Satreskrim Polres Lombok Timur Iptu I Nyoman Samba mengatakan, ayah korban atau pelaku berasal dari Bima. Ia kemudian menikah dengan ibu korban yang berasal dari Terara. Dari pernikahan itu, pelaku dikarunia empat anak, dua laki-laki dan dua

3 Dodi ferdiansyah, Penganiayaan Anak Kembar hingga Tewas Terungkap oleh Pembantu,

http://daerah.sindonews.com/read/1089487/191/penganiayaan-anak-kembar-hingga-tewas-terungkap-oleh-pembantu-1456822270(sabtu,11 juni 2016,23.07).


(11)

3

perempuan. Tahun 2011, pelaku ini bercerai dengan istrinya. Dua anaknya ikut pelaku ke Bali dan dua anaknya yang lain termasuk korban ikut ibunya. Korban sendiri lalu memilih tinggal bersama neneknya di Desa Swangi Kecamatan Sakra.

"Setelah 15 tahun terpisah, pelaku kemudian datang ke Lombok untuk bertemu sama mantan istirnya. Tapi mantan istirnya sudah kawin lagi," tutur Nyoman.

Saat datang ke Lombok Januari lalu, pelaku sempat bertemu dengan mantan istrinya. Kemudian mantan istirnya menyarankan agar mantan suaminya ini melihat dua anaknya yang diasuh. Pelaku akhirnya bertemua korban di sawah lalu diajak pelaku ke Mataram. "Di perjalanan, pelaku lalu diajak ke Bali untuk melihat dua saudaranya yang sudah nunggu disana," terangnya.4

Setibanya di Bali, korban langsung diajak ke kosnya di Ubung, Denpasar, Bali. Mulai saat itu, korban diperkosa pelaku secara terus menerus, kurang lebih selama tiga minggu. Korban kemudian akhirnya hamil. Mengetahui korban hamil, pelaku meminta untuk digugurkan. "Akhirnya korban keguguran setelah dikasih minum bir, sprit, dan cabe," sebutnya.

Setelah kandungan korban digugurkan, kembali korban digauli terus menerus oleh pelaku. Setelah bosan, pelaku kemudian memperkerjakan anaknya sebagi PSK. Tak tahan dengan perlakuan ayahnya ini, korban kemudian malarikan diri ke Lombok.

"Setelah korban Kabur, pelaku datang ke Lombok cari korban, Jumat lalu (25/3)," terangnya.

Setibanya di Lombok, pelaku mendatangi Polres Lombok Timur dengan alasan anaknya hilang dan kabur dari pekerjaan. Tapi karena polisi lebih dulu menerima laporan korban, akhirnya Polres Lombok Timur langsung menahan pelaku. Setelah didalami dan diperkuat dengan bukti, pelaku dijebloskan ke dalam penjara." Pelakunya langsung kita tahan," ujar Wayan.

Proses penahanan pelaku di Polres Lombok Timur tak berlangsung lama. Yang bersangkutan dilimpahkan ke Polres Denpasar, Sabtu lalu (26/3). Pelimpahan dikarenakan TKP kasus ini berada di Bali. "Tersangka kita limpahkan ke Polres Denpasar, karena saksi dan TKP berada di sana," tutupnya.

Sementara korban hanya bisa menangis saat datang ke Polres Lombok Timur didampingi ibunya. Ia tak bisa berkata banyak. Namun ibu korban, murka dengan ulah bejat mantan suaminya itu. Ia tak menyangka, kalau masa depan anaknya dinodai oleh ayah kandungnya sendiri.

4Ayah Gila! Perkosa Anak Kandungnya Dulu, lalu Dijadikan PSK,


(12)

4

Ia pun berharap, agar polisi menghukum pelaku dengan hukuman mati. "Sebaiknya pelaku dihukum berat, bila perlu dihukum mati," kesalnya. Sementara itu di depan petugas di Polda NTB, pelaku menolak mentah-mentah sangkaan yang seperti yang disebutkan kepolisian. Ia menyangkal tuduhan mengenai memaksa sang anak untuk mencari pria hidung belang.

―Dia sendiri yang mau dan tidak pernah saya perintahkan apalagi memaksa. Katanya kasihan sama saya, mau makan apa, dan bagaimana bisa membayar kos kalau tidak bekerja. Itu alasannya sama saya,‖ akunya.

Akibat perbuatannya, orang tua kandung bejat ini terancam hukuman yang berat. Dia bisa dijerat dengan pasal pasal 81 dan atau pasal 77 a UU RI No 35 tahun 2015 tentang perubahan UU 23 tahun 202 tentang perlindungan anak, lalu pasal 2 dan atau pasal 17 UU RI N0 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman maksimal lima belas tahun penjara. (lie/gal/jpg)5‖

―TANGERANG - Mimpi untuk menjadi seorang sekretaris sepertinya harus kandas ditengah jalan. Semua akibat ulah bapak kandung yang tega memperkosa sampai hamil tujuh bulan. Sebut saja Bunga, dirinya harus menahan malu akibat omongan tetangga karena hamil tidak ada suaminya. Ditambah yang menghamilinya adalah bapak kandungnya sendiri yaitu RA (42). Bunga disetubuhi dirumahnya di Kelurahan Cukamulya, Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang. Hubungan terlarang itu terjadi ketika ibu korban sedang pergi bekerja sebagai buruh cuci. Melihat perubahan pada perut anaknya yang semakin buncit, FA sebagai seorang ibu langsung membawa Bunga ke puskesmas untuk di USG. (Baca Juga: Bejat! Korban Pemerkosaan Kembali Diperkosa Satpam Rumah Sakit) Namun Bunga yang ketakutan, hanya bisa menangis. Di tengah perjalanan Bunga akhirnya menceritakan kalau dirinya hamil, dan yang lebih mengejutkan lagi suami FA yang merupakan bapak kandung Bunga yang melakukannya. Mendengar pengakuan anaknya, jelas saja FA sebagai ibu kaget dan hampir mau pingsan. ―Saya tidak menyangka kalau anak saya hamil dan yang melakukan suami saya sediri, bapaknya,‖ kata FA saat membuat laporan ke Polsek Cisoka, Senin (11/4/2016). Dihadapan petugas Bunga mengaku kalau dirinya terpaksa melakukan hubungan terlarang itu karena dipaksa dan diancam. ―Kalau tidak mau saya sama ibu saya akan di usir. Dan saya akan digebukin sama bapak,‖ katanya sambil menangis. Kapolresta Tangerang Kombespol Irman Sugema mengatakan,

kasus ini sudah dalam penanganan petugas. ―Pelaku sudah berhasil kami

amankan, dan tersangka bisa dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan

ancaman 15 tahun kurungan penjara,‖ katanya.6

5‚Ayah Gila! Perkosa Anak Kandungnya Dulu, lalu Dijadikan PSK”...,2.

6 Selly loamena,” Bejat, Bapak Perkosa Anak Kandung Hingga Hamil 7 Bulan”,

http://news.okezone.com/read/2016/04/11/338/1359963/bejat-bapak-perkosa-anak-kandung-hingga-hamil-7-bulan,(sabtu, 16 juli 2016. 11:33).


(13)

5

Sementara kasus pencabulan anak yang dilakukan oleh ayahnya sendiri juga terjadi di depok:

Sukendar (47), seorang ayah di Depok tega mencabuli anaknya sendiri hingga hamil. Dia bertahun-tahun tega menyetubuhi Bunga (19) sejak anaknya berusia 10 tahun. Perbuatan kotor itu dilakukan berulang hingga sembilan tahun. Awalnya dia mengaku khilaf, namun kelamaan dia seolah menikmati perbuatan bejatnya.

Sukendar kerap mengancam Bunga agar mau melayani nafsu birahinya. Dia mengancam akan memukul jika hasratnya tidak dipenuhi. Biasanya Sukendar melakukan perbuatannya di kamar ketika istrinya sedang kerja atau pergi ke kampung.

"Jadi ketika di rumah hanya ada korban dan pelaku barulah perbuatan itu terjadi," kata Kapolresta Depok, AKBP Harry Kurniawan, Selasa (17/5).

Kasus ini pertama kali diketahui oleh istri pelaku. Saat itu istri pelaku menemukan percakapan dalam Whatsaap. Dalam pesan itu terdapat kata-kata yang dianggap tidak patut. Dari pesan tersebut kemudian sang ibu bertanya pada anaknya. Barulah anaknya mengaku dan menceritakan semua kejadian yang menimpanya selama bertahun-tahun.

"Saat ini korban sudah mengandung dua bulan," ungkapnya.

Pelaku juga berkali-kali mencekoki obat penggugur kandungan pada korban. Namun usaha itu gagal. Pelaku pun diamankan petugas, sedangkan korban berada dalam perlindungan ibu kandungnya. Pelaku dijerat UU Perlindungan Anak No 23 tahun 2002. "Ancaman hukumannya diatas 15 tahun," pungkas Harry.7

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, mengatakan: ―Dalam beberapa tahun terakhir ini kasus kekerasan terhadap anak semakin menjadi. Belum selesai dikejutkan ada orangtua yang tega menelantarkan dan melakukan kekerasan terhadap lima anaknya di Cibubur, Bekasi Selatan, rasa kemanusian terusik dengan kasus pembunuhan Engeline.

Bocah perempuan delapan tahun itu dikubur di belakang rumah orangtua angkatnya di Denpasar, Bali. Baru-baru ini terkuak lagi dugaan tindakan penganiayaan ibu kandung kepada anak laki-lakinya di Cipulir, Jakarta Selatan, yang sudah berlangsung tahunan.

7 Nur fauziah, Ayah di Depok 9 tahun mencabuli anak kandung hingga hamil,

http://www.merdeka.com/peristiwa/ayah-di-depok-9-tahun-mencabuli-anak-kandung-hingga-hamil.html,(sabtu, 16 juli 2016, 11:37).


(14)

6

masih banyak orangtua yang tak paham bahwa sebenarnya mereka sedang melakukan kekerasan terhadap anak.‖

"Artinya, dia sudah melakukan tindakan kriminal dan bisa dipidanakan. Mereka menganggap melakukan tindakan kekerasan kepada anak adalah urusan internal keluarganya, sehingga orang lain, apalagi negara, tidak boleh ikut campur,‖ kata Fahira.

Fahira mengatakan, walau Indonesia sudah 13 tahun punya UU Perlidungan Anak (UU No. 35/2014 tentang Perubahan atas UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak), tetapi pemahaman masyarakat terhadap UU ini sangat minim. Bahkan, dari hasil dialog Fahira dengan banyak orangtua, mereka tidak tahu sama sekali ada UU Perlindungan Anak. Sehingga tak heran, kekerasan fisik, seksual, dan psikologis terhadap anak dengan berbagai macam cara meningkat tiap tahun.

Bahkan, banyak pelaku kekerasan terhadap anak ternyata adalah orang-orang terdekat. Kondisi ini makin diperparah dengan keraguan masyarakat melapor ke pihak berwenang jika di lingkungannya ditemukan indikasi orangtua yang melakukan kekerasan terhadap anak.

―Rumah dan orangtua itu harusnya jadi ‗surga‘ bagi tumbuh kembang anak-anak. Tetapi dari beberapa kasus yang terkuak, malah rumah paling banyak menjadi lokasi kekerasan anak dan orang terdekat terutama orangtua paling sering sebagai pelakunya,‖ kata Senator Asal Jakarta ini.

Menurut Fahira, jika saja sejak UU Perlindungan anak diberlakukan, pemerintah dan stakeholders lainnya duduk bersama menyusun dan mengimplementasikan sistem perlindungan anak, kemungkinan besar kasus kekerasan terhadap anak tidak akan semarak seperti saat ini.

Persoalan paling mendesak saat ini adalah mengubah pola pikir masyarakat terkait perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. Fahira membayangkan, ada sistem atau cetak biru perlindungan anak yang mengharuskan semua kementerian/lembaga memiliki program-program sosialisasi perlindungan anak.

"Misalnya, Kementerian Agama punya program sosialisasi dan konsultasi bagi pasangan yang akan menikah mengenai hak-hak anak dan UU Perlindungan Anak termasuk ancaman pidananya. Atau Kominfo punya program sosialisasi yang masif bahwa kekerasan anak adalah tindakan kriminal dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Ini yang selama ini tidak ada di kita,‖ kata Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini.8

8 Hadi Suprapto, Daftar Panjang Kekerasan Anak, Ini Penyebabnya,

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/647247-daftar-panjang-kekerasan-anak--ini-penyebabnya(sabtu,11 juni 2016,23.55).


(15)

7

Padahal di dalam Alquran sendiri dijelaskan beberapa tanggung jawab orangtua yang harus dipenuhi terhadap anaknya diantaranya didalam surat Albaqarah ayat 233 sebagai berikut:















































































































































































Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.9

Sayyid Qut}b menjelaskan dalam tafsirnya bahwa ibu yang telah diceraikan tetap memiliki tanggung jawab terhadap anaknya yang masih menyususui. Sebagai timbal balik dari kewajiban seorang ibu terhadap anaknya maka seorang


(16)

8

ayah(meskipun telah menceraikan istrinya) berkewajiban untuk memberi nafkah dan pakaian kepada sang ibu. Dengan demikian keduanya memiliki beban dan tanggung jawab terhadap anaknya yang masih menyusui. Tujuan diwajibkannya seorang ayah memberi makan dan pakaian kepada agar sang ibu dapat memelihara anaknya dengan baik.10

Di dalam surat Al-Ahqof ayat 15 juga disebutkan sebagai berikut:







































































































































Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".11

10Sayyid Qut}b, Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n,., Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 1( Jakarta: Gema

Insani,2004),302.


(17)

9

Menurut Sayyid Qut}b dalam kitab tafsirnya Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n, menjelaskan bahwa Islam menjadikan keluarga sebagai pondasi awal keislaman dan sebagai wadah untuk merawat dan menumbuhkan anak menjadi dewasa, sehingga dapat mencintai, bekerjasama, bertanggung jawab, dan membangun secara dewasa. Anak yang tidak memperoleh perawatan keluarga akan tumbuh menyimpang dan tidak alamiah dalam beberapa aspek kehidupannya, meskipun seorang anak mendapatkan berbagai macam sarana kesenangan dan pendidikan di luar lingkungan keluarga. Suatu hal yang tidak dijumpai anak dalam lingkungan pengasuhan manapun kecuali dalam lingkungan keluarga yaitu rasa cinta.

Selain ayat di atas di dalam Alquran juga terdapat beberapa ayat yang secara tersirat maupun tersurat menjelaskan tentang Tanggung Jawab orang tua terhadap anak seperti dalam surat Al-Baqarah :233, Al-baqoroh 132-133, Yusuf: 8, An-Nisa: 9, An-Nahl:78, Luqman: 13, Luqman: 16-19, Al-Ahqaf: 15, At-Tahrim: 6.

Maka, berangkat dari permasalahan tersebut , penulis terpanggil untuk mengangkat sebuah solusi yang ditawarkan oleh kitab suci umat islam yakni Alquran dalam menjelaskan apa saja dan bagaimana tanggung jawab yang seharusnya dipenuhi oleh orangtua terhadap anaknya. Penulis mengangkat tema

―Tanggung Jawab orang tua terhadap anak perspektif alquran‖.

Dari ayat-ayat tersebut penulis memakai penafsiran tiga mufassir yakni:

Sayyid Qut}b, Hamka dan M. Quraish Sihab. Alasan penulis mengambil penafsiran Alquran menurut tiga perspektif tokoh mufassir yang btersebut adalah


(18)

10

karena mereka merupakan tokoh-tokoh mufassir dari era kontemporer yang telah banyak menyumbangkan pemikirannya di bidang Tafsir.

Setelah menjabarkan penafsiran ketiga mufassir tersebut kemudian penulis mencoba untuk mempetakan pemikiran ketiga mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat tentang Tanggung Jawab orang tua terhadap anak, Serta menganalisa apa saja kekurangan dan kelebihan diantara ketiga mufassir tersebut sehingga mendapatkan penafsiran yang bisa di terapkan secara nyata di masyarakat.

B.Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan menjadi beberapa rumusan masalah yakni:

1. Bagaimana penafsiran Sayyid Qut}b, M.Quraish Sihab dan Hamka tentang ayat-ayat tanggung jawab orangtua terhadap anak?

2. Apa saja tanggung jawab orangtua terhadap anak menurut Sayyid Qutb, Hamka, dan M.Quraish Sihab ?

C.Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan yang ada maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penafsiran Sayyid Qut}b,M.quraish sihab dan hamka tentang ayat-ayat tanggung jawab orangtua terhadap anak.

2. Untuk mengetahui apa saja tanggung jawab orangtua terhadap anak dalam Alquran menurut Sayyid Qutb, Hamka, dan M.Quraish Sihab.


(19)

11

D.Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis Berupaya menggali bagaimanakah Alquran membahas tentang tanggung jawab orangtua terhadap anak sehingga mampu memberikan wawasan baru tentang konsep tanggung jawab orangtua terhadap anak perspektif Alquran yang berbeda dengan perspektif hukum negara ataupun yang lainnya.

2. Secara praktis penelitian ini berguna untuk masyarakat luas agar mengerti dan menyadari bahwa Alquran sebagai satu-satunya ibu dari segala ilmu memiliki sebuah konsep yang mampu menjawab kegalauan yang sedang melanda masyarakat sehingga Alquran sebagai hudallilmuttaqin mampu terus eksis menjawab problema masyarakat.

E.Telaah Pustaka

Sejauh ini belum ditemui karya tulis yang khusus membahas tentang tanggung jawab orang tua terhadap anak dalam alquran studi analisis terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan tanggung jawab orang tua terhadap anak perspektif alquran. Karya-karya yang telah ada hanya memuat tentang tanggung jawab orangtua terhadap anak dalam Alquran hanya dari aspek pendidikan atau membahas tanggung jawab anak terhadap orang tua , di antaranya adalah sebagai berikut:

Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Aqidah Anak (Analisis Surat Al-Baqarah Ayat 132-133) adalah sebuah skripsi pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang ditulis oleh Idrus Aqibuddin pada tahun 2008.


(20)

12

Karya ini berisikan tentang tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan aqidah(keimanan) seorang anak yang mengambil sudut pandang dari Alquran dalam surat Al-Baqoroh ayat 132-133. Hasil dari penelitian ini berisi tentang tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan akidah anak yang terdapat dalam Alquran dan hadis. Dalam karya ini hanya memfokuskan tanggung jawab hanya dalam satu bidang yaitu aqidah. Sedangkan dalam skripsi ini membahas tanggung jawab orang tua terhadap anak dalam sekala global yang mencakup berbagai

40 Tanggung Jawab Anak kepada Orang Tua yang diterbitkan oleh Irsyad Baitus Salam (IBS) adalah karya Drs. Muhammad Thalib yang membahas secara detail tanggung jawab apa saja yang harus dilakukan oleh seorang anak kepada orang tua. Dalam karya ini tidak ditemukan timbal balik tanggung jawab orang tua terhadap seorang anak. Sedangkan dalam karya yang ditulis oleh penulis membahas tanggung jawab seorang orangtua, bukan kewajiban anak kepada orangtua.

Dalam artikel yang berjudul Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anaknya (kajian tafsir al-Nisa: 09) yang ditulis oleh Saifuddin Ahmad Syatibi Muhammad. Dalam tulisan tersebut, Saifuddin menjelaskan bahwa esensi dari surat an-Nisa‘ ayat empat itu antara lain: (1) setiap orang tua hendaknya merasa khawatir jika meninggalkan keturunanya dalam keadaan lemah, (2) mewujudkan generasi berkualitas merupakan tanggung jawab orang tua, (3) bekal yang paling utama disediakan pada generasi muda adalah taqwa dan pendidikan yang baik.12

12Saifuddin Ahmad Syatibi Muhammad, Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anaknya (kajian

tafsir al-Nisa: 09) dalam http://saifuddinasm.com/2012/10/30/al-nisa09-tanggung-jawab-orang-tua-terhadap-anaknya/ tanggal 30 Oktober 2012. Diakses pada tanggal 19 Mei 2016


(21)

13

Artikel ini membahas tanggung jawab orangtua yang hanya terdapat dalam surat an-Nisa‘ ayat empat. Sedangkan, dalam skripsi yang akan dibahas oleh penulis tidak hanya mengambil satu ayat namun mengambil penafsiran dari beberapa ayat, jadi pembahasan yang akan dibahas oleh penulis lebih luas.

F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library reseacl). Pendekatan kepustakaan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara utuh metode penafsiran serta hasil dari penafsiran beberapa mufassir terhadap ayat-ayat yang terkait dengan tanggungjawab orangtua terhadap anak di dalam Alquran serta mengetahui bagaimana tanggung jawab orang tua terhadap anak di dalam alquran.

2. Sumber data penelitian

Mengingat studi ini merupakan penelitian kepustakaan, maka sumber dari penelitian ini adalah buku, kitab-kitab tafsir, jurnal, sampai artikel lepas. Terkait dengan hal tersebut, sumber data dapat dibagi menjadi berikut:

a. Sumber Primer

Sumber-sumber Primer tersebut adalah Tafsir fi zilal al-quran karya Sayyid Qut}b, Tafsir Al-Azhar karya Hamka dan Kitab Tasfir Al-Misbah karya Prof. M. Quraish Sihab.


(22)

14

penulis memakai penafsiran tiga mufassir yakni: Sayyid Qut}b, Hamka dan M. Quraish Sihab. Alasan penulis mengambil penafsiran Alquran menurut tiga perspektif tokoh mufassir tersebut adalah karena mereka merupakan tokoh-tokoh mufassir dari era kontemporer yang menggunakan Tafsir corak adabbi ijtima`i. Corak adabbi ijtima`i sendiri

muncul untuk ― menggugat capaian-capaian tafsir klasik yang dianggap

kurang mengakar pada persoalan-persoalan masyarakat.‖ Pokok-pokok pemikiran di atas terliahat jelas pada pendapat M. Qurais Sihab, Hamka, dan Sayyid qutb.13

b. Sumber Sekunder

Sumber-sumber sekunder di bawah ini adalah karya-karya tulis, dan buku-buku yang berkaitan dengan tema dalam pembahasan skripsi ini, antara lain sebagai berikut:

1) Makalah ―Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Anak Menurut Konsep

Alquran‖14

2) Buletin ―Tugas dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak (Edisi

24)‖15

3) Ensiklopedi berdasarkan kata kunci Orang tua16

13

Rosikhun Anwar, Samudra Al Qur`an ( Bandung : Pustaka Setia, 2001 ),hal 285-286

14 Syahroni siregar, Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Anak Menurut Konsep

Alquran”,http://syahronisiregar140.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal 19 Mei 2016

15 Muhammad Hisyam Asyiqin ,‚Tugas dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak (Edisi 24)”,http://buletinmi.com/tugas-dan-kewajiban-orang-tua-terhadap-anak-edisi-24/ diakses pada tanggal 19 Mei 2016


(23)

15

4) Fuadudin TM, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender Kerja sama dengan Perserikatan Solidaritas Perempuan, 1999), 5-6

5) Tanggung Jawab Orangtua Kepada Anak Dan Keluarga17

3. Metode analisis data

Data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder tentang tanggung jawab orangtua terhadap anak dalam Alquran dianalisis berdasarkan sub bahasan masing-masing menggunakan metode analisis isi (content analysis). Metode analisis isi secara umum diartikan sebagai metode yang meliputi semua analisis menganai isi teks, dalam hal ini teks yang dimaksud adalah kitab tafsir karya

Sayyid Qut}b,Hamka dan Prof. M. Quraish Sihab. Di sisi lain analisis isi juga digunakan untuk mendeskripsikan pendekatan analisis yang khusus. Menurut Holsti, metode analisis isi adalah suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalis.18

G. Sistematika pembahasan

Penelitian ini akan disusun dalam beberapa bab dan sub bab sesuai dengan keperluan kajian yang akan dilakukan. Bab pertama adalah pendahuluan yang

17 DR. Ahmad Lutfi Fathullah, Tanggung jawab orangtua kepada anak dan keluarga,

http://alquranalhadi.com/kajian/tema/1304/tanggung-jawab-orangtua-kepada-anak-dan-keluarga ,(19 Mei 2016,10:09).

18Cokroaminoto, Analisis isi (content analysis) dalam penelitian

kulitatif ,http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/analisis-isi-content-analysis-dalam.html,(19 Mei 2016,12:50)


(24)

16

mana membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoretik, kajian pustaka, metode penelitian serta sistematika pembahasan.

Bab kedua membahas tentang kajian umum tanggung jawab orangtua terhadap anak, tanggung jawab orangtua terhadap anak dalam perspektif hukum negara dan tanggung jawab orangtua terhadap anak menurut perspektif ilmu psikologi islam.

Bab ketiga mengandung penafsiran oleh para mufassir terhadap ayat-ayat tentang tanggung jawab orangtua terhadap anak beserta analisis penulis terkait penafsiran dari mufassir-mufassir yang ada.

Setelah membahas tanggung jawab apa saja yang ada didalam Alquran kemudian dalam bab ini juga membahas aplikasi tanggung jawab orangtua terhadap anak dalam konteks keindonesiaan.

.

Bab keempat berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan serta saran untuk penelitian selanjutnya demi kesempurnaan karya-karya yang akan datang.


(25)

BAB II

KAIDAH ANALISA PENAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG

TANGGUNG JAWAB ORANGTUA TERHADAP ANAK

Dalam penelitiaan ini penulis menggunakan Metode Tafsir Maudhu‘i dari

Ulumul Qur‘an sebagai alat untuk meneliti penafsiran M.quraish sihab,hamka,dan

sayyid qutb dalam menafsirkan Ayat-ayat tanggung jawab orangtua terhadap anak didalam Alquran. Dalam memahami al-Qur‘an dibutuhkan pengetahuan terhadap metodologi dan keragaman tipologi penafsiran al-Qur‘an, sebab ia merupakan sebuah keniscayaan dalam membumikan maksud-maksud wahyu Ilahi kepada manusia.

Metode tafsir lebih merupakan sebuah kerangka atau kaidah-kaidah yang digunakan dalam melakukan penafsiran dan penggalian terhadap makna dan kandungan ayat-ayat al-Qur‘an.1

Melakukan rekonstruksi rumusan metodologi tafsir al-Qur‘an untuk dapat memenuhi kebutuhan umat baik secara ilmiyah maupun amaliyah menjadi sebuah keniscayaan dimana rumasan-rumasan tafsir terdahulu secara metodologis dalam pandangan sementara pakar masih kurang relevan. Sebagai conoh Syaikh Muhammad Al-Ghazaly yang mengeluhkan sikap kebanyakan mufassir yang memfokuskan perhatian mereka dalam menafsirkan al-Qur‘an hanya pada ranah fiqih semata dengan mengabaikan dimensi lain dari kandungan al-Qur‘an seperti


(26)

18

masalah-masalah kehidupan sosial-politik, budaya, pendidikan dan aspek-aspek lainnya yang sudah barang tentu baik secara eksplisit maupun inplisit terkandung dalam teks-teks suci al-Qur‘an.2

A. Metode Tafsir Maudhu’i

1. Pengertian Metode Tafsir Maudhu’i

Kalimat ―Metode Tafsir Maudhu’i‖ terdiri dari tiga rangkaian kata yaitu

―Metode‖, ―Tafsir‖ dan ―Maudhu’i‖, ketiga kata ini akan didefinisikan secara

terpisah dari dua sudut pendefenisian yaitu etimologi dan terminology.

Kata ―Metode‖ secara etimologi berasal dari kata Yunani methodos,

merupakan sambungan kata meta yang berarti menuju, melalui, atau mengikuti dan kata hodos yang berarti jalan, cara, atau arah. Dengan demikian maka kata methodos berarti: pengkajian, metode ilmiah, uraian ilmiah, yaitu cara bertindak menurut sistem aturan tertentu atau suatu cara dalam mengerjakan sesuatu obyek.3

Kata Tafsir secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang seacara morfologis berakar kata dengan huruf-huruf س ,ف, dan ر yang bermakna dasar

―(ناب) keadaan nyata dan jelas‖. Dengan penambahan huruf س maka bentuk

kata kerjanya adalah ُرِّسَفُ ي– َرَسَف yang bermakna memberikan penjelasan.4

2 Muhammad al-Ghazaly, Kaifa Nata’amalu Ma’a al-Qur’an (Kairo: Dar al-Ma’arif, T.Th), 2. 3


(27)

19

Al-Zubaydy menyatakan bahwa kata ُرْسَفلا artinya ىَطَغُمْلا ِفْشَكَو ةنَابِإا menyatakan kejelasan sesuatu dan membuka (untuk menjelaskan) sesuatu yang tertutup.5

Kata tafsir merupakan bentuk masdar dari kata kerja tersebut yang

secara leksikal bermakna ―mengungkapkan masud lafdh yang musykil‖.6 Dari

sudut terminologisnya para ulama tidak memiliki kesepadanan pendapat dalam memberika pengertian istilah Tafsir disebabkan karena perbedaan pendekatan yang mereka gunakan.7

Namun dengan demikian dapat dirumuskan bahwa Tafsir secara

terminologis adalah ―Ilmu yang didalamnya membahas tentang Al-Qur‘an

dari sudut dalalahnya yang sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Allah Swt berdasarkan kemampuan manusia dalam memahaminya‖.8

Berdasarkan defenisi ini dapat diturunkan beberapa hal;

a. Tafsir adalah suatu ilmu yang menjadikan al-Qur‘an sebagai obyek dan sumber kajian.

b. Kajian yang menjadi obyek utama dalam tafsir adalah menguak tabir

dala>lah (petunjuk) yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur‘an.

5 Muhammad Murtada al-Husainy al-Zubaidy, Taj al-‘Arus min Jawahir al-Qamus. (Kuwait: Matba’ah Hukumah, 1394 H/1973 M), Jld. XIII, 323.

6 Al-Dhahabu, al-Tafsir wa al-Mufassirun…,vol.I, 5. 7 Abd. Muin, Metodologi…, 6.


(28)

20

c. Tafsir merupakan pengkajian yang dilakukan oleh manusia berdasarkan kemampuannya yang terbatas.

d. Tafsir bertujuan untuk menguak tabir dari maksud, tujuan, dan petunjuk dari perkataan Allah swt yang terdapat di dalam al-Qur‘an.

Berdasarkan turunan defenisi terminologis tafsir di atas, maka untuk keperluan oprasional dapat ditarik sebuah istilah bahwa tafsir adalah ―Upaya manusia dalam mengkaji atau meneliti kandungan Al-Qur‘an‖. Dengan defenisi ini, maka tafsir dapat dipandang sebagai metode ilmu, yaitu suatu cara manusia dalam menemukan pengetahuan yang diperlukannya untuk menghadapi lingkungan hidup dan masalahnya.9

Kata Maudhu‘i secara etimologi berasal dari kata َعَض َو yang secara morfologisnya berakar kata dengan huruf-huruf ض ,و, dan ع yang bermakna

dasar ―(هطحوئيشللضفخلا) menurunkan sesuatu dan meletakkannya‖.10

al-Jurja>ny menyatakan bahwa kata َعَض َو secara leksikal berarti ―menjadikan suatu lafadh sesuai dengan pemaknaannya‖ dan secara terminologis bermakna ―Mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu yang lain ketika disebutkan secara mutlak atau diperhatikan‖.11 Kata merupakan

9Abd. Muin, Metodologi…, 8.

10 Ahmad bin Faris bin Zakariya, Abu al-Husain, Mu’jam Maqayis al-Lughah. (Beirut: Dar

al-Fikr, T.Th), Jld. VI, 117.


(29)

21

bentuk isim maf‘ul dari kata kerja َعَض َو yang bermakan: ―Judul, tema, topik

buatan‖.12

Adapun pengertian tafsir maudhu‘i (tematik) ialah mengumpulkan ayat

-ayat al-qur‘an yang mempunyai tujuan yang satu yang bersama-sama membahas judul/topik/sektor tertentu dan menertibkannya sedapat mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain, kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.13

Menurut al-Sadr bahwa istilah tematik digunakan untuk menerangkan ciri pertama bentuk tafsir ini, yaitu ia mulai dari sebuah terma yang berasal dari kenyataan eksternal dan kembali ke Alquran. la juga disebut sintesis karena merupakan upaya menyatukan pengalaman manusia dengan al­qur‘an.14

Namun, ini bukan berarti metode ini berusaha untuk memaksakan pengalaman ini kepada Alquran dan menundukkan Alquran kepadanya. Melainkan menyatukan keduanya di dalam komteks suatu pencarian tunggal yang ditunjukkan untuk sebuah pandangan Ialam mengenai suatu pengalaman manusia tertentu atau suatu gagasan khusus yang dibawa oleh si mufassir ke dalam konteks pencariannya.

12 Lois Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. (Beirut; Dar al-Masyriq, 1973), 1004. 13 Farmawi al, Abd al-Hayy, Mu jam al-Alfaz wa al-a’lam al-Our’aniyah, (Kairo: Dar al-`ulum,

1968) 52.


(30)

22

Bentuk tafsir ini disebut tematik atas dasar keduanya, yaitu karena ia memilih sekelompok ayat yang berhubungan dengan sebuah tema tunggal. Ia disebut sistetis, atas dasar ciri kedua ini karena ia melakukan sintesa terhadap ayat-ayat berikut artinya ke dalam sebuah pandangan yang tersusun.

Menurut al Farmawi bahwa dalam membahas suatu tema, diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut terma itu. Namun demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang memadai dengan menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif).15

Metode tafsir Maudhu‘i adalah cara mengkaji dan mempelajari ayat

Al-Qur‘an dengan menghimpun ayat-ayat Al-Qur‘an yang mempunyai

maksud sama, dalam arti sama-sama membicarakan satu topic masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat itu. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan.

Dengan metode ini, mufasir meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya dan melakukan analisis berdasarkan ilmu yang benar dalam rangka menjelaskan sehingga dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak kritikan.16

15 Farmawi al, Abd al-Hayy, AI-Bidayah.fi al-Tafsir al-Maudhu’i, (, Kairo: Matba’ah al-Hadarah

al-`Arabiyah 1977), hal. 62.


(31)

23

Berdasarkan defenisi-defenisi leksikal diatas baik secara etimologi maupun terminologis dari seluruh kata, maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan ―Metode Tafsir Maud}u’i‖ adalah: ―Upaya manusia dalam

meneliti dan menelusuri seluruh aspek makna, tujuan dan petunjuk al-Qur‘an dalam satu tema guna menjawab berbagai persoalan dengan menjadikan prosedur metode penelitian ilmiah sebagai acuan‖17

2. Sejarah Tafsir Maudhu’i

Dasar-dasar tafsir maudhu‘i telah dimulai oleh Nabi SAW sendiri ketika menafsirkan ayat dengan ayat, yang kemudian dikenal dengan nama tafsir bi al-ma‘sur. Seperti yang dikemukakan oleh al Farmawi bahwa semua penafsiran ayat dengan ayat bisa dipandang sebagai tafsir maudhu‘i dalam bentuk awal.18

Tafsir-tafsir buah karya para ulama yang kita ketahui sampai sekarang ini kebanyakan masih menggunakan metode tafsir al-tahlily yaitu menafsirkan ayat-ayat Alquran dalam kitab-kitab mereka, ayat demi ayat, surat demi surat secara tertib sesuai dengan urutan adanya ayat-ayat itu dalam mushaf, tanpa memperhatikan judul/tema ayat-ayat yang ditafsirkan.

Hal itu umumnya disebabkan karena pada awal pertumbuhan tafsir, para ulama masih belum mengambil spesialisasi dalam ilmu-ilmu pengetahuan tertentu, yang memungkinkan para ulama untuk menafsirkan


(32)

24

ayat-ayat al­qur‘an secara tematik/topikal atau sektoral, dan juga dikarenakan para ulama belum terdesak untuk mengadakan tafsir maudhu‘i ini, disebabkan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang hafal seluruh ayat Alquran, dan sangat menguasai segala segi ajaran lslam sehingga mereka mampu untuk menghubungkan ayat satu dengan ayat yang lain yang sama-sama membicarakan judul/topik yang satu.19

jika dikembalikan ke dalam sejarah kebudayaan Islam bahwa pada permulaan Ialam yaitu zaman Rasulullah dan masa sahabat, perhatian mareka terkonsentrasi pada upaya penyiaran agama Ialam, menghadapi berbagai tantangan orang-orang non muslim, menghafal dan pelestarian Alquran dan

al-hadia, maka wajarlah kalau tafsir maudhu‘i belum berkembang pada masa

itu seperti sekarang ini.

Pada masa sekarang para ilmuwan menghadapi permasalahan yang kompleks, sejalan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi, globaliaasi

informasi, maka tafsir maudhu‘i semakin populer dan mutlak dibutuhkan

Karena Alquran harus dijadikan sebagi pedoman, petunjuk, rahmat, tempat berkonsultasi baik bersikap maupun dalam bertingkah laku dalam rangka menjalankan fungsi seseorang berhubungan dengan Allah, sesama manusia dan alam. Maka segala sesuatu yang diperoleh di dunia ini, prosesnya, materinya, perencanaannya, tujuannya, hasilnya, semuanya itu haruslah menjiwai pesan-pesan Alquran. Dari sisi ini, re-interpretasi atau mengkaji


(33)

25

ulang terhadap penafsiran Alquran yang diberikan para ulama dahulu, dengan

metode tafsir maudhu‘i mutlak diperlukan. Kalau demikian halnya, maka

akan lahir mufassir-mufassir baru yang selalu mengkaji dan menafsir Alquran sejalan dengan keadaan dari masa ke masa.

Tafsir maudhu‘i lebih kompleks dan lebih tajam dibandingkan dengan tafsir tahlili (analitis). Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh al-Sadr tentang perbedaan antara tafsir maudhu‘i dan tahlili yaitu (1) peran mufassir yang mempergunakan tafsir tahlili umumnya pasif.

Pertama-tama ia mulai dengan membahas sebuah naskah Alquran tertentu, dimulai dari sebuah ayat atau kalimat, tanpa merumuskan dasar-dasar pemikiran atau rencana terlebih dahulu, kemudian mencoba untuk menetapkan pengertian Alquran dengan bantuan perbendaharaan al-qur‘gn dan berbagai indikasi yang ada padanya dalam naskah khusus tersebut ataupun yang di luar itu. Secara umum usahanya terbatas pada penjelasan sebuah naskah Alquran tertentu.

Dalam hal ini, peran naskah serupa dengan si pembicara, dan tugas pasif si mufassir ialah mendengarkan dengan penuh perhatian dengan pikiran yang cerah dan jernih serta penguasaan atas bahasa arab, baik yang klasik, halus serta gaya bahasa arab.

Dengan pikiran dan semangat yang demikian mufassir duduk menghadapi A1-qur‘an dan mendengarkan dengan penuh perhatian


(34)

26

peranannya pasif sementara Alquran menonjolkan arti harfiahnya, si mufassir mencatatnya di dalam tafsimya sampai pada batas pemahamannya.

Kontras dengan hal ini, mufassir yang memaki metode maudhu‘i (tematik) tidak memulai aktifitasnya dari naskah Alquran, tetapi dari realitas kehidupan. la memusatkan perhatiannya pada sebuah subyek tertentu dari berbagai masalah yang berhubungan dengan aspek--aspek kehidupan sosial atua kosmilogi, dengan menggunakan kumpulan hasil pemikiran dan pengalaman manusia tentang subyek tersebut, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam pemecahan-pemecahan yang dianjurkan sehubungan dengan masalah tersebut, dengan jurang pemisah di antara keduanya.

Setelah itu, ia kembali kepada naskah Alquran, namun tidak dalam posisi sebagai seorang pendengar pasif dan seorang pencatat. la menempatkan sebuah topik dan masalah yang ada dari sejumlah pandangan dan gagasan manusia dihadapan Alquran. Dengan begitu ia mulai sebuah dialog dengan Alquran, di mana si mufassir bertanya dan Al-qur‘an memberikan jawabannya.20

Dalm metode tafsir maudhu‘i si mufassir mengkaji topiknya dengan menghubungkannya dalam batas-batas kemampuannya, dengan pengalaman intelektual manusia yang tidak sempurna sebagaimana yang diwakili oleh pandangan-pandangan berbagai pemikir baik yang benar maupun tidak benar dengan menggunakan pemikiran-pemikiran tersebut sebagai alat bantu untuk


(35)

27

memecahkan masalah yang dihadapinya. Kemudian kembali menyimpan hasil pencariannya, ia kembali kepada Alquran, tidak sebagai pendengar yang pasif tetapi sebagi seseorang yang memasuki suatu dialog. Dengan semangat pencarian dan kontemplatif, ia bertanya kepada Alquran yang dimulai dengan naskah-naskah Alquran mengenai subyek kajiannya.

Tujuannya di sini ialah menemukan pandangan Alquran mengenai subyek kajian dan sampai pada satu kesimpulan yang diilhami oleh naskah, sambil membandingkannya dengan gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan yang berhubungan dengan subyek tersebut.

Dengan demikian, perbedaan mendasar yang pertama antara tafsir

tahlili dan maudhu‘i ialah bahwa dalam metode yang pertama si mufassir

pasif, pendengar sambil membuat catatan yang tidak demikian dengan metode yang kedua.

Tafsir maudhu‘i ialah meletakkan warisan intelektual dan pengalaman manusia sebagaimana juga pemikiran kontemporer di hadapan Alquran, untuk mencari pandangan Alquran tentang subyek kajian yang dibahas. Selanjutnya al-Sadr mengemukakan bahwa perbedaan kedua (2) bahwa tafsir maudhu‘i selangkah lebih maju dari pada tafsir tahlili.

Tafsir tahlili membatasi dirinya pada pengungkapan arti ayat-ayat Alquran secara terperinci, sementara tafsir tematik menuju pada sesuatu yang lebih dari itu dan mempunyai lingkup pencarian yang lebih luas. la berusaha


(36)

28

masing ayatnya telah disediakan oleh metode analitik, untuk mencapai kepada sebuah susunan pandangan Alquran yang utuh, yang di dalam kerangka kerja tersebut masing-masing ayatnya mempunyai tempat sendiri. Inilah apa yang kita sebut sebagi pandangan atau cara pandang.

Metode tematik berupaya, miksimal untuk sampai pada pandangan A1-qur‘an tentang nubuwwah, pandangan Alquran sehubungan dengan teori ekonomi, pandangannya tentang hukum-hukum yang membentuk jalannya sejarah dan pandangannya tentang kosmologi.

Dengan demikian, tafsir maudhu‘i satu tahap lebih maju dari pada tafsir tahlili, dan bertujuan untuk sampai pada suatu susunan pandangan yang mewakili sikap Alquran tentang sebuah tema tertentu dari berbagai ayat idiologi, sosial dan kosmologi.21 Keutuhan antara naskah Alquran dan pengalaman manusia yang mana mufassir mondar-mandir berdialog dan berfikir antara Alquran membela kepentingan manusia dan Alquran sebagai wahyu Allah akan besar kemungkinan dapat menjawab masalah umat manusia.

3. Urgensi Tafsir Maudhu’i

Bila dicermati, dalam metode tafsir maudhu‘i akan diperoleh pengertian bahwa metode ini merupakan usaha yang berat tetapi teruji. Dikatakan berat, karena mufassir harus mengumpulkan ayat dalam satu tema dan hal--hal yang berhubungan dengan tema tersebut. Dikatakan teruji, karena memudahkan orang


(37)

29

dalam menghayati dan memahami ajaran Alquran, serta untuk memenuhi menyelesaikan berbagai masalah yang timbul di zaman ini.

Begitu pentingnya metode ini, Abdul Djalal menyebutkan faedah metode ini yaitu:

a) akan mengetahui hubungan dan persesuaian antara beberapa ayat dalam satu judul bahasan, sehingga bisa menjelaskan arti dan maksud-maksud ayat-ayat A1-qur‘an dan petunjuknya, ketinggian mutu seni, sastra dan balghahnya.

b) akan memberikan pandangan pikiran yang sempurna, yang bisa mengetahui seluruh nash-nash Alquran mengenai topik tersebut secara sekaligus, sehingga ia bisa menguasai topik tersebut secara lengkap.

c) menghindari adanya pertentangan dan menolak tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang, yang mempunyai tujuan jahat terhadapAlquran, seperti dikatakan bahwa ajara Alquran bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

d) lebih sesuai dengan selera zaman sekarang yang menuntut adanya penjelasan tuntutan-tuntutan Alquran yang umum bagi semua pranata kehidupan sosial dalam bentuk peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang sudah difahami, dimanfaatkan dan diamalkan.

e) mempermudah bagi para muballigh dan penceramah serta pengajar untuk mengetahui secara sempurna berbagai macam topik dalam Alquran.


(38)

30

f) akan bisa cepat sampai ke tujuan untuk mengetahui atau mempelajari sesuatu topik bahasan aI-qur‘an tanpa susah payah.

g) akan menarik orang untuk mempelajari, menghayati dan mengamalkan isi Al­qur‘an, sehingga Insya Allah tidak ada lagi semacam kesenjangan antara ajaran-ajaran Alquran dengan pranata kehidupan mereka.

h) silabi pelajaran tafsir di madrasah-madrasah dan silabi mata kuliah tafsir di fakultas-fakultas, bisa dijabarkan dalam buku-buku pelajaran sehingga menunjang pendidikan yang merupakan program nasional.22

4. Cara Kerja Tafsir Maudhu’i

Diantara cara kerja atau langkah-langkah prosedural yang ditawarkan oleh para pakar, penulis memandang bahwa rumusan Abd Muin Salim memiliki kesesuaian dengan metode penelitian ilmiah. Adapun rumusan langkah-langah prosedural penerapan tafsir dengan

metode maudhu‘y yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a) Menentukan masalah yang akan dikaji yaitu dengan mengadakan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan gambaran mengenai konsep dan kerangka teori yang akan dijadikan sebagai acuan pembahasan yang akan dikaji.

b) Menyusun hipotesis (jika diperlukan)23 dengan cara menghimpun data yang relevan dengan masalah yang akan dikaji, baik berupa


(39)

31

ayat-ayat al-Qur‘an ataupun hadis-hadis Nabi saw, serta data lain yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang akan dikaji.24

c) Menyusun ayat-ayat menurut tertib turunya surat, diaman surat-surat makkiyah kemusian madaniyyah, yang betujuan untuk mendapatkan gambaran perkembangan gagasan Qur’a>ny yang diteliti.25

d) Menafsirkan kosa-kata, frase, kalusa dan ayat-ayat dengan menggunakan teknik-teknik interpretasi (tafsir).26

e) Membahas seluruh konsep yang telah diperoleh dan mengaitkannya dengan kerangka acuan yang dipergunakan.

f) Menyusun hasil penelitian menurut kerangka yang telah dipersiapkan dalam bentuk laporan hasil penelitian (karya tafsir).27

Sedangkan menurut Al-Farmawi mengemukakan ada tujuh langkah yang perlu dilakukan untuk menggunakan metode Maudhu‘i . langkah -langkah tersebut adalah:

a. Memilih atau menetapkan masalah Al-Qur‘an yang akan dikaji secara Maudhu‘i

23 Soetriono dan Rita Hanafi, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Penerbit

Andi, 2007), 159.

24Abd Muin, Metodologi…., 32. 25 Ibid,32.


(40)

32

b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang ditetapkan, ayat Makkiyah dan Madaniyah.

c. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologis masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya atau sabab al-nuzul.

d. Mengetahui hubungan (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing surahnya.

e. Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna, dan sistematis.

f. Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadis bila dipandang perlu, sehingga pembahasan semakin sempurna dan jelas.

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertian yang ‘am dan khash, antara muthlaq dan muqayyad, mensingkronkan ayat-ayat yang lahirnya terkesan kontradiktif, menjelaskan ayat nasikh dan mansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada suatu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna yang kurang tepat.28


(41)

33

Terdapat tiga bentuk tafsir dengan menggunakan metode maudhu‘i yaitu:

a. menafsirkan al-Qur‘an dalam satu tema tertentu berdasarkan tema-tema pokok dalam al-Qur‘an dengan menghimpun seluruh ayat dari berbagai surat

b. menafsirkan salah satu surat al-Qur‘an dengan cara mengungkapkan tema sentral dari surat tersebut dan menghubungkannya dengan ayat-ayat yang terdapat didalamnya sehingga bagian awal surah sebagai pendahuluan, bagian tengah surah sebagai penjelas dan bagian akhir dari suraht tersebut sebagai pengukuh (tasdiq)

c. ketiga, menafsirkan al-Qur‘an berdasarkan lafaz (tafsir al-Qur‘an bi dalalah al-Lafzi) dengan cara mengumpulkan seluruh lafaz} yang memiliki kesamaan semantik morfologis, kemudian menafsirkannya berdasarkan makna yang digunakan oleh al-Qur‘an itu sendiri.

6. Kelebihan Metode Tafsir Maudhu’i

Terdapat beberapa keistimewaan dari metode tafsir maudhu‘y diantaranya:

1) Metode maud}u>’i merupakan terobosan yang efektif dan inovatif untuk menggali pesan-pesan al-Qur‘an secara utuh.29


(42)

34

2) Metode ini membuka peluang bagi para spesialis dari seluruh bidang ilmu untuk mengkaji al-Qur‘an berdasarkan spesialisasi mereka secara mendalam.30

3) Metode ini dapat menangkap makna, petunjuk, keindahan (kemu‘jizatan),

dan kefasihan al-Qur‘an.31

4) Metode ini dapat menghilangkan kesan kontradiktif atar ayat dalam

al-Qur‘an. Ayat-ayat tersebut dapat dikompromikan dalam satu kesatuan

yang harmonis.32

5) Metode ini disusun secara praktis dan sistematis dalam memecahkan berbagai persoalan yang timbul. Kondisi semacam ini sangat sesuai dengan kehidupan umat hari ini yang semakin modern dengan mobilitas tinggi.

6) Metode ini menjadikan al-Qur‘an senantiasa dinamis sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga menimbulkan image bahwa al-Qur‘an senantiasa mengayomi dan membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan strata sosial.33

7) Metode ini dapat memenuhi apa yang tidak dapat dipenuhi oleh metode-metode tafsir yang lain dalam menyampaikan dan menjelaskan pesan-pesan al-Qur‘an.

30 Al-Alma>’y, Dira>sa>t…, 16. 31 Al-Farma>wy, Metode…, 55. 32


(43)

35

8) Kesimpulan yang dihasilkan mudah dipahami, karena ia membawa para pembaca kepada petunjuk al-Qur‘an tanpa harus mengemukakan pembahasan terperinci dalam satu disiplin ilmu.34

9) Metode ini membantu memahami ayat-ayat al-Qur‘an secara utuh.

10)Metode ini menjadikan prinsip-prinsip metode penelitian ilmiah modern sebagai acauan penerapannya yang tidak berseberangan dengan

prinsip-prinsip Qur‘aniyyah dan al-Risalah al-Nabawiyyah.


(44)

BAB III

TELAAH TANGGUNG JAWAB ORANGTUA TERHADAP ANAK

DALAM AL-

QUR’A<N

A.

Penafsiran Ulama Tentang Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Dalam

Al-

Qur’a<n

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan penulis, sepengetahuan

penulis berikut merupakan tanggung jawab yang harus dipenuhi orangtua

terhadap anaknya menurut M. Quraish Shihab, Hamka dan Sayyid Qut}b:

1. Menanamkan nilai ketauhidan

Tanggung jawab yang pertama kali dibebankan oleh Allah kepada para orangtua adalah berupa menanamkan nilai-nilai ketauhidan kepada anak. Betapa pentingnya menanamkan nilai akidah kepada anak sehingga ketika maut menjemput pun nabi ya‘kub terus mengingatkan anak-anaknya agar tetap berpegang teguh pada akidah yaitu dengan hanya menyembah Allah SWT saja. Sebagaimana dalam Al-qur‘an surat Al-Baqarah ayat 132-133:













































.













































































.


(45)

37

agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".1

Sayyid Qut}b dalam kitab tafsirnya Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n menjelaskan bahwa Ibrahim dan

ya‘kub mengingatkan kepada anak cucunya akan nikmat Allah atas mereka karena telah

memilih agama Islam untuk mereka. Agama Islam merupakan agama yang telah dipilih oleh Allah. Oleh karenanya, mereka tidak diperbolehkan untuk mencari-cari pilihan lain. Balasan atas pemeliharaan dan karunia Allah kepada mereka ialah dengan cara mensyukuri nikmat telah dipilihkannya agama Islam oleh Allah untuk mereka. Antusias mereka terhadap apa yang dipilihkan Allah untuk mereka merupakan sebuah keharusan, serta berusaha keras agar tidak meninggalkan dunia ini melainkan dalam keadaan tetap memelihara amanat tersebut.2

Demikian pesan Ibrahim dan Ya‘kub kepada anak cucunya yang merupakan suatu wasiat yang di ulang kembali oleh Ya‘kub pada saat-saat akhir hidupnya ketika sedang menghadapi kematian dan sakaratul maut yang tidak dapat dihindari. Nasehat ini merupakan nasehat yang seharusnya didengar oleh kaum Bani Israel dalam wasiat ya‘kub tersebut. Peristiwa ketika nabi Ya‘kub bersama anak-anaknya saat ia menghadapi kematian merupakan peristiwa yang memberikan petunjuk, pengarahan serta pengaruh yang sangat besar. Ketika kematian nabi Ya‘kub sudah di ambang pintu, kegelisahan nabi Ya‘kub ketika itu adalah tentang pusaka apa yang hendak ia tinggalkan untuk putra-putranya.3

Pada akhirnya pusaka yang akan ditinggalkan oleh nabi Ya‘kub kepada putra -putranya adalah akidah. Wasiat tersebut merupakan persoalan yang nabi Ya‘kub pikirkan dan urusan besar yang tidak dapat nabi Ya‘kub abaikan meskipun dalam keadaan sakaratul maut.

1

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2012),30.


(46)

38

Nabi Ya‘kub bertanya kepada putra-putranya ―apakah yang kamu sembah sepeninggalku?‖

kemudian, nabi Ya‘kub meneruskan ―inilah urusan yang karenanya kukumpulkan kamu,

wahai anak-anakku. Inilah amanat modal dan warisan yang hendak kusampaikan kepadamu.‖ Kemudian putra-putranya menjawab, ―kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu,Ibrahim,Ismail,Ishaq yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.‖4

Putra-putra nabi Ya‘kub mengerti agama mereka dan menyebutnya dihadapan nabi

Ya‘kub. Anak-anak nabi Ya‘kub menerima warisan ini dan memeliharanya serta

menenangkan dan menyenangkan hati orangtuanya yang sedang menghadapi kematian. Wasiat nabi Ibrahim kepada putra-putranya juga terpelihara pada putra-putra nabi ya‘kub. Mereka menyatakannya dengan jelas bahwa mereka adalah orang-orang muslim, beragama islam, dan tunduk patuh kepada Allah.5

Dalam surat luqman ayat 14 juga dijelaskan:



















































Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.6

Sayyid Qut}b menjelaskan bahwa ayat ini memaparkan hubungan antara kedua orangtua dengan anak-anak mereka dalam tata bahasa yang detail dan teliti. Ia menggambarkan hubungan ini dalam gambaran yang mengisyaratkan kasih sayang dan

4 Ibid .,Vol.1,142. 5


(47)

39

kelembutan. Walaupun demikian, sesungguhnya ikata akidah harus dikedepankan dari hubungan darah yang kuat itu.7

Akidah merupakan hal yang sangat fital dalam agama islam, karena keyakinan bahwa Tuhan semesta alam hanyalah Allah semata adalah persyaratan mutlak bagi seseorang yang akan memeluk agama islam yang kemudian disertai dengan pengakuan bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Tanggung jawab yang pertama kali dibebankan oleh Allah kepada para orangtua adalah berupa menanamkan nilai-nilai ketauhidan kepada anak. Sebagaimana dalam surat Al-baqoroh ayat 132-133 di jelaskan oleh Sayyid Qut}b bahwa pada akhirnya peninggalan yang

akan ditinggalkan oleh nabi ya‘kub kepada putra-putranya adalah akidah. meskipun sakaratul

maut sedang menjemput Nabi Ya‘kub tidak melupakan masalah. Hal tersebut menjelaskan secara tersirat bahwa betapa pentingnya menanamkan nilai akidah kepada anak.

Sedangkan dalam Surat Luqman ayat 13 juga dijelaskan sebagai berikut:









































Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

benar-benar kezaliman yang besar".8

Sayyid Qut}b dalam kitab tafsirnya Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n menjelaskan bahwa Luqman melarang anaknya dari berbuat syirik, dan Luqman memberikan alasan atas larangan tersebut bahwa kemusyrikan merupakan kezaliman yang besar. Pernyataan Luqman tentang hakikat tersebut diperkuat dengan dua tekanan. Tekanan yang pertama adalah dengan mengawalinya


(48)

40

menggunakan huruf La ‗benar-benar‘ dilarang berbuat syirik beserta alasannya dengan penekanan yang kedua, yakni dengan huruf inna yang berarti ‗sesungguhnya‘.9

Lebih lanjut Sayyid Qut}b menjelaskan bahwa nasihat seorang ayah kepada anaknya merupakan nasihat yang bebas dari segala syubhat dan jauh dari segala prasangka. Sesungguhnya perkara tauhid dan larangan berbuat syirik merupakan perkara lama yang selalu diserukan oleh orang-orang yang dianugerahkan hikmah oleh Allah di antara manusia. Tidak ada kehendak di baliknya melainkan kebaikan semata-mata, dan sama sekali tidak menghendaki selain yang demikian. Inilah pengaruh jiwa yang dimaksudkan ayat ini.10

Sedangkan Menurut Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik (mempersekutukan Allah). Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan. Bahwa redaksi pesannya berbentuk larangan jangan mempersekutukan Allah untuk menekankan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan sesuatu yang baik.11

Terdapat sedikit Perbadaan penafsiran antara Quraish sihab dan Sayyid Qut}b dalam menafsirkan ayat ini. Sayyid Qut}hb menjelaskan bahwa Luqman melarang anaknya dari berbuat syirik, dan Luqman memberikan alasan atas larangan tersebut bahwa kemusyrikan merupakan kezaliman yang besar. Penafsiran ini berdasarkan kaidah kebahasaan(semantik) bahwa huruf La ‗benar-benar‘ dilarang berbuat syirik beserta alasannya dengan penekanan yang kedua, yakni dengan huruf inna yang berarti ‗sesungguhnya. Sedangkan quraish sihab tidak terlalu menekankan penafsiran dari segi kebahasaan(semantik) melainkan mengkiaskan

9 Ibid., Vol. 7, 175. 10


(1)

63

5. Berlaku adil pada anak

Berlaku adil merupakan Salah satu sikap orang tua yang penting untuk selalu diterapkan kepada anak-anaknya. Hal ini dikarenakan ketidakadilan akan membuat antara satu anak dan yang lainnya saling iri dan berujung bada permusuhan diantara mereka.

Anak-anak akan patuh kepada orang tua yang selalu adil dan tidak pilih kasih, karena anak merasa dihargai dan tidak dibeda-bedakan hal ini berdampak orang tua lebih mudah mengatur anak karena mereka semua merasa diperhatikan dan disayang oleh orang tuanya.

Di antara dampak dari sikap orang tua yang tidak adil terhadap anak adalah anak menjadi sulit untuk diatur karena wibawa orang tua hilang di mata anak-anaknya, dan pada akhirnya orang tua tidak bisa mendidik dan menyampaikan nasehatnya kepada anak, dikarenakan mereka telah curiga dan berburuk sangka kepada orang tuanya.

Dalam praktiknya manusia selalu punya kecenderungan untuk tidak mampu berbuat adil. Akan tetapi manusia dituntut untuk terus berusaha berbuat adil. Dan awal mula sikap adil berawal dari rumah tangga. Orang tua merupakan contoh dan tauladan bagi seorang anak. Sikap adil terhadap anak bisa diterapkan dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang pada setap anak dengan porsi yang sama. Ketika menyanjung seorang anak maka orang tua tidak lupa untuk memuji anak-anak yang lain. Dengan cara ini akan menimbulkan rasa dihargai dalam hati seorang anak.


(2)

64

6. Memberi nafkah dan tidak meninggalkan anak dalam keadaan lemah

Memberi nafkah merupakan sebuah keharusan yang harus dilakukan orang tua sebagai bentuk tanggung jawab dalam memenuhi salah satu Hak seorang anak. Dalam konteks keindonesiaan telah diatur dalam Undang-undang:

Pasal 34 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (―UUP‖) suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

Khusus bagi masyarakat yang beragama Islam, suami memiliki kewajiban terkait dengan nafkah yang diatur dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (―KHI‖). Dalam pasal itu diatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung:

a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.

b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.

c. biaya pendidikan bagi anak. 51

Dalam konteks keindonesiaan sudah jelas diterapkan bahwa orang tua terutama seorang ayah memiliki tanggung jawab dalam menafkahi seorang anak. Hal ini sebagai bukti tanggung jawab seorang ayah kepada anak dengan cara memenuhi Hak yang seharusnya didapatkan seorang anak.

51


(3)

65

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari sekian penafsiran beberapa mufassir dan analisa yang dijelaskan dapat disimpulkan dalam beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. M. Quraish Shihab, Hamka dan Sayyid Qut}b dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n tentang tanggung jawab orang tua terhadap anak memiliki penafsiran yang berbeda-beda dalam penafsirannya. Namun, dari ketiga penafsiran mufassir tersebut sama-sama mengandung prinsip tanggung jawab orang tua terhadap anak.

2. Baik secara tersirat maupun tersurat ayat-ayat yang menjelaskan tentang tanggung jawab orangtua terhadap anak menurut Sayyid Qutb, Hamka, dan M.Quraish Sihab memiliki poin-poin sebagai berikut: Menanamkan nilai ketauhidan, Menyapih dan memberikan kasih sayang, Memberikan pendidikan agama, Mengajarkan etika, Berlaku adil pada anak, Memberi nafkah dan tidak meninggalkan anak dalam keadaan lemah.

B. Saran

Dalam penelitian ini penulis hanya membahas tanggung jawab orang tua terhadap anak secara global. Penulis tidak membahas lebih mendalam dan spesifik tentang satu tanggung jawab orang tua terhadap anak. Penulis berharap dikemudian hari ada penelitian yang membahas secara spesifik satu tanggung jawab orang tua yang terkandung dalam alquran sehingga dapat dibahas lebih mendalam.


(4)

66

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2012 al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro.

Nadya Isnaeni, Derita 3 Bocah Korban Kekerasan Orangtua, dalam news.liputan6.com, diakses pada jumat,10 juni 2016 pukul 22:13.

Deny Irwanto, Kasus Penelantaran Anak di Cibubur, Orang Tua Jadi Tersangka, dalam news.metrotvnews.com, 2015/06/17/, diakses pada jumat,10 juni 2016, pukul 22:34.

Dodi ferdiansyah, Penganiayaan Anak Kembar hingga Tewas Terungkap oleh Pembantu, dalam daerah.sindonews.com, diakses pada sabtu,11 juni 2016,pukul 23:07.

Ayah Gila! Perkosa Anak Kandungnya Dulu, lalu Dijadikan PSK, dalam radartegal.com, diakses pada sabtu, 16 juli 2016, pukul 11:29.

Selly loamena, Bejat, Bapak Perkosa Anak Kandung Hingga Hamil 7 Bulan, dalam

news.okezone.com, 2016/04/11,diakses pada sabtu, 16 juli 2016, Pukul 11:33.

Nur fauziah, Ayah di Depok 9 tahun mencabuli anak kandung hingga hamil, dalam www.merdeka.com, diakses pada sabtu, 16 juli 2016, pukul 11:37.

Hadi Suprapto, Daftar Panjang Kekerasan Anak, Ini Penyebabnya, dalam

nasional.news.viva.co.id, diakses pada sabtu,11 juni 2016, pukul 23.55.

Sayyid Qut}b, Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n,., Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 1( Jakarta: Gema Insani,2004),302.

Saifuddin Ahmad Syatibi Muhammad, Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anaknya

(kajian tafsir al-Nisa: 09) dalam http://saifuddinasm.com, tanggal 30 Oktober 2012. Diakses pada tanggal 19 Mei 2016.

Syahroni siregar, Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Anak Menurut Konsep Alquran,dalam syahronisiregar140.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 19 Mei 2016.

Muhammad Hisyam Asyiqin ,Tugas dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak (Edisi 24), dalam buletinmi.com,diakses pada tanggal 19 Mei 2016.

Orangtua, dalam id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 19 Mei 2016.

DR. Ahmad Lutfi Fathullah,Tanggung jawab orangtua kepada anak dan keluarga, dalam alquranalhadi.com, diakses pada 19 Mei 2016,10:09.

Cokroaminoto,Analisis isi (content analysis) dalam penelitian kulitatif, dalam www.menulisproposalpenelitian.com, diakses pada 19 Mei 2016,12:50.

Serafina Shinta Dewi,PERLINDUNGAN ATAS HAK ANAK DALAM

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002”, dalam www.kumham-jogja.info diakses pada


(5)

67

67

Kinkin mulyati,Hak dan kewajiban anak menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002 dalam perspektif hukum islam,dalam kinkin-mulyati.blogspot.co.id,diakses pada Selasa,5/7/2016.7:2.

UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI dan Departemen Sosial,16-20.

Hasan Basri, Keluarga Sakinah -Tinjauan psikologi dan Agama., Pustaka Pelajar,

Yogyakarta:1999 cetakan ke-4

Abdullah Nashih Ulwan,Pemeliharaan Kesehatan Jiwa., Bandung: PT Remaja Rosdakarya,cetakan ke-3

Adil Fathi Abdullah, Menjadi Ibu Dambaan Umat.,( Jakarta: Gema Insani Press).

Kartini Kartono, Psikologi Anak-Psikologi Perkembangan., (Bandung,:Mandar Maju, 1995) Ali Qaimi, Buaian Ibu Diantara Surga dan Neraka-Peran Ibu dalam Mendidik Anak., (Bogor:Penerbit Cahaya, 2000).

Jamal Abdurrahman, Pendidikan Ala Kanjeng Nabi-120 Cara Rasulullah SAW Mendidik Anak., (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003).

Marasuddin Siregar, Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun- Suatu Analisa Fenomenologi.,

(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1999).

H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam.,( Jakarta :Kalam Mulia, 2000).

Undang-Undang Nomor. 4 Tahun 1979, Tanggal. 23 Juli 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, bab II pasal 2.

Sholeh Abdul Aziz, At-Tarbiyah wa Turuqu Al-Tadris, Juz. 1, (Mesir:Darul Ma’arif). Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif., (Jakarta: Rineka Cipta, cet. I, 2000).

H. Samsul Nizar, M.A, Filsafat Pendidikan Islam-Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,( Jakarta:Ciputat Pers,2002).

Fazlur Rahman, Islam, (Bandung:Penerbit Pustaka, 2000).

E. Koswara, Teori-Teori Kepribadian,( Bandung Bandung :PT. Eresco,1991).

Sayyid Qut}b, Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n, Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 1( Jakarta: Gema Insani,2004). Sayyid Qut}b, Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n, Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 2( Jakarta: Gema Insani,2004). Sayyid Qut}b, Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n, Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 6( Jakarta: Gema Insani,2004). Sayyid Qut}b, Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n, Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 7( Jakarta: Gema Insani,2004). Sayyid Qut}b, Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n, Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 11( Jakarta: Gema Insani,2004). Sayyid Qut}b, Fi> Z>ila>l al-Qur’a>n, Ter. As’ad Yasin dkk. Vol. 12( Jakarta: Gema Insani,2004). Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, Vol .6 (Jakarta: Lentera Hati, 2002).


(6)

68

68

Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, Vol .11 (Jakarta: Lentera Hati, 2002). Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, Vol .13 (Jakarta: Lentera Hati, 2002). Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, Vol .14 (Jakarta: Lentera Hati, 2002). Hamka. 1985. Tafsir al-Azhar. Juz 2. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Hamka. 1985. Tafsir al-Azhar. Juz 5. Jakarta: Pustaka Panjimas. Hamka. 1985. Tafsir al-Azhar. Juz 8. Jakarta: Pustaka Panjimas.