TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK (Telaah Pendapat Surat Lukman Ayat 13) SKRIPSI

  

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP

ANAK

(Telaah Pendapat Surat Lukman Ayat 13)

SKRIPSI

  

OLEH

MUHAMMAD FATKURROCHMAN

NIM: 111 11 165

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2017

  MOTTO  Keluarga adalah inti dari peradaban dunia  Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh kaenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk (Imam aN- Nawawi) PERSEMBAHAN Skripsiinikupersembahkanuntuk 1.

  Kedua orang tuaku,Bapak karnadi dan ibu sri fadillah yang menjadi pahlawan dan malaikatku, t erimakasih untuk untaian do’a yang selalu tercurahkan, segala pengorbanan yang sungguh berbalas surga, serta nasehat-nasehat yang mengantarkan pada Jannah-Nya 2. Sungguhjasamutakkanpernahbisakubalas

  3. Siti nasikah dan hafidhotul ilma Adik-adikku, y angtelahmemberikusemangatuntukterusmelangkah….

  4. Teman-teman IAIN Salatigaangkatan 2011, terutamakepadakelas PAI E, terimakasih telah menjadi alasan untukku selalu tersenyum, banyak pelajaran berharga yang ku dapat dari kalian, sterimakasih untuk segala keceriaan dan kebersamaannya selama ini Bertemu kalian adalahsalahsatutakdir Allah yang akusyukuri 5. Teman-Teman dari Toko BC.MART, terima kasih telah memberiku pelajaran tentang bagaimana mengelola toko, dan telah memberi dukungan untuk selalu bisa tersenyum meski banyak beban berat yang menimpa 6. Teman-teman yang ada di pon-pes AL-FALAH, terimakasih kepada teman kelasku akif, muhlasin, syarif hidayat, huda, fauziah, ida, sofi, jannah, wijayanti, arianti, yang telah memberiku warna dalam hidup ini, dan tak mungkin bisa aku lupakan untuk selamanya.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur alhamdulillah, kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW., sehingga penyusunan skripsi yang berjudul

  “TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK (Telaah Pendap at Surat Lukman ayat 13)” dapat terselesaikan.

  Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa materi maupun spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis hanya bisa mengucapkan banyak terima kasih dan dengan diiringi doasemoga amal baik yang telah di berikan,mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT.

  Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. H. RahmatHaryadi, M.PdselakuRektor IAIN Salatiga.

  2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selakuKetuaProgram StudiPendidikan Agama Islam.

  3. Ibu Dra. Sri Suparwi selakuDosenPembimbingAkademik.

  4. Bapak Drs. Mahfudz M.Agselaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

  5. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan bekal keilmuan yang sangat berharga kepada penulis

  6. Bapak, Ibu dan segenap keluarga yang telah memberikan doa restunya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

  7. Teman-temanku yang telah memberi dorongan unuk tetap semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.

  Karena keterbatasan penulis, penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini masih banyak kekurangannyadan penulis berharap saran dan masukan dari para pembaca demi kebaikan penelitian ini.

  Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta dapat menunjang pengembangan ilmu pengetahuan.

  Salatiga,20 September2016 Penulis

  Muhammad Fatkurrochman 11111165

  

ABSTRAK

  Fatkurrochman, Muhammad. 2016. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak . Dosen Pembimbing: Drs. Machfudz,

  (Telaah pendapat Surat Lukman ayat 13)

  M.Ag

  Kata kunci: Tanggung Jawab Orang Tua dalam Surat Lukman Ayat 13

  Penelitianinibertujuanuntukmenyikapitindakan-tindakan yang kebanyakansekarangmenggunakanpendidikandengankekerasandanbagaimana orang tuadalammendidikanaknya yang sesuaidengansyariatIslam agar menjadipenerusbangsa yang baik, berimandandisertaidengankasihdansayangdanberdasarkanpendapat- pendapatparaulamatentangsuratLukmanayat 13. Pertanyaanutama yang ingin di jawabdalampenelitianiniadalah 1.Apasajakahkewajiban orang tuaterhadapanak? 2. BagaimanakahtelaahpendapatsuratLukmanayat 13 tentangkewajiban orang tuaterhadappendidikananak?

  Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dan untuk pengumpulan data dilakukan dengan cara Menerangkan hubungan (munasabah) antara satu ayat dengan ayat yang lain dilanjutkan dengan Menjelaskan sebab- sebab turunya ayat (asbabun nuzul) kemudian Menganalisis mufrodat (kosa kata) dan lafazd dari sudut pandang bahasa arab selanjutnya Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya kemudian Menerangkan unsur-unsur yang mengandung keindahan balaghoh serta Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas dan Menerangkan makna dan maksud syara’ yang terkandung didalam ayat yang bersangkutan.

  Hasil penelitian menunjukan bahwa orang tua dalam mendidik anaknya sesuai dalam al-Quran surat Lukman ayat 13. Berdasarkan 3 pendapat yang telah dipaparkan yang pertama dari Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya al- Misbahmenjelaskan bahwa orang tua dalam mendidik anaknya 1. Memberikan pendidikan tauhid serta menjauhi perbuatan zalim 2. mendidik menggunakan penyampaian dengan kata yang mengandung kasih sayang, 3.keteladanan orang tua yang notabenya sebagai contoh yang baik. Dan pendapat yang kedua dari Alamah Kamal Faqih Imani dalam kitab tafsirnya Nurul Quran menjelaskan bahwa orang tua dalam mendidik anaknya 1. Pendidikan tauhid 2. Perbuatan zalim/ syirik yang harus di hindari, menyekutukan Allah merupakan perbuatan dosa yang paling besar. Dan pendapat yang ketiga adalah dari Muhammad Hasby Assiddiqie dalam kitab tafsirnya an-Nur menjelaskan bahwa orang tua dalam mendidik anaknya 1. Menekankan pada menghindari perbuatan zalim yang merupakan dosa yang paling besar. Dari tiga pendapat dapat kita ambil bahwa orang tua dalam mendidik anaknya memiliki cara1. Pendidikan tauhid.

  2.Pendidikan yang menggunakan kata yang mengandung kasih sayang 3. Taladan orang tua yang notabenya adalah sebagai contoh yang baik 4. Menghindari perbuatan zalim/syirik karena perbuatan syirik adalah termasuk dosa yang paling besar.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN LOGO ......................................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... v MOTTO ........................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK ....................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

  BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1 A. LatarBelakang ................................................................ 1 B. RumusanMasalah ........................................................... 4 C. TujuanPenelitian ............................................................ 4 D. Metode Penelitian .......................................................... 4 E. PenegasanIstilah ............................................................. 6 F. SistematikaPenulisan ..................................................... 10 BAB II LANDASAN TEORI ........................................................... 11 A. KerangkaTeoritikTafsirTahlili ....................................... 11 B. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak .......................... 15 1. Tanggung Jawab Pendidikan Iman .......................... 18 2. Tanggung Jawab Pendidikan Moral/Akhlak ............ 21

  3. Tanggung jawab pendidikan fisik.............................24 4.

  Tanggung jawab pendidikan intlektual..................... 27 5. Tanggung jawab pendidikan psikis........................... 29 6. Tanggung jawab pendidikan sosial........................... 30 7. Tanggung jawab pendidika seksual.......................... 31

  BAB III KOMPILASI PENDAPAT TENTANG SURAT LUKMAN AYAT 13 ............................................................................. 38 A. Nama Lukman ................................................................ 38 B. Munasabah Surat Lukman Ayat 13................................ 40 C. Arti Perkata Surat Lukman Ayat 13 .............................. 45 D. Asba An-Nuzul .............................................................. 46 E. Pendapat Mufassir Tentang Surat Lukman Ayat 13 ...... 47 1. Tafsir Al-Misbah (Quraish Sihab) ........................... 47 2. Tafsir Nurul Quran (Alamah Faqih Imani) .............. 50 3. Tafsir An-Nur (Muhammad Hasbi Asy-Shiddiqie) . 52 BAB IV ANALISA PENDAPAT SURAT LUKMAN AYAT 13 .... 54 A. Analisa pendapat quraish sihab dalam kitab al-misbah . 54 B. Analisa pendapat alamah faqih imani dalam kitab tafsir Nurul quran .................................................................... 63 C. Analisa pendapat muhammad hasbi asy-syiddiqie dalam kitab an-nur .................................................................... 69

  BAB V PENUTUP ........................................................................... 74 A. Kesimpulan .................................................................... 74

  B.

  Saran .............................................................................. 75 C. Penutup .......................................................................... 75

  DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 76 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam menuntun umat islam menuju jalan yang benar, Islam juga

  memberikan pedoman yaitu al-Quran, di dalam al-Quran kita dapat mempelajarinya untuk menjadikanya sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari dan juga memberikan petunjuk yang lebih terarah baik dalam diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan.

  Keluarga masa kini berbeda dengan keluarga masa dulu. Dalam ikatan keluarga, orang-orang melalui pengolakan dan perubahan yang hebat, khususnya mereka yang hidup di kota. Apabila di tinjau dari keluarga-keluarga di daerah yang belum mengalami ataupun menikmati hasil kemajuan teknologi, kemajuan dalam dunia industri dan sebagainya, maka gambaran mengenai ikatan dan fungsi keluarga adalah jauh berbeda apabila di bandingkan dengan keluarga yang berada di tengah segala kemewahan materi.

  Sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja. Dalam bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan intlektual manusia di peroleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri. Keluarga merupakan produsen dan konsumen sekaligus, dan harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan sehari-hari seperti seperti sandang dan pangan. Setiap anggota keluarga di butuhkan dan saling membutuhkan satu dengan yang lain, supaya mereka hidup lebih tenang dan senang, hasil kerja mereka harus di nikkmati bersama. Sedangkan keluarga zaman silam, keluarga yang belum terkena pengeruh penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin yang merupakan keluarga yang banyak fungsinya dan kuat ikatan keluarganya.

  Masing-masing anggota keluaraga mempunyai peranan yang penting dalam roda kehidupan serta di butuhkan oleh anggota keluarga lainya.

  Sebaliknya keluarga masa kini sudah banyak kehilangan fungsi dan artinya, fungsi pedidikan sudah di serahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah, sehingga tugas orang tua dalam hal memperkembangkan dari segi intelek anak menjadi lebih ringan. Peralatan yang serba modern dan mekanis, mengganti tenaga manusia dengan tenaga mesin dan listrik , sehingga tenaga manusia tidak lagi di butuhkan.

  Misalnya, untuk memperoleh pakaian baru, tidak perlu menunggu ibu menenunya, melainkan cukup membeli bahanya saja, bahkan yang sudah jadi, bisa juga langsung dibeli. Fungsi tempat-tempat hiburan juga berpindah dari pusatnya dalam keluarga ke tempat-tempat di luar ruamah baik bagi anak-anak maupun orang tuanya, permainan sebagai alat rekereasi juga telah berubah sifat-sifatnya dan tidak lagi di lakukan dirumah, dan mencari pelepas lelah di tempat-tempat lain di luar rumah. Dengan demikian fungsi keluarga menjadi sangat berkurang dan arti keluarga dan ikatanya seolah-olah mengalami kegoncangan. Hubungan antara pribadi menjadi menjauh dan melemah, sehingga arti pribadi megalami suatu perubahan. Beberapa dasar individulistis tadi tidak lagi di penuhi bahkan tidak lagi di perhitungkan sama sekali, karna itu bisa timbul frustasi, yaitu keadaan tidak tercapainya suatu keinginan atau kebutuhan dasar yang mendorog tingkah laku sedemikian mendalamnya, sehingga timbul peristiwa-peristiwa yang tidak terduga, sekalipun lingkungan hidup sudah mencapai taraf kehidupan yang cukup tinggi, peraturan-peraturan yang kini sudah demikian berakar dan mengatur seluk-beluk kehidupan, akhirnya di langgar begitu saja, masalah seprti ini menginspirasi saya untuk menelusuri kewajiban-kewajiban apa yang harus di lakukan sebagai orang tua terhadap anaknya yang sesuai dengan syariat Islam.

  Dilihat dari penjelasan di atas dapat dilihat mengenai betapa pentingnya peran sebagai orang tua. Dimasa era globalisasi saat ini yang semakin banyak pengeruh-pengeruh negatif terutama dari lingkungan, baik itu dari teman di kampung, sekolah, komunitas, organisasi dan lain sebagainya, sebagai orang tua maka harus lebih hati-hati dan teliti terhadap anak dalam urusan pendidikan yang di berikan atau yang sedang di lakuka oleh anak, serta berikan perhatian yang cukup untuk anak serta pendidikan yang baik dan sejalan dengan tuntunan Islam yang telah di terapkan di agama Islam.

  Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis ingin meneliti lebih jauh bagaimana kewajiban orang tua terhadap anak kepada para pembaca melalui penyusunan skripsi yang berjudul TANGGUNG JAWAB

  ORANG TUA TERHADAP ANAK (Telaah Pendapat Surat Lukman Ayat 13). Judul ini dipilih karena untuk memperjelas apa saja yang harus

  dilakukan oleh orang tua terhadap anak menurut pendapat Quraish Sihab, Alamah Faqih Imani dan Muhammad Hasby asy-Syiddiqi terhadap surat Lukman ayat 13.

B. Rumusan Masalah 1.

  Apa sajakah kewajiban orang tua terhadap anak? 2. Bagaimana telaah pendapat Quraish Sihab, Alamah Faqih Imani dan Hasby Asy-Siddiqie mengenai surat Lukman ayat 13 tentang kewajiban orang tua terhadap pendidikan anak? C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh titik terang mengenai pendidikan Islam dalam keluarga dalam perkembangan anak.

  Perumusan masalah di atas bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang :

1. Kewajiban orang tua dalam pendidikan akhlak terhadap anak 2.

  Bagaimana telaah Quraish Sihab, Alamah Faqih Imani dan Hasby Asy- Siddiqie mengenai surat Lukman ayat 13 tentang kewajiban orang tua terhadap pendidikan anak.

D. Metode penelitian 1.

  Jenis Penelitian Penelitian ini dikategorikan dalam jenis penelitian kepustakaan

  (kualitatif literal). Penelitian kepustakaan adalah penelitian dengan mencari dan mengumpulkan kepustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya penelitian kepustakaan membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan. (Zed, 2004: 1). Dalam penelitian ini penulis harus mencari buku atau bahan bacaan untuk mencari naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli fiqih tentang kewajiban orang tua terhadap anak yang sesuai de ngan Syari’at Islam, kemudian dianalisa untuk mendapatkan tujuan penelitian.

  2. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah sumber primer yakni al-

  Qur’an, kemudian sumber sekunder yaitu tafsir-tasir, seperti misalnya Tafsir Al-Mish Kemudian

  bah. Tafsir Nurul Qur’an.

  ditambah lagi buku-buku penunjang yang pembahasanya menyangkut kewajiban orang tua terhadap anak seperti buku Teha Sugiyo yang berjudul ini sebagai rujukan

  “Keluarga Sebagai Sekolah Cinta” pemahaman penulis terhadap ayat yang sedang dikaji.

  3. Metode Analisa Data Metode analisa data yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode tafsir. Metode ini adalah metode dengan pendekatan penafsiran para ahli tafsir (mufassirin) terhadap makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-

  Qur’an yang berkaitan dengan kewajiban orang tua. Adapun metode tafsir yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir tahlili. Metode tafsir tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. (Baidan, 2000: 151).

  Adapun langkah-langkah penerapan metode ini sebagaimana dijelaskan Farmawi antara lain, pertama, memulai uraianya dengan kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Kedua, munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain Ketiga, menjelaskan sebab-sebab turunya ayat (asbabun nuzul). Keempat, memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya. Kelima, menerangkan unsur-unsur mengandung keindahan balaghoh (Farmawi, 1996:12).

E. Penegasan Istilah

  Di dalam buku Teha Sugiyo menjelaskan “Keluarga adalah dasar

  

kesejahteraan masyarakat, manusia tanpa keluarga adalah tanpa dasar

yang sangat vital bagi kebahagiaan manusia, keluarga juga mempunyai

arti yang esensial bagi kekuatan dan daya tahan suatu bangsa, andai kata

keluarga dihapuskan, bangsa akan sempoyongan dan ambruk ”.

  (Sugiyo, 2001:15). Keluarga itu ibarat kata seperti lidi dan Bangsa adalah papan. Lidi banyak yang ditancapkan di tanah dan di atasnya dipasang papan, jika lidi tersebut patah satu maka kekuatan untuk menahan papan yang di atas akan berkurang apalagi yang patah lebih banyak akan mengakibatkan masalah yang fatal.

  1. Kewajiban Orang Tua Orang tua dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa orang tua adalah ayah/ibu kandung / orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli, dan sebagainya, orang-orang yang

  dihormati/ disegani ). Dilihat dari pengertian di atas bahwa pendidikan

  anak merupakan tanggung jawab orang tua adalah jelas, hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua seperti Sekolah, TPA, madrasah, pesantren dsb. Untuk mengajarkan ilmu dan ketrampilan. pahala yang paling besar bagi orang tua adalah membina keluarga. Seperti diriwayatkan oleh M uslim: “Satu dinar engkau nafkahkan di

  jalan Allah SWT, satu dinar engkau bebaskan untuk budak, dan satu dinar engkau nafkahkan untuk keluargamu. Yang paling besar

pahalanya adalah dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu

  ” (Hidayat, 1994:12). Bisa disimpulkan secara ringkas bahwa tugas/ kewajiban orang tua secara garis besar meliputi: 1) memberi bekal pada anak yang sekarang hidup di dunia.2) kelak hidup di akhirat.

  2. Anak Anak adalah seseorang yang menjadi sasaran dalam suatu pendidikan. Kewajiban sebagai seorang anak adalah menyembah Allah dan berbuat baik kepada orang tuanya, bahkan dilarang membantah atau menyakiti hatinya, dan diwajibkan mengucapkan perkataan mulia kepada orang tuanya. Anak juga perlu meminta kerelaan orang tuanya, karena kerelaan Allah tergantung dari kerelaan orang tua. Bahkan Nabi SAW menyatakan bahwa “Surga ada di bawah telapak kaki ibu”. Oleh karena itu kewajiban anak terhadap orang tua perlu dijalankan.

  Kewajiban anak lainya adalah menuntut ilmu dan mengemalkanya dalam kehidupan sehari-hari.(Prayitno, 2004: 470)

3. Tafsir surat Lukman ayat 13

  

          

    Artinya: “Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anakanya, dalam keadaan dia menasehatinya “wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan Allah sesungguhya mempersekutukan Allah adalah kedzaliman yang besar”.(QS. Lukman:13). (Fahrudin, 2011:413).

  Nasehat Lukman ini mengajarkan bahwa manusia itu harus berpegang teguh pada ideologi yang paling mendasar , yaitu ideologi tauhid dan memeiliki nilai tauhid dalam segala aspek dan dimensi kehidupan. Segala gerak yang memiiki destruktif dan melawan Allah berakar dari mempersekutukan Allah, kesukaan kepada uang, memuja tahta, nafsu birahi dan semacamnya termasuk cabang-cabang dari mempersekutukan Allah, sebaliknya akar dari segala gerak yang benar dan kontruktif adalah tauhid. Tauhid ini hanya bersandar kepada Allah SWT, mematuhi perintahnya berlepas diri dari selainya dan menghancurkan segala berhala di dalam wilayah kekuasaanya.(Tafsir Nurul Quran). (Imani, 2008:154-156) Kata ( )

  ( ya’idhuhu terambil dari kata ( wa’azha yaitu nasehat

  ُهُظِعَي َظَعَو

  menyangkut berbagai kebijakan dengan cara yang menyentuh hati, ada juga yang mengartikan sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah “dia berkata” untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anaknnya. Kata ini mengisyaratkan bahwa nasehat itu diisayaratkan bahwa nasehat itu dilakukan dari saat ke saat, bagaiman dipahami dari bentuk kata kerja masa kini dan masa datang pada kata ( ( ya’iduhu.

  ُهُظِعَي

  Sementara ulama yang memahami kata ( )

  wa’azha dalam arti َظَعَو

ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman , berpendapat

  bahwa kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak Lukman itu adalah seorang musyrik, sehingga seorang ayang yang menyandang himah itu terus-menerus menasehatinya sampai akhirnya anak mengakui tauhid, dari penulis tafsir al-misbah sendiri memperingatkan bahwa pendapat yang diantara lain dikemukakan oleh thahir ibn asyur ini sekedar dugaan yang tidak memiliki dasar yang kuat, nasehat dan ancaman tidak harus dikaitkan dengan kemusyrikan. Disisi lain, bersangka baik terhadap luqman jauh lebih baik dari bersangka buruk.

  Kata (

  َنُ ب

  ) bunayya adalah lafad yang menggambarkan kemugilan. Asalnya adalah

  ( ىنبا ) ibny dari kata ( نبا ) ibn yakni anak laki-laki.

  Kemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang, dari sini kita dapat berkata bahwa ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik. (Syihab, 2002:126-127).

F. Sistematika Penulisan

  Untuk mengetahui secara keseluruhan isi atau materi-materi skripsi ini secara global, maka penulis perlu merumuskan skripsi ini kedalam beberapa bab:

  Bab I: pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

  BAB II: Landasan teori, berisi kerangka teoritik Tafsir Tahlili dan kewajiban-kewajiban orang tua terhadap anak

  BAB III: Tafsir Quraish sihab, Alamah Faqih Imani dan Hasby Asy- Syiddiqi mengenai surat Lukman ayat:13 BAB IV: Analisa Tafsir Quraish sihab, Alamah Faqih Imani dan Hasby Asy-Syiddiqi tentang kewajiban orang tua terhadap anak dalam surat Lukman ayat:13 BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan saran-saran, dan penutup.

BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teoritik Tafsir Tahlili Tafsir tahlili (analisis) adalah suatu metode tafsir yang bermaksud

  menjalelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mushaf. Penefsir memulai uraianya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Serta mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat juga menjelaskan hubungan ayat-ayat tersebut satu sama lain begitu pula penjelasan mengenai asbabun nuzul (Latar belakang turunya ayat) dan dalil- dalil yang berasal dari Rosul, sahabat, atau para tabi’in, yang terkadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikanya dan sering pula bercampur baur dengan pembahasan-pembahasan dan lainya yang dipandang dapat membantu memahami nash al-Quran tersebut. (Farmawi, 1996:12)

  Qurais h Sihab lebih lanjut menjelaskan bahwa “cara-cara efektif itu

  seperti mengandalkan pada arti harfiyah Asbab an-Nuzul, hadits atau ayat-ayat lain yang mempunyai kata atau pengertian yang sama dengan ayat-ayat yang sedang dikaji, sebatas kemampuanya dalam membentuk dalam menerangkan makna sebagian yang sedang di tafsirkan sambil memperhatikan konteks naskah tersebut ”. (Kuswaya, 2009:54)

  1. Cara-cara Penilitian Dalam metode tahlili terdapat cara-cara yang biasanya ditempuh dalam metode ini: a.

  Menerangkan hubungan (munasabah) antara satu ayat dengan ayat yang lain.

  b.

  Menjelaskan sebab-sebab turunya ayat (asbabun nuzul).

  c.

  Menganalisis mufrodat (kosa kata) dan lafazd dari sudut pandang bahasa Arab.

  d.

  Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.

  e.

  Menerangkan unsur-unsur yang mengandung keindahan balaghoh.

  f.

  Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas g.

  Menerangkan makna dan maksud syara’ yang terkandung di dalam ayat yang bersangkutan.

  2. Kelebihan Dan Kekurangan Tafsir Tahlili Sebagaimana metode-metode yang lain, metode tahlili (analisis) juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. (Baidan, 2000:53-62) a.

  Kelebihan 1.

  Ruang Lingkup yang Luas Metode ini dapat digunakan oleh mufasir dalam dua bentuknya: dan

  matsur ra’y. Bentuk al-ra’y dapat lagi dikembangkan dalam

  berbagai corak penafsiran sesuai dengan keahlian masing-masing mufasir.

2. Memuat Berbagai Ide

  Telah dikemukakan di atas, tafsir dengan metode tahlili (analisis) ini relatif memberikan kesempatan yang luas kepada mufasir untuk mencurahkan ide-ide dan gagasanya dalam menafsirkan al-Quran. Itu berarti pola penafsiran metode ini dapat menampung berbagai ide yang terpendam di dalam benak mufasir. Dengan dibukanya pintu selebar-lebarnya bagi mufasir untuk mengemukakan pemikiran-pemikiranya dalam menafsirkan al-Quran, maka lahirlah berbagai kitab yang berjilid-jilid seperti kitab Tafsir al-Thabari (15

  jilid), Tafsir Ruh al- Ma’ani (16 jilid) dan lain sebagainya.

  b.

  Kekurangan 1.

  Menjadikan Petunjuk Al-Quran secara Parsial Seperti halnya metode global, metode tahlili juga dapat membuat petunjuk al-Quran bersifat persial atau terpecah-pecah, sehingga terasa seakan-akan al-Quran memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena diberikan pada suatu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama denganya.

  Dalam penafsiran Ibn Katsir itu tidak ada persoalan. Tapi jika penafsiran itu dibandingkan dengan penafsiranya terdapat kata yang sama pada ayat lain maka akan dijumpai perbedaan yang amat mencolok seperti kata ( (

  ْمُكَسُفْنَا di dalam ayat 128 surat at-Taubah ditafsirkanya dengan “jenis (bangsa)”. Ketidak konsistenya Ibn Katsir itu terasa sekali karena kata ( سفَن) dan (سُفْنَا) itu keduanya secara etimologis berasal dari kata yang sama yaitu ( ن), (ف), dan

  ( س); sehinga berbentuk (سفن). Hanya perbedaanya terletak pada bentuk kata (

  سفن) dalam bentuk mufrad (tunggal) dan (سفنا) dalam bentuk jamak. Perubahan bentuk kata tunggal kepada jamak, hanya membewa perubahan konotasi dari kata tersebut, tidak membawa perubahan makna.(Baidan, 2000:67)

  2. Melahirkan Penafsiran Subjektif Dengan adanya peluang untuk mengemukakan ide-ide dan pemikiranya terkadang mufasir tidak sadar bahwa dia telah menafsirkan al-Quran secara subjektif, dan tidak mustahil pula ada diantara mereka yang menafsirkan al-Quran sesuai dengan kemauan hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku. Hal itu mungkin karena metode analisis membuka pintu untuk untuk yang demikian.

  3. Masuk Pemikiran Israiliyat Dikarenakan metode tahlili tidak membatasi mufasir dalam mengemukakan pemikiran-pemikiran tafsirnya, maka sebagai pemikiran dapat masuk kedalamnya, begitu juga pemikiran Israiliyat. Sebenarnya kisah Israiliyat tidak ada persoalan, selama tidak dikaitkan dengan pemahaman al-Quran. Tapi bila dihubungkan dengan pemahaman kitab suci, timbul problema karena akan terbentuk opini bahwa ada yang dikisahkan didalam cerita ini merupakan maksud dari firman Allah. Atau lebih tegas lagi, itu adalah petunjuk Allah SWT, padahal belum tentu cocok dengan yang dimaksud Allah SWT didalam firmaNya tersebut. Disinilah letak negatifnya kisah-kisah Israiliyat tersebut.

4. Urgensi Metode Analisis

  Keberadaan metode ini telah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam melestarikan dan mengembangkankan khazanah intlektual Islam, khususnya dalam bisang tafsir al-Quran. Berkat metode ini maka lahir karya-karya tafsir yang besar-besar. Jika menjelaskan kandungan firman Allah dari berbagai segi seperti bahasa, hukum-hukum fiqh, teologi, filsafat, sain, dan sebagainya, maka disini metode tahlili (analisis) lebih berperan dan lebih diandalkan daripada metode-metode yang lain. Jadi dapat dikatakan, metode analisis mengkaji ayat-ayat al-Quran dari berbagai aspeknya sekaligus selama masih dalam kapasitas ayat tersebut. Namun pembahasanya tidak tuntas karena pada ayat lain yang juga membicarakan hal yang sama pembahasan tersebut akan muncul lagi dengan sedikit modifikasi: bertambah atau berkurang.

B. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak

  Dalam hadits di jelaskan bahwa “orang tua diwajibkan mendidik

  anaknya mulai dari lahir seperti dalam hadits yang diriwayatkan Dari Ab u Rafi’ dari ayahnya,ia berkata: aku pernah melihat Rasulullah SAW adzan sebagaimana adzan sholat,di telinga Hasan bin Ali pada saat

  Fatimah melahirkannya.

  ” (HR. Abu Dawud). Dalam hadits ini menjelaskan bagaimana seorang ayah telah mengajarkan anaknya tentang mengenal Allah SWT dengan cara mengadzani di telinga anak.

  Hal itu dapat dikuatkan oleh adanya hadist di bawah ini yang Artinya: ”Setiap anak yang dilahirkan, adalah fitrah.Tinggal kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.”(HR.Bukhari). Dalam hadits ini menjelaskan bahwa semua anak yang baru saja dilahirkan itu adalah fitrah. Tinggal kedua orang tuanya, bagaimana cara mendidik anaknya, sesuai dengan ajaran Islam atau ajaran lainya.

  Sejak lahir kita dihadapkan pada tugas menjadi individu: mampu berfungsi sebagai mandiri dan efektif sebagai pribadi yang sesungguhnya, kita harus melalui sejumblah tahap pertumbuhan. Tiap-tiap tahap terkait dengan meningkatnya keterpisahan dengan seseorang, yang dibarengi dengan menurunya ketergantungan emosional dan fisik terhadap orang tua. Ketika seorang anak melampaui sebuah tahap perkembangan (makan

  

makanan padat, bicara, berjalan, berhubungan dengan teman-teman,

pergi ke sekolah, meninggalkan rumah dan seterusnya ) keterpisahan anak

  dengan orang tua semakin meningkat, sejalan dengan meningkatnya kemandirian anak. (Syapiro, 2003:220) Anak-anak yang dipisahkan secara prematur adalah mereka yang dipisahkan, baik secara fisik dan atau psikis, belum mendapat cukup dukungan psikologis dan perawatan, rasa diri mereka belum terbentuk secara lengkap, Harga yang harus dibayar akibat pemisahan dini seperti itu adalah kemungkinan terbentuknya individu yang belum lengkap, individu yang tidak memiliki empati atau tidak tahu cara berkomunikasi secara efektif. Mereka menjadi “orang dewasa semu (pseudo-adult)” yang lebih pandai menirukan tingkah laku orang dewasa dari pada merasakan emosi orang dewasa.

  Anak, secara psikologis tidak bisa memisahkan diri dari orang tuanya, Anak akan menjadi anak-anak yang beruntung pada orang tua untuk memberikan dukungan penting. Orang dewasa yang kekanak- kanakan seperti itu akan kesulitan menjalin hubungan sebagai orang dewasa dan kemungkinan kita tidak pernah benar-benar siap menjadi orang tua. Perpisahan yang dibutuhkan seorang anak tidak harus diartikan secara fisik. Yang penting ada batas-batas psikis antara orang tua dan anak.

  Tugas utama orang tua adalah menjaga agar anak-anak selau aman memupuk kemandirian anak sesuai dengan usianya. Tugas yang membutuhkan kesabaran dan ketepatan waktu. Banyak orang tua menganggap meningkatnya kemandirian anak-anak sebagai penolakan terhadap pribadi mereka, jika mereka berkreasi dengan terus bergantung dengan anak, mereka akan menghambat perkembangan anak, sebaliknya jika mereka terlalu antusias menyambut kemandirian anak, anak yang mungkin merasa ditolak. (Syapiro, 2003:221).

  Dalam buku Dr. Abdullah Nashih Ulwan terjemah dari buku Tarbiyatu al-Aulad fi al-Islam bahwa kewajiban orang tua terhadap anak dibagi menjadi 7 bagian: 1). Tanggung jawab pendidikan iman, 2). Tanggung jawab pendidikan akhlak, 3). Tanggung jawab pendidikan fisik, 4). Tanggung jawan pendidikan intlektual, 5). Tanggung jawab pendidikan psikis, 6). Tanggung jawab pendidikan sosial, 7). Tanggung jawab pendidikan seksual. (Ulwan, 1981:141) 1. Tanggung Jawab Pendidikan Iman

  Pendidikan Iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah, sejak anak mulai mengerti dan dapat memahammi sesuatu.

  Dasar-dasar Iman adalah segala sesuatu yang ditetapkan dengan jalan khobar secara benar. Berupa hakekat keimanan dan masalah goib, seperti beriman kepada Allah SWT, beriman kepada malaikat, beriman kepada kitab-kitab samawi, beriman kepada semua Rosul, beriman bahwa manusia ditanya oleh dua malaikat, beriman kepada siksa kubur, hari berbangkit, hisab, surga, neraka, dan seluruh perkara goib.

  Rukun Islam adalah setiap ibadah yang bersifat badani dan harta yaitu sholat, shaum, zakat, dan haji bagi orang yang mampu melaksanakanya.

  Dasar-dasar syariat adalah segala yang berhubungan dengan jalan ilahi dan ajaran-ajaran Islam, berupa ibadah, aqidah, akhlak, perundang- undangan, peraturan dan hukum.(Ulwan, 1981:151-152)

  Keseluruhan pemahaman pendidikan Iman ini berdasarkan kepada wasiat-wasiat Rosulullah SAW. Dan petunjuknya dalam penyampaian dasar-dasar iman dan rukun-rukun Islam pada anak. Berikut sebagian petunjuk dan wasiat Rosulullah SAW: a.

  Membuka Kehidupan Anak Dengan Kalimat La Illaha Illal-Lah Dari ibnu abbas ra, dari Nabi SAW. Bahwa beliau bersabda:

  َ ع َ ن ََ ب َ ن ََ ع َ ب َ عَسا َ ن َ َ نلا َ ب َ اَ ااَ ىلَ َ هىعَلله َ ىلَ َ فَ ت َ ح َ عَاو َ ى َ لَ َ بَ ه َ نا َ ك َ َ َ أَ َ َ َ َ كَ ى َ مَ ة ََ ب َ ل َ َِ َ لَ َ ِ َ لّ لله َ

  Artinya: ”Bacalah kepada anak-anak kamu kalimat pertama dengan la ilaha illAllah (tidak ada tuhan selain Allah)”

  Maksud dari hadits diatas adalah agar k alimat tauhid dan syi’ar masuk Islam itu merupakan suatu yang pertama masuk kedalam pendengaran anak , kalimat yang diucapkan oleh lisanya dan lafazh pertama yang difahami anak.

  b.

  Memberi Nama yang Baik Sabda Rosulullah SAW:

  َ ااَ ملسلاَ هىعَ بنلاَ نع َ : َ ح َ ق َ َ ولا

َ لَ د

ََ ع

  َ ى َ ولاَ َ لا َ د ََ أ َ ن ََ ي َ س َ نَ َ ا َ س َ َ َ َ ي َ س َ نَ َ مَ و َ ض َ عَ َ َ َ ي َ س َ نَ َ أَ دَ بَ

  Artinya: “ Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama yang baik, memberi tempat tinggal yang baik, dan mengajari sopan santun.”

  Rasulullah SAW. Diketahui telah memberi perhatian yang sangat besar terhadap masalah nama.kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak menarik (patut) dan tak berarti, beliau mengubahnya dan memilih beberapa nama yang pantas.Beliau mengubah macam-macam nama laki- laki dan perempuan.Seperti dalam hadis yang disampaikan oleh aisyah ra.bahwa Rasulullah SAW. Biasa merubah nama-nama yang tidak baik.

  (HR. Tirmidzi) (Thalib. 1995: 95)

  Pemberian nama yang baik bagi anak adalah awal dari sebuah upaya pe ndidikan terhadap anak. Ada yang mengatakan “apa arti sebuah

  nama

  ”. Ungkapkan ini tidak selamanya benar Islam mengajarkan bahwa nama bagi seorang anak adalah doa. Dengan pemberian nama yang baik, diharapkan anak kita berperilaku baik sesuai dengan namanya. Adapun setelah kita memberi nama yang baik,dan telah mendidiknya dengan baik pula, terkadang akhlak yang ada pada anak tidak sesuai dengan yang kita inginkan, maka kita kembalikan dengan Allah SWT. Nama yang baik dengan akhlak yang baik,itulah yang kita harapkan.

  c.

  Mendidik Anak untuk Sholat dan Menyediakan Tempat Tidur Terpisah antara Laki-laki dan Perempuan Islam mengajarkan ‘hijab’ sejak dini.Meskipun terhadap sesama muhrim, bila telah berusia tujuh tahun tempat tidur mereka harus dipisahkan.

  Rasulullah SAW. Bersabda:

  َ َ أَا َ دَ ك َ لّ َ مَصلى الله عليه وسلمَلله َ ولرَ ااَ ااَرضي الله عنهَهدجَنعَ هبأَنعَبهعشَنبَ رمعَنع َ ر

َ َ فَ َ ر َ لَ ن َ َ ةَ َ ب

َ ا

  َ ل َ َّل َ فَ ر َ ش َ ضا ََ ع َ عَ َ ه َ هَ ن َ بَاو ََ أَ ب َ ه َ ىَ ه َ هو َ رَ ب َ ي َ عَ َ لَ ب َ أَ بَ ن ََ َ نَ ءا َ هَ َ َا ََ َ ءا َ َ َ َ ه َ َ جا َ عَ َ لا َ ض

Artinya: “Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh tahun dan

gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahlah

tempat tidur mereka (putra- putri).”

  Maksudnya, kewajiban mendidik anak untuk mengerjakan shalat di mulai setelah anak berumur tujuh tahun. Bila telah berusia sepuluh tahun anak belum juga mau mengerjakan shalat, boleh dipukul dengan pukulan ringan yang mendidik, bukan pukulan yang membekas atau menyakitkan. d.

  Mendidik Anak Untuk Mencintai Rosul, Ahli Baitnya Dan Membaca Al-Quran Ath-Tabrani meriwayatkan dari Ali ra. Bahwa Nabi bersabda:

  َ: َ, َ ا ا َ ه ى عَلله َ ى لَ لله َ و ل رَ ا ا َ ن عَ للَّاَ ي ض رَ،َ ب لا طَ بِ أَ ن بَ ي ى عَنع

َ، َ َ: َ:

َ ى ل

  

َ ت ه بَ ل ه أَ ب ح َ،َ ك ه ب نَ ب حَ ى ع َ ث ل ثَ ا َّ خَ ى عَ ك د لّ أَاو ب د أ

َ َ ئا ه ب ن أَ ع مَ ُّى ظَ لّ َِ ل ظَ لَّ م و يَ لله َ ل ظَ فَ نآ ر ق لاَ ة ى حََ ن إ فَ،َ نآ ر ق لاَ ة ءا ر اَ ى ع َ َ ئا ه ف ل أ

  Artinya: ”Didiklah anak-anak kamu pada tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai ahli baitnya dan membaca al-Quran sebab orang- orang yang memelihara al-Quran itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain dari pada

perlindunga-Nya beserta Nabi-Nya dan orang-orang yang suci.

  " Beberapa hal yang diajarkan kepada mereka adalah cara-cara berperang Rosulullah SAW. Perjalanan hidup para sahabat, kepribadian para pemimpin yang agung dan berbagi peperangan yang mengerikan dalam sejarah.

  Maksud dari hadits di atas adalah agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup orang terdahulu, baik mengenai gerakan, kepahlawana dan jihat mereka. Disamping itu agar anak-anak terikat pada sejarh, baik perasaan maupun kejayaan, termasuk dalam kerikatan mereka terhadap al-Quran.

2. Tanggung Jawab Pendidikan Moral atau Akhlak

  Maksud pendidikan moral adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa hingga dia menjadi seorang , pemuda yang mengarungi lautan kehidupan.

  mukallaf

  Pendidikan Iman itu merupakan faktor yang meluruskan tabiat bengkok dan memperbaiki kemanusiaan tanpa pendidikan Iman ini, maka perbaikan, ketentraman dan moral tidak akan tercipta.

  Pada Paedagog psikolog dan sosiolaog barat dan bangsa-bangsa lainya sangat menaruh perhatian akan adanya pertalian yang erat antara Iman dan moral dan akidah dengan perbuatan. Sehingga mereka mengeluarkan berbagai petunjuk, pendapat dan arah pandangan yang mengatakan bahwa ketentraman kebaikan dan moral itu tidak akan tercipta tanpa adanya din dan iman kepada Allah SWT. (Ulwan, 1981:174)

  Berikut ini penyusun sajikan beberapa pendapat dan pandangan mereka: a.

   Peagot, seorang filosof Jerman mengatakan, “moral tanpa agama adalah kosong.

   b.

  Pemimpin India yang terkenal, Ghandi, mengatakan “agama dan

  moral yang luhur adalah satu keatuan yang tidak dapat dipisahkan. Agama adalah roh moral, sedangkan moral merupakan suasana dari ruh itu. Dengan kata lain, agama memberikan makan, menumbuhkan dan membangkitkan moral, seperti halnya air memberikan makan dan menumbuhkan tanaman.

   c. Seorang hakim Inggris, Dinang, mengatakan “kecamanya terhadap sorang mentri ingris yang telah mencemarkan hubungan moral: “tanpa agama, tidak mungkin moral itu akan ada, dan tanpa moral, tidak mungkin akan tercipta undang-undang. Agama