Konsep islam tentang sifat dan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk
Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
MUHAMAD FACHRUROZI
NIM 208011000036
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
MUHAMAD FACHRUROZI NIM: 208011000036
Yang mengesahkan, Pembimbing
Drs.Rusdi Jamil, MA NIP: 19621231195031005
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGUGURAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
(3)
(4)
(5)
i
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Drs. Rusdi Jamil, MA
Pendidikan Agama Islam tidak hanya mengajarkan bagaimana cara beribadah dan berbakti kepada Allah, akan tetapi juga mengajarkan bagaimana cara mendidik anak, tanggung jawab dan bagaimana sifat yang harus dimiliki oleh orang tua. Hidup bersama dalam keluarga atau rumah tangga, masyarakat dan bangsa. Seorang Ibu dan Bapak adalah yang menumbuhkan sifat-sifat baik dalam diri sang anak. Sekaligus memberikan bimbingan agar dimasa depan, sang anak tersebut menjadi tokoh penting dalam masyarakat.
Kenyataan tersebut merupakan tugas besar yang harus diselesaikan oleh orang tua. Oleh karena itu orang tua harus mempunyai sifat-sifat yang mulia. Ikhlas, penyabar, tidak pemarah, lemah lembut, tidak kasar, hatinya penuh rasa kasih sayang, memilih yang termudah antara dua perkara selagi tidak berdosa, ada senjang waktu dalam memberi nasihat.
Dan juga orang tua wajib mempunyai rasa tanggung jawab dalam mendidik anak di atas dasar akidah keimanan, yakni menanamkan keimanan kepada Allah, keimanan kepada malaikat, keimanan kepada kitab-kitab, keimanan kepada rasul, keimanan kepada hari akhir dan keimanan kepada qada dan qodar. Setelah orang tua menanamkan keimanan kepada anak, orang tua juga menanamkan anak untuk melaksanakan rukun-rukun Islam, yaitu shalat, puasa, zakat dan haji bagi yang mampu untuk melaksanakannya.
Orang tua Selain bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan tentang keimanan, orang tua juga bertanggungjawab terhadap anak dalam hal pendidikan moral, pendidikan sosial, pendidikan fisik, pendidikan intelektual, pendidikan psikis, dan pendidikan seks.
(6)
ii
melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya demikian juga para pengikutnya yang setia mengikuti jejak Rasulullah Saw.
Selanjutnya penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam terselesainya skripsi ini, diantaranya adalah:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dekan fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bapak Prof.Dr. H. Rif’at Syauqi, MA beserta seluruh staffnya.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam bapak Bahrissalim, M.Ag dan sekertaris jurusan Pendidikan Agama Islam bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag beserta seluruh staffnya.
4. Drs. Rusdi Jamil, MA. Selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan pikiran, mengikhlaskan waktu dan tenaganya untuk memberikan motivasi dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak dan ibu dosen fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga bapak dan ibu dosen selalu dalam lindungan Allah Swt. Dan apa-apa yang diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari.
6. Ibu, bapak dan adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil selama menuntut ilmu dari awal hingga akhir. Terimakasih yang tak terhingga atas semua pengorbanan, cinta, kasih sayang dan do’anya. 7. Seluruh staf perpustakaan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mencurahkan tenaganya untuk memberikan pelayanan terbaik, sehingga penulis dapat menjalankan studi dengan lancar.
(7)
iii
selalu memberikan support semangat, motivasi kepada penulis. Semoga Allah Swt membalas dengan balasan yang lebih sempurna.
9. Segenap sahabat dan semua fihak yang telah banyak memberikan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah Swt membalaskan kalian dengan sebaik-baik balasan. Amin..
Jakarta, 10 januari 2013 Penulis
(8)
iv
DAFTAR ISI LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan masalah... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ... 7
BAB II ORANG TUA, PERANAN ORANG TUA DAN PENDIDIKAN A. Pengertian Orang Tua ……… 8
B. Peran dan Tanggung jawab Seorang Ayah dan Ibu ... 11
C. Pendidikan ... 17
D. Hasil Penelitian yang Relevan ... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
B. Metode Penulisan ... 21
C. Metode Penelitian ... 22
1. Jenis Penelitian ... 22
2. Objek Penelitian ... 22
3. Metode Pengumpulan Data ... 22
D. Prosedur Penelitian ... 22
BAB IV KONSEP ISLAM TENTANG SIFAT DAN TANGGUNGJAWAB ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK A. Landasan Ayat dan Hadist Tentang Tanggungjawab Orang tua ... 23
B. Sifat-Sifat Pendidik dalam Islam ... 25
1. Ikhlas ... 25
2. Penyabar dan Tidak Pemarah ... 26
(9)
v
4. Hatinya Penuh Rasa Kasih Sayang ... 29
5. Memilih Yang Termudah Diantara Dua Perkara Selagi Tidak Berdosa ... 30
6. Tidak Pemarah ... 30
7. Ada Senjang Waktu dalam Memberi Nasihat ... 31
8. Keteladanan ……….. 31
C. Tanggungjawab Orangtua Dalam Mendidik Anak Menurut Pandangan Islam ... 32
1. Tanggung Jawab Pendidikan Iman ... 33
2. Tanggung Jawab pendidikan Moral ... 40
3. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial ... 44
4. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik ... 48
5. Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual ... 52
6. Tanggung Jawab Pendidikan Psikis ... 56
7. Tanggung Jawab Pendidikan Seks ... 58
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64
B. Saran-Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS LAMPIRAN-LAMPIRAN
(10)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemerosotan akhlak atau moral akan terjadi pada semua lapisan masyarakat,
baik dikalangan remaja maupun dewasa. Kemerosotan dalam bentuk tindak
kejahatan dan kenakalan tidak hanya berhubungn dengan ekonomi, sosial, politik
juga berhubungan dengan agama, mental dan pendidikan.
Semakin merosotnya akhlak anak menjadi salah satu keprihatinan bagi
orangtua dan masyarakat, hal itu juga menjadi prihatinan para pemerhati
pendidikan, terutama para pemerhati pendidikan Islam. Globalisasi kebudayaan
serig dianggap sebagai salah satu penyebab kemerosotan akhlak tersebut.
Memang, kemajuan filsafat, sains, dan teknologi telah menghasilkan kebudayaan
semakin maju. Proses itu disebut globalisasi kebudayaan. Namun, kebudayaan
yang semakin mengglobal itu, ternyata sangat berdampak terhadap aspek moral
dan pendidikan.
Peran keluarga sangat penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga adalah tempat pertumbuhan anak yang pertama dimana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan
(11)
anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya. Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sesudahnya.
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembengan anak. Sedang ligkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.
Kenakalan anak bukan merupakan warisan bawaan sejak lahir. Banyak bukti menytatakan bahwa tingkah laku asusila dan kriminal orangtua serta anggota keluarga lainnya memberikan dampak menular dan infeksius pada jiwa anak-anak. Anak mengoper dan kejangkitan sifat-sifat yang tidak susila dari orang dewasa. Anak seorang pencuri biasanya cenderung menjadi pencuri pula. Kejadian ini bukan disebabkan sifat dan kebiasaan pencuri itu diwariskan kepada anak-anaknya sebagai ciri-ciri karakteristik yang herediter, akan tetapi karena
pekerjaan mencuri itu adalah semacam usaha “home industry” (kegiatan
keluarga) yang bisa mengkondisionir serta mempengaruhi pola tingkah-laku dan sikap hidup para anggota keluarga lainnya. 1
Ilmu pengetahuan berkembang demikian pesatnya diiringi dengan lahirnya beragam pemikiran dan pendapat, khususnya dalam pendidikan anak. Meskipun demikian, adakah falsafah baku yang membentuk landasan dasar pendidikan dan perkembangan anak itu sendiri? Hal tersebut bukanlah hal yang biasa dicari dengan mudah kecuali apabila kita mengambilnya dari falsafah Islam. Khususnya ketika ditekankan pentingnya ketaatan kepada orang tua, berbuat baik kepada keduanya, serta menghormati keduanya dalam berbagai kesempatannya. Sesungguhnya, falsafah Islam menegaskan bahwa seorang anak tidak akan mungkin bisa berkembang tanpa adanya asuhan atau arahan. Arahan yang dimaksud adalah landasan pokok dalam pendidikan.
Ketika seorang anak pertama kali lahir ke dunia dan melihat apa yang ada di dalam rumah dan sekelilingnya, tergambar dalam benaknya sosok awal dari sebuah gambaran kehidupan. Bagaimana awalnya dia harus bisa melangkah dalam hidupnya di dunia ini. Jiwanya yang masih suci dan bersih akan menerima segala bentuk apa saja yang datang mempengaruhinya. Maka sang anak akan dibentuk oleh setiap pengaruh yang datang dalam dirinya. Imam Al-Ghazali berkata: anak adalah amanat bagi orangtuanya, hatinya bersih, suci, dan polos. Kosong dari
1
(12)
segala ukiran dan gambaran. Anak akan selalu menerima segala yang diukirnya, dan akan cenderung terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Maka apabila dia dibiasakan dan diajarkan untuk melakukan kebaikan, niscaya akan seperti itulah anak terbentuk. Sehingga kedua orangtuanya akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sang anak akan menjadi orang yang terdidik. Namun apabila si anak dibiasakan untuk melakukan kejahatan dan ditelantarkan bagaikan binatang liar, sengsara dan celakalah ia. Dosanya akan ditanggung langsung oleh kedua orangtuanya sebagai penanggungjawab dari amanat Allah.2
“Orang tua harus tetap menanamkan nilai kebajikan lebih luas kepada anak-anak seperti yang menjadi ketentuan agama Islam. Orang tua tidak boleh bermalas-malasan dan acuh tak acuh melihat anaknya melakukan tindakan-tindakan buruk yang jelas bertentangan dengan agama”.3
Kajian-ayat-ayat Al-Qur’an, hadis-hadis, riwayat-riwayat dari para imam keluarga Nabi saw dan para ulama yang lain, serta kajian-kajian sejarah dan bukti-bukti penelitian menunjukan bahwa orang tua memiliki pengaruh penting dan dampak langsung terhadap perjalanan nasib dan masa depan anak-anak mereka, baik dimasa kanak-kanak, remaja, maupun setelah dewasa.
Orang tua yang memelihara prinsip-prinsip kehidupan Islam dan memperlakukan anak-anak mereka dengan perhatian, pendidikan pengawasan, dan pengarahan, sesungguhnya telah membawa anak-anak mereka menuju pintu gerbang kebahagiaan dan masa depan yang gilang gemilang. Dengan cara tersebut di atas mereka telah memberikan sarana yang luas bagi anak-anak mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lapang dan tenang. Sebaliknya, orang tua yang tak memperdulikan prinsip-prinsip pendidikan Islam , dan kehidupan mereka meliputi pengabaian terhadapnya, dan enggan membesarkan mereka dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam, sesungguhnya telah memberikan pengaruh negatif terhadap masa depan anak, menjadikan mereka sebagai mangsa kesengsaraan, menempatkannya jauh dari jalan kebenaran, serta mengantarkannya ke tepi jurang kehancuran.
2
Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah,Terj. Dari Manhaj al-Tarbiyyah al-Nabawiyyah li al-Thifl, oleh Kuswandi, Sugiri, dan Ahmad sanhaji, (Bandung: Al-Bayan.1997) cet 1, h.35
3
Muhammad Thalib, Lima Puluh Pedoman Mendidik Anak Menjadi Shalih. (Bandung : Irsyad Baitus Slalam.1996), h.455
(13)
“Setiap muslim yang memahami ajaran agamanya akan sadar dengan sepenuhnya bahwa ia bukan hanya harus memperhatikan masa depan anak-anak mereka di dunia, tetapi juga harus membawa mereka pada kebahagiaan abadi di akherat nanti”.4
Agama Islam tidak hanya mengatur bagaimana cara beribadah dan berbakti kepada Allah, tetapi juga mengatur bagaimana cara mengasuh dan mendidik anak, hidup bersama dalam keluarga atau rumah tangga, masyarakat dan bangsa. Ibu bapak adalah guru dan pemimpin dalam setiap rumah tangga dan mereka bertanggung jawab atas keluarganya. Mereka bertanggung jawab kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.
س ك ع ر ك : قي ع ص ه سر تع س : ق ع ه ضر ر ع يب نع
تيعر نع س ع ر ا تيعر نع
ر( تيعر نع س ف ع ر جر
) ر خب
“Dari Ibnu Umar ra.. ia berkata : Saya mendengar Rasullullah saw bersabda:
„’Kalian adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggung jawaban. Penguasa
adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”5
Tujuan pendidikan dalam keluarga muslim, tentunya dengan tujuan pendidikan dalam keluarga bukan muslim. Tujuan pendidikan dalam keluarga muslim sesuai dengan tujuan hidup manusia muslim, yaitu berbakti, mengabdi, dan beribadah kepada Allah SWT., di dalam arti yang luas sesuai dengan ajaran agama Islam.
Anak merupakan belahan hati setiap orangtua. Mereka adalah sumber kebahagiaan dan kesejukan yang membuat hidup menjadi indah karena mereka jualah rizki yang di cari dan sebabnya pula cita-cita dan harapan di gapai.
4Mursi, Muhammad Sa’id,
Melahirkan anak masya Allah, Terj. Dari Fan Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam,oleh Ali Yahya, (jakarta: Cendekia. 2001) h.viii
5
(14)
Pandangan seorang bapak terhadap anak-anak berbeda dengan ibu. Bagi seorang bapak, anak merupakan penunjang, penolong, dan penambah kekuatan, dan bagi seorang ibu, anak merupakan cita-cita hidup, pelipur jiwa kegembiraan hati dan harapan masa depan. Semua yang dipandang oleh keduanya ini bergantung kepada pendidikan yang diberikan kepada anak-anaknya, bergantung kepada penyiapan dan pembentukkan mereka untuk mengarungi kehidupan yang merupakan unsur produktif lagi efektif yang dapat mendatangkan kebaikan kepada orangtua, masyarakat dan bangsanya. Dengan demikian mereka adalah perhiasan seperti yang disebutkan oleh Allah SWT. :
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia”(QS.Al Kahfi : 46). 6 Rasa tanggungjawab yang besar dalam mendidik anak itu ialah mendidik imannya, membentuk memelihara jasmani dan rohaninya, serta mempersiapkan mental dan sosialnya. Rasa tanggungjawab ini selamanya akan mendorong secara keseluruhan dalam upaya mengawasi anak dan memperhatikannya, mengarahkan dan mengikutinya, membiasakan dan melatihnya. Disamping itu mereka berkeyakinan bahwa melalaikannya pada suatu ketika, secara bertahap anak akan terjerumus ke jurang kerusakan. Kelalaian terus menerus, pengabaian yang berulang-ulang maka tidak boleh karena anak akan termasuk golongan anak-anak sesat, dan berperilaku menyimpang. Ketika itu teramat sulit bagi kedua orangtua untuk memperbaikinya. Orangtua akan menyesal, tetapi penyesalan itu tidak berguna. Oleh karena itu Islam mengatakan masalah tanggungjawab pendidikan diatas pundak kedua orangtua. Dan Allah di hari kemudian akan menuntut pertanggungjawaban itu.
6
Depatemen Agama RI, AL-Qur’an dan terjemahannya, (jakarta : Departemen Agama
(15)
Dari pandangan diatas kiranya dipandang perlu untuk melakukan peneliti
tentang masalah tersebut dalam skripsi dengan judul “ KONSEP ISLAM
TENTANG SIFAT DAN TANGGUNGJAWAB ORANGTUA DALAM MENDIDIK ANAK”.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Merosotnya akhlak anak menjadi salah satu keprihatinan bagi orangtua dan masyarakat.
2. Orang tua tidak memberikan pengarahan dan asuhan, sehingga anak sulit untuk berkembang, arahan yang dimaksud adalah landasan pokok dalam pendidikan.
3. Orangtua kurang memperhatikan pendidikan anaknya sehingga anaknya berperilaku yang tidak baik.
4. Banyak orangtua yang pendidikannya masih rendah sehingga mereka tidak mampu dan kurang perhatian terhadap pendidikan anaknya .
5. Banyak Orang tua tidak tau apa saja sifat dan tanggung jawab yang harus dimiliki dalam mendidik anak dengan baik.
C. BATASAN MASALAH
Dari sejumlah masalah di atas, tidak mungkin semuanya dikaji dalam penelitian ini, disamping karena keterbatasan waktu, biaya, juga tidak semua persoalan tersebut bisa dicarikan jawabannya secara berkualitas. Oleh karenanya dalam penelitian ini hanya dibatasi kedalam beberapa masalah pokok. Yakni sebagai berikut:
a. Landasan ayat dan hadist tentang tanggungjawab orangtua. b. Sifat-sifat orangtua dalam Islam
c. Tanggungjawab orangtua dalam mendidik anak menurut pandangan Islam anak usia 0 sampai dewasa.
D. PERUMUSAN MASALAH
(16)
a) Sifat apakah yang harus dimiliki oleh orang tua sebagai pendidik?
b) Bagaimana tanggung jawab orangtua dalam mendidik anak menurut pandangan Islam?
E. TUJUAN DAN MANFAAT HASIL PENELITIAN
1. Tujuan hasil penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui tanggungjawab dan sifat orang tua terhadap pendidikan anak menurut pandangan agama Islam.
b) Menambah pembendaharaan dan pengetahuan serta dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi para peneliti lain yang berminat melakukan penelitian sejenis berikutnya.
2. Manfaat hasil penelitian
Dengan tercapainya tujuan tersebut, maka manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini adalah :
a) Dapat memberikan sumbangan bagi pendidikan Islam, khususnya mengenai tanggung jawab orang tua terhadap anaknya.
b) Dapat memberikan motivasi dan inspirasi positif bagi para pembaca c) Dapat menjadi bahan bacaan dan rujukan bagi siapa saja yang
mempunyai minat untuk mengetahui dan mendalami kajian Islam khususnya mengenai tanggung jawab orang tua terhadap anaknya.
(17)
8
BAB II
ORANGTUA, PERANAN ORANG TUA DAN PENDIDIKAN
A. Pengertian Orangtua
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Pengertian Orang tua adalah “Ibu
kandung dan Ayah, orang tua-tua yang dianggap tua (cerdik, pandai, para ahli dan
sebagainya).”1
“Orang tua adalah perantara bagi kehadiran kita di muka bumi ini. Yang pertama kali mengasuh, mengajar dan mendidik kita”.2
Orang tua mempunyai pengaruh dalam menggariskan alam masa depan yang dinanti-nantikan oleh anak, baik pengaruh tersebut menuju arah kebahagiaan atau arah kesengsaraan. Tetapi upaya orang tua dalam mendidik anak merupakan muqtadha (tuntutan) bagi dibangunnya lahan yang layak untuk masa depan anak pada berbagai jenjang kehidupannya. karena, biasanya perilaku orang tua yang taat dan ikut campur tangan dalam mendidik anak, membawa hasil yang positif dan baik yang mempengaruhi masa depannya. Hal itu merupakan sebaliknya bagi orang tua yang tidak taat, yang mengabaikan pendidikan dan perhatian terhadap anaknya. Sebab, biasanya prilaku ini akan membawa hasil negative terhadap masa depannya.
Perhatian orang tua terhadap anak merupakan kewajiban yang ditekankan kepada mereka. Adapun masa depan dan perjalanan nasib anak selanjutnya, kita serahkan kepada kehendak Allah dan taufiq-Nya dengan kata lain orang tua seharusnya memperhatikan tuntutan-tuntutan kewajiban mereka terhadap anak,
1
Depdikbud, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 202, h. 629 2A.Mudjad Mahali, “Hubungan Timbal balik Orang tua dan Anak”
(Solo: Ramadhani.1994) h. 19
(18)
dan menyebarkan benih yang baik serta memeliharanya hingga mengantarnya sampai matang dan berbuah, tanpa dirundung rasa putus asa menyangkut masa depan anak.3
“Apabila orang tua sudah berprilaku dan berakhlak baik, taat kepada Allah, menjalankan syariat Islam, dan berjuang sepenuhnya di jalan Allah serta memiliki jiwa sosial, maka dalam diri anak pun akan mulai terbentuk dan tumbuh dalam ketaatan pula yang mengikuti apa yang telah dicontohkan orang tuanya dalam perilaku mereka sehari-hari”.4
Secara fitrah orang tua akan mencintai, mengasihi, menyayangi, dan memperhatikannya. Al-Qur’an telah menggambarkan perasaan orang tua terhadap anak ini dengan gambaran yang indah, antara lain:
a. Anak-anak digambarkan sebagai perhiasan kehidupan
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia..” (Al-kahfi: 46)
b. Di ungkapkan sebagai nikmat yang besar yang patut disyukuri.
“Dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.”
c. Diungkapkan sebagai “pendingin mata” (penyejuk hati) jika anak-anak itu menjalani jalannya orang-orang yang bertaqwa:
3Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak,Terj. Dari Tarbiyah Ath-Thifl fi Ar-Ru’yah,
oleh Segaf Abdillah Asseghaf dan Miqdad Turkan, (Jakarta: PT Lentera Basritama.1999) h.1-3 4
(19)
“ Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah
kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (Al-Furqan: 74)5
Tidak diragukan lagi bagi tiap muslim bahwa Al-Qur’an-karim menghormati kedua orang tua dan mewajibkan ketaattan kepada mereka sesudah ketaatan kepada Allah SWT. Sampai-sampai bila kedua orang tua dari seorang muslim adalah kafir, maka dia tidak boleh memutuskan hubungannya dengan mereka selama mereka tidak memaksanya kembali kepada kekufuran.
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.(Al-Ankabut:8)
“dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S. Luqman: 14)
Bersyukur kepada Allah dikaitkan dengan berterimakaih kepada ibu-bapak. Allah tidak akan menerima syukurnya kepada-Nya apabila tidak berterimakasih kepada ibu-bapaknya. Ini satu bukti bahwa ridho Allah bergantung kepada ridho bapak ibu. Sabda Rosulullah Saw,
5
Dr.abdullah Nashih Ulwan, Ringkasan Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Dari Tarbiyatul Aulad fil Islam, oleh Isa Abdurrahman, (Solo:Pustaka Amanah.1998) h. 23-24
(20)
نْي ل ل طخس ىف رل طخس نْي ل ل ىضر ىف رل ىضر
“keridoan Allah terkait dengan keridhaan kedua orang tua dan murka
Allah terkait kepada murka kedua orang tua”. (HR.Al-Hakim)6
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu kandung atau orang yang dianggap tua yang harus diseganai dan dihormati, yang memberikan kasih sayang, bimbingan, latihan dan pendidikan serta memenuhi setiap kebutuhan baik sandang, pangan maupun papan bagi anaknya.
B. PERAN DAN TANGGUNGJAWAB SEORANG AYAH DAN IBU
Seorang pria dan wanita yang berjanji dihadapan tuhan untuk hidup sebagai suami istri, berarti juga bersedia memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang bakal dilahirkan. Ini berarti bahwa pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan siap sedia menjadi orang tua. Salah satu kewajiban dan hak utama dari orang tua yang tidak dapat dipindahkan adalah: mendidik anak-anaknya. Sebab orang tua memberikan hidup kepada anak; maka mereka mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak mereka. Jadi tugas sebagai orang tua tidak hanya sekedar menjadi perantara adanya makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya.7
Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar-dasar pandanga hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah-tengah orang tuanya mereka dapat mengenalkan kepada anak segala hal yang mereka ingin beri tahukan kepada anak atau yang anak sendiri ingin mengetahuinya.
“Anak biasanya kepada kedua orang tuanya “apa ini” dan “apa itu”, lalu
orang tua memberitahukan kepada anaknya bahwa ini adalah mukena ibu, dan itu adalah kopiah ayah. Begitulah seterusnya, mulai dari hal yang baik sampai kepada
6
Ahmad Abdul Hadi,Al-Qur’an Berbicara Tentang Ibu Terj. Dari Al-Ummu Fil-Qur’anil
Karim, oleh Abdul Azis Salim Basyarahil, (Jakarta: Gema Insani.1999) h.34-35
7Kartini kartono. “Peranan Keluarga Memandu anak”
, Jakarta: CV Rajawali.1992) cet.2 h.37-38
(21)
hal yang buruk, “bahasa cinta” sampai kepada “bahasa benci”, dan mulai hal yang
konkrit sampai kepada hal yang abstrak”.8
Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak mereka berarti telah melakukan kekeliruan. Orang tua semacam ini mestinya ditanya apakah anak mereka ingin lahir di Dunia ini untuk diabaikan seperti domba dan hewan ternak. Anda telah menjadi penyebab keberadaannya, sehingga berdasarkan kewajiban agama dan nilai-nilai kemanusiaan, pendidikan dan pengajaran menjadi tanggung jawab anda.
“Orang tua mesti membentuk anak-anak mereka sedemikian rupa sehingga mereka berhasil di Dunia dan akhirat. Hanya orang-orang seperti itulah yang diberkahi dengan kedudukan mulia orang tua. Bukan mereka yang memproduksi anak kemudia membiarkannya menjaga dirinya sendiri, dan membawanya kejurang kejahatan”.9
Orang tua memiliki peranan yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Ayah dan ibu masing-masing mempunyai peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
1. Peran dan Tanggungjawab Ayah
Menurut syari’at Islam ayah memiliki kedudukam yang penting dan mulia.
Ayah adalah kepala keluarga yang memimpin ibu, anak-anak dan pelayan. Ayah bertanggung jawab terhadap mereka dan akan di minta pertanggung jawabannya oleh Allah sebagai mana sabda Rasulullah Saw:
تْيب ْ أ ىٰ ع ع ر جَرل تيعر ْنع ْ ْس ْ ك ع ر ْ ك
ْ ْع ْ ْس
“setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu dimintai pertanggung jawabanterhadap apa yang kamu pimpin. Seorang suami (ayah) adalah pemimpin bagi anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap
apa yang telah dipimpinnya atas mereka. “ (HR.Muslim)
8
Heri Noer Aly. “Ilmu Pendidikan Islam”,(Jakarta: Logos.1999) h. 87
9
Ibrahim Amini, Anakmu Amanat-Nya Terj. Dari Principles of Upbringing Children, oleh M. Anis Maulachela, (Jakarta: Al-Huda.2006) h. 6-7
(22)
Dengan demikian jelaslah bahwa menjalankan tugas dan kewajibannya
merawat anak secara syar’i layak untuk dijadikan perhiasan bagi para ayah.10 Peran ayah muslim dalam kehidupan anaknya adalah hal yang paling penting. Al-Qur’an dan hadis menyebut ayah sebagai kepala keluarga, penanggung jawab pemenuhan kebutuhan ekonomi, pendidik, dan penguasa.
Mungkin peran ayah terlihat secara lebih jelas daripada peran ibu karena lebih banyak terlihar dalam aktifitas sosial dari pada wanita. Seperti yang telah kita lihat, al-Qur’an menunjukan beberapa contoh dari ayah yang menjadi Nabi, seperti Lukman menuntun anaknya dan melaksanakan fungsi kebapakannya dengan keadilan, kebijaksanaan dan kebenaran.
Ayah seharusnya menyisihkan sebagian waktunya untuk anak-anaknya seperti anak yang tertua yang harus selalu berada di sisi ibunya. Di manapun
seorang wanita tidak pernah berkata “Mengasuh” anak-anaknya sendiri, tetapi seorang ayah akan menggunakan istilah ini untuk menunjukan waktu yang telah ia habiskan untuk mengurus anaknya. Dia pikir peran yang dia jalankan adalah sebatas sebagai peganti ibu, bukan sebagai ayah yang sesungguhnya.11
2. Peran dan Tanggungjawab Ibu
“IBU” dalam kamus, kata “ibu” (al-Ummu) berarti sumber sesuatu. Makkah disebut Ummul qura (ibu negara) dan amat (untuk hewan).
Kata pokok umumah, dan bila dikecilkan umaimah. Ibu dipanggil dengan sebutan “ummah”, “ya ummi”, “ya ammati”. Kepala atau pemimpin suatu disebut ummuhum (ibu mereka)”. 12
“Peran ibu dalam pendidikan lebih dominan daripada peranan bapak. Sebab Ibu lebih banyak menyertai anak, ia merupakan dari dirinya dan perasaan belas kasihannya terhadap anak lebih kuat daripada perasaan belas kasihan bapak. Maka tidak heran jika ibu lebih dekat dengan hati anak”.13
Seorang ibu pada umumnya mengemban tanggung jawab lebih besar dalam mengasuh anak. Anak-anak umumnya menghabiskan sebagian besar waktu kanak-kanak mereka bersama ibu. Fondasi dari arah masa depan mereka terletak di sana. Oleh karena itu, kunci dari sikap buruk baik seseorang, dan kemajuan
10
Adnan Hasan Shalih Baharits.Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-laki, Terj.
Dari Mas’uuliyyatul Abilmuslimi fi Tarbiyatil Waladi Fi Marhalati aththufuulah, oleh Sihabuddin,
(Jakarta: Gema Insani Press. 1991) h 29. 11
Norma Tarazi, Wahai Ibu Kenali Anakmu, Terj. Dari The Child in Islam, oleh Nawang Sri Wahyu ningsih, (Yogyakarta: Mitra Pustaka.2001) h. 83-85
12
Hadi, op, cit., h.9. 13
Khalid Ahmad Asy-Syantuh, Pendidikan anak Putri dalam Keluarga Muslim, Terj. Dari Tarbiyatul-Bainat fi Usrotil-Muslim, oleh Kathur Suhardi, (jakarta: Pustaka al-Kautsar.1993) h.48
(23)
ataupun kemunduran masyarakat, terletak pada para ibu. Kedudukan kaum wanita tidak terletak di pasar-pasar ataupun di posisi-posisi administratif. Fungsi-fugsi ini tidak mencerminkan pentingnya seorang wanita sebagai seorang ibu. Kaum ibu (semestinya) adalah penghasil manusia-manusia sempurna. Para menteri, pengacara, dan profesor yang soleh berutang budi pada cinta kasih ibu mereka selama masa pertumbuhan mereka.14
Ibu adalah sumber mata air terpenting yang mengalirkan ketenangan, kebahagiaan, dan kecintaan dalam keluarga. Sosok seorang ibu sangat berperan penting dalam melahirkan ketentraman, kedamaian, kemampuan, kekuatan, dan kebebasan dalam jiwa anak-anak. Aspek keilmuan seorang anak terbentuk dari gen ayah maupun ibunya.
Seorang ibu adalah penjelmaan cinta yang sungguh agung. Di dalam rumah, ia ingin menjadi figur yang dicintai. Berkat belaian kasih sayangnya, sebuah rumah akan menjadi surga. Berkat kata-katanya yang merdu dan indah, segenap anggota keluarga akan diliputi kebahagiaan dan kedamaian dan berkat tindakan-tindakannya, sebuah rumah akan menjadi kota impian (utopia).
Sosok ibu adalah sekolah untuk mencetak generasi. Dengan kata lain, seorang ibu adalah yang menumbuhkan sifat-sifat baik dalam diri sang anak. Sekaligus memberikan bimbingan agar dimasa depan, sang anak tersebut menjadi tokoh penting dalam masyarakat. Orang-orang sukses dan para ilmuan termasyhur tentu merasa berutang budi kepada ibunya masing-masing. Kalu bukan lantaran ibu, tentu mereka tidak akan bisa menggapai prestasi seperti yang disandangnya itu.
“Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa merupakan sesuatu yang agung dan mulia apabila seorang ibu mendidik anaknya berdasarkan kriteria-kriteria Islam dengan kemanusiaan, serta timbangan ketakwaan dan keutamaan. Tak ada sosok yang lebih agung dan lebih mulia di muka bumi dari pada sosok seorang ibu”. 15
Ibu adalah sosok pejuang, bukan hanya dalam perjuangan hidup dan mati saat mengandung, namun ibu juga adalah pelopor madrasah pertama bagi
14
Amini, op, cit., h.8. 15
Ali Qaimi, Buaian Ibu antara Surga dan Neraka, Terj. Dari Dawr Umm fi al-Tarbiyyah, oleh M. Azhar, dkk., (bogor: Cahaya.2002) h.5-7
(24)
anaknya Ibu dalam pandangan Islam adalah telaga suci dengan air yang mengalir tanpa henti untuk anak-anaknya baik anak-anaknya ada didekapannya maupun telah memiliki naungan lain, kecemasan-kecemasan dan perihal tentang kegelisahan membuat telapak kaki seorang ibu menjadi syurga bagi anak-anaknya. Allah berfirman :
"Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya
kamu memahami(nya)"(QS. Al An'am 6:151)
Seperti apa kemuliaan seorang ibu dapat digambarkan dalam hadits-hadits berikut yang dikumpulkan dan dipilih dari sumber-sumber di internet.
س ْي ع ل ى ص ي ل ىلإ ء ج
ج أ ي سل
ج نْب ي ع ْنع
ل ْ : قف . رْيشتْسأ تْج ْ ق ، ْغأ ْ أ ْ رأ ل سر ي : قف
؟ أ ْن
ْي ْجر تْح جْل إف ، ْ ْل ف : ق .ْ ع : ق
Dari Mu’wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang
menemui Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu.
Beliau berkata: “Apakah engkau masih mempunyai ibu?” Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: “Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.”
(25)
Dari ayat di atas terselip makna ibu dan ayah yang selalu mendapat peran yang penting setelah Allah subhanahu wata'ala, perannya dan perihal untuk selalu mengasihi buah hati, makna ibu lainnya juga dijelaskan dalam hadist yakni :
"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir berkata, telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Bahz bin hakim dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata, "Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa yang paling aku perlakukan dengan baik?" beliau menjawab: "Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian bapakmu, kemudian yang terdekat, kemudian yang terdekat." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seseorang minta seatu kelebihan (nikmat) kepada tuannya, namun ia menolak meskipun yang diminta ada, maka pada hari kiamat kelak nikmat yang ia tahan tadi akan dipanggilkan untuknya dalam wujud seekor ular Aqra' (ganas)." Abu Dawud berkata, "Kata Al Aqra' adalah yang botak kepalanya disebabkan oleh
racun." (HR. Abu Dawud No. 4473 dan Tarmidzi NO. 1819)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika ditanya oleh seorang
sahabatnya:
. أ ق .؟ن ث : ق . أ : ق .؟يتب حص نسحب
ل حأ ن ه سر ي
بأ : ق .؟ن ث : ق . أ : ق .؟ن ث : ق
Abu Hurairah radhiallahu 'anh berkata:
Seorang lelaki datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya:
“Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku layani dengan
sebaik-baiknya?”
Baginda menjawab: “Ibu kamu.” Dia bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Baginda menjawab: “Ibu kamu.” Dia bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Baginda menjawab: “Ibu kamu.” Dia bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Baginda menjawab: “Ayah kamu.”
(Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya – hadis no: 5971
Aisyah Radhiyallahu'anha berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita?” Jawab Rasulullah Shalallahu
(26)
'Alaihi Wasallam“Suaminya.” ” Siapa pula berhak terhadap lelaki?” Jawab
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, “Ibunya.”
أ ْ قع ْ ْي ع رح ه إ
…
“Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi kalian berbuat durhaka kepada para
ibu ….” (HR. Al-Bukhari no. 5975 dan Muslim no. 4457)
Seorang ibu sejati adalah seorang yang dimuliakan oleh Allah swt. Peran menjadi seorang ibu sejati begitu berat dan melelahkan, namun semua itu tidak dirasakannya karena cintanya yang tulus kepada anaknya. Sejak mulai mengandung, ibu sejati harus bersusah payah saat beraktivitas, sampai proses melahirkan, kemudian saat si anak lahir di dunia ibu sejati rela merawatnya hingga tumbuh besar tanpa mengharap imbalan dan cinta tulus kepada anaknya tidak pernah pudar sampai dia meninggal. Maka sungguh pantaslah jika seorang ibu dimuliakan oleh Allah.
Dari serangkaian keterangan di atas semakin jelaslah bahwa posisi ibu
dalam keluarga /terhadap anak adalah posisi yang paling penting, baik buruknya
pendidikan ibu terhadap anak akan berpengaruh besar terhadap perkembangan
anak selanjutnya.
Sesuai dengan fungsi dan tanggungjawabnya sebagai anggotakeluarga,
dapat disimpulkan bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak adalah sebagai
berikut :
1) Sumber dan pemberi rasa kasih sayang 2) Pengasuh dan pemelihara
3) Tempat mencurahkan isi hati 4) Pengatur kehidupan rumah tangga 5) Pembimbing hubungan pribadi 6) Pendidikan dalam segi emosional
C. PENDIDIKAN
(27)
Definisi pendidikan dikemukakan para ahli dalam rumusan yang beraneka ragam, antara lain sebagai berikut:
a) Dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan bahwa pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
b) Ahmad D marimba mengajukan definisi sebagai berikut:
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.16
c) Pendidikan merupakan satu-satunya jalan untuk menyebar luaskan keutamaan, mengangkat harkat dan martabat manusia, dan menanamkan nilai kemanusiaan. Sehingga dapat dikatakan, kemakmuran dan kejayaan suatu masyarakat atau bangsa sangat bergantung pada sejauh mana keberhasilan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.17
2. Fungsi pendidikan dalam Islam
Dari sudut pandangan Islam, pendidikan menduduki posisi sangat urgen dan prinsipil. Karena pendidikan merupakan sesuatu yang sangat inheren dalam kehidupan umat manusia. Urgensi pendidikan bisa disimpulkan sebagai berikut:
Pendidikan dalam bahasa arab disebut Tarbiyyah dan berasal dari kata (Rabba- yurabbi) berarti mengembangkan dan menumbuhkan. Konteks ini sesungguhnya bisa terangkum dalam sifat Allah Swt sebagai
Rabbul „Alamin, yang berarti pemilik dan tuan yang sepenuhnya
berkompeten untuk mengelola, menata dan mendidik alam semesta. Pendidikan juga berperan penting dalam mewarnai dan mengubah akidah. Hal ini telah Rasulullah saw menyatakan dalam sebuah hadisnya yang menerangkan bahwa setiap bayi terlahir dalam keadaan fithrah
16
Noer Aly, op. Cit., h. 2-3 17
Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998) h. 55
(28)
(Islam), lalu orang tua (ayah dan ibu) serta lingkungan yang non muslim dapat merubah akidah bayi tersebut untuk menjadi pengikut agama Yahudi, Nasrani atau Majusi.
سج يْ
ي بأف رْط ْل ى ع لْ ي ْ لْ ك
“Semua anak yang lahir (adalah) dalam keadaan fitrah, lalu kedua orang tuanya (yang dapat membentuknya menjadi) Yahudi atau Majusi.”
“Melaksanakan pendidikan yang benar bagi anak didik, baik ditingkat keluarga, sekolah, masyarakat maupun pemerintah, merupakan kewajiban agama. Dan orang yang lengah atau tidak melaksanakannya kelak akan dimintai pertanggung jawabannya”.18
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Sesuai dengan informasi yang didapatkan, terdapat beberapa tulisan tentang peran orang tua dalam mendidik anak yang ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya sebagai berikut:
Een Hendrawati, Peran orangtua terhadap pendidikan dalam islam perspektif Al-Qur’an”. Dalam skripsi ini dijelaskan beberapa Ayat Al-qur’an tentang peran orangtua terhadap pendidikan anak yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19, yang menyimpulkan bahwa betapa pentingnya peran orangtua terhadap pendidikan anak, orang tua selain pendidik ia juga berperan sebagai pembimbing, pembina, fasilitator dan motivator bagi anak-anaknya.19
Ahmad Dahlan,”Peran Orang tua dalam Menanamkan Nilai-nilai Ajaran Agama Islam bagi anak masa kanak-kanak akhir”. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa peranan orangtua dalam menanamkan ajaran agama islam merupakan kewajiban. Ajaran agama selalu ditanamkan oleh orangtuanya di dalam keluarga.
18
Muhammad Tidjani Djauhari, Pendidikan untuk Kebangkitan Islam,(Jakarta: Taj. 2008) h. 48-49
19Een Hendrawati,”
Peran orangtua terhadap pendidikan dalam islam perspektif
(29)
Orang tua selalu memberikan tauladan yang baik dalam keseharian, memberikan nasihat kepada anaknya, sering menegur bila anaknya lalai dalam beribadah, dll.20
Fitriyah,”Pandangan Islam Tentang Peran Orang Tua dalam Pendidikan Agama Anak”. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang pembinan atau pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anak mereka sejak dini merupakan pondasi yang sangat penting bagi kelangsungan pribadinya dimasa yang akan datang dalam mengatasi semua tantangan hidup. Agar akidah atau keimanan tetap kokoh
maka perlu dipupuk dan disirami dengan ibadah atau melaksanakan smua syari’at
Islam yang dengan semua itu maka akan melahirkan akhlak yang baik dan menjadi pribadi muslim yang bertaqwa.21
Fitri Nuria Rivah,”Konsep Pendidikan Islam untuk Anak dalam Keluarga Muslim”, dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam menumbuhkan pendidikan Agama Islam pada anak yaitu, mengajarkan kepada anak agar tidak mensyarikatkan Allah, mengajari untuk cinta kepada Allah, mengajari anak untuk membiasakan shalat, mengajari membaca
Al-Qur’an, mengajari anak untuk berbuat baik kepada orang lain serta
mengembangkan daya pikir anak.22
Dengan demikian, seperti yang tertera dari judul masing-masing karya yang di atas, tidak ada satupun dari karya tersebut yang membahas tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pendidik dan tanggung jawab apa saja yang harus dimiliki seorang pendidik.
20Ahmad Dahlan,”
Peran Orang tua dalam Menanamkan Nilai-nilai Ajaran Agama Islam bagi anak masa kanak-kanak akhir”( UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Perpustakaan Utama .2010)
21
Fitriyah,”Pandangan Islam Tentang Peran Orang Tua dalam Pendidikan Agama
Anak”(UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Perpustakaan Utama .2006) 22Fitri Nuria Rivah,”
Konsep Pendidikan Islam untuk Anak dalam Keluarga Muslim”( UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Perpustakaan Utama .2011)
(30)
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian yang berjudul “Konsep Islam Tentang Sifat dan Tanggungjawab Orang tua Dalam Mendidik Anak” dilaksanakan mulai tanggal 26 juli 2012, dengan pengaturan waktu sebagain berikut: 26 juli 2012- 23 januari 2013 digunakan untuk pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari koleksi, buku-buku yang ada di perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakan Tarbiyyah, Perpustakaan Iman Jama serta sumber lain yang mendukung penelitian. Kemudian waktu selebihnya digunakan untuk melakukan kualifikasi data, menganalisis, menyimpulkan hasil penelitian serta menyusun dalam bentuk hasil penelitian atau laporan. Selanjutnya tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini bertempat di perpustakaan utama Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir H. Juanda No. 95, Ciputat dan perpustakaan Iman
jama’ Jakarta, Jl.Raya Pasar Jum’at 46 E, Jakarta Selatan. B. Metode Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah dengan mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.
(31)
C. Metode Penelitian
Penelitian adalah sangat penting bahkan mutlak dalam upaya untuk membuat penulisan yang brsifat ilmiah sebab penulisan ilmiah tanpa didahului oleh penelitian akan diragukan kebenaran tulisan tersebut.
1. Jenis penelitian
Jika ditinjau berdasarkan pengukuran dan analisis data, di mana penelitian dapat digolongkan menjadi penelitian kuantitatif dan kualitatif, maka penelitian dalam skripsi ini dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif, yakni suatu penelitian yang datanya dinyatakan dalam bentuk verbal dan dianalisis tanpa menggunakan teknik statistic.
2. Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian ini yaitu buku-buku yang berkaitan dengan orang tua
3. Metode Pengumpulan Data
Metode dalam pelaksanaan penelitian yaitu penelitian perpustakaan (Library Research) yaitu dengan mempelajari buku-buku serta penerbitan-penerbitan yang ada relevensinya dengan judul skripsi.
menganalisa objek yang telah ada secara objektif. Penulis tidak menggunakan metode penelitian lapangan, karena sifat dari tema cenderung membahas masalah Akhlak. Oleh karena itu untuk mendapatkan data primer maupun data sekunder melalui penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan topik pembahasan.
D. PROSEDUR PENELITIAN
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan prosedur penelitian skripsi ini sebagai berikut:
(32)
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan ini, penulis melakukan kunjungan ke perpustakaan-perpustakaan untuk mencari bahan-bahan yang digunakan dalam proses penelitian. Yaitu mencari buku-buku yang ada relevansinya dengan judul skripsi.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari beberapa sumber, dengan mempelajari buku-buku serta penerbitan-penerbitan yang ada relevensinya dengan judul skripsi, kemudian mengolah data dengan cara mengklasifikasikan dan menyusunya. Dan tekhnik penulisan ini dengan mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.
3. Tahap Penyelesaian
Pada tahap ini, penulis menyimpulkan data yang telah dianalisis dan kemudian menafsirkan data dalam bentuk hasil penelitian (laporan).
(33)
24
BAB IV
KONSEP ISLAM TENTANG SIFAT DAN TANGGUNGJAWAB ORANG TUA
DALAM MENDIDIK ANAK
A. LANDASAN AYAT DAN HADIST TENTANG TANGGUNG JAWAB
ORANGTUA.
Kalau kita mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist Rosul yang menganjurkan para pendidik untuk melaksanakan tanggungjawabnya dan memperingatkannya bila melalaikan kewajiban tersebut, sungguh akan mendapati lebih banyak dari itu. Hal itu tidak lain agar setiap pendidik mengetahui besarnya tanggung jawab mereka. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah dalam
Al-Qur’an :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (QS. At Tahrim : 6)1
Ayat diatas menunjukkan orangtua wajib memelihara atau menjaga anaknya jangan sampai mereka terjerumus kedalam api neraka. Menjaga atau memelihara, mendidik anak agar patuh dan taat pada perintah Allah, yakni
1
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Dari Tarbiyatul
Aulad fi al-Islam, oleh Saifullah Kamalie, Heri Noer Ali,(Semarang: Penerbit Asy-Syifa, 1998), h.143-144
(34)
melaksanakan segala perintah dan meniggalkan semua larangan-Nya. Dengan demikian anak itu akan sholeh dan terpeliharalah ia dari api neraka di Hari Akhir.
Berkata Abi Thalib tentang ayat diatas, “ajarkanlah kebaikan dalam dirimu
dan keluargamu.”(diriwayatkan oleh hakim dalam Mustadrak jil. IV,hlm. 494. Hadis ini sahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya.
Fakhrurazi menafsirkan ayat “qu anfusakum” di atas dengan makna meninggalkan apa yang telah dilarang Allah atas dirimu. Sedangkan miqatil menafsirkan ayat diatas dengan hendaknya seorang muslim mendidik, dirinya dan keluarganya. Menyuruh meraka untuk melakukan kebaikan dan melarangnya dari kejahatan.2
Sebagaimana dijelaskan oleh ayat tadi adalah menjaga diri, istri, dan anak-anak, serta anggota keluarganya dari api neraka. Maka tidaklah cukup bagi dirinya menjadi seorang yang memiliki komitmen dan bertakwa, bila ia memberikan anak istrinya berjalan menuju penyimpangan dan kehancuran. Apabila ia tidak menjaga mereka, maka perjalanan nasibnya akan kembali kepada kerugian yang nyata, sebagaimana Allah SWT menggambarkan orang-orang yang merugi dalam firman-Nya
"Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat". ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”.3
Sedangkan dari hadistnya adalah :
ر تع س : ق
ع ه ىضر ر ع يب نع
ع ر ك : قي ع ص ه س
) ر خ ل ر( تيعر نع س ع ر ا تيعر نع س ك
2
Hafizh, op. cit., h. 37-38 3
(35)
“Dari Ibnu Umar ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda :
“Kalian adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya. Penguasa adalah pemipin, dan akan dimintai, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggunjawaban atas kepemimpinannya.”4
“Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu dan didiklah mereka”. (H.R Abdu Arrazaq dan Sa’id bin Manshur)
Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara : mencintai Nabimu, mencintai ahli baitnya, dan membaca al-Qur’an.. (H.R.Ath-Thabrani).5
B. SIFAT-SIFAT PENDIDIK DALAM ISLAM
Memang tidak ada manusia sempurna selain Rosulullah saw. Namun orang tua harus berusaha memiliki sifat-sifat terpuji agar bisa dijadikan teladan bagi anak-anaknya. Semakin baik sifat-sifat orang tua sebagai pendidik, semakin dekat tingkat keberhasilannya dalam mendidik anak. Berikut ini adalah sifat-sifat yang harus disandang oleh pendidik sukses:6
1. Ikhlas
Arti ikhlas ialah murni atau bersih, tidak ada campuran. Ibarat emas, ialah emas tulen, bersih dari segala macam campuran yang lain seperti perak dan lain sebagainya. Maksud bersih disini adalah, bersihnya suatu pekerjan
4
Hafizh, op. cit., h. 36-37 5
Ulwan, op. cit.,.h.145 6
Ir. Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, Terj. Dari
Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli,oleh Hamim tohari, dkk., (jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat,2004) h.18
(36)
dari campuran motip-motip yang selain Allah, seperti ingin dipuji orang, ingin mendapat nama, dan lain sebagainya.7
Untuk menjadi orang yang ikhlas, sudah barang tentu kita harus mendalami rukun Islam pertama, khususnya syahadat tauhid. Kalimat LaailaahaillAllah disebut juga dengan kalimat ikhlas, kalimat tauhid, kalimat takwa, kalimat al-Haq, tali yang sangat kuat yang tidak akan pernah terputus.
Dengan demikian keikhlasan akan dimiliki pendidik, manakala keduanya berilmu terhadap kalimat ikhlas/kalimat tauhid dengan rukun dan syaratnya serta jujur atas tuntutan dan tuntunan kalimat tersebut, sehingga hati dan setiap pikiran sikap dan prilakunya berlandaskan laailaahaillAllah. Itulah ikhlas. Dengan kata lain, setiap pikiran, sikap, dan prilaku yang didasarkan karena melaksanakan printah/anjuran dari Allah Swt atau semata-mata karena Allah Swt. Dan tujuannya dalam rangka meraih rahmat, ridho, surga, perjumpaan dengan-Nya saja atau dalam rangka mendekatkan diri hanya kepada-Nya, maka itulah ikhlas.8
2. Penyabar dan tidak pemarah
Kata sabar (ash-shabr) makna asalnya adalah menahan atau mengurung. Sabar berarti menahan jiwa untuk tidak berkeluh kesah, menahanlisan untuk tidak meratap, dan menahan anggota badan untuk tidak menampar pipi, merobek baju, dan sebagainya.9
Sabar ialah menahan diri terhadap apa yang dibencinya, atau menahan sesuatu yang dibencinya dengan ridha dan rela.10
Dua sifat ini , yakni penyabar dan tidak pemarah, menurut Rosulullah saw. Adalah yang dicintai Allah (HR. Muslim dari Ibnu Abbas). Berkenaan dengan sifat ini ada sebuah kejadian menarik yang diceritakan oleh Abdullah
7
Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia, (Surabaya: PT Bina Ilmu) h.151 8Suroso Abdussalam,”Strategi Menjadi Orang Tua Bijak & Pintar”
,(Surabaya: Sukses Publishing.2012) h.92
9
Ibnu al-Qayyim al-jauziyyah, Indahnya Sabar; Bekal Sabar Agar Tidak Pernah Habis , Terj. Dari ‘Uddatu Ash-Shabirin wa Dzakhiratu asy-Syakirin, oleh A.M Halim , (jakarta:
Maghfirah Pustaka. 2007) h. 25 10
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi,”Ensiklopedi Muslim, Terj. Dari Minhaajul Muslim, oleh
(37)
ibnu Thahir.”Pada suatu hari.” Kata Abdullah bercerita, “saya bersama Al -Makmun (seorang khalifah Bani Abbasiyyah), lalu beliau memanggil pelayannya, ‘Ghulam!’ tidak dijawab, ‘Ghulam!’ kedua kalinya pun tidak dijawab, lalu dipanggil yang ketiga kalinya barulah seorang pelayan lelaki muda keluar sambil berkata, ‘apakah seorang pelayan tidak berhak makan dan minum? Bukankah saya baru melayani Anda, kenapa dipanggil-panggil lagi?’ mendengar bicara pelayan itu Al-Makmun lama tertunduk. Saya curiga jangan-jangan Al-Makmun akan menyuruh saya untuk memenggal leher pelayannya itu. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan memandang saya,
Wahai Abdullah,’ujarnya,’jika ada majikan yang baik, justru pelayannya yang
buruk. Tapi saya tidak mau berprilaku buruk untuk memperbaiki prilaku pembantu saya.11
Kesabaran seringkali kita katakan ada batasnya. Sesungguhnya tidaklah demikian. Kita terkadang menjadi manusia yang kurang sabar, terlalu cepat naik darah dan bereaksi terhadap hal-hal yang terkadang sepele sekalipun di dalam rumah tangga, misal anak tak sengaja memecahkan gelas, kita cepat merespon negtif.
Firman Allah
“Mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya”.(QS.Al-Furqan:75)
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”.(QS.Al-Baqarah: 45)
11
(38)
“ Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”.(QS.Ali Imran:
200)12
3. Lemah lembut dan tidak kasar
Rasulullah saw bersabda,
”sesungguhnya Allah Maha lembut dan suka kepada sifat lembut. Allah
akan memberikan kepada orang yang ramah sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang kasar dan sesuatu yang tidak Allah berikan kepada yang lainnya”.(HR. Muslim).13
Sifat demikian juga telah ditunjukan oleh para salafus shalih dalam bermuamalah. Di antaranya adalah kejadian yang pernah dialami oleh budak lelaki Imam Zainal ‘Abidin (cicit Sayidina Ali).
Pada suatu hari budak itu menuangkan air minum kegelas minumannya Imam Zainal Abidin dari poci yang terbuat dari porselin. Tiba-tiba poci itu jatuh dan mengenai kaki sang Imam hingga berdarah. Buru-buru pelayan itu berkata,”Wahai Tuan, Allah telah berfirman, “Dan mereka itu adalah orang-orang yang bisa menahan kemarahan”. Mendengar itu beliau
berkata,”ya, saya tahan kemarahan saya.”
12
Abdussalam, op. cit., h.96-99 13
(39)
“dan (juga) pemaaf kepada manusia”. Kata budak itu membaca lanjutan firman Allah tadi. “Ya, saya pun telah memaafkan kamu.”kata Imam Zainal Abidin.
“Dan Allah mencintai orang-orang yangb berbuat kebajikan.” Lanjut
budak itu menyempurnakan bunyi firman allah tersebut. “sudah, kamu saya merdekakan karena Allah.”Kata Imam Zainal ‘Abidin.
4. Hatinya penuh rasa kasih sayang
Orang muslim itu penyayang, dan kasih sayang adalah salah satu akhlaknya, sebab sumber kasih sayang ialah jiwa yang bening dan hati yang bersih. Dalam mengerjakan kebaikan, mengerjakan amal shalih, menjauhi keburukan, dan menghindari kerusakan, orang muslim selalu berada dalam keadaan hati yang bersih dan jiwa yang baik. Barang siapa keadaanya seperti itu, maka sifat kasih sayang tidak berpisah dengan hatinya.14
Sulaiman Malik Ibnu Al-Huwairits pernah tinggal (untuk nyantri) bersama Rosulullah saw. Dengan teman-teman sebayanya selama dua puluh
malam. “kami dapati beliau sebagai seorang yang sangat penyayang dan pengasih,” cerita Al-Huwairits. “Setelah beliau melihat bahwa kami sudah rindu kepada keluarga, beliau bertanya tentang siapa saja orang-orang yang kami tinggalkan di rumah. Kami pun memberitahukannya. Lalu, kami
diperintahkan agar pulang.”
Beliau menasihati, “Pulanglah kepada keluarga kalian, tinggallah
bersama mereka, ajari mereka, berbuatlah baik kepada mereka, dan shalatlah kamu seperti ini di waktu demikian, shalatlah begini di saat demikian! Jika tiba waktu shalat, salah seorang harus adzan dan yang paling tua menjadi
imam.”(Muttafaq’alaih).
Rasulullah saw. Bersabda,
14
(40)
“Sesungguhnya setiap pohon itu berbuah. Buah hati adalah anak. Allah
tidak akan menyayangi orang yang tidak sayang kepada anaknya. Demi Dzat yang jiwakuada di Tangan-Nya, tidak akan masuk surga kecuali
orang yang bersifat penyayang.”
5. Memilih yang termudah di antara dua perkara selagi tidak berdosa Aisyah berkata, “Tidaklah dihadapkan kepada Rasulullah antara dua
perkara melainkan akan dipilihnya perkara yang paling mudah selama hal itu tidak berdosa. Jika itu berdosa maka beliaulah orang yang paling jauh meninggalkannya. Dan, beliau tidak mendendam sama sekali terhadap dirinya kecuali jika dirinya melanggar larangan Allah. Maka beliau akan menghukum
dirinya sendiri karena allah”.(Muttafaq’alaih) 6. Tidak pemarah
Dalam pendidikan, sifat pemarah dan emosional harus dijauhi. Sifat demikian bahkan menjadi faktor kegagalan dalam pendidikan anak.15
Jika anda sedang sangat marah, maka berhentilah dari berbicara, karena kemarahan dari setan. Kemarahan menyebabkan ketertutupan akal. Kemarahan adalah penyebab kesalahan dalam perbuatan dan ucapan. Berhentilah berbicara jika anda sedang marah. Berwudhulah anda dan duduklah anda jika sedang berdiri. Bersilalah jika anda sedang duduk. Berlindunglah kepada Allah dari setan hingga kemarahan itu hilang dari diri.16
15
Suwaid, op. cit., h.18-20 16
Syaikh Musthafa al-‘Adawy,Fikih Akhlak, Terj. Dari Fiqh al-Akhlak wa al-Mu’amalat
baina al-Mu’minin, oleh Salim Bazemool dan Taufik Damas Lc, (Jakarta: Qisthi Press. 2009) h. 222
(41)
Nabi pernah memperingatkan seorang lelaki yang meminta pesan
khusus kepada beliau yang kemudian beliau menjawab, “jangan marah!”, sampai tiga kali
Rasulullah saw bersabda
“Orang kuat itu bukanlah orang yang selalu menang dalam berkelahi, akan
tetapi orang kuat itu adalah orang yang menguasai (menahan) diri ketika
marah.” (HR. Muttafaq’alaih)
Jika seorang dapat menguasai amarahnya dan dapat menahan murka-Nya, maka hal itu menjadi keberuntungan tersendiri bagi dirinya dan juga bagi anaknya.17
7. Ada Senjang Waktu dalam Memberi Nasihat
Seringkali banyak bicara itu tidak mendatangkan hasil. Sebab itulah
Imam Ibnu Hanifah berpesan kepada para muridnya, “janganlah kalian mengajarkan fiqih kalian kepada orang yang sudah tidak berminat!”. Ibnu Mas’ud ra. hanya memberi nasihat kepada para sahabat setiap hari kamis.
Maka ada seorang yang berkata kepada beliau,”Wahai Abu Abdurrahman,
alangkah baiknya jika anda memberi nasihat kepada kami setiap hari.”Beliau menjawab,”Saya enggan begitu karena saya tidak ingin membuat kalaian
merasa bosan dan saya memberi senjang waktu dalam memberikan nasihat sebagaimana Rasulullah lakukan terhadap kami dulu karena khawatir kami
bosan.”(Muttafaq ‘alaih).18
Orang tua tidak dianjurkan untuk menasihati anak setiap hari, dikarenakan takut si anak bosan, jadi si anak bukan mendengarkan nasihat orang tuanya, melainkan tidak mendengarkan sedikitpun nasihat yang
17
Abdussalam, op. cit., h.108. 18
(42)
diberikan orangtuanya dan tidak akan menerapkan apa saja yang dinasehati oleh orangtuanya.
8. Keteladanan.
Kewajiban orangtua dalam mendidik dan membimbing anak-anaknya menuntut suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, yaitu: contoh teladan.
Sungguh tepat ungkapan: “Lebih baik satu kali contoh daripada lima kali nasihat”. Selain faktor akibat karma dari kehidupan yang lalu, dan pengaruh -pengaruh lainnya; sikap orangtua akan memberi -pengaruh yang cukup besar pada pribadi anak.
Orangtua tidak bisa cuci-tangan atas kenakalan, kemerosotan, dan kehancuran moral anaknya. Selain diri sang anak sendiri, orangtua adalah orang yang paling ikut bertanggung jawab atas kepribadian anak.
Untuk menunaikan kewajiban dengan sesempurna mungkin atas anak-anak permata hidupnya dan penerus generasi, setiap orangtua harus mengerti dengan jelas tanpa keraguan sedikit pun tentang tugas yang harus dipenuhi. Berjuang keras memberikan suri teladan yang baik, dan berusaha mati-matian tidak memberikan contoh-contoh jelek dalam kehidupannya sehari-hari.
C. TANGGUNGJAWAB ORANGTUA DALAM MENDIDIK ANAK
MENURUT PANDANGAN ISLAM
Imam Al-Ghazali berkata: anak adalah amanat bagi orangtuanya, hatinya bersih, suci, dan polos. Kosong dari segala ukiran dan gambaran. Anak akan selalu menerima segala yang diukirnya, dan akan cenderung terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Maka apabila dia dibiasakan dan diajarkan untuk melakukan kebaikan, niscaya akan seperti itulah anak terbentuk. Sehingga kedua orangtuanya akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sang anak akan menjadi orang yang terdidik. Namun apabila si anak dibiasakan untuk melakukan kejahatan dan ditelantarkan bagaikan binatang liar, sengsara dan celakalah ia.
(43)
Dosanya akan ditanggung langsung oleh kedua orangtuanya sebagai penanggungjawab dari amanat Allah.19
Berbagai tanggung jawab yang paling menonjol dan diperhatikan oleh Islam adalah tanggung jawab para pendidik terhadap individu-individu yang berhak menerima pengarahan, pengajaran dan pendidikan dari mereka. Pada haketnya tanggung jawab itu adalah tanggung jawab yang besar, pelik dan sangat penting.20
Kebanyakan para pendidik berpendapat bahwa tanggung jawab yang terpenting itu adalah tanggung jawab pendidikan iman, akhlah, tanggung jawab pendidikan fisik, intelektual, psikhis, sosial dan seksual.21
1. Tanggung Jawab Pendidikan Iman
Para ahli pendidikan telah menyepakati pentingnya periode kanak-kanak dalam kehidupan manusia. Menurut mereka, beberapa tahun pertama pada masa kanak-kanak merupakan kesempatan yang paling cepat. Karena, periode tersebut keperibadian anak mulai terbentuk dan kecendrungan-kecendrungannya semakin tampak. Masa kanak-kanak ini juga merupakan kesempatan yang sangat tepat untuk membentuk pengendalian agama, sehingga sang anak dapat mengetahui, mana perkara yang diharamkan dan mana perkara yang diperbolehkan.22
Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar Syari’ah, sejak anak mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu.
19
Hafizh, op. Cit., h. 35 20
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Dari Tarbiyatul
Aulad fi al-Islam, oleh Saifullah Kamalie, Heri Noer Ali,(Semarang: Penerbit Asy-Syifa, 1998) h.143
21
Ibid., h. 149 22
Asy-Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terj. Dari Manhajuth-
Thiflil Muslim; Dalilul Mu’allimin wal Aba Ilat-Tarbiyati Abna’ fi Rhiyadhil athfal wal Madrasatil Ibtidaiyyah, oleh Abdillah Obid Lc, Yessi HM Basyarudhin Lc, (jakarta: PT. Muataqiim,2004), h.24
(1)
36
14 9
37 Kartini kartono Peranan Keluarga Memandu anak”, Jakarta: CV
Rajawali.1992) cet.2
11 37-38
38 Drs.Heri Noer Aly, MA
Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta:
Logos.1999 12 87
39
15 2-3
40 Ibrahim Amini Anakmu Amanat-Nya, Jakarta: Al-Huda.2006
12
6-7 41
14 8
42 Adnan Hasan Shalih Baharits
Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-laki, Jakarta: Gema Insani Press. 1991
13
29 43
48 274
44
58 385-386
45 Norma Tarazi Wahai Ibu Kenali Anakmu, Yogyakarta:
Mitra Pustaka.2001 13 83-85
46 Khalid Ahmad Asy-Syantuh
Pendidikan anak Putri dalam Keluarga
Muslim,jakarta: Pustaka al-Kautsar.1993
14
(2)
47 Dr Ali Qaimi Buaian Ibu antara Surga dan Neraka,bogor:
Cahaya.2002 57
48 Drs Abidin Ibn Rusn
Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar.1998).
16 55
49 Kh. Muhammad Tidjani Djauhari,
Pendidikan untuk Kebangkitan Islam,
(Jakarta: Taj. 2008). 16 48-49 50 Jalaluddin
Rakhmat, Mukhtar Gandaatmaja
Keluarga Muslim dalam Masyarakat
Modern,bandung: PT Remaja Rosdakarya.1993
23 51 Humaidi
Tatapangarsa
Akhlak yang Mulia, (Surabaya: PT Bina
Ilmu) 23 151
52 Asy-Syaikh Fuhaim Musthafa
Manhaj Pendidikan Anak Muslim, jakarta: PT.
Muataqiim.2004 30 24
53
38 27
54
39 27
55
40 26-27
56 Suroso Abdussalam
Strategi Menjadi Orang Tua Bijak & Pintar, (Surabaya: Sukses Publishing.2012)
24 92
57
(3)
58
26 105
59
29 108
60 Ibn Al-Qayim al-Jauziyyah
Indahnya Sabar, Bekal sabar agar Tidak Pernah Habis,(Jakarta:
Maghfirah Pustaka.2007).
24 25
61 Abu Bakar Jabir al-Jazairi
Ensiklopedi
Muslim(Jakarta: Daarul
Falah.2000). 24 220
62
27 237
63 Syaikh Musthafa al-‘adawy
Fiqih Akhlak, (Jakarta: Qisti Press. 2009).
28 222
64 Ag. Soejono Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, Bandung : CV. Ilmu, 1980
60 65 Dr. Abdullah
Nashih Ulwan
Pendidikan Sosial Anak, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.1992). 41 1-2
66
42 2
67
43 32-33
68
(4)
69
45 182-183
70 Ir. Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid
Cara Nabi Mendidik Anak, jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat,2004
23
18 71
25 18
72
28 18-20
73
29 22
74
31 166
75
34 218-219
76
34 219
77
35 233
78 Ny.H.Hadiyah Salim
Tuntunan Akhlak bagi Anak-anak
Muslim,Bandung: Sinar Baru,1992
39
11 79 Dr. Rauf Syalabi Wahai Bapak Didiklah
Keluargamu dengan Baik,bandung:Gema Risalah Press.1989
40
(5)
80 Muhammad Syakir Kepada Anakku: Selamatkan
Akhlakmu(Jakarta: Gema Insani Press. 1994).
39 41
81 DR.Abdullah Nasih Ulwan
Mengembangkan Kepribadian
Anak,Bandung:Remaja Rosda Karya,1990
45
1 82
49 54-55
83
50 65
84
50 95
85
51 98-103
86
51 106
87
53 109-110
88
54 116-118
89
54 125
90 Nuraida, Rihlah Nur Aulia
Character Building, (Jkarta: Aulia Publishing
(6)
Jakarta 10 Januari 2013 Mengetahui,
Dosen Pembimbing :
Drs.Rusdi Jamil, MA NIP: 19621231195031005 91 Amina Hj.Noor Mendidik Anak Pintar
Cerdas Bermula dari Alam Rahim....Kuala lumpur:Darul
Nu’man,1995
51
101-102 92 Ayip Syarifuddin Islam dan Pendidikan
Seks Anak,solo:
Cv.Pustaka Mantio,1992 54 25 93
55 35-36
94 Utsman Ath-Thawil
Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 1997).
55 IX
95
57 IX-XI
96
58 XVI-XVII 97 Dr.Hassan Hathout,
Dr.Abdullah Nasih Ulwan
Pendidikan Seks,
Bandung: Remaja Rosda