Pengalaman Lansia Terlantar Dalam Menghadapi Krisis Psikososial Tahap Kedelapan (Ego integrity vs Despair)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengalaman Lansia Terlantar Dalam Menghadapi Krisis
Psikososial Tahap Kedelapan (Ego integrity vs Despair)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun oleh:
Devamethia G
149114109

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
SKRIPSI

Pengalaman Lansia Terlantar Dalam Menghadapi Krisis Psikososial
Tahap Kedelapan (Ego-integrity vs Despair)

Disusun Oleh:
Devamethia G
149114109

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing:

Prof. A. Supratiknya, Ph.D.

Tanggal,

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI


PENGALAMAN LANSIA TERLANTAR DALAM MENGHADAPI KRISIS
PSIKOSOSIAL TAHAP KEDELAPAN (Ego-integrity vs despair)
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Devamethia G
149114109

Telah dipertanggungjawabkan di depan panitia penguji
pada tanggal 25 Januari 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji:
Nama Penguji

Tanda Tangan

1.

Penguji 1


: Prof. A. Supratiknya, Ph.D.

2.

Penguji 2

: Drs. H. Wahyudi, M.Si

3.

Penguji 3

: Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si

Yogyakarta,
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma

(Dr. Titik Kristiyani, M. Psi )


iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN MOTTO

“Tat Tvam Asi”
Aku adalah kamu, kamu adalah aku

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk

Ida Sang Hyang Widhi dan para leluhur yang maha kasih.
Untuk Bapak, Ibu, Adik dan seluruh keluarga serta teman-teman
yang selalu mendukung lewat doa, kasih sayang, dan canda
Untuk para kakek dan nenek yang memberitahu ku banyak rasa dari kehidupan


v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya oranglain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar acuan, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 Januari 2019
Penulis

Devamethia G.

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENGALAMAN LANSIA TERLANTAR DALAM MENGHADAPI KRISIS
PSIKOSOSIAL TAHAP KEDELAPAN (Ego-integrity vs Despair)

Devamethia G
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bertujuan untuk mengeksplorasi
bagaimana pengalaman lansia terlantar dalam menghadapi krisis psikososial tahap 8, apakah lebih
didominasi oleh ego-integrity atau despair. Partisipan dalam penelitian ini adalah 4 orang lansia
terlantar (usia 65-80 tahun) yang tinggal di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Budhi
Dharma Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara. Analisis data
dilakukan dengan metode analisis isi kualitatif (AIK). Hasilnya menunjukkan bahwa lansia yang
memiliki masa lalu positif (kondisi ekonomi yang baik, pekerjaan yang membanggakan dan
hubungan keluarga yang hangat), kondisi kesehatan yang baik di masa kini, dan kepastian bahwa
akan ada yang merawat saat mati cenderung menunjuukkan ego-integrity, sedangkan yang
mengalami kondisi sebaliknya cenderung menunjukkan tanda-tanda despair.

Kata kunci: Lansia, krisis psikososial, terlantar, ego-integrity, despair

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

EXPERIENCE OF NEGLECTED ELDERS IN DEALING WITH THE

EIGHTH -STAGE OF PSYCHOSOCIAL CRISIS (Ego-integrity vs Despair)
Devamethia G
ABSTRACT
The study is a qualitative research and aims to explore the experience of neglected elders
in dealing with the eighth-stage of psychosocial crisis whether it is dominated by ego-integrity or
despair. Participants in this study were four neglected elders (aged 65-80 years) who live in Budhi
Dharma Social Services for Neglected Elders in Yogyakarta. The data collecting was conducted
from interview. Further, it was analyzed by using qualitative content analysis method. The results
show that the elderly who have a positive pasts (good economic conditions, proud work and warm
family relationships), good health conditions in the present, and certainty that there will be carers
when they passed away tend to show ego-integrity, while those who experiencing the opposite
condition tends to show signs of despair.
Keywords: Elderly, psychosocial crisis, neglected, ego-integrity, despair

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama

: Devamethia G

Nomor Mahasisa

: 149114109

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Pengalaman Lansia Terlantar Dalam Menghadapi Krisis Psikososial Tahap
kedelapan (Ego-integrity vs Despair)
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis, tanpa perlu meminta izin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 30 Januari 2019
Yang menyatakan

(Devamethia G.)

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR
Om swastyastu. Puji syukur kepada Ida Shang Hyang Widhi, atas berkat dan
kasih karunia-Nya saya bisa menyelesaikan karya yang berjudul Pengalaman
Lansia Terlantar Dalam Menghadapi Krisis (Ego-Integrity vs Despair) dengan
baik. Banyak pelajaran yang didapat dalam proses penulisan karya tersebut.
Terimakasi juga untuk semua pihak yang membantu saya untuk menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, dengan setulusnya saya ucapkan terimakasih kepada
mereka yang saya tuliskan di bawah ini:
1. Ida Sang Hyang Widhi dan para leluhur, terimakasi atas kasih dan kekuatan

yang selalu diberikan, khususnya dalam pengerjaan karya ini.
2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu
bersemangat untuk membimbing dan mendidik penulis menyusun skripsi dari
tahap ke tahap dengan sabar.
3. Dr. Titik Kristiyani, M. Psi., Psi., selaku dekan fakultas psikologi dan seluruh
jajaran dekansi.
4. Dr. M. Laksmi Anantasari, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
memberikan saran dosen pembimbing skripsi yang sesuai dengan topik
penelitian.
5. Drs. H. Wahyudi, M.Si dan Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si selaku dosen
penguji. Terimakasi atas diskusi dan masukan yang diberikan untuk
menjadikan skripsi ini lebih baik.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Para Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang tidak hanya
membimbing saya secara akademis tapi juga menuntun saya menjadi pribadi
yang lebih baik.

7. Bapak I Nyoman Gunadi, Ibu Ni Ketut Srinadi, adik Aditya Hartawan, dan
seluruh keluarga yang selalu menyertai dan mendukung saya. Terimakasi atas
dukungan yang tiada henti, kalian selalu bisa menjadi tempat untuk saya
pulang dan berkeluh kesah.
8. Kakak asuh terbaik, Mank Indah. Terimakasih atas dukungan yang selalu ada
untuk

proses

pengerjaan

skripsi

ini.

Khususnya

motivasi

untuk

membangkitkan peneliti mengerjakan revisi secepat-cepatnya.
9. Seluruh staff dan penghuni Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar
Budhi Dharma Yogyakarta atas bantuan dan dukungannya selama proses
penelitian.
10. Teman-teman PBB, Dewa, Gantih, Indri, Mank, Okta, dan Pande.
Terimakasih untuk ruang cerita yang nyaman selama menjalani perkuliahan di
perantauan selama 9 semester khususnya keluh kesah selama semestersemester kritis menjalani penulisan karya ini. Semangat untuk yang masih
berjuang.
11. Desiderius Dimas Maharani Parwanto alias Kuncung sebagai jelmaan dari
Prof. Supratiknya yang membantu proses berpikir dan penyuntingan tulisan di
penelitian ini.
12. Teman-teman seperjuangan bimbingan skripsi “Anak-anak profesor” yang
memberikan masukan serta bantuan untuk peneliti selama ini.

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13. Teman-teman Psikologi angkatan 2014 khususnya kelas A, terimakasih untuk
segala dinamika selama proses perkuliahan dan dukungannya selama proses
pembuatan skripsi ini baik secara langsung ataupun tidak langsung.
14. Teman-teman kepanitiaan di Psikologi, AKSI 2016 & 2018 serta
PSYCHOFEST 2017 yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk
membangun dinamika bersama orang lain dan mengembangkan potensi saya
serta doa dan dukungan selama proses pengerjaan skripsi ini.
15. Adik-adik Psikologi, Anting, Alma, dan Brian yang telah bersedia untuk saya
repotkan demi kelancaran proses pembuatan skripi ini. Terimakasi juga untuk
semangat yang luar biasa yang kalian berikan selama ini.
16. Semua pihak yang telah membantu dan mendoakan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih, matur suksme.
Kendati segala ucapan terima kasih ini saya berikan kepada segala pihak,
hanya sayalah yang bertanggung jawab penuh atas semua kesalahan yang
mungkin terjadi dalam skripsi ini.Saya ingin mempersembahkan skripsi ini
terutama kepada orangtua saya sebab mereka telah mengajarkan saya menjadi
seorang yang mandiri dan pekerja keras. Om santi, santi, santi

Yogyakarta, 30 Januari 2019
Penulis

Devamethia G.

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH .................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .............................................................................................x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
BAB I ......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian ...................................................................................9
C. Tujuan Penelitian .........................................................................................9
D. Manfaat Penelitian .....................................................................................10
1. Manfaat Teoritis ...................................................................................10
2. Manfaat Praktis ....................................................................................10
3. Manfaat Kebijakan ...............................................................................11
BAB II ...................................................................................................................12
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................12
A. Tahap Perkembangan Psikososial Erikson.................................................12
B. Krisis Psikososial Pada Lansia ...................................................................13
1. Adapting to thriumps and disappointments .........................................15
2. Spirituality ............................................................................................16
3. Accept the past as meaningfull.............................................................17

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Tolerance and acceptance of others ....................................................18
5. A sense of being part of larger history that includes previous
generation ............................................................................................19
6. Absence of death-anxiety......................................................................20
7. Freedom from the feeling that time is running out ..............................21
8. Emotional integration ..........................................................................22
9. Life satisfaction ....................................................................................23
C. Dukungan Sosial Keluarga Bagi Lansia dan Kaitannya Dengan Proses
Menghadapi Krisis Psikososial Pada Lansia ..............................................24
D. Lansia Terlantar Penghuni Rumah Pelayanan Sosial.................................26
E. Kerangka Konseptual .................................................................................28
BAB III ..................................................................................................................30
METODE PENELITIAN ......................................................................................30
A. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................................30
B. Fokus Penelitian .........................................................................................31
C. Partisipan ....................................................................................................32
D. Peran Peneliti .............................................................................................35
E. Metode Pengambilan Data .........................................................................37
F. Analisis dan Interpretasi Data ...................................................................40
G. Penegakan Kredibilitas dan Dependabilitas Penelitian .............................43
BAB IV ..................................................................................................................46
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................................46
A. Pelaksanaan Penelitian ..............................................................................46
B. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara ..................46
C. Hasil Penelitian .........................................................................................57
1. Adapting to thriumps and disappointments .........................................57
2. Spirituality ...........................................................................................61
3. Accept the past as meaningfull.............................................................64
4. Tolerance and acceptance of others ....................................................67
5. A sense of being part of larger history
that includes previous generation ........................................................69

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Absence of death-anxiety......................................................................72
7. Freedom from the feeling that time is running out ..............................73
8. Emotional integration ..........................................................................75
9. Life satisfaction ....................................................................................78
D. Pembahasan ...............................................................................................80
1. Masa lalu ..............................................................................................80
a. Kondisi ekonomi ............................................................................81
b. Pekerjaan ........................................................................................81
c. Hubungan dekat dengan keluarga atau teman ................................82
2. Kondisi fisik kini ..................................................................................83
3. Kepastian masa depan menghadapi kematian .....................................85
BAB V....................................................................................................................86
PENUTUP ..............................................................................................................86
A. Kesimpulan ................................................................................................86
B. Keterbatasan penelitian ..............................................................................86
C. Saran ..........................................................................................................87
1. Bagi peneliti selanjutnya ......................................................................87
2. Bagi perawat dan pengelola rumah pelayanan sosial ..........................88
3. Bagi pemerintahan ...............................................................................89
4. Bagi keluarga ......................................................................................89

DAFTAR ACUAN ................................................................................................90
LAMPIRAN ...........................................................................................................95

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Diri Partisipan ........................................................................... 35
Tabel 2. Pertanyaan Pendahuluan .................................................................. 38
Tabel 3. Pertanyaan Utama pada Masing-Masing Wilayah ........................... 38
Tabel 4. Kerangka Analisis ............................................................................ 42
Tabel 5. Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Wawancara ..................................... 46

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian ..................................................... 29

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh Lembar Persetujuan Partisipan ........................................ 96
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian...................................................................... 97

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Erik Erikson membagi perkembangan kehidupan manusia ke dalam 8
tahap (stage) yang dimulai sejak individu lahir hingga lanjut usia (Erikson, 1989).
Teori Erikson tentang tahap perkembangan manusia ini dikenal dengan teori
perkembangan psiko-sosial. Setiap tahap perkembangan manusia ditandai oleh
tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tugas perkembangan dalam setiap tahap
adalah menghadapi suatu krisis yang Erikson sebut sebagai krisis psikososial
(Erikson, 1989). Menurut Erikson (1989), setiap krisis memiliki aspek positif dan
negatif, namun suatu perkembangan yang ideal akan lebih baik jika didominasi
oleh aspek positif dibandingkan dengan aspek negatif. Menurutnya pula, lansia
(usia 65 tahun sampai akhir kehidupan) masuk pada tahap ke 8 dalam
perkembangan psikososial yang diuraikannya. Krisis psikososial yang harus
dihadapi seseorang dalam tahap lanjut usia ini adalah ego- integrity vs despair,
yang berarti ego-integrity sebagai aspek positif dan despair sebagai aspek
negatifnya (Feist & Feist, 2010).
Erikson menjelaskan seseorang yang mencapai ego-integrity akan
menemukan kedamaian dalam hidupnya, sebab mereka telah menerima hal-hal
yang telah terjadi dalam hidup sebagai suatu sejarah yang tidak dapat diubah
(Parker, 2013). Ego-integrity sebagai penerimaan diri terhadap siklus hidup
individu menyebabkan suatu kegembiraan dan toleransi yang baik dalam diri
lansia (Erikson, 1989).

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2

Erikson menguraikan ego-integrity ke dalam 9 wilayah, meliputi: (1)
adapting to triumphs and disappointments (mampu beradaptasi dengan
keberhasilan dan kegagalan dalam proses mencapai tujuan), (2) spirituality
(hubungan individual dengan perasaan akan keberadaan Tuhan atau eksistensi
Tuhan), (3) accept the past as meaningful (menerima masa lalu sebagai sesuatu
yang berarti; mereka tidak mengalami penyesalan, rasa bersalah, atau
ketidakpuasan dengan kehidupan yang dijalani secara umum), (4) tolerance or
acceptance of others (mentoleransi dan menerima kehadiran orang lain tanpa
melihat perbedaan yang ada), (5) a sense of being part of a larger history that
includes previous generations (perasaan telah menjadi bagian yang berharga
dalam sejarah termasuk generasi sebelumnya), (6) absence of death-anxiety
(ketiadaan kecemasan atau rasa takut akan kematian), (7) freedom from the
feeling that time is running out (bebas dari perasaan akan kehilangan banyak hal
dalam hidup karena waktu yang dimiliki di dunia telah sedikit), (8) emotional
integration (integrasi emosional), (9) satisfaction with life (kepuasan hidup)
(Santor & Zuroff, 1994).
Jika yang terjadi adalah lawan dari 9 hal diatas, maka lansia akan
terperosok ke dalam keputusasaan atau despair. Despair adalah kesulitan untuk
mengintegrasikan masa lalu, saat ini, dan masa depan menjadi sebuah arti yang
utuh (Erikson, 1989). Erikson (1989) mendeskripsikan seseorang yang mengalami
despair adalah mereka yang tidak dapat menerima (menyetujui) kehidupannya
yang konkret. Mereka cenderung menyesali hal-hal yang tidak sesuai dengan
keinginannya dan mudah merasa putus asa. Mereka juga cenderung mengalami

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3

depresi berat tentang kekecewaan, kegagalan, dan kehilangan kesempatan
berharga dalam hidup (Hearn, Saulnier, Strayer, Glenham, Koopman, & Marcia,
2012).
Pencapaian ego-integrity atau despair pada lansia merupakan hasil
akumulasi seluruh pengalaman selama hidup. Pengalaman-pengalaman tersebut
dapat terkait dengan pekerjaan, kesehatan, hubungan dengan lingkungan,
dukungan sosial dan lain-lain. Apabila pengalaman-pengalaman tersebut dapat
dirasakan secara positif di hari tua, hal ini mampu manjadi faktor yang dapat
membantu lansia dalam pencapaian ego-integrity.
Teori krisis psikososial Erikson lebih mengutamakan aspek sosial yang
mempengaruhi berhasil atau gagalnya seseorang mencapai kondisi ego-integrity
(Erikson, 1989). Hal tersebut menjadi alasan peneliti menggunakan teori krisis
psikososial Erikson karena dirasa sesuai dengan konteks penelantaran pada lansia
mengingat dukungan sosial keluarga menjadi salah satu aspek sosial yang penting
untuk menghadapi krisis psikososial di hari tua.
Hadirnya dukungan sosial keluarga diduga mampu membantu lansia untuk
lebih mudah beradaptasi dalam menghadapi kemunduran fisik dan psikis yang
dialaminya. Oleh karena itu, beberapa hal yang diperlukan lansia untuk
menghadapi kondisi tersebut adalah keteraturan untuk dikunjungi dan perhatian
yang berkelanjutan dari keluarga besar maupun kecil yang masih ada sebagai
ungkapan dukungan sosial (Shanas, 1979).
Faktanya, banyak lansia yang tidak mendapatkan dukungan sosial yang
cukup dari keluarga kecil maupun besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4

seperti ketiadaan keluarga inti karena sudah meninggal. Di sisi lain, ada pula
penyebab yang sangat memprihatinkan tatkala lansia sengaja ditelantarkan karena
keluarga mengganggap lansia hanya menjadi beban keluarga. Hal ini diperkuat
dengan temuan Maryam, Rosidawati, Riasmini, & Suryati (2012) yang
mengungkapkan bahwa sebanyak 52,2% keluarga merasa mengalami beban yang
tinggi dalam merawat lansia. Kondisi-kondisi tersebutlah yang membuat lansia
bisa sampai pada rumah pelayanan sosial milik pemerintah yang bersifat gratis.
Menurut pekerja sosial di beberapa Panti Wredha, lansia yang ditelantarkan
biasanya ditemukan di jalanan, ditinggalkan di rumah sakit atau dibiarkan
menghuni rumah sendiri. Selain itu, terdapat pula keluarga yang secara langsung
menitipkan lansia di yayasan sosial dan tidak pernah menghubungi mereka lagi.
Penelantaran atau neglect pada lansia adalah penolakan atau kegagalan
untuk memenuhi kewajiban dalam bidang pengasuhan kepada lansia baik secara
fisik maupun psikologis atau keduanya (Anthony, Lehning, Austin, & Peck,
2009). Neglect bisa bersifat aktif atau disengaja dan pasif atau tidak disengaja.
Passive neglect didefinisikan sebagai situasi lansia yang dibiarkan sendiri,
terisolasi, atau terlupakan. Active neglect didefinisikan sebagai pengurangan halhal yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, seperti makanan, obat-obatan,
dukungan sosial, dan perawatan tubuh (Hickey & Douglass, 1891).
Kementerian Sosial menyatakan bahwa dari 20,5 juta lansia terdapat 2,1
juta yang ditelantarkan dan 1,8 juta lansia berpotensi terlantar (Islam, 2017). Salah
satu hunian yang menjadi rumah bagi lansia yang ditelantarkan adalah panti
wredha milik pemerintah yang bersifat gratis. Berdasarkan hasil pengamatan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5

informasi sementara yang peneliti dapatkan, lansia yang tinggal di salah satu panti
wredha milik pemerintah hampir 95% tidak mendapat kunjungan dari keluarga
sejak awal mereka tinggal di panti.
Penelantaran lansia mencerminkan minimnya dukungan sosial yang
diberikan oleh anggota keluarga. Dukungan sosial yang seharusnya diterima
lansia dari keluarganya berupa: dukungan emosional, informasi, instrumental, dan
penghargaan (Friedman, 2014). Astuti (2010) menjelaskan jika lansia tidak
mendapatkan dukungan sosial dari keluarga, mereka akan mengalami episode
mayor dari depresi yang mengakibatkan perasaan tidak berdaya, rendah diri,
melankolis, dan keinginan untuk bunuh diri. Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan Dong, Simon, Odwazny, & Gorbien (2008) yang mengemukakan
bahwa abuse and neglect memiliki korelasi yang signifikan pada depresi. Depresi
tersebut bisa saja berdampak pada tugas perkembangan yang dihadapi lansia.
Hearn et al. (2012) mengungkapkan bahwa depresi memiliki korelasi yang
signifikan dan positif dengan despair.
Mengingat hadirnya dukungan sosial keluarga diduga mampu membantu
lansia tetap meraih ego-integrity ditengah deraan kemunduran fisik dan psikis,
serta semakin meningkatnya penelantaran lansia oleh keluarga di Indonesia, maka
penelitian ini ingin melihat secara lebih mendalam dengan mengeksplorasi dan
mendeskripsikan pengalaman lansia terlantar dalam menghadapi krisis psikososial
menurut bingkai teori Erikson. Pengalaman yang dimaksud adalah untuk melihat
bagaimana perasaan, pikiran, dan tindakan lansia terlantar di masa lalu, masa kini,
dan harapan di masa mendatang dalam menghadapi krisis psikososial. Apa yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6

lebih mewarnai pengalaman lansia terlantar, ego-integrity atau despair? Untuk
melihat hal tersebut peneliti berpatokan pada sembilan wilayah ego- integrity
yang dipaparkan oleh Erikson. Penelitian ini dianggap penting karena diharapkan
mampu

menggambarkan

bagaimana

lansia

terlantar

menghadapi

tahap

perkembangannya. Jika lansia didominasi oleh aspek positif, lansia tersebut akan
memiliki kepuasan hidup yang tinggi dan tingkat kecemasan yang rendah
(Nehrke, Bellucci, & Gabriel, 1978). Sebaliknya, jika lansia didominasi oleh
aspek negatif, lansia akan cenderung mengalami depresi berat tentang
kekecewaan, kegagalan, dan kehilangan kesempatan berharga dalam hidup (Hearn
et al., 2012).
Penelitian sebelumnya terkait dengan teori krisis psikososial Erikson pada
tahap kedelapan cenderung berfokus untuk mengetahui keterkaitan antara krisis
psikososial dengan aspek psikologis yang cukup familiar. Misalnya penelitian
yang dilakukan oleh Nehrke et al. (1978) yang ingin melihat hubungan antara
krisis psikososial Erikson pada tahap kedelapan (ego-integrity vs despair) dengan
kecemasan, locus of control, dan kepuasan hidup. Selain penelitian tersebut,
terdapat pula penelitian serupa yang dikaitkan dengan aspek psikologis yang lain
seperti kepribadian dan kesehatan mental (Westerhof, Bohlmeijer, & McAdams,
2015) serta keterbukaan, persepsi terhadap kesehatan, status identitas ego, dan
depresi (Hearn et al., 2012).
Tedapat pula penelitian yang mencoba untuk melihat bahwa keberhasilan
dalam menghadapi krisis psikososial Erikson pada tahap kedelapan tergantung
pada kesuksesan strategi koping yang dilakukan oleh lansia (Wiesmann &

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7

Hannich, 2011). Berbeda dengan penelitian lainnya, penelitian yang dilakukan
oleh Darnley (1975) dan Smith & Nicolson (2011) justru memiliki ketertarikan
untuk menggali lebih dalam suatu fenomena yang terjadi pada lansia seperti masa
pensiun dan kehidupan lansia tunawisma. Lalu, terdapat pula penelitian tentang
bagaimana penerapan teori wisdom mampu membantu lansia untuk menghadapi
krisis psikososial Erikson tahap kedelapan (Clayton, 1975).
Dilihat dari segi desain, kebanyakan penelitian di atas menggunakan
metode kualitatif dengan instrumen studi literatur (Darnley, 1975; Clayton, 1975;
Peachey, 1992; Haber, 2006;). Hanya sebagian kecil penelitian yang
menggunakan desain penelitian kualitatif dengan metode wawancara (Smith &
Nicolson, 2011; Perry, Ruggiano, Shtompel, & Hassevoort, 2015). Lainnya,
menggunakan desain penelitian kuantitatif (Nehrke et al., 1978; Wiesmann &
Hannich, 2011; Hearn et al., 2012; Westerhof et al., 2015) yang secara umum
ingin melihat hubungan antara ego-integrity vs despair dengan aspek psikologis
terkait.
Berkaitan dengan subjek penelitian, keseluruhan pustaka menggunakan
lansia berusia lebih dari 60 tahun dengan proporsi jenis kelamin yang seimbang
antara laki-laki dan perempuan, (Darnley, 1975; Clayton, 1975; Peachey, 1992;
Haber, 2006; Smith & Nicolson, 2011; Perry et al., 2015; Nehrke et al., 1978;
Wiesmann & Hannich, 2011; Hearn et al., 2012; Westerhof et al., 2015). Rata-rata
lansia yang digunakan sebagai subjek berusia lebih dari 60 tahun dan diperoleh
dari pencarian melalui media atau keluarga dari mahasiswa daerah setempat yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8

berminat (Wiesmann & Hannich, 2011; Hearn et al., 2012; Westerhof et al.,
2015).
Ditinjau dari segi lokasi, lebih banyak penelitian mengenai krisis
psikososial tahap kedelapan dilakukan di luar negeri, seperti Amerika Serikat
(Clayton, 1975; Darnley; Perry et al., 1975; Nehrke et al., 1978; Haber, 2006),
Skotlandia (Smith & Nicolson, 2011), Jerman (Wiesmann & Hannich, 2011),
Kanada (Hearn et al., 2012), dan Belanda (Westerhof et al., 2015). Peneliti belum
menemukan penelitian dengan topik sejenis di Indonesia. Beberapa penelitian
mengenai lansia di Indonesia lebih banyak meneliti perbedaan kondisi lansia yang
tinggal di rumah dengan panti sosial seperti penelitian yang dilakukan oleh
Saputri dan Indrawati (2011) dan Yuliati, Baroya, dan Ririanty (2014).
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, penulis menemukan
beberapa

defisiensi.

Pertama,

penelitian

untuk

mengeksplorasi

dan

mendeskripsikan pengalaman lansia terlantar dalam menghadapi krisis psikososial
tahap kedelapan belum pernah dilakukan di Indonesia. Kedua, memang sudah
cukup banyak penelitian dengan topik sejenis dilakukan di luar negeri, namun
belum ada penelitian yang menggunakan lansia terlantar sebagai fokusnya.
Ketiga, dari segi desain penelitian terdahulu lebih banyak menggunakan desain
penelitian kualitatif dengan metode studi literatur sehingga kurang dapat
memaparkan fenomena yang ingin diteliti.
Berdasarkan defisiensi tersebut, maka penelitian ini akan mengeksplorasi
dan mendeskripsikan pengalaman lansia terlantar menghadapi krisis psikososial.
Lansia terlantar yang dimaksud dalam penelitian ini adalam mereka yang tinggal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9

di di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Budhi Dharma Yogyakarta.
Maka, untuk meneliti hal tersebut peneliti menggunakan desain penelitian
kualitatif dengan metode pengambilan data wawancara semi terstruktur. Setelah
itu, data tersebut akan dianalisis menggunakan analisis isi kualitatif (AIK),
menggunakan pendekatan deduktif,

yaitu analisis

terarah dengan

cara

mengumpulkan data wawancara menjadi satu untuk kemudian ditafsirkan dengan
memberikan koding yang telah ditetapkan di awal berdasarkan kriteria koding
yang dikembangkan dari teori krisis psikososial tahap ke 8 Erikson (ego-integrity
vs despair).
B. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana pengalaman lansia yang ditelantarkan oleh keluarga dalam
menghadapi krisis psikososial? Apakah lebih diwarnai oleh ego-integrity yang
meliputi: aadaptasi dengan keberhasilan dan kegagalan, bspiritualitas, cpenerimaan
masa lalu, dmentoleransi dan menerima orang lain, epenghargaan diri dalam
sejarah hidupnya,

f

ketiadaan kecemasan akan kematian,

g

kebebasan dari

kekhawatiran akan kehabisan waktu dalam hidup, hintegrasi emosi, ikepuasan
hidup atau lawan dari hal tersebut yang akan menuntun lansia pada kondisi
despair?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengeksplorasi dan mendeskripsikan pengalaman lansia terlantar menghadapi
krisis psikososial. Melalui wawancara individual, para partisipan yang berusia
65 tahun atau lebih diharapkan dapat mengungkapkan pengalaman-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10

pengalaman mereka dalam menghadapi krisis psikososial tahap kedelapan
(ego-integrity vs despair).
2. Mengeksplorasi dan mendeskripsikan faktor-faktor yang menentukan berhasil
atau gagalnya lansia dalam menghadapi krisis psikososial tahap kedelapan
(ego-integrity vs despair).

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi
baru dalam bidang psikogerontologi, berupa kajian mengenai pengalaman
lansia terlantar dalam menghadapi krisis psikososial tahap kedelapan (egointegrity vs despair).

2. Manfaat Praktis
Secara umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
kepada masyarakat bahwa keberhasilan lansia di hari tua adalah akumulasi
dari seluruh pengalaman hidup dan kepastian di masa depan. Harapannya,
ketika masyarakat memahami hal tersebut, mereka dapat menentukan sikap
yang mampu membuat lansia merasa berharga akan dirinya ditengah
kemunduran yang dialami, sehingga lansia memiliki pandangan masa depan
yang baik dan mampu meraih penuaan yang sukses. Beberapa sikap positif
yang disarankan seperti, keteraturan lansia untuk dikunjungi dan melakukan
aktivitas bersama seperti bercerita, bermain, berkebun, menonton, dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11

memasak. Beberapa aktivitas tersebut menjadikan lansia memiliki perasaan
berharga akan dirinya di masa tua.
3. Manfaat Kebijakan
Bagi dinas sosial, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi
dan saran agar lebih mengenali lansia yang ditelantarkan dalam menghadapi
tugas perkembangan (ego- integrity vs despair) sehingga dapat meningkatkan
pelayanan bagi mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini, pertama-tama penulis akan menjelaskan mengenai konsep
tahap perkembangan psikososial Erikson secara umum. Kemudian, penulis akan
menerangkan tahap perkembangan psikososial pada lansia secara lebih spesifik.
Penulis juga akan menjelaskan mengenai dukungan sosial keluarga bagi lansia
terlantar dan kaitannya dengan proses menghadapi krisis psikososial pada lansia.
Lalu dilanjutkan dengan penjelasan mengenai lansia terlantar, khususnya
sebagaimana dimaksud dalam penelitian ini dan bagaimana karakteristiknya. Pada
bagian akhir, peneliti akan menyajikan kerangka konseptual penelitian.
A. Tahap Perkembangan Psikososial Erikson
Teori dari Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan istilah
perkembangan psikososial yang melibatkan faktor biologis, psikologis, dan sosial
(Erikson, 1989). Dalam teori perkembangan psikososial ini, Erikson memberi
perhatian lebih kepada ego dari pada id dan superego. Erikson mengembangkan
ide-ide

khususnya

terhadap

perkembangan

dan

peran

sosial

terhadap

pembentukan ego.
Erikson membagi perkembangan psikososial dalam kehidupan manusia ke
dalam 8 tahap (stage) yang dimulai sejak individu lahir hingga lanjut usia
(Erikson, 1989). Dalam setiap tahap perkembangan manusia ditandai oleh tugas
perkembangan yang berbeda-beda. Tugas perkembangan dalam setiap tahap
adalah menghadapi suatu krisis yang akrab disebut sebagai krisis psikososial.

12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13

Krisis merupakan suatu konflik yang berlawanan antara aspek positif dan negatif
yang ditandaskan Erikson dengan istilah versus misalnya industry vs inveriority
(Erikson, 1989). Konflik psikososial di setiap tahap hasilnya akan mempengaruhi
perkembangan ego. Apakah akan didominasi oleh kemenangan aspek positif yang
akan memberi ego sifat baik (basic strength), atau sebaliknya dimana
perkembangan ego lebih dikuasai oleh aspek negatif. Kedua konflik ini tidak
boleh dipahami sebagai dua hal yang bertentangan. Meskipun demikian, suatu
perkembangan yang ideal akan lebih baik jika didominasi oleh aspek positif
dibandingkan dengan aspek negatif (Erikson, 1989). Jika aspek positif lebih
mendominasi, maka seseorang dikatakan berhasil dalam menghadapi krisis
psikososial dalam tahap tertentu. Dasar dari teori ini adalah sebuah konsep yang
mempunyai tahapan bertingkat dan berjalan sesuai prinsip epigenetik. Prinsip
Epigenetik menjelaskan bahwa suatu bagian komponen muncul dari bagian
komponen sebelumnya dan memiliki waktunya sendiri untuk muncul, namun
tidak sepenuhnya menghilangkan komponen-komponen sebelumnya (Erikson,
1989).
B. Krisis Psikososial Pada Lansia
Lansia (usia 60 tahun sampai akhir kehidupan) masuk pada tahap ke 8
dalam perkembangan psikososial Erikson. Krisis psikososial yang harus dihadapi
lansia dalam tahap lanjut usia ini adalah ego-integrity vs despair, yaitu egointegrity sebagai aspek positif dan despair sebagai aspek negatif. Erikson
mendeskripsikan ego- integrity sebagai penerimaan akan siklus hidup yang harus
terjadi sehingga lansia yang mampu mencapai ego-integrity ini akan merasakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14

perasaan “enduring wholenes” atau keutuhan abadi (1963, dalam Parker, 2013;
Westerhof, Bohlmeijer, & McAdams, 2015). Sebaliknya, despair adalah kesulitan
untuk mengintegrasikan masa lalu, saat ini, dan masa depan menjadi sebuah arti
yang utuh (Erikson, 1968). Erikson (1989) mendeskripsikan seseorang yang
mengalami despair adalah mereka yang tidak dapat menyetujui dan menerima
kehidupannya yang konkret. Mereka cenderung menyesali setiap hal yang terjadi
dan merasa putus asa.
Terhindar dari kondisi despair akan menuntun lansia pada pencapaian egointegrity sehingga membawa lansia pada kedamaian hidup yang bermakna.
Artinya, bagi mereka kenangan dan pengalaman masa lalu adalah suatu sejarah
yang tidak dapat diubah. Lansia yang mencapai ego-integrity jarang mengalami
depresi, mampu menerima kesedihan, duka cita, dan kehilangan. Selain itu,
mereka juga memiliki relasi sosial yang baik serta sering terlibat dalam kegiatan
sosial (Hearn et al., 2012).
Konsep

ego-integrity

sangatlah

kompleks

dan

usaha

untuk

mengkonseptualisasikan istilah luas ini secara utuh menjadi sebuah konstruk yang
terukur mungkin akan sulit. Disebabkan oleh kesamaan deskriptif antara
pencapaian integritas dan kesejahteraan psikologis, beberapa penelitian telah
mencoba

mengukur

integritas

ego

dengan

menggunakan

pengukuran

kesejahteraan psikologis sebagai wakil atau penggantinya (Wagner, Lorion,
Shipley, 1983, dalam Parker, 2013). Menurut pendapat peneliti, hal tersebut
kurang memadai sebab pengukuran kesejahteraan psikologis tidak sepenuhnya
mampu menggambarkan apakah kondisi lansia lebih diwarnai oleh ego-integrity

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15

atau sebaliknya (despair). Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mencoba
untuk memparafrasekan dasar-dasar wilayah ego-integrity yang dipaparkan oleh
Erikson (Santor & Zuroff, 1994) sehingga mampu memberikan gambaran
mengenai dasar-dasar dari wilayah tersebut. Berikut ini adalah definisi dari 9
wilayah tersebut yang dikutip dari buku dan jurnal yang membahas tentang teori
psikososial Erikson.
1. Adapting to thriumps and disappointments atau kemampuan untuk
beradaptasi dengan keberhasilan dan kegagalan
Erikson membedakan pengertian adaptasi ke dalam dua hal, yaitu adaptasi
aktif dan adjustment sebagai adaptasi pasif (Hoare, 2002). Adaptasi aktif adalah
kondisi individu bergerak untuk merubah lingkungan agar sesuai dengan
kebutuhan individu atau masyarakat. Atas dasar ini, Erikson mengagumi tokoh
Mahatma Gandhi. Gandhi berperan besar dalam memimpin gerakan relawan
untuk membentuk kesatuan medis dan supir ambulans yang beranggotakan warga
turunan India. Kontribusi Gandhi dan para relawan berhasil mencuri hati
pemerintah Inggris terhadap warga keturunan India. Peristiwa bersejarah ini
mencerminkan definisi adaptasi aktif menurut Erikson. Gandhi berhasil
menggerakkan lingkungan untuk mengangkat derajat keturunan India di mata
pemerintah Inggris. Selain itu, ia juga berhasil membebaskan India dari
penjajahan Inggris dengan melakukan perlawanan tanpa kekerasan (Hoare, 2002).
Salah satu contoh adaptasi aktif dalam kehidupan sehari-hari misalnya individu
yang mencoba untuk memperbaiki situasi lingkungan yang kumuh menjadi asri
dengan mengajak masyarakat sekitar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16

Kemudian, adaptasi pasif (adjustment) adalah bagaimana individu
menyesuaikan diri sesuai dengan lingkungan saat itu (Hoare, 2002). Misalnya,
seseorang yang menyesuaikan diri dengan situasi lingkungan kerja yang baru.
Individu yang memiliki kecenderungan mampu untuk beradaptasi dengan
lingkungan akan mengarah pada kondisi ego-integrity (Hoare, 2002). Namun
sebaliknya, tatkala orang tersebut tidak mampu untuk melakukan adaptasi baik itu
secara aktif maupun pasif maka ia akan terjerumus dalam kondisi despair.
2. Spirituality atau spiritualitas
Spirituality atau spiritualitas adalah perasaan akan keberadaan Tuhan
dalam diri masing-masing individu. Erikson menyatakan bahwa individu yang
sehat adalah mereka yang memiliki kecenderungan spiritualitas (Hoare, 2002).
Dalam pemikiran Erikson, orang yang dewasa secara spiritual merasakan Tuhan
dalam beberapa cara. Misalnya, bagi seseorang, Tuhan bukan hanya roh yang
berada di luar keterbatasan ruang dan waktu di dunia, tapi merupakan sebuah
cahaya inti dalam dirinya. Roh ini adalah kekuatan yang menggerakkan mereka.
Di sisi lain, ada juga yang mengatakan bahwa roh adalah kehadiran yang nyata
dalam diri mereka, dalam diri orang lain, dan di dalam dinamika pertemuan
seseorang dengan orang lain. Hal lainnya lagi, dapat dicontohkan dari kehidupan
Erikson di masa paruh baya, ia melihat tangan Tuhan melalui kehidupannya
sendiri. Dalam bukunya, Erikson (Hoare, 2002) menulis (hope is an “attitude”
that represents the revelation of creation in one life now nearly complete, a simple
sense that the created life “is good,” as in “and he saw that it was good”).
Artinya (harapan adalah “sifat” yang merepresentasikan wahyu penciptaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17

dalam satu kehidupan yang hampir selesai, perasaan sederhana bahwa
kehidupan yang diciptakan “baik” seperti dalam “dia melihat bahwa itu baik”).
Peneliti menyimpulkan makna yang terkandung dalam kutipan tersebut
mencerminkan bahwa spiritualitas menurut Erikson adalah bagaimana individu
dapat memaknai kehidupannya secara positif dalam konteks kerohanian atau
keyakinan akan keterlibatan Tuhan dalam setiap prosesnya. Singkatnya, segala
yang terjadi adalah campur tangan Tuhan yang menggiring kita pada sesuatu yang
baik dalam kehidupan.
Seseorang

dengan

kecenderungan

spiritualitas

tinggi

mampu

menyelesaikan persoalan yang terjadi secara positif. Mereka mengembangkan arti
penderitaan sebagai suatu hikmah positif dari kejadian yang dialami. Spiritualitas
menuntun individu pada rasa keberhargaan diri, kehidupan terarah yang terlihat
melalui harapan, serta mampu mengembangkan hubungan antar manusia yang
positif dan menciptakan rasa syukur kepada Tuhan (Hamid, 2008). Kondisi ini
akan menuntun seseorang pada ego-integrity.
Sebaliknya, jika individu memaknai suatu penderitaan sebagai hal negatif
serta tidak mampu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan, mereka akan
terjerumus pada kondisi despair. Mereka cenderung tidak mampu menghargai
kehidupan yang diberikan oleh Tuhan sebagai sesuatu yang “baik” adanya.
3. Accept the past as meaningful atau menerima masa lalu sebagai sesuatu
yang berarti
Penerimaan masa lalu adalah suatu representasi atau yang mewakili
kondisi seseorang untuk menerima pengalaman masa lalunya. Individu yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18

mampu menerima masa lalunya memiliki perasaan positif tentang masa lalu tanpa
memiliki perasaan negatif atau mengecewakan yang berlebihan. Hal ini bukan
berarti tidak punya pengalaman negatif, mereka sangat mungkin mengalami
kekecewaan, tetapi secara keseluruhan mereka dapat menerimanya. Bagi mereka,
pengalaman negatif tidak lagi mengkhawatirkan atau mengganggu kehidupan
mereka saat ini. Dihipotesiskan bahwa menerima masa lalu mewakili satu sumber
atau penentu tercapainya ego-integrity (Santor & Zuroff, 1994).
Sebaliknya, individu yang tidak dapat menerima masa lalu lebih fokus
pada satu atau lebih peristiwa yang menjelaskan mengapa mereka tidak dapat
menerima masa lalu. Bagi mereka, masa lalu membawa lebih banyak rasa sakit
daripada kesenangan. Ada hal-hal di masa lalu yang harus diperbaiki untuk benarbenar memperoleh kebahagiaan. Selain itu, bagi mereka, ada beberapa
kekecewaan dalam masa lalu yang tidak akan pernah bisa diterima. Individu yang
tidak menerima masa lalu sebagai sebagai satu hal yang memuaskan cenderung
mengalami gejala depresif yang lebih kuat yang dapat menjerumuskan mereka
pada kondisi despair (Santor & Zuroff, 1994).
4. Tolerance and acceptance of others atau mentoleransi dan menerima
kehadiran orang lain tanpa melihat pebedaan yang ada
Istilah toleransi adalah istilah modern yang berasal dari bahasa Latin, yaitu
tolerantia, yang artinya kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran.
Dari sini dapat dipahami bahwa toleransi merupakan sikap untuk memberikan hak
sepenuhnya kepada orang lain agar menyampaikan pendapatnya, sekalipun
pendapatnya

salah

dan

berbeda.

Hal

ini

sepaham

dengan

pendapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19

Poerwadarminta yang mengungkapkan bahwa toleransi menurut istilah berarti
menghargai, membolehkan, membiarkan pendirian pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau yang
bertentangan dengan pendirinya sendiri, misalnya agama, ideologi, ras
(Poerwadarminta, 1984).
Selanjutnya, menurut Rogers (1979, dalam Pancawati, 2013) penerimaan
merupakan sikap seseorang yang menerima orang lain apa adanya secara
keseluruhan, tanpa adanya suatu persyaratan ataupun penilaian. Seseorang yang
mampu menerima orang lain cenderung memiliki anggapan bahwa orang lain
adalah sesuatu yang berhaga.
Seseorang dapat mentolerir (tolerance) sesuatu tanpa harus menerimanya
(acceptance), tetapi seseorang tidak dapat menerima (acceptance) sesuatu tanpa
menolerirnya (tolerance). Misalnya, ketika seorang anak memberi tahu orang tua
tentang pilihan karier pasangan perkawinan, atau identitas seksual yang tidak
diinginkan, dia menginginkan informasi itu tidak hanya ditoleransi, tetapi untuk
diterima (Fish, 2014). Individu yang cenderung mampu untuk memberikan
toleransi dan menerima orang lain sepenuhnya akan menggiringnya pada kondisi
ego-integrity. Sebaliknya, ketika mereka tidak mampu untuk melakukannya, maka
akan terjerumus pada kondisi despair.
5. A sense of being part of a larger history that includes previous generations
atau perasaan menjadi bagian berharga di masa lalu
Salah satu hal yang menuntun seseorang mampu mencapai ego-integrity di
masa tuanya adalah perasaan berharga, khususnya merasa pernah menjadi suatu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20

bagian yang sangat berguna di masa-masa sebelumnya bagi orang-orang di
sekitarnya. Hal ini membantu lansia menyadari bahwa walaupun sekarang mereka
sudah tidak bisa melakukan banyak hal karena keterbatasan kondisi fisik, ia tetap
memiliki perasaan bahwa dulu ia telah melakukan sesuatu yang berharga bagi
dirinya dan sekarang waktunya untuk beristirahat. Peneliti mencoba untuk
menggambarkan kondisi tesebut seperti:“Dulu saya sudah berusaha sekuat
tenaga membangun usaha yang saya rintis, dan saat ini saya bangga bisa
mewariskan usaha tersebut kepada anak saya”.
Di sisi lain, ada lansia yang selalu menganggap dirinya tidak berguna dan
hanya bisa merepotkan sanak keluarga. Mereka memilih untuk mengasingkan diri
karena enggan meminta pertolongan. Kondisi ini membuat lansia kesepian karena
ia menarik diri dari lingkungan sebab tidak mau merepotkan lingkungan tersebut.
Ketika hal ini terus berlanjut, maka lansia akan terjerumus dalam kondisi despair
(Santor & Zuroff, 1994).
6. Absence of death-anxiety atau bebas dari perasaan takut akan kematian
Templer (1970) mendefinisikan death anxitety sebagai "keadaan individu
mengalami kecemasan terkait dengan kematian. Kecemasan merupakan suatu
pikiran yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak
tenang, dan perasaan yang tidak baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari
oleh seseorang (Hurlock, 1996). Kecemasan ini membawa inividu pada perasaan
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh persepsi nyata a