Masalah Psikososial Dan Lingkungan Dalam Psikosomatis

Reading Assignment

Telah dibacakan di Divisi
Psikosomatis

Divisi Psikosomatis

Pimpinan Sidang

MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN DALAM PSIKOSOMATIS
Wika H Lubis, Habibah Hanum, Guntur Ginting
Divisi Psikosomatis – Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK USU-RSUP HAM/RSU Pirngadi

Teori Perkembangan Psikososial
Teori Perkembangan Psikososial Menurut Erik Erikson
Teori yang disampaikan oleh Erik Erikson yang membahas tentang perkembangan
manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial
ini adalah salah teori perkembangan psikososial terbaik dalam psikologi. Seperti halnya
Sigmund Freud, Erickson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan.
Menurut Erikson, perkembangan psikologi manusia dihasilkan dari interaksi antara prosesproses maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan kekuatankekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut pandang seperti ini,

teori Erikson menempatkan titik tekan yang lebih besar pada dimensi sosialisasi dibanding
teori Freud. Selain perbedaan ini, teori Erikson membahas perkembangan psikologis di
sepanjang usia manusia, dan bukan hanya tahun-tahun antara masa bayi dan remaja. Seperti
Freud, Erikson juga meneliti akibat yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman usia dini
terhadap masa-masa berkutnya, akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan menyelidiki
perubahan kualitatif yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir kehidupan.1
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erikson merupakan salah satu
teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud,
Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia, satu hal yang tidak dilakukan oleh
Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran
manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap
lebih realistis. Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan
kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat
bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan
oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau
1

neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal
ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis

yang sangat besar, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar.
Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain
pihak menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan
kepribadian yang diajukan oleh Freud.1
Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara
kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Pusat dari
teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumsi mengenai perkembangan
setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam
kehidupan setiap manusia. Erikson memberi jiwa baru ke dalam teori psikoanalisis, dengan
memberi perhatian yang lebih kepada ego dari pada id dan superego. Dia masih tetap
menghargai teori Freud, namun mengembangkan ide-ide khususnya dalam hubungannya
dengan tahap perkembangan dan peran sosial terhadap pembentukan ego. Ego berkembang
melalui respon terhadap kekuatan dalam dan kekuatan lingkungan sosial. Ego bersifat adaptif
dan kreatif, berjuang aktif (otonomi) membantu diri menangani dunianya. Erikson masih
mengakui adanya kualitas dan inisiatif sebagai bentuk dasar pada tahap awal, namun hal itu
hanya bisa berkembang dan matang melalui pengalaman sosial dan lingkungan. Dia juga
mengakui sifat rentan ego, defense yang irasional, efek trauma-anxie-guilt, dan dampak
lingkungan yang membatasi dan tidak peduli terhadap individu. Namun menurutnya ego
memiliki sifat adaptif, kreatif, dan otonom (adaptable, creative, dan autonomy). Dia
memandang lingkungan bukan semata-mata menghambat dan menghukum (Freud), tetapi

juga mendorong dan membantu individu. Ego menjadi mampu (terkadang dengan sedikit
bantuan dari terapis) untuk menangani masalah secara efektif. 1
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada
pada psikoanalisis Freud, yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan,
kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan
pemeliharaan, serta integritas. Ego semacam itu disebut juga ego-kreatif, ego yang dapat
menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila
menemui hambatan atau konflik, ego tidak menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan
kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan lingkungan. Ego bukan
budak tetapi justru menjadi tuan/pengatur id, superego dan dunia luar. Jadi, ego di samping
hasil proses faktor-faktor genetik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks

2

kultural dan historik. Ego yang sempurna, digambarkan Erikson memiliki tiga dimensi,
faktualitas, universalitas, dan aktualitas:1

 Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi

dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data

basil interaksi dengan lingkungan.

 Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sells of reality) yang

menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip
dengan prinsip realita dari Freud.

 Aktualitas adalah cara

baru dalam berhubungan satu dengan yang lain,

memperkuat hubungan untuk mencapai tujuan bersama. Ego adalah realitas
kekinian, terus mengembangkan cara baru dalam memecahkan masalah kehidupan,
yang lebih efektif, prospektif, dan progresif.
Menurut Erikson, ego sebagian bersifat tak sadar, mengorganisir dan mensintesa
pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan
datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling behubungan, yakni body ego (mengacu
ke pangalaman orang dengan tubuh/fisiknya sendiri) , ego ideal (gambaran mengenai
bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal) , dan ego identity (gambaran
mengenai diri dalam berbagai peran sosial). Ketiga aspek itu umumnya berkembang sangat

cepat pada masa dewasa, namun sesungguhnya perubahan ketiga elemen itu terjadi pada
semua tahap kehidupan.1
Teori Ego dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan dari teori
perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan yang luas sebagai teori yang
khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik.
Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya,
lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Menurut Erikson, fungsi psikoseksual dari
Freud yang bersifat biologis juga bersifat epigenesis, artinya psikoseksual untuk berkembang
membutuhkan stimulasi khusus dari lingkungan, dalam hal ini yang terpenting adalah
lingkungan sosial.1
Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting
dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id-ego
dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego. Menurutnya, situasi memberi makan
merupakan model interaksi sosial antara bayi dengan dunia luar. Lapar jelas manifestasi
biologis, tetapi konsekuensi dari pemuasan id (oleh ibu) itu akan menimbulkan kesan bagi
bayi tentang dunia luar. Dari pengalaman makannya, bayi belajar untuk mengantisipasi
3

interaksinya dalam bentuk kepercayaan dasar (basic trust), yakni mereka memandang kontak
dengan manusia sangat menyenangkan karena pada masa lalu hubungan semacam itu

menimbulkan rasa aman dan menyenangkan. Sebaliknya, tanpa basic trust bayi akan
mengantisipasi interaksi interpersonal dengan kecemasan, karena masa lalu hubungan
interpersonalnya menimbulkan frustrasi dan rasa sakit. Kepercaayaan dasar berkembang
menjadi karakteristik ego yang mandiri, bebas dari dorongan drives darimana dia berasal. Hal
yang sama terjadi pada fungsi ego seperti persepsi, pemecahan masalah, dan identias ego,
beroperasi independen dari drive yang melahirkan mereka. Ciri khas psikologi ego dari
Erikson dapat diringkas sebagai berikut:1


Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan
pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasakan ego yang sehat,




alih-alih konflik salah suai yang neurotik.
Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan
konsep epigenetik kepribadian.
Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari
impuls id yang tak sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti

individu meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam
pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dari Id,



membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sitem kerja id.
Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama
menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan keberlanjutan
diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang.

Perkembangan berlangsung melalui penyelesaian krisis-krisis yang ada pada tahapan
perkembangan yang terjadi berurutan. Erikson pertama kali memaparkan kedelapan tahapan
ini dalam bukunya yang termasyhur, Childhood and Society (1950a). Delapan Tahapan
Perkembangan Psikososial menyajikan tahapan dan menunjukkan krisis atau tugas
psikososial apa yang terkait dengan masing-masing tahapan tersebut, kondisi-kondisi sosial
yang mungkin membantu atau mengganggu penyelesaian tahapan itu, dan hasil-hasil perilaku
yang muncul dari penyelesaian tahapan tersebut entah itu berhasil maupun gagal. 1


Tahapan 1 (lahir s.d 1 tahun) Oral-Sensori. Tahap percaya vs tidak percaya.

Bisakah aku mempercayai dunia in? Keberhasilan: penyediaan kebutuhankebutuhan dasar, kesinambungan. Faktor Kegagalan: kebutuhan yang tidak
terpenuhi, inkonsistensi rasa percaya, rasa tidak percaya.

4



Tahapan 2 (2 s.d 3 tahun) Muskular-Anal, otonomi vs ragu-ragu/malu.
bisakah aku mengendalikan perilakuku? Keberhasilan : sikap membolehkan
dengan pertimbangan, otonomi. Kegagalan : kekurangan rasa percaya diri,



keraguan.
Tahapan 3 (4 s.d 5 tahun), Lokomotor-Genital, inisiatif vs rasa bersalah.
Bisakah aku mandiri dari orang tuaku dan menjelajahi batas-batas kemampuanku?
Keberhasilan: kesempatan, inisiatif. Kegagalan: perasaan-perasaan negatif, rasa




bersalah.
Tahapan 4 (6 s.d 11 tahun) Latensi, kerja keras vs rasa inferior. Bisakah aku
menguasai keahlian untuk hidup dan beradaptasi? Keberhasilan : Pelatihan yang
memadai, pendidikan yang bagus, model-model yang baik. Kegagalan:
Pendidikan atau palatihan yang buruk, kurangnya pengarahan dan dukungan, rasa



rendah diri.
Tahapan 5 (12 s.d 18 tahun) Pubertas dan masa remaja, identitas vs
kebingungan identitas. Siapa saya? Seperti apa keyakinanku, perasaanku, dan
sikap-sikapku? Keberhasilan: Stabilitas internal dan kesinambungan, modelmodel seks yang tepat, dan umpan balik yang positif. Kegagalan: kekacauan
tujuan, umpan balik yang tidak jelas, harapan-harapan yang tidak tepat, kekacauan



atau kebingungan peran.
Tahapan 6 (awal masa dewasa) Awal Masa Dewasa, keintiman vs isolasi
Bisakah aku memberikan diriku sepenuhnya bagi orang lain? Keberhasilan:
Sikap hangat, pemahaman, rasa percaya. Kegagalan: kesepian, perasaan terasing,




keterkucilan
Tahapan 7 (masa dewasa) Masa dewasa, kreativitas vs stagnasi. Apa yang
kutawarkan pada generasi selanjutnya? Keberhasilan: Kepastian tujuan,
produktivitas. Kegagalan: kurang menghasilkan, kemunduran, generativitas,



kemandekan
Tahapan 8 (masa kematangan) Masa kematangan, integritas vs Keputus
asaan. Sudahkah kutemukan kepuasan dan kelegaan dalam segala kegiatan
hidupku? Dukungan: Perasaan aman, utuh, dan terarah. Kekurangan dukungan:
Rasa kurang, rasa tidak puasIntegritas ego

Konflik-konflik ini tidak berlangsung dalam situasi “sekali untuk selamanya”
melainkan berlangsung sebagai proses di sepanjang rangkaian (kontinum) psikologis. Titik 5

titik ekstrem dalam kontinum ini tidak ada dalam kenyataan, namun bagian-bagian dari setiap

titik ekstrem itu seringkali bisa ditemukan pada semua individu dalam tahapan mana pun.
Sebagai contoh, tidak ada anak yang tumbuh dengan rasa percaya ( trust) sepenuhnya atau
rasa tidak percaya (distrust) sepenuhnya – masing-masing individu beradaptasi sesuai dengan
apa yang digariskan oleh tuntutan-tuntutan sosial.1
Perbandingan Tahapan Erik Erikson dengan Sigmund Freud
Seperti diketahui nahwa Erikson adalah murid dari Freud sehingga Erikson adalah
pengembang teori Freud dan mendasarkan konstruksi teori psikososialnya dari psiko-analisas
Freud. Kalau Freud memaparkan teori perkembangan manusia hanya sampai masa remaja,
maka para penganut teori psiko-analisa (freud) akan menemukan kelengkapan penjelasan dari
Erikson, walaupun demikian ada perbedaan antara psikoseksual Freud dengan psikososial
Erikson. Beberapa aspek perbedan tersebut dapat dilihat di bawah ini: 1

Erik Erikson

Sigmund Freud

Peran/fungsi ego lebih ditonjolkan, yang

Peranan/fungsi id dan ketidaksadaran sangat

berhubungan dengan tingkah laku yang nyata.

penting

Hubungan-hubungan yang penting lebih luas,

Hubungan segitiga antara anak, ibu dan ayah

karena mengikutsertakan pribadi-pribadi lain yang menjadi landasan yang terpenting dalam
ada dalam lingkungan hidup yang langsung pada perkembangan kepribadian.
anak. Hubungan antara anak dan orang tua
melalui pola pengaturan bersama (mutual
regulation ).

Orientasinya optimistik, kerena kondisi-kondisi

Orientasi patologik, mistik karena ber-hubungan

dari pengaruh lingkungan sosial yang ikut

dengan berbagai hambatan pada struktur

mempengaruhi perkembang kepribadian anak bisa kepribadian dalam perkembangan kepribadian.
diatur.
Konflik timbul antara ego dengan lingkungan

Timbulnya berbagai hambatan dalam ke-hidupan

sosial yang disebut: konflik sosial.

psikisnya karena konflik internal, antara id dan
super ego.

“Menempatkan titik tekan yang lebih besar

“Menempatkan titik tekan yang lebih besar

pada dimensi sosialisasi”

pada dimensi psikologi”

Kesimpulan pandangan Freud dan Erik Erikson
Pandangan teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson
merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan
6

Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia
menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang
tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah
ketidaksadaran manusia, sementara teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan
fungsi budaya dianggap lebih realistis.1
Seperfi teori Freud, teori Erikson juga membagi proses-proses perkembangan ke
dalam serangkaian tahapan yang diatur oleh kekuatan-kekuatan maturasional dan ditandai
oleh adanya konflik. Teori Erikson terdiri atas delapan tahapan semacam itu, yang masingmasingnya terkait dengan krisis yang harus diselesaikan oleh individu untuk bisa berpindah
ke tahapan berikutnya. Dalam pandangan Erikson, proses pematangan ( maturational) bisa
jadi merupakan faktor pendorong munculnya tahapan baru; adapun tuntutan sosial, yang telah
ada sejak manusia dalam kandungan hingga kematian, bertindak sebagai kekuatan penengah
dan pembentuk.1
Apabila teori Freud bertumpu pada hubungan antara energi kehidupan (libido) dengan
fungsi-fungsi psikologis individu, teori Erikson menekankan pentingnya kedudukan ego.
Bagi Erikson, ego merupakan struktur penyatu, dan kekuatan ego merupakan lem yang
merekatkan berbagai aspek atau dimensi fungsi-fungsi psikologis. Pandangan Erikson
mengenai ego ini serupa dengan yang ada pada Freud: ego adalah pelaksana tindakan
pencapaian-tujuan realistis dan menjadi penengah antara dorongan biologis id dan batasan
masyarakat berupa superego. Namun sifat perkembangan yang ada dalam teori Erikson
menjadikan ego sebagai struktur yang paling penting. Melalui ego, manusia mengalami dan
menyelesaikan krisis-krisis perkembangan tertentu. Ketika ego goyah dan tidak bisa
menangani suatu krisis, maka perkembangan pun menjadi terancam. 1
Seperti Freud, Erikson yakin bahwa meskipun dorongan biologis memiliki arti yang
amat penting, namun tekanan sosial dan kekuatan lingkungan memiliki dampak yang lebih
besar. Pengamatan terperinci atas kekuatan-kekuatan seperti ini dalam kehidupan individu
akan memperlihatkan apa yang oleh Erikson disebut sebagai psikohistori (psychohistory) yakni riwayat kejadian-kejadian sosial yang berinteraksi dengan proses-proses biologis
sehingga menghasilkan perilaku. Teknik yang banyak digunakan Erikson adalah
menghubungkan antara pengalaman masa lalu individu dengan perilaku mereka sekarang
sebagai upaya untuk memahami faktor-faktor motivasi, hasil-hasil perilaku, dan kebutuhankebutuhan individu pada masa berikutnya. Apabila tahapan-tahapan perkembangan dalam
teori Freud mengandung ciri psikoseksual, maka tahapan-tahapan Erikson mengandung ciri
psikososial, lantaran pengamatannya yang serius terhadap faktor-faktor tersebut.1
7

Psikososial dalam Psikosomatis
Dalam diagnosis multiaksial, aksis IV bertujuan untuk melaporkan masalah
psikososial dan lingkungan pasien dapat yang mempengaruhi diagnosis, penanganan, serta
prognosis gangguan mental (aksis I dan II). Masalah psikososial dan lingkungan dapat berupa
pengalaman hidup yang tidak baik, kesulitan atau defisiensi lingkungan, stres interpersonal
ataupun familial, kurangnya dukungan sosial atau penghasilan pribadi, ataupun masalah lain
yang berkaitan dengan kesulitan seseorang untuk dapat berkembang. Stresor ternyata dapat
pula bersifat positif, misalnya promosi dalam pekerjaan. Hal ini disebut sebagai stresor jika
keberadaanya justru menyebabkan datangnya masalah bagi seseorang dalam hal kesulitan
beradaptasi pada situasi yang baru. Dalam perannya sebagai inisiator maupun pencetus
eksaserbasi terhadap gangguan mental, masalah psikososial dapat muncul sebagai
konsekuensi dari psikopatologis seseorang, dalam bentuk masalah-masalah yang harus
dipertimbangkan dalam manajemen secara holistik.2
Saat seseorang memiliki masalah psikososial dan lingkungan yang multipel, klinisi
harus mencatat sebanyak-banyaknya hal-hal yang dianggap relevan. Pada umumnya, klinisi
hanya perlu mencatat masalah-masalah lingkungan dan psikososial yang telah ada sejak satu
tahun sebelum pemeriksaan. Namun demikian, jika terdapat masalah psikososial dan
lingkungan di luar waktu tersebut namun memiliki dampak yang nyata terhadap gangguan
mental dan ditetapkan sebagai fokus penanganan, maka hal tersebut juga perlu dicatat.
Sebagai contoh, pengalaman perang yang menyebabkan gangguan stres post-traumatik.2
Dalam praktek klinis, kebanyakan masalah psikososial dan lingkungan akan
diletakkan pada aksis IV. Namun demikian, jika masalah psikososial dan lingkungan ini
merupakan fokus primer dari perhatian klinis, maka hal tersebut juga harus dimasukkan di
aksis I, dimana kodenya berasal dari bagian “Kondisi-kondisi Lain yang dapat menjadi Fokus
Perhatian Klinis”2
Untuk memudahkan dalam praktek klinis, masalah psikososial dan lingkungan ini
dikelompokkan menjadi beberapa kategori antara lain :2


Masalah dukungan keluarga inti, misalnya : kematian anggota keluarga,
masalah kesehatan di keluarga, perpecahan di keluarga, perpisahan/perceraian,
diusir dari rumah, orang tua yang kawin lagi, kekerasan seksual dan fisik, orang
tua yang overprotective , anak-anak yang ditelantarkan, kurang disiplin,
perselisihan antar saudara sekandung, kelahiran saudara sekandung,

8



Masalah terkait lingkungan sosial, misalnya : kehilangan/kematian teman dekat,
kurangnya dukungan sosial, hidup sendiri, kesulitan untuk menyesuaikan diri,
diskriminasi, penyesuaian terhadap perubahan-perubahan dalam hidup (contohnya



: pensiun)



guru atau teman sekelas, lingkungan sekolah yang kurang mendukung

Masalah Pendidikan, misalnya: buta huruf, masalah akademis, konflik dengan

Masalah Pekerjaan, misalnya: pengangguran, ancaman kehilangan pekerjaan,
jadwal kerja yang padat, kondisi kerja yang sulit, ketidakpuasan dalam pekerjaan,



kesempatan dalam bekerja, ketidakharmonisan dengan atasan atau rekan sekerja.
Masalah Perumahan, misalnya: tidak punya rumah/tempat tinggal, rumah yang
tidak layak, tetangga yang kurang baik, gangguan dari tetangga ataupun pemilik



tanah/lahan



memadai, kurangnya jaminan kesejahteraan.

Masalah Ekonomi, misalnya: kondisi yang sangat miskin, keuangan yang tidak

Masalah Akses ke Pelayananan Kesehatan, misalnya: Pelayanan kesehatan
yang tidak memadai, ketiadaan transportasi ke sarana pelayanan kesehatan,



asuransi kesehatan yang tidak memadai.



ditahan, didakwa, korban kejahatan.

Masalah Interaksi dengan Sistem Hukum/Kriminal, misalnya: dipenjara,

Masalah Psikososial dan Lingkungan Lainnya, misalnya: Paparan terhadap
bencana alam, perang, konflik/permusuhan lain, perselisihan dengan mitra nonkeluarga misalnya, konsultan keluarga, pekerja sosial, dokter keluarga, ketiadaan
layanan sosial.

Saat klinisi mengevaluasi faktor psikososial ini dalam format multiaksial, maka
penting untuk menuliskan secara spesifik faktor psikososial tersebut. Namun jika tidak
menggunakan format ini, maka cukup dituliskan saja hal yang spesifik tersebut di aksis IV.2

Terapi Psikososial
Penatalaksanaan terhadap gangguan mental yang berhasil membutuhkan perhatian
yang lebih besar daripada sekedar penatalaksanaan farmakologis. Hal yang penting dilakukan
adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stresor lingkungan atau
mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial.

9

Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup
penderita. Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain : 3
Psikoedukasi
Terapi ini memberikan edukasi kepada pasien dan perhatian mereka terhadap
penyakitnya. Hal ini meningkatkan pengetahuan mereka tentang gejala dan terapi, pelayanan
yang tersedia dan rencana pemulihan. Sehingga mereka dapat memonitor tanda peringatan
relaps secara dini dan membuat rencana bagaimana merespon tanda ini serta belajar untuk

mencegah relaps. Informasi dan edukasi dapat diberikan melalui video, pamflet, websites ,
atau diskusi dengan dokter.4
Terapi Keluarga
Berbagai terapi berorientasi keluarga berguna dalam pengobatan gangguan mental.
Keluarga seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat dan intensif.
Pemusatan perhatian terapi adalah situasi yang segera serta mengidentifikasi dan menghindari
situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang berasal dari dalam
keluarga maka pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara tepat. 5
Setelah pemulangan pasien dari rumah sakit, topik penting yang dibahas di dalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannnya. Tidak boleh
teralu cepat. Terapi keluarga selanjutnya diarahkan kepada berbagai macam strategi
penurunan stres dan penyelesaian masalah serta melibatkan kembali pasien dalam aktivitas.
Tujuan terapi keluarga adalah:5
1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat penyakit
2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit.
3. Mempertinggi toleransi keluarga. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat
dengan relaps.
4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.
5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga
lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Di dalam sesi terapi keluarga, harus ada pengendalian intensitas emosi dari setiap sesi.
Ekspresi emosi yang berlebihan dapat merusak pemulihan dan mengurangi keberhasilan sesi
terapi selanjutnya. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa terapi keluarga efektif dalam
menurunkan relaps. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga 25-50% sedangkan dengan
terapi keluarga 5-10%.5

10

Terapi perilaku-kognitif (Cognitive behavioural therapy)
Cognitive behavioral therapy (CBT) mencakup berbagai intervensi. Pada intinya

adalah gagasan bahwa jika pasien dapat tampil dengan model kognitif dari gejala-gejala
mereka, mereka akan dapat mengembangkan strategi copying yang lebih adaptif, sehingga
dapat mengurangi distres, meningkatkan fungsi sosial, dan bahkan mungkin menurunnya
gejala. CBT, melibatkan pertemuan regular antara klinisi dan pasien.6
Paket terapi ini menekankan terhadap agenda perjanjian terapeutik yang umum, dan
perhatian yang sungguh-sungguh. Elemen yang relatif tidak spesifik membentuk suatu
komponen penting dalam semua paket terapi, termasuk informasi dasar tentang kondisi
penyakit dan terapi farmakologisnya, strategi untuk menangani kecemasan dan depresi, dan
intervensi untuk menangkal gejala negatif dan disfungsi sosial. Strategi yang lebih spesifik
untuk memenuhi target gejala positif termasuk memformulasikan, bersama dengan pasien,
alternatif, model penjelasan yang lebih adaptif. Bagaimanapun juga terdapat perbedaan
penting pada detil antara penelitian yang telah dipublikasikan, contohnya sehubungan dengan
memperhatikan lamanya intervensi atau kerjasama dengan keluarga. 6
Terapi perilaku menggunakan hadiah dan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis dan
komunikasi interpersonal.6
Rehabilitasi sosial dan vokasional
Rehabilitasi yang fokus pada kemampuan sosial dan bekerja bisa menghilangkan atau
mengurangi gejala gangguan mental. Hal ini membantu mereka agar lebih bermanfaat dalam
komunitasnya. Rehabilitasi ini bisa dilakukan secara individual ataupun berkelompok,
tergantung pada kebutuhan. Program rehabilitasi mencakup konseling vokasional, latihan
kerja, permainan simulasi, pekerjaan rumah, konseling pengaturan keuangan, kemampuan
komunikasi, belajar menggunakan transfortasi umum dan praktek sosial.6
Terapi keterampilan sosial (social skills therapy) dapat secara langsung membantu
dan berguna bagi pasien serta secara alami meningkatkan keberhasilan terapi farmakologis. 6
Terapi Kelompok
Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam
kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi
sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, dapat memberikan hasil
yang lebih baik.7
11

Terapi kelompok ini mencakup dari yang usaha yang menekankan pada dukungan dan
peningkatan terhadap kemampuan sosial, penyembuhan spesifik yang bersifat simtomatis,
hingga pada konflik intrapsikis yang belum terpecahkan. Jika dibandingkan dengan terapi
individual, dua kekuatan utama dari terapi kelompok ini adalah kesempatan untuk
mendapatkan umpan balik dengan segera dari teman sebaya pasien dan kesempatan bagi
masing-masing pasien dan ahli terapi untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan
perilaku pasien terhadap orang-orang yang memperoleh transferensi yang bervariasi. Baik
persoalan individu dan interpersonal dapat diselesaikan dengan psikoterapi kelompok. Prinsip
memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas yang dijabarkan antara
lain:7
Gejala sama
Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk
sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi pikiran. Setiap tujuan spesifik tersebut
akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga mereka
dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.7
Jika sekelompok orang yang sedang mempunyai masalah mau menceritakan
pengalamannya, dan mencurahkan emosinya kepada orang lain, maka akan tercipta perasaan
empati satu sama lain. Lewat terapi ini mereka diajak berkumpul, dan saling membagikan
cerita maupun perasaan yang sedang dialaminya terutama mengenai masalah yang sedang
dihadapinya. Tanpa sadar momen ini akan memancing inisiatif dan pemikiran terpendam dari
masing-masing anggota untuk keluar.7
Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi. Pasien
yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok adalah pasien akut skor rendah sampai
pasien tahap promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor yang hampir sama maka
tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.7
Jenis kelamin sama
Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan gejala
sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada perempuan. Maka lebih baik
dibedakan.7
Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien. 7

12

Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi
Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu
ramai dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa sepi
interaksi dan tujuanya sulit tercapai. Kelebihan dari cara ini adalah bisa diterapkan dalam
kondisi apa pun. Disamping itu, juga melatih seseorang untuk sedikit demi sedikit
memunculkan pemikiran-pemikiran kreatifnya sehingga tidak mudah menyerah dengan
keadaan. Di sini, berbagai ide sangat dihargai dan pasti didengarkan terutama ketika perasaan
sebagai satu saudara sudah didapat. Orang yang memiliki tipe introvert akan terpancing untuk
mencurahkan dan mengeluarkan pendapatnya dalam diskusi kelompok. 7
Tahapan yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Buatlah satu kelompok kecil yang terdiri dari kurang lebih lima orang atau lebih
dan mereka telah saling mengenal .
2. Bukalah seluruh kesulitan, beban hidup yang dialami berkaitan dengan fokus
perkara yang akan dibahas.
3. Dengarkanlah dan hormatilah lawan bicara untuk mencurahkan semua perasaannya
satu-persatu sampai tuntas, bahkan sampai menangis-pun boleh justru itu sangat
efektif dan bagus untuk mengeluarkan emosi.
4. Bukalah sesi di mana seluruh individu bebas untuk menimpali dan memotong
lawan bicaranya dengan tujuan utama memberikan satu solusi yang berguna.
Arahkan bersama untuk memikirkan apa yang terbaik bagi kelompok dan
masyarakat.
Kekuatan utama terletak pada kemampuan verbal dan curhat dari anggota, karena
proses penyembuhan terjadi di sini. Segala luka-luka batin dan beban yang mengganjal
dikeluarkan secara lugas dan ini membuat pertahanan diri manusia mulai terbuka sehingga
orientasi ke arah diri sendiri atau ego-nya berkurang.7
Untuk membantu orang dengan kepribadian yang benar-benar tertutup, bisa juga
diberi sesi khusus sebelum diskusi dimulai. Yakni mempersilahkan menggambar pengalaman
yang paling traumatis dalam hidupnya pada suatu kertas besar kemudian saling menceritakan
pengalamannya. Ini sangat membantu, khususnya untuk yang bertipe introvert agar
mencurahkan emosi yang belum terselesaikan dan mempersiapkan masuk dalam topik
pembicaraan.7
Ada

beberapa

macam

kegiatan

pengganti

selain

menggambar.

Misalnya

menggunakan tanah liat dibentuk menjadi semacam benda yang mewakili perasaannya.
Dengan cara yang sama mereka akan mengungkapkan apa yang dialami saat itu. 7
13

Setelah tahapan ini berhasil, kelompok terapi tersebut diharapkan membentuk satu
grass root yang kokoh, kemudian dibuat jaringan yang tersusun dari tim-tim diskusi dengan

tilikannya masing-masing yang menjadi komponen dan elemen inti dari wadah ini.7
Kelompok Menolong Diri Sendiri (self-help group)
Kelompok menolong diri sendiri adalah orang yang ingin mengatasi masalah atau
krisis kehidupan tertentu. Biasanya disusun dengan tugas tertentu, kelompok tersebut tidak
berusaha untuk menggali psikodinamika individu secara sangat mendalam atau untuk
mengubah fungsi kepribadian secara bermakna. Tetapi kelompok menolong diri sendiri telah
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan emosional banyak orang. 7
Suatu karakteristik yang membedakan kelompok menolong diri sendiri adalah
homogenitasnya. Anggota staf menderita gangguan yang sama, dan mereka berbagi
pengalaman mereka, baik dan buruk, berhasil dan tidak berhasil, satu sama lainnya. Dengan
melakukan hal tersebut, mereka saling mendidik satu sama lainnya, memberikan dukungan
yang saling menguntungkan dan menghilangkan perasaan terasing yang biasanya dirasakan
oleh orang yang ditarik ke tipe kelompok tersebut.7
Kelompok menolong diri sendiri menekankan keterpaduan yang cukup kuat pada
kelompok tersebut. Karena anggota kelompok memiliki masalah dan gejala yang sama,
ikatan emosional yang kuat dan karakteristik kelompok sendiri adalah berkembang, sehingga
anggotanya dapat menyandang kualitas kesembuhan magis. Contoh dari Kelompok menolong
diri sendiri adalah Alcoholic Anonymous (AA), Gamblers Anonymous (GA) dan Overtreaters
Anonymous (OA).7

Pergerakan kelompok menolong diri sendiri adalah semakin naik. Kelompok
memenuhi kebutuhan anggota kelompoknya dengan memberikan penerimaan, dukungan
yang saling menguntungkan dan bantuan dalam menghadapi pola perilaku maladaptasi atau
keadaan perasaan yang biasanya belum berhasil dengan kesehatan mental tradisional dan
profesional medis. Kelompok menolong diri sendiri dan kelompok terapi telah mulai untuk
bergabung: kelompok menolong diri sendiri telah memungkinkan anggotanya menghentikan
pola perilaku yang tidak diinginkan; kelompok terapi membantu anggotanya mengerti
mengapa dan bagaimana mereka seharusnya atau adanya.7

Intervensi Krisis (crisis support)
Suatu krisis adalah respon terhadap peristiwa yang berbahaya dan dialami sebagai
keadaan yang menyakitkan. Sebagai akibatnya, krisis cendrung memobilisasi reaksi yang
kuat untuk membantu orang menghilangkan gangguan dan kembali ke keadaan
14

keseimbangan emosional yang ada sebelum onset krisis. Jika hal tersebut terjadi, krisis dapat
diatasi tetapi disamping itu, orang belajar bagaimana menggunakan reaksi adaptif. Selain itu,
dengan memecahkan krisis pasien mungkin berada dalam keadaan pikiran yang lebih baik,
lebih unggul dibandingkan onset kesulitan psikologis. Tetapi jika pasien menggunakan reaksi
maladaptif, keadaan menyakitkan akan menjadi kuat, krisis akan mendalam dan perburukan
regresif akan terjadi yang menghasilkan gejala psikiatrik. Gejala tersebut, selanjutnya akan
berkristalisasi ke dalam pola perilaku neurotik yang membatasi kemampuan pasien untuk
berfungsi secara bebas. Tetapi, kadang-kadang situasi tidak dapat distabilkan; reaksi
maladaptif baru diperkenalkan; dan akibatnya dapat dalam roporsi yang membahayakan yang
menyebabkan kematian oleh bunuh diri. Dalam hal tersebut, krisis psikologis adalah
menyakitkan dan mungkin dipandang sebagai titik percabangan untuk menjadi lebih baik
atau lebih buruk.8
Situasi krisis adalah berhenti dengan sendirinya dan dapat berlangsung kapan saja dari
beberapajam sampai minggu. Krisis seperti itu ditandai oleh fase awal, dimana kecemasan
dan ketegangan timbul. Fase tersebut diikuti oleh suatu fase dimana mekanisme memecahkan
masalah digerakkan. Mekanisme tersebut mungkin berhasil, tergantung pada apakah adaptif
atau maladaptive. Pasien selama periode kekacauan adalah reseptif terhadap bantuan minimal
dan mendapatkan hasil yang berarti. Dengan demikian semua jenis bantuan telah dianjurkan
untuk tujuan tersebut. Beberapa adalah terbuka yang lainnya membatasi waktu yang tersedia
atau jumlah sesi.8
Teori krisis membantu kia mengerti orang normal yang sehat yang berada dalam
krisis dan mengembangkan alat terapetik yang ditujukan untuk mencegah kesulitan
psikologis di masa depan. Intervensi krisis ditawarkan kepada orang yang tidak mampu atau
terganggu secara parah oleh suatu krisis. 8
Konseling
Berbicara dengan seseorang adalah salah satu penatalaksanaan yang terpenting.
Dokter tempat pasien berkonsultasi akan memberi dukungan selama dan setelah episode
psikosis muncul.9
Terapi Psikomotor
Terapi psikomotorik ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan gerakan tubuh
sebagai salah satu cara untuk melakukan analisa berbagai gejala yang mendasari suatu bentuk
gangguan jiwa dan sekaligus sebagai terapi. Analisa yang diperoleh dapat dipakai sebagai
bahan diskusi dinamika dari perilaku serta responnya dalam perubahan perilaku dengan
tujuan mendapatkan perilaku yang paling sesuai dengan dirinya. 9
15

Terapi Rekreasi
Terapi reakreasi ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan media reakresi
(bermain, berolahraga, berdarmawisata, menonton TV, dan sebagainnya) dengan tujuan
mengurangi keterganguan emosional dan memperbaiki prilaku melalui diskusi tentang
kegiatan reakresi yang telah dilakukan, sehingg perilaku yang baik diulang dan yang buruk
dihilangkan.10

Terapi Seni (Art therapy)
Terapi seni ialah suatu bentuk yang menggunakan media seni ( tari, lukisan,
musik,pahat, dan lain-lain) untuk mengekspresikan ketegangan-ketegangan pskis, keinginan
yang terhalang sehingga mendapatkan berbagai bentuk hasil seni dan menyalurkan dorongandorongan yang terpendam dalam jiwa seseorang. Hasil seni yang dibuat selain dapat
dinikmati orang lain dan dirinya juga akan meningkatkan harga diri seseorang. Perawat jiwa
yang selalu dekat dengan pasien diharapkan dapat memberikan berbagai kegiatan yang
terarah dan berguna bagi pasien dalam berbagai terapi tersebut. 10

Kesimpulan


Perkembangan psikologi manusia dihasilkan dari interaksi antara proses-proses
maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan kekuatankekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari (Teori Psikososial Erik
Erikson)



Masalah psikososial merupakan salah satu bagian yang penting dalam pengkajian
pasien psikosomatik, dalam hal ini masalah psikososial dikelompokkan dalam aksis
IV



Masalah psikososial menurut DSM IV-TR dikelompokkan menjadi : masalah
dukungan keluarga inti, lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, interaksi dengan hukum, dan masalah
psikososial lain



Terapi Psikososial mencakup : Psikoedukasi, terapi keluarga, terapi perilaku-kognitif
(Cognitive behavioural therapy), rehabilitasi sosial dan vokasional, terapi kelompok,
kelompok menolong diri sendiri (self-help group ), intervensi Krisis (crisis support),
konseling, terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi seni

16

Kepustakaan

1. Salkind, Neil J. (2004). An Introduction to Theories of Human Development. Thousand
Oaks, London, New Delhi: Sage Publications. International Education and Publisher
2. American Psychiatric Association (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders Fourth Edition Text Revison, DSM-IV-TR. Arlington, VA: American
Psychiatric Association
3. Mueser KT, Deavers F, Penn DL, Cassisi J (2013). Psychosocial trreatments for
schizophrenia. Annual Review of Clinical Psychology. 9:465-97
4. Bauml J, Frobose T, Walz GP (2006). Psychoeducation: a basic psychotherapeutic
intervention for patients with schizophrenia and their families. Schizophrenia Bulletin.
Vol 32 no S1 pp.S1-S9
5. Dallos R, Draper R (2000). An introduction to family therapy. Open University Press.
Philadelphia, PA 19106, USA.
6. Rector NA (2010). Cognitive-behavioral therapy, an information guide. Center for
Addiction and Mental Health. ISBN 978-I-77052-296-7
7. The American Group Psychotherapy Association Science to Service Task Force. Practice
guidelines for group psychotherapy. 2007.
8. James RK, Glliland BE (2013). Crisis intervention strategies, 7th ed. Brooks/Cole,
Cengage Learning. Belmont CA 94002-3098
9. Flanagan JS, Flanagan RS (2014). Counseling and psychotherapy theories: in context and
practice. Psychotherapy.net, LLC. Mill Valley, CA 94941
10. Austin DR, Crawford ME, McCormick BP, Puymbroeck MV (2015). Recreational
therapy: an introduction, 4th ed. Sagamore publishing LLC. ISBN e-book: 978-1-57167739-6

17