Penguatan pelayanan primer dalam sistem

MAKALAH
“Penguatan pelayanan primer dalam sistem kesehatan
nasional”

DISUSUN OLEH
NAMA
NIM

: SRI WAHYU
: C111 14 041

LEMBAGA KESEHATAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG MAKASSAR TIMUR
2017

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia, dan negara bertanggung jawab
mengupayakan kesehatan yang berkualitas bagi setiap warga negaranya. Undangundang No. 23 tahun 1992, sehat diartikan sebagai suatu keadaan badan, jiwa, dan

sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis dari suatu negara yang terdiri atas
ketangguhan dan keuletan, serta kekuatan dalam menghadapi ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam atau luar secara langsung
maupun tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integrits, identitas,
dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Di Indonesia, konsepsi ketahanan
nasional merupakan pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang serasi, seimbang dalam seluruh
aspek berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara. Pembangunan
sistem pelayanan kesehatan yang baik di suatu negara akan meningkatkan
pengembangan di segala bidang secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga,
pelayanan kesehatan yang baik merupakan modal dasar keberhasilan suatu bangsa
dalam mencapai ketahanan nasional.
Sejak dulu, solusi atas penyelesaian masalah kesehatan yang ada tak
kunjung datang, malah bertambah saja masalah yang semakin muncul, selain angka
kematian ibu dan bayi yang masih cukup tinggi di Indonesia dan beberapa penyakit
infeksi yang belum terkontrol; kualitas pelayanan kesehatan yang semakin
menurun dan pelayanan kesehatan yang belum terdistribusi secara merata; serta
komersialisasi pelayanan kesehatan, menambah carut marutnya kondisi kesehatan
saat ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui kerjasamanya antar negara

maju dan berkembang terus berusaha memecahkan permasalahan kesehatan yang
ada dengan serangkaian deklarasi atau berbagai program yang yang bertujuan
meningkatkan kualitas kesehatan seluruh orang di dunia. Dimulai dengan Universal
Declaration of Human Right tahun 1948 yang menyatakan bahwa kesehatan
merupakan hak asasi manusia sampai strategi perencanaan yang dibuat oleh 193
negara di dunia berupa program Millenium Development Goals (MDGs). Pada
MDGs, pelayanan kesehatan yang baik dapat dilihat melalui pencapaian beberapa
target dari beberapa goal yang ada, seperti penurunan angka kematian bayi,
peningkatan mutu kesehatan ibu, serta penurunan angka kejadian penyakit
HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya. Semua target tersebut diharapkan dapat
tercapai pada Tahun 2015 di semua negara di dunia. Program tersebut selanjutnya
menjadi Sustainable Development Goals (SDGs) dengan beberapa amandemen
hingga terbentuknya 17 tujuan yang ditargetkan akan tercapai pada tahun 2030.
Pelayanan Kesehatan Primer merupakan sistem pelayanan kesehatan yang
melingkupi pendidikan mengenai masalah kesehatan, cara pencegahan penyakit,

serta pengendaliannya; peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi;
penyediaan air bersih dan sanitasi dasar, kesehatan ibu dan anak (termasuk keluarga
berencana); imunisasi; pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat,
pengobatan penyakit umum dan ruda paksa; serta penyediaan obat-obat esensial.

Sejak Deklarasi Alma Ata (WHO, 1978), Pelayanan Kesehatan Primer menjadi
salah satu satu hal utama dalam pembangunan ketahanan nasional, dan program ini
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
komprehensif dan holistik di masyarakat.
Di beberapa negara di dunia seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, serta
beberapa negara di Asia berhasil menata sistem pelayanan kesehatan dengan
menerapkan konsep Pelayanan Kesehatan Primer sebagai ujung tombak dari
pembangunan nasional. Di Indonesia, konsep Pelayanan Kesehatan Primer oleh
sebagian masyarakat masih dilihat terbatas hanya pada bangunan fisik puskesmas
dan pelayanan kesehatan wajib serta pendukung di puskemas. Sehingga konsep ini
menjadi kerdil di negara ini, yang hanya dilihat sebatas pelayanan kesehatan kelas
bawah. Di lain pihak, pelayan kesehatan yang diupayakan oleh pihak swasta
semakin berkembang. Dominasi kapitalisasi sangatlah terasa pada jenis pelayanan
yang diupayakan oleh pihak swasta. Bagi para pengusaha kesehatan di dunia,
negara ini berhasil dijadikan sebagai target pemasaran yang menjajikan, sehingga
jumlah rumah sakit swasta yang berskala nasional maupun internasional semakin
menjamur.
Saat ini, jumlah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Indonesia
sebanyak 22.327, sedangkan jumlah poliknik yang dikelola swasta jumlahnya
diperkiran 34.000 dan sekitar 20% merupakan poliknik dokter spesialis. Pelayanan

kesehatan yang dijalankan oleh pihak swasta sarat dengan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif, sehingga persepsi masyarakat terbentuk bahwa pelayanan kesehatan di
rumah sakit dan klinik dokter hanya terbatas pelayanan kuratif dan rehabilitatif saja
sedangkan pelayanan promotif dan preventif hanya diusahakan oleh puskesmas dan
dinas kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran pelayanan kesehatan primer dalam upaya penguatan sistem
kesehatan nasional ?
C. Tujuan
Mengetahui peran kesehatan primer dalam upaya penguatan sistem kesehatan
nasional.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Kesehatan Primer
Pengertian pelayanan yang dimaksud disini adalah, kualitas pelayanan
kesehatan yang berhubungan erat dengan kepuasan pengguna pelayanan atau
pasien. Suatu pelayanan dikatakan baik atau buruk tergantung pada tingkat
kepuasan pengguna layanan yang didasarkan pada kualitas pelayanan itu sendiri.

Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering digunakan tetapi sulit untuk
dijelaskan artinya, Faktor yang berbeda menyebabkan sulitnya mendefinisikan
kesehatan, penyakit, dan kesakitan (Gochman, 1988” Endar Sugiharto 1999; 47).
Meskipun demikian, kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa definisi kesehatan
apapun harus mencakup komponen biomedis, personal, dan sosiokultural.
Pada tahun 1974 WHO mencoba menggambarkan kesehatan secara luas
yang tidak hanya meliputi aspek medis tetapi juga aspek mental dan social.
Kesehatan dapat diartikan sebagai keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental
(rohani) dan social, dan bukan suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan
kelemahan. Penyakit dan kesakitan, meskipun sangat berkaitan satu dengan lainnya
, namun mencerminkan suatu perbedaan fundamental dan konsepsional tentang
periode sakit. Menurut Cassel, kesakitan adalah apa yang dirasakan pasien saat dia
pergi ke dokter, sedangkan penyakit adalah apa yang didapatkannya sepulang dari
dokter (Helman,1990 ; Endar Sugiarto 1999; 47).
Puskesmas dan Rumah sakit pada masa lalu berbeda dengan yang sekarang.
Dulu, puskesmas dan Rumah sakit lebih condong ke kepentingan social dari pada
bisnis, sedangkan saat ini sesuai dengan perkembangan zaman semakin banyak
Puskesmas dan Rumah sakit yang dikelola pihak swasta dan mereka mengharapkan
pemasukan keuangan yang sesuai untuk menutupi biaya operasional dan modal
penyediaan fasilitas rumah sakit. Dengan pengelolaan yang lebih professional,

tidak berarti Puskesmas dan Rumah sakit sama sekali kehilangan sifat sosialnya.
Pada dasarnya sistem di puskesmas atau rumah sakit dapat dibagi menjadi dua
bagian besar yaitu : operasional dan manajerial. Sistem manajerial berarti
mengelola Puskesmas atau Rumah sakit melalui sistem administrasi, dalam sistem
ini para petugas yang terlibat di dalamnya dapat berhubungan dengan langsung
maupun tidak langsung dengan pasien maupun pengunjung peskesmas, sementara
dalam sistem operasional sebagian besar tugasnya langsung berhubungan dengan
pasien.
Banyak orang yang pergi ke seorang petugas kesehatan tetapi hanya sedikit
orang yang senang melakukannya. Keluhan atau kepuasan tersebut tergantung pada
keadaan Puskesmas atau tempat praktek dokter, jenis tenaga kesehatan (dokter,
perawat, apoteker, petugas administrasi dan seterusnya) dan struktur sistem
perawatan kesehatan (biaya-biaya). Hal yang penting dalam pelayanan kesehatan
adalah interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini sangat
penting karena merupakan faktor utama yang menentukan kondisi konsultasi

medis, yang akhirnya menentukan kesehatan pasien tersebut (Endar Sugiarto 1999;
50) Dalam pelayanan kesehatan ini lebih fokus pada tenaga medis, dokter, perawat,
dan petugas, tata usaha atau administrasi Puskesmas. Puskesmas tidak akan
beroperasi dengan baik dan profesional bila tidak ditunjang dengan unsur tersebut,

terutama yang berhubungan dengan masalah pelayanan.
Menurut Wye Kof (Love lode,1998) kualitas jasa diartikan sebagai tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan (Fandy Tjiptono 1996: 59). Administrator
layanan kesehatan walau tidak langsung memberikan layananan kesehatan, ikut
bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan
supervisi, manajemen keuangan dan logistic akan memberikan suatu tantangan dan
kadang-kadang administrator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas
sehingga muncul persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian
terhadap beberapa dimensi mutu pelayanan kesehatan dalam menyusun prioritas
dan dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta
pemberi layanan kesehatan.
Setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang komperhensif
secara berjenjang, termaksud obat ,sesuai indikasi medis. Setiap pasien mempunyai
hak mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas. Puskesmas sering kali terbentur
pada keterbatasan seperti kekurangan sarana prasarana, kekurangan dokter
spesialis. Oleh karena itu pelayanan di Puskesmas di pengaruhi pula oleh mutu
Puskesmas tersebut. Untuk itu, cakupan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
bukan semata tercover dalam seratus persen cakupan penduduk miskin yang
terlayani. Terlayaninya pasien perlu di evaluasi dengan sejauh mana standar

pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas. Tuntutan masyarakat adalah optimalnya
pelayanan yang diberikan oleh puskesmas. Demikian pula pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat harus optimal dari segi mutu.
Puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan meliputi dimensi
peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemeliharaan kesehatan, yang terjadi
kepada terhadap pasien. Pada umumnya adalah belum optimalnya perawatan yang
diterima dan peningkatan kesehatan. Diharapkan Puskesmas berperan dalam upaya
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan pasien. Misalnya dengan
konsultasi kesehatan bagi pasien atau tindakan yang memegang prinsip sterilitas
agar mencegah timbulnya penyakit yang lebih parah. Kepuasan pasien di
Puskesmas akan turut meningkatkan mutu puskesmas tersebut. Sebab kepuasan
klien adalah keberhasilan pelayanan kesehatan. Optimalisasi pelayanan para pasien
akan mendorong kemajuan suatu Puskesmas. Peningkatan derajat kesehatan secara
tidak langsung memberi jalan untuk mempertingi produktifitas mereka sehingga
pada akhirnya tercapai kemandirian dalam kesadaran kesehatan. Dampak positifnya
bagi puskesmas adalah citra positif yang akan menumbuhkan kepercayaan
masyarakat bahwa puskesmas bukan layanan kesehatan yang tidak bermutu.

Indikator menuju Indonesia Sehat salah satunya adalah indikator proses dan
masukan, Indikator ini salah satunya adalah persentase keluarga miskin yang

mendapat pelayanan kesehatan seratus persen. Oleh karena itu diharapkan
Puskesmas sungguh-sungguh memperhatikan pelayanan. Pelayanan puskesmas
harus benar-benar memenuhi standar pelayanan. Kesehatan pasien adalah jalur
menuju keberhasilan pembangunan kesehatan Indonesia. Rakyat miskin adalah
kelompok yang rentan terhadap kesehatan (utamanya ibu hamil, menyusui, bayi,
dan balita). Rakyat miskin rentan terhadap kesakitan karena latar belakang social
ekonomi memberi kontribusi yang sangat kompleks terhadap status kesehatan.
Diantaranya adalah pengaruh gizi, sanitasi, beban kerja, pendidikan, dan lain
sebagainya. Dari beberapa perspektif diatas pengertian yang lebih tepat untuk
layanan kesehatan yang bermutu adalah suatu layanan kesehatan yang dibutuhkan,
dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus
diinginkan baik oleh pasien atau konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau
oleh daya beli masyarakat. (Imbalo S. Pohan, 2006; 17).
B. Sistem Kesehatan Nasional
Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan
(supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand
side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya
tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi
yang lebih luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti
pertanian dan lainnya. (WHO; 1996).

Sistem kesehatan di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak tahun 1982
yaitu ketika Departemen Kesehatan RI menyusun dokumen system kesehatan di
Indonesia yang disebut Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Penyusunan dokumen tersebut didasarkan pada tujuan nasional bangsa
Indonesia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka dibentuklah program pembangunan nasional secara
menyeluruh dan berkesinambungan. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari
pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan
upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun
pemerintah.
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan
dukungan Sistem Kesehatan Nasional yang tangguh. Sistem Kesehatan Nasional
adalah Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa

Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Perpres 72/2012 Pasal 1 angka 2).
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam
satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Dasar 1945 ( Depkes RI, 2004)
Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan
pembangunan kesehatan melalui pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan
pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan,
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi
kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
SKN perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara
keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, antara lain kondisi
kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi
kewenangan, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan
tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.
SKN disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan
kesehatan dasar (primary health care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan
yang adil dan merata, pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak
kepada kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk
meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat, kepemimpinan, serta
profesionalisme dalam pembangunan kesehatan.
C. Peran Pelayanan Kesehatan Primer dalam Upaya Penguatan Sistem
Kesehatan Nasional
Di era jaminan kesehatan nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi
terpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun
pelayanan kesehatan harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan
medisnya. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
bagi peserta BPJS Kesehatan.
Dalam implementasi sistem kesehatan nasional prinsip managed care
diberlakukan, dimana terdapat 4 (empat) pilar yaitu Promotif, Preventif, Kuratif
dan Rehabilitatif. Prinsip ini akan memberlakukan pelayanan kesehatan akan
difokuskan di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)/Faskes Primer seperti

di Puskesmas, klinik atau dokter prakter perseorangan yang akan menjadi gerbang
utama peserta BPJS Kesehatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Untuk itu
kualitas faskes primer ini harus kita jaga, mengingat efek dari implementasi
Jaminan Kesehatan nasional ke depan, akan mengakibatkan naiknya permintaan
(demand) masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena kepastian
jaminan sudah didapatkan. Jika FKTP/faskes primer tidak diperkuat, masyarakat
akan mengakses faskes tingkat lanjutan sehingga akan terjadi kembali fenomena
rumah sakit sebagai puskesmas raksasa.
Salah satu upaya terhadap penguatan fasilitas kesehatan primer ini,
diharapkan tenaga-tenaga medis yang berada di jenjang FKTP/Faskes Primer ini,
harus memiliki kemampuan dan harus menguasai hal-hal terbaru mengenai
prediksi, tanda, gejala, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan komprehensif
mengenai berbagai penyakit. Lebih jauh dan yang terpenting adalah kemampuan
dalam hal pencegahan penyakit yang kini menjadi produk lokal harus dipahami
oleh setiap dokter yang bekerja di tengah masyarakat agar pasien ke depan
memperoleh pelayanan. Inilah yang disebut dengan penguatan FKTP/Faskes
Primer melalui fungsi promotif dan preventif.
Penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai manfaat yang
diberikan JKN berupa manfaat medis, khususnya untuk manfaat promotif dan
preventif. Seharusnya pemberi pelayanan kesehatan (PPK) tingkat I, Puskemas,
klinik pratama, atau yang setara, tidak lalai untuk memberikan layanan yang
bersifat promotif dan preventif kepada peserta JKN. Namun melihat kenyataan
yang ada saat ini, apakah Puskesmas sebagai PPK I sudah memberikan dan
mengoptimalkan hal tersebut, padahal hal tersebut sudah tertuang dalam paket
manfaat yang diberikan dalam JKN? Dalam era JKN ini malah Puskesmas
lebih concern terhadap pelayanan kuratif sehingga yang terjadi adalah kejadian
pembludakan pasien marak terjadi di Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan
pengobatan (kuratif). Hal ini seperti menunjukkan bahwa JKN hanya berfokus pada
pelayanan kuratif saja dan mengabaikan upaya promotif dan preventif.
Padahal notabene-nya Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) yang seharusnya
berfokus pada upaya kesehatan masyarakat bukan pada upaya kesehatan
perseorangan.
Fokus pelayanan pada cakupan upaya kesehatan perorangan menjadikan
masyarakat terkena sindrom “sedikit-sedikit berobat”. Hal ini terlihat cukup banyak
kasus yang terjadi di lapangan, pasien datang dengan keluhan panas baru sehari
sudah langsung mendatangi pelayanan kesehatan untuk berobat. Kasus lain,
adapula pasien datang ke PPK I hanya untuk meminta surat rujukan untuk dapat
berobat ke PPK II (pasien menjadi “spesialis minded”). Kasus lain yang terjadi di
PPK I adalah terkait tenaga medis seperti “supir angkot kejar setoran” dalam
memberikan pelayanan terhadap peserta JKN. Tenaga medis hanya memeriksa
peserta dalam waktu hitungan menit, menanyakan sakit apa kemudian meresepkan
obat dan pelayanan pun selesai. Dimanakah upaya promotif, preventif

perseorangan yang harusnya juga disediakan oleh PPK I? Padahal upaya promotif
dan preventif perorangan menjadi salah satu manfaat yang dijamin dalam JKN. Jika
ditilik lebih lanjut, sebenarnya dampak dari pengoptimalan upaya preventif dan
promotif cukuplah berarti dalam menurunkan angka kunjungan peserta yang akan
menggunakan jasa pelayanan kuratif, hal ini dikarenakan setelah peserta mendapat
paparan mengenai upaya preventif untuk kesehatan dirinya maka ia akan
lebih concern untuk menjaga kesehatannya dan tujuan untuk menyehatkan bangsa
pun dapat tercapai. Walaupun tentunya hal ini tidak dapat terjadi begitu saja,
butuh effort yang cukup besar untuk menjalankan itu semua.
Dalam peraturan-peraturan terkait JKN pun belum ada yang membahas
secara khusus mengenai besaran anggaran yang digunakan untuk pelayanan
promotif dan preventif. Permenkes No. 19 tahun 2014 tentang Penggunaan dana
kapitasi jaminan kesehatan nasional, hanya menjelaskan mengenai penggunaan
dana kapitasi ditujukan untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan
biaya operasional pelayanan kesehatan. Besaran yang ditentukan adalah untuk
pembayaran jasa pelayanan kesehatan sebesar 60% dari dana kapitasi dan untuk
dukungan biaya operasional merupakan selisih dari besar dana kapitasi dikurangi
dengan besar alokasi pembayaran jasa pelayanan, yang artinya sekitar 40% dari
dana kapitasi. Pembiayaan upaya promotif dan preventif masuk ke dalam dukungan
biaya operasional bersamaan dengan pembiayaan obat, alkes, BHP, dan kegiatan
operasional pelayanan kesehatan lainnya. Apakah ini dirasa cukup dan bisa optimal
untuk pelaksanaan upaya promotif dan preventif? Sepertinya jawabannya adalah
belum, karena hingga saat ini promotif dan preventif masih dianaktirikan oleh
BPJS padahal hal ini sudah jelas diamanahkan dalam UU No. 24 tahun 2012 dan
Permenkes No. 28 tahun 2014.
Hendaknya pihak BPJS menilik lebih lanjut mengenai manfaat promotif
dan preventif, apakah dalam praktek di lapangannya hal ini dilaksanakan atau
hanya sekedar manfaat yang tercantum dalam peraturan yang mengatur mengenai
JKN, apabila sudah dilaksanakan apakah sudah optimal pencapaiannya atau belum.
Hal ini dikarenakan pembiayaan untuk pengobatan (kuratif) itu tidak akan ada
habisnya sepanjang waktu dan akan terus menerus meningkat jika tidak dibarengi
dengan upaya promotif dan preventif, baik lingkup perseorangan ataupun
masyarakat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kesehatan merupakan hak asasi manusia, dan negara bertanggung jawab
mengupayakan kesehatan yang berkualitas bagi setiap warga negaranya. sehat
diartikan sebagai suatu keadaan badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Pelayanan Kesehatan Primer merupakan sistem pelayanan kesehatan yang
melingkupi pendidikan mengenai masalah kesehatan, cara pencegahan penyakit,
serta pengendaliannya; peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi;
penyediaan air bersih dan sanitasi dasar, kesehatan ibu dan anak (termasuk keluarga
berencana); imunisasi; pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat,
pengobatan penyakit umum dan ruda paksa; serta penyediaan obat-obat esensial.
Salah satu upaya terhadap penguatan fasilitas kesehatan primer ini,
diharapkan tenaga-tenaga medis yang berada di jenjang FKTP/Faskes Primer ini,
harus memiliki kemampuan dan harus menguasai hal-hal terbaru mengenai
prediksi, tanda, gejala, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan komprehensif
mengenai berbagai penyakit. Lebih jauh dan yang terpenting adalah kemampuan
dalam hal pencegahan penyakit yang kini menjadi produk lokal harus dipahami
oleh setiap dokter yang bekerja di tengah masyarakat agar pasien ke depan
memperoleh pelayanan. Inilah yang disebut dengan penguatan FKTP/Faskes
Primer melalui fungsi promotif dan preventif.
B. Saran
Untuk mewujudkan sistem kesehatan nasional yang mampu menyelesaikan
permasalahan kesehatan di Indonesia, maka pemberdayaan layanan kesehatan
primer sangat perlu untuk dilakukan. Mengingat layanan kesehatan primer
seharusnya merupakan tujuan pertama masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Sangat penting bagi para tenaga media di layanan kesehatan primer ini
untuk senantiasa menggalakkan tindakan preventif dan promotif sehingga dapat
menekan jumlah kesakitan dan menumbuhkan paradigma sehat di kalangan
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
AnneAhira.com.Konsep dan Implementasi Analisis Kebijakan Kesehatan (online)
http://www.AnneAhira.com/artikel/analisis-kebijakan-kesehatan.html. Minggu, 13 Maret
2011 pkl 18.52
Arif Kurniawan. Kebijakan Kesehatan (online)

http://images.albadroe.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/Rt5PkgoKCsAAABj74
Sc1/kebijakan%20kesehatan.ppt?nmid=56606948. Minggu, 13 Maret 2011 pkl 14.4
Ayun Sriatmi. Sejarah analisis kebijakan dan kerangka analisis kebijakan (online)
http://eprints.undip.ac.id/6256/1/Kerangka_analisis_kebijakan_-_ayun_sriatmi.pdf Senin,
14
maret 2011 pukul 14.01
Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional.Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Dunn WN. 1988. Analisa Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta : PT. Hanindita
Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Juanita. Kesehatan dan Pembangunan Nasional (online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3737/1/fkm-juanita2.pdf Jumat, 4 Maret
2011 pkl 18.59
Pasolong Harbani. 2010. TeoriAdministrasi Publik. Bandung : Alfabeta
Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 23 tahun 1992, tentang Kesehatan.
Penerbit Sinar Grafika 1992
Siagian SP. 1985. Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan Dan Strategi Organisasi.
Jakarta : PT. Gunung Agung
Surya Utama. Dasar-Dasar Analisis Kebijakan Kesehatan (online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3765/1/fkm-surya4.pdf. Jumat, 11 Maret
2011 pkl 15.31
Tim Redaksi Pustaka Yustisia. 2010. Undang-Undang Kesehatan dan Rumah Sakit 2009.
Yogyakarta : Penerbit Pustaka Yustisia
Tulchinsky Ted., Varavikova Elena. The New Public Health (text book)