ANALISIS PAKET KEBIJAKAN EKONOMI JILID 1

ANALISIS PAKET KEBIJAKAN EKONOMI JILID 1

OLEH :
Noval Agra Smastama

130810101021

Muhammad Ilyas

130810101046

Muhammad Munif

130810101157

Fatchur Rozi

130810101173

Muhammad Bagus Prasetyo


JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER

130810101219

2015
Background:
Paket Kebijakan Ekonomi I disampaikan pada 9 September 2015. Fokusnya terletak pada
tiga hal, yakni meningkatkan daya saing industri, mempercepat proyek-proyek strategis nasional,
dan mendorong investasi di sektor properti. Untuk mendorong daya saing industri, Presiden
menyebutkan bahwa terdapat 89 dari 154 peraturan penghambat daya saing industri yang akan
dirombak. Kebijakan deregulasi ini diharapkan Presiden dapat menghilangkan tumpang tindih
antaraturan dan duplikasi kebijakan. Terkait percepatan proyek strategis nasional, Jokowi
memastikan pemerintah akan menghilangkan berbagai hal yang selama ini menyumbat
pelaksanaannya.
Hal yang dilakukan antara lain adalah penyederhanaan izin, penyelesaian masalah tata
ruang, percepatan pengadaan barang dan jasa, serta pemberian diskresi yang menyangkut
hambatan hukum Mengenai fokus yang ketiga, Pemerintah akan mendorong pembangunan
rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah. Selain itu, peluang investasi yang lebih besar di

sektor properti juga akan dibuka.Hal ini dilakukan untuk menggerakkan sektor riil yang
merupakan pondasi kemajuan perekonomian negara.

Analisis:
Paket Kebijakan Ekonomi jilid I disampaikan pada 9 September 2015. Adapun kebijakan
ekonomi jilid I tersebut terfokus pada tiga hal, yakni meningkatkan daya saing industri,
mempercepat proyek-proyek strategis nasional, dan mendorong investasi di sektor properti.
Untuk mendorong daya saing industri,
Sektor industri merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menggerakkan
pertumbuhan ekonomi sektor riil. Menurut Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis
barang-barang ekonomi bagi para penduduknya. Definisi ini memiliki tiga komponen utama
yaitu.: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-

menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan
ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam
barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan
adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh
ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
Sehingga menurut Kuznets


sektor industri yang bergerak dalam penyediaan barang

ekonomi sangat diperlukan dalam mebentuk pertumbuhan ekonomi yang kuat dalam jangka
panjang sehingga dengan begitu pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkesinambungan akan
dapat tercapai. Simon Kuznets juga menyinggung masalah teknologi, dalam penyediaan barang
ekonomi tersebut. Teknologi mmerupakan hal atau bagian yang sangat penting dalam
meningkatakan efektitivitas dan efisiensi ekonomi karena dengan teknologi juga akan
menciptakan produktivitas yang tinggi. Masalah teknologi dan perluasan penggunaan teknologi
merupakan salah satu kendala terbesar yang dihadapi oleh sektor industri di Indonesia. Oleh
karena itu, pemerintah dalam rangka meningkatkan ouput di sektor industri juga harus di dukung
melalui penggunaan dan teknologi yang luas. Langkah ini dapat ditempuh melalui kebijakan
insentif dan pelatihan bagi para pelaku sektor industri terutama sektor industri UMKM yang
dinilai kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah itu sendiri.
Selain perombakan kebijaka berupa insentif permodalan Kebijakan berupa birokasi
deregulasi juga diharpkan mampu menghilangkan tumpang tindih antar aturan dan duplikasi
kebijakan. Langkah ini dapat dilakukan melalui penyederhanaan izin sektor industri ,
penyelesaian masalah tata ruang, percepatan pengadaan barang dan jasa, serta pemberian
kelonggaran yang menyangkut hambatan hukum
Terkait percepatan proyek strategis nasional, Presiden Jokowi dan pemerintah perlu

menghilangkan berbagai hal yang selama ini menyumbat pelaksanaannya. Hal yang dilakukan
salah satunya melalui kebijakan kemudahan birokrasi. Mengenai fokus yang ketiga, Pemerintah
juga perlu mendorong pembangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah. Selain itu,
peluang investasi yang lebih besar di sektor properti juga perlu dibuka. Hal ini dilakukan untuk
menggerakkan sektor riil yang merupakan pondasi lompatan kemajuan perekonomian negara.
Untuk mendorong peningkatan investasi tersebut pemerintah perlu menjalankan
kebijakan fiskal yang ekspansif. Diantaranya perlu didukung melalui peningkatan pengeluaran
pemerintah pemerintah terutama investasi di sektor publik berupa penyediaan sarana dan

prasarana publik dalam mendukung daya dukung investasi di sektor swasta. Sedangkan untuk
penyediaan investasi di sektor properti pemerintah perlu menjalin hubungan dengan sektor
swasta.
Dari data yang kami himpun dari APBN 2015 menunjukkan bahwa bila dibandingkan
dengan negara Malaysia dan Thailand, Indonesia masih jauh tertinggal dalam
anggaran untuk fungsi ekonomi. Malaysia dan Thailand sudah di atas 20 persen
dari total anggaran belanja, sementara di Indonesia masih berkisar 8-9 persen.
Anggaran untuk fungsi ekonomi ini tercermin dari belanja modal, salah satunya
untuk infrastruktur.

Dari data yang dipublikasikan dalam APBNP menunjukkan


secara periodik sebenarnya anggaran untuk sektor infrastruktur bertambah,
tetapi

proporsi

peningkatan

kegiatan

untuk

pengeluaran

tersebut

perlu

ditingkatkan lagi.


Sumber: APBNP 2015, Departemen Anggaran Kemenkeu.
Jika dibandingkan dengan total komposisi pengeluaran negara, yang mencapai 1.984,1
Triliun rupiah anggaran tersebut masih rendah padahal Infrastruktur menjadi hal yang
paling krusial untuk dibenahi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) 2015 serta berguna untuk investasi masa depan. Selain itu, infrastruktur
yang baik juga mampu memperbaiki konektivitas antar wilayah dan antarpulau,
mempercepat

pemerataan

pembangunan

di

daerah

miskin

dan


tertinggal,

meningkatkan daya saing, dan kapasitas produksi. Sehingga, pemerintah perlu
memperkuat program-program menyangkut pelayanan dasar masyarakat dan
penguatan kapasitas
ekonomi melalui penyediaan infrastruktur darat, laut, udara, listrik, dan energi.

Sumber: APBNP 2015, Departemen Anggaran Kemenkeu
Adapun langkah kongkrit yang perlu dilakukan oleh pemerintahan saat ini terhadap tiga
poin kebijakan adalah sebagai berikut:
1. Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokrasi serta penegakkan
hukum dan kepastian usaha seperti yang telah dibahas sebelumnya.
2. Mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan antara
lain melalui:


Penyerderhanaan perijinan, termasuk didalmnya pemberian kemudahan ijin dalam
pendirian usaha untuk sektor investasi, termasuk didalamnya adalah diskresi
dalam penyelesaian hambatan dan perlindungan hukum




Penyelesaian tata ruang dan lahan dengan menerapkan kebijakan pembangunan
berkelanjutan yang berkelanjutan agar pembangunan proyek tersebut ramah
lingkungan dan memiliki dampak eksteraniltas positif bagi lingkungan.



Percepatan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Salah satunya dengan
pemberian insentif atau subsidi untuk sektor-sektor yang produktif..



Mendukung kepala daerah melaksanakan percepatan strategis nasional. Langkah
ini dapat dilakukan melalui menjalin hubungan yang kuat antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah, terkait dengan arah dan kebijakan pembangunan
ekonomi yang akan diambil.

3. Meningkatkan investasi disektor properti dengan mengeluarkan kebijakan yang
mendorong pembangunan perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan

rendah, disamping membuka peluang investasi yang lebih besar disektor properti. Nilai
real estate cukup tinggi. Data tersebut dapat dilihat dalam nilai pertumbuhan ekonomi
yang dilihat dari sektor lapangan usaha dalam APBN 2015 dibawah ini.

Sebenarnya kami melihat inti dari tujuan dari pemberlakuannya kebijakan ekonomi jilid 1 dapat
diproksi menjadi beberapa pont penting yaitu :
1. Menggerakan kembali sektor riil perekonomian Indonesia sperti peningkatan investasi di
sektor konstruksi dan properti sebagi bagian dari proyek strategi nasional.
2. Meningkatkan daya saing industri nasional untuk menghadapi dinamika ekonomi global
3. Mengembangkan koperasi dan usaha kecil menengah
4. Memperlancar distribusi dan perdagangan barang antar daerah dengan menerapkan rantai
pasokan yang efisien.
5. Menggairahkan sektor pariwisata sebagai salah satu kebijakan yang strategis dalam
meningkatan pendapatan nasional dan daerah mengingat sektor pariwisata masih belum
maksimal.
Penjelasan masing-masing kebijakan ekonomi tersebut dapat dijelaskan melalui analisis
dibawah ini.
Menggerakan kembali sektor riil perekonomian Indonesia seperti peningkatan investasi di
sektor konstruksi dan properti sebagi bagian dari proyek strategi nasional.
Direktur ADB untuk Indonesia Steven Tabor dari sebuah artikel berita online yang kami

baca meramalkan tentang tantangan dari kembalinya dana investasi ke luar negeri, atau
terjadinya (capital flow reversal). Ia melihat masuknya dana asing (capital inflow) ke Asia sudah
berkurang sejak pertengahan tahun lalu. Faktor utamanya, kata dia, karena risiko investasi di
negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market) meningkat sehingga investor
memilah menyimpan dananya di Amerika. Dia memaparkan arus modal keluar dari pasar
emerging market mencapai US$ 125 miliar pada kuartal pertama 2015. Seperti itulah keadaan
perekonomian dunia yang memang saat ini sedang mengalami perlambatan. Dari data dalam

APBNP 2015 menunjukkan bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi yang terjadi di tahun 2015
hanya sebesar 5,7 persen dari target awal dalam APBN 2015 yang mencapai 5,8 persen
Hal tersebutlah yang perlu diwaspadai, karena sampai saat ini semua kegiatan ekonomi
Indonesia masih sangat bergantung pada kondisi perekonomian dunia terutama tentang
kebutuhan akan modal asing yang masih sangat diperlukan, maka dari itu apabila perekonomian
dunia sedang mengalami kondisi yang tidak baik maka akan sangat berpengaruh kepada
perekonomian Indonesia saat ini.
Adapun pemerintahan Joko Widodo perlu menerapkan tiga langkah dalam mengatasi
ekonomi dunia yang sedang lesu tersebut, yaitu melalui :
1. Stabilisasi ekonomi makro melalui langkah kebijakan fiskal dan moneter berkoordinasi
bersama BI dan OJK. Kebijakan yang dapat dilakukan oleh otoritas moneter untuk
mendorong sektor riil salah satunya adalah dengan menjalankan kebijakan moneter

ekspansif yaitu penurunan BI rate. Dengan adanya penurunan BI Rate diharpkan bunga
kredit akan semakin kompetitif, sehingga sektor investasi atau sektor riil dapat
berkembang. Saat ini, kebijakan ini sudah direspon oleh BI dengan menurunkan tingkat
suku bunga acuannya pada tingkat 7 persen dari semula yang mencapai 7,5 persen.
2. Menggerakan ekonomi riil dengan langkah deregulasi dan debitokratisasi.
Tujuan diadakannya deregulasi adalah:
a. Memulihkan dan meningkatkan kegitatan industri, menghilangkan distorsi industri
yang membebani konsumen, beban regulasi dan birokrasi dihilangkan.
b. Menghilangkan gap daya saing industri (sistem pengupahan, penurunan harga gas,
BBG untuk nelayan, percepatan izin investasi listrik, angkutan, trade financing,
logistic center).
c. Industri nasional bertahan di pasar domestik dan berekspansi ke pasar ekspor.
Bentuk deregulasi dapat berupa:
a. Merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan duplikasi.
b. Menyelaraskan perarturan.
c. Melakukan konsistensi peraturan

Implementasi dari deregulai tersebut akan dilaksana melalui sebanyak 98 peraturan akan
direvisi dan diterbitkan (17 RPP, 11 Rancangan Perpres, 2 Rancangan Inpres, 63 Rancangan
Permen dan 5 aturan lainnya). Aturan yang akan direvisi maupun diterbitkan misalnya: fasilitas
investasi, penyederhanaan izin impor bahan baku (gula, garam, hortikultura, kertas kemasan),
pengurangan pemeriksaan fisik bahan baku impor dan produk ekspor, mengurangi hambatan
distribusi antar pulau.
Debirokratisasi dilakukan dengan cara menyederhanakan dan memudahkan perizinan,
mengoptimalkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), pelayanan perizinan melalui sistem
elektronik. Penegakan hukum dan kepastian usaha juga dilakukan melalui penyelesaian
permasalahan regulasi dan birokrasi, pemberantasan pungutan liar, sanksi yang tegas dan tuntas.
.Adapun dalam menggerakan ekonomi riil di Indonesia pemerintah juga perlu
menjalankan berbagai kebijakan diantaranya, yaitu:
a. Meningkatkan daya saing industri nasional dengan efiisiensi pengadaan bahan baku,
mengurangi beban industri nasional serta membuat ekspor lebih lancar.
b. Menjamin kepastian usaha dan pengembangan investasi dengan melakukan
deregulasi

sistem

pengupahan

dana

ketenagakerjaan,

pengadaan

lahan,

mempermudah investasi disektor kelistrikan dan debirokratisasi.
c. Kebijakan peningkatan kunjungan wisatawan melalui kebijakan bebas visa.
d. Deregulasi sektor energi dengan pembangunan kilang, kelancaaran pasokan sera
diversifikasi
Meningkatkan daya saing industri nasional untuk menghadapi dinamika ekonomi global
Gejolak ekonomi global dan kawasan sejak terjadinya krisi moneter tahun 1997/1998
berlanjut dengan krisis keuangan global tahun 2008 yang berpengaruh kepada kelesuan ekonomi
dunia yang sampai sekarang belum pulih, ditambah ketidaksiplinan dalam manfaatkan sumber
daya alam secara berkelanjutan, keterlambatan dalam membangun sumber daya manusia yang
unggul dan berintegritas, dan ketidakhati-hatian kita dalam memilih mitra modal dan teknologi
menyebabkan sektor industri kurang begitu berkembang.
Faktor diatas membuat industri nasional tidak berkembang dan cenderung terus menurun
perannya terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Selain itu ketergantungan industri kita terhadap
impor baik dalam ketertinggalan dalam infrastruktur, listrik dan ketidakjelasan status
ketersediaan lahan maupun belum terbangunnya konektivitas yang menghubungkan sumber-

sumber daya yang efisien, membuat industri nasional tidak optimal dalam memproduksi barangbarang yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen masyarakat dan barang world class di pasar
ekspor.
Solusi yang dapat dilakukan atau respon kebijakanya berupa, yaitu dengan memulihkan
industri agar tidak menimbulkan PHK yang banyak, meningkatkan daya saing industri yang
sejajar dengan industri yang efisien di negara-negara lain, sehingga menjadi daya tarik investasi
dan memberikan inisiatif baru untuk membangun keunggulan industri nasional. Deregulasi
dilakukan untuk membangkitkan kinerja industri dengan menghilangkan berbagai peraturan,
perizinan, dan birokrasi di berbagai kementrian dan lembaga yang menjadi beban waktu dan
biaya produksi menjadi kendala bagi masuknya investasi masyarakat, menjadi penghambat
kelancaran perdagangan dan menjadi mahalnya penyerapan bahan baku terutama dari hasil
pertanian, perikanan dan pertambangan. Peraturan-peraturan mengenai sistem pengupahan,
penurunan harga gas, pengelolaan sumber daya air, dan memberi insentif bagi pelayan jasa
angkut dan pelabuhan akan menambah daya saing industri tersebut.
Peraturan yang mendukung pengawasan kawasan industri yang atraktif, pusat logistik
berikat yang menyediakan yang menyediakan barang-barang kebutuhan industri dan penyangga
ekspor serta fasilitas yang mendukung pengembangan industri subtitusi impor barang FTA, tentu
menjadi tambahan keunggulan bagi industri.
Manfaat bagi semua itu tentu industri nasional menjadi tahan dan kuat menghadapi
dinamika ekonomi global segingga industri akan bekerja efisien dengan tingkat utilisasi yang
penuh dan produktifitas yang tinggi untuk menghasilkan barang-barang yang dapat bersaing
dengan barang-barang impor serta mampu melakukan diversifikasi produk dan pasar ekspor.
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Permasalahan koperasi umumnya terjadi karena masih terkesan rancu dalam fungsinya
sebagai lembaga usaha ekonomi atau sosial. Kebijakan-kebijakan yang berfungsi dalam
meningkatkan peranan koperasi sebagai badan usaha yang sejajar dengan badan usaha
profesional lain malah justru memperkokoh kerancuan fungsi koprasi tersebut sehingga koperasi
tidak mampu menyesuaikan diri dengan ragam kemajuan aktivitas bisnis modern dan menyerap
berbagain fasilitas untuk berkembang.

Dibidang UMKM, usaha skala mikro kecil dan menengah yang sangat lambat untuk
meningkatkan skala usahanya karena berbagai masalah konvensional yang tidak terselesaikan
secara tuntas seperti masalah kapasitas SDM. Kepemilikan, pembiayaan, pemasaran dan
sebagainya. Sehingga dapat dikatan koprasi dan UMKM tidak siap menghadapi masyarakat
ekonomi ASEAN
Untuk mengatasi masalah dibidang Koperasi dan UMKM tersebut pemerintah perlu
memangkas beban regulasi dan birokrasi untuk memperkuat fungsi koperasi sebgai lembaga
ekonomi, dan meningkatkan peran usaha mikro kecil dan menengah dalam berbagai kegiatan
ekonomi masyarakat serta menangkap peluang-peluang baru dalam kerjasama ekonomi kawasan.
Langkah selanjutnya adalah dengan mengeluarkan peraturan yang memperkuat kelembagaan
koperasi didaerah, memperluas kepemilikan dan permodalan, pengembangan kerjasama usaha,
pembiayaan syariah serta tetap peningkatan kapasitas dan kredibilitas.Mengeluarkan peraturan
yang menyediakan fasilitas kemudahan impor bagi koperasi dan UMKM

untuk

mengembangkan produk-produk tujuan ekspor.
Dari implementasi kebijakan tersebut diharapkan UMKM mampu berkembang secara
luas disemua daerah untuk memproduksi barang-barang kebutuhan masyarakat dan ekspor
termasuk produk-produk ekonomi kreatif yang menjadi produk hasil usaha kopreasi dan UMKM.
Sehingga Koperasi dan UMKM mampu bersaing dengan produk impor dan merambah pasar
ASEAN.
Memperlancar distribusi dan perdagangan barang antar daerah dengan menerapkan
rantai pasokan yang efisien.
Masalah akses terhadap sarana transportasi dan komunikasi merupakan salah satu
masalah utama yang dihadapi oleh negara kita, ditambah dengan kondisi geografis yang
memiliki banyak pulau, tentu menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam menerapkan rantai
pasokan yang efisien dalam memperlancar distribusi dan perdagangan barang atau jasa antar
daerah.
Selain itu, permasalahan perdagangan Indonesia yang dihadapi terkait dengan perdagangan luar
negeri adalah



Sejak dahulu porsi peranan perdagangan kita baik volume perdagangan maupun ekspor
dan impor tidak lebih dari satu persen nilai perdangangan dunia, bahkan sampai saat ini
Indonesia belum banyak mensuplai jenis produk yang dikonsumsi dunia.



Komposisi produk ekspor kita masih berkisar pada produk primer dan yang bernilai
tambah rendah. Sebaliknya produk-produk yang kita impor terus berkembang baik jenis,
volume maupun kecanggihan teknologinya.



Beban regulasi dan birokrasi menjadi kendala utama efisiensi perdaganagan dalam
memenuhi kebutuhan industri, konsumsi dan ekspor.



Untuk ekspor terdapat 53 peratiran yang mencakup 2.278 jenis barang. Sedangkan untuk
impor terdapat 79 peraturan yang mengatur 11.534 jenis barang sehingga sangat besar
intervensi regulasi dan birokrasi dalam kelancaraan perdagangan.



Begitu banyak identitas sebagai pelaku ekspor maupun impor serta begitu beragam
perizinan, rekomendasi, pemeriksaan dan persyaratan dokumen yang diwajibkan untuk
melakukan kegiatan ekspor dan impor.



Kemampuan bersaing dipasar global bukan semata dari faktor eksternal dan kapasitas
sumber daya manusia, melainkan beban regulasi dan birokrasi yang memperlambat
perebutan peluang bisnis.

Kemudian pemerintah diharpkan memberikan solusi dari permasalahan yang sudah dipaparkan
diatas salah satunya melalui,
 Memangkas peraturan, menyederhanakan berbagai perizinan dan mengurangi persyaratan
yang tidak relevan serta menghilangkan pemeriksaan yang tidak diperlukan yang selama
ini ditetapkan oleh 15 kementerian/lembaga atau 18 unit penerbit perizinan.


Deregulasi ini akan terus berlanjut sampai ke peraturan dan perizinan tingkat daerah.
Kelancaran perdagangan yang ditimbulkan dari pelaksanaan kebijakan deregulasi ini
tentu akan memperlancar distribusi barang di seluruh Indonesia serta meningkatkan daya
saing industri dan ekspor,

 c suatu pelayanan loket eloktronik tunggal dalam penyelesaian proses ekspor impor yang
menerapkan prinsip single submission, single processing dan single synchronous decision
making yang juga akan berlaku dalam kegiatan ekspor impor kawasan ASEAN.
Manfaat dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terhadapm permaslahan perdagangan di
Indonesia :


Efisiensi supply chain akan menyelesaikan kelangkaan barang diberbagai daerah,
menurunkan disparitas harga barang dan menurunkan inflasi serta akan membuka
peluang kerja yang lebih banyak.

Sektor Pariwisata
Masalah

:

a. Indonesia memiliki berbagai daya tarik wisata yang bertujuan untuk menyenangkan mata
(pemandangan), telinga (musik tradisional). Hidung (aroma bunga-bunga), lidah
(kuliner), dan kenyamanan lainnya(ekowisata, wisata religi, wisata bahari). Tetapi potensi
tersebut belum mampu digarap dengan maksimal.
b. Angka kunjungan wisata mancanegara di Indonesia masih lebih rendah di bawah
Singapura yang hanya memiliki wisata belanja sebagai atraksi, Paris yang menjual
fashion dari Eiffel Tower, bahkan Budapest yang hanya terkenal atas kerajinan bordirnya
c. Indonesia yang memiliki sungai dan laut yang luas disertai dengan pesona biodiversity,
marine sport dan shore, sand, dan sun di berbagai wilayah, tetapi tidak banyak kunjungan
wisata bahari, jauh dibandingkan dengan Thailand, Malaysia bahkan Singapura, apalagi
dengan wilayah great barrier reef.
d. Berbagai regulasi dan birokrasi menjadi kendala utama dalam pengembangan destinasi
wisata dan menarik pelancong bahari yang terkenal sebagai big spender tourist.
Kelompok sektor pariwisata sulit berkembang mungkin karena anggaran pemerintah
untuk sektor ini juga sangat kecil. Nampaknya pemerintah masih abai dalam membangun dan
memperhatikan sektor pariwisata ini, sehingga anggaran yang disediakana untuk pengembangan
sektor pariwisata dan ekonomi kreatif hanya mencapai 0,1 persen dari total seluruh anggaran
belanja pusat. Data lengkap dapat dilihat dari data dibawah ini.

Kebijakan

:

Salah satu kebijakan strategis yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan peraturan yang
menambah negara bebas visa, serta menghilangkan persyaratan yang menghambat dan
memperlambat kunjungan wisata.
Manfaat

:

a. Jika kebijakan tersebut dapat dijalankan secara konsekuen target kunjungan wisata
mancanegara yang mencapai 20 juta pada tahun 2019 seperti yang dicanangkan
pemerintah bukan tidak mungkin akan tercapai. Dengan begitu akan berdampak langsung
terhadap penerimaan devisa, industri kreatif, penignkatan kapasitas dan kesejahteraan
masyarakat terutama masyarakat pesisir untuk sektor pariwisata bahari.
b.

Penyerapan tenaga kerja langsung maupun tidak langsung akan meningkat di sektor
wisata terutama tenaga kerja instruktur diving dan snorkling, pemandu wisata, spa,
kuliner, dan sebagainya.

c. Usaha jasa perawatan dan penyewaan Yacht akan berkembang.