Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pencemaran Udara
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup R.I.

No.KEP-03/MENKLH/II/1991 menyebutkan : “Pencemaran udara adalah masuk
atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke udara
oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”.
Menurut Kumar (1987), pencemaran udara adalah adanya bahan polutan di
atmosfer yang dalam konsentrasi tertentu akan mengganggu kesetimbangan
dinamik atmosfer dan mempunyai efek pada manusia dan lingkungannya
(Mukono, 2008)
Pengertian lain dari pencemaran udara adalah terdapat bahan kontaminan
di atmosfer karena ulah manusia (man made). Hal ini untuk membedakan dengan
pencemaran udara alamiah dan pencemaran udara di tempat kerja (occupational
air pollution) (Mukono, 2008)
2.2


Sumber Pencemaran Udara Primer dan Sekunder

2.2.1

Sumber Pencemar Udara Primer
Terdiri atas senyawa kimia yang tidak berubah komposisinya, bentuk fisik

dan/atau bentuk senyawa kimia dari sumber pencemar ke udara dengan waktu
tinggal cukup lama dari waktu bulanan ke tahunan dan sangat stabil. Sumber
pencemar udara primer ialah karbondioksida (CO2), nitrogendioksida (NO2),

7

8

sulfurdioksida (SO2), partikulat, dan hidrokarbon.

Bahan


pencemar

Pb

dan

debu, karbonmonoksida (CO), metan (CH4), benzene (C6H6), sulfur dioksida
(SO2) termasuk partikulat merupakan sumber bahan pencemar primer.
Pencemaran udara primer terdiri atas bahan kimia berbahaya langsung masuk ke
dalam atmosfer (Suharto, 2010).
2.2.2

Sumber Pencemar Udara Sekunder
Yang dihasilkan di atmosfir oleh peristiwa reaksi kimia seperti hidrolisis,

oksidasi, dan reaksi fotokimia. Bahan pencemar udara sekunder diperoleh dari
sumber bergerak yang merupakan sumber emisi bergerak atau tidak tetap pada
suatu tempat dari kendaraan bermotor dan bahan kimia berbahaya yang terbentuk
dari senyawa lain dan dilepaskan ke udara. Gas buangan dari kendaraan yang
menggunakan bahan bakar fosil seperti bensin, minyak diesel, minyak tanah, batu

bara, dan gas alam. (Suharto, 2010).
2.3

Oleokimia
Oleokimia didefenisikan sebagai pembuatan asam lemak dan gliserin serta

turunannya baik yang berasal dari hasil pemecahan trigliserida yang dikandung
minyak atau lemak alami maupun yang berasal dari produk petrokimia. Produk
oleokimia dasar yang utama adalah asam lemak, ester asam lemak, alkohol asam
lemak, amina asam lemak, serta gliserol yang merupakan produk samping yang
juga tidak kalah pentingnya. (Salmiah, 2000).
Dari antara produk-produk oleokimia, asam lemak merupakan produk dari
bahan oleokimia yang terpenting yang digunakan dalam berbagai jenis reaksi
modifikasi kimia untuk menghasilkan berbagai produk alirnya yang berasal dari

9

turunan asam lemak, turunannya dapat diaplikasikan dalam industrial yang
berbeda.
Asam lemak banyak digunakan dalam pembuatan sabun, produk-produk

karet, kosmetika, lilin, dan bahan baku untuk produksi turunan amina asam lemak.
Disisi lain, aplikasi gliserol pada industri oleokimia juga sangat luas, yang
digunakan pada produk kosmetika, farmasi, bahan peledak, serta monogliserida
yang digunakan sebagai bahan pengemulsi. Hingga saat ini, umumnya sebagian
produk oleokimia ini diaplikasikan sebagai surfaktan pada produk-produk
kosmetika, toiletries, serta produk pencuci/pembersih, baik untuk kebutuhan
rumah tangga, maupun industri seperti tekstil, plastik, pertambangan, dan
pengolahan limbah cair pabrik. (Elisabeth, 1999). Hasil olahan oleokimia dapat
dibagi atas beberapa bahan dasar oleokimia dan turunannya yang dapat dilihat
pada gambar 1

Gambar 1. Diagram alur oleokimia
Sumber : (Richtler, 1984)

10

2.4

Industri Oleokimia
Industri Oleokimia Dasar menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan


Hidup No. 10 Tahun 2009 adalah industri yang memproduksi senyawa kimia
berupa Fatty Acid, Fatty Alcohol, Alkyl Ester, dan Gliceryn. Oleokimia adalah
bahan kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak melalui proses splitting
trigliserida (triacylgliserol) menjadi turunan asam-asam lemaknya dan gliserol.
Proses tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun enzymatis. (Ritonga, 2009).
Salah satu produk yang dihasilkan dari industri oleokimia adalah asam
lemak (fatty acid). Asam lemak ini mempunyai nilai jual yang lebih tinggi
sekaligus juga merupakan bahan dasar (bahan baku) bagi industri oleokimia,
misalnya industri sabun, cat, lilin, farmasi, kosmetik, dan lain-lain (Teguh, 2008).
Oleokimia adalah bahan kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak
melalui proses splitting trigliserida (triacylgliserol) menjadi turunan asam-asam
lemaknya dan gliserol. Proses tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun
enzymatis (Ritonga, 2009). Oleokimia dasar yang banyak diproduksi antara lain
fatty acids, fatty alcohols, fatty methyl ester, fatty amines dan gliserol. Oleokimia
dasar tersebut dapat diproses lebih lajut menjadi produk akhir yang mempunyai
nilai lebih tinggi.
Produksi oleokimia dasar yang telah dilakukan dalam industri melalui
proses termal, yaitu, melalui proses pemecahan lemak (fat splitting), esterifikasi,
transesterifikasi dan hidrogenasi. Alternatif lain untuk proses termal tersebut

adalah reaksi enzimatik yang memanfaatkan enzim lipase dari mikroorganisme
sebagai biokatalisatior bagi reaksi penguraian minyak/lemak (hidrolisis) menjadi

11

gliserin asam-asam lemak murni. Kemudian asam lemak hasil hidrolisis tersebut
difraksinasi dengan cara destilasi.
Produksi fatty acids melibatkan pretreatment dengan asam phospat untuk
menghilangkan phospatida. Umumnya untuk minyak inti sawit tidak memerlukan
pre-treatment, karena minyak tersebut relatif bersih. Namun untuk minyak sawit
mentah (CPO) diperlukan proses pre-treatment untuk menghilangkan gum dan
bahan padatan lainnya. Selanjutnya minyak dilakukan splitting dengan
menggunakan demineralized water. Produk yang dihasilkan berupa campuran
asam lemak dan glyserin sekitar 15%.
Campuran asam lemak dan gliserin dimurnikan untuk menghilangkan
warna, glyserida, bahan tak tersabunkan dan asam lemak yang terpolimer dengan
cara distilasi atau pemisahan asam-asamnya dengan distilasi fraksinasi. Proses
hidrogenasi dapat juga dilakukan untuk menghasilkan asam lemak jenuh dengan
kualitas tinggi. Asam lemak tersebut diatas dapat direaksikan lebih lanjut menjadi
produk oleokimia dasar lainnya seperti fatty methyl ester dan fatty alcohol.

Pembuatan methyl ester dapat melalui jalur esterifikasi yaitu reaksi antara asam
lemak dan methanol menggunakan katalis asam atau jalur transesterifikasi antara
minyak sawit dan methanol menggunakan katalis basa. Transesterifikasi minyak
menjadi methyl ester dapat dilakukan dalam satu step atau dua step tergantung
pada kualitas bahan baku yang digunakan. Jika bahan baku mengandung asam
lemak bebas > 5% maka proses perlu dilakukan dalam dua step yaitu step pertama
merubah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak menjadi esternya dan
kedua merubah minyak netral menjadi fatt methyl ester. Fatty alcohol dapat dibuat

12

dengan mereaksikan fatty methyl ester dengan hydrogen menggunakan katalis
logam.
2.5

Karakteristik Pekerja

2.5.1

Usia

Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur.

Semakin tua umur manusia maka semakin rentan atau berisiko seseorang terkena
penyakit (Suma’mur, 2009). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Roselina
(2014) yang menunjukkan bahwa responden yang berumur < 39 tahun lebih
banyak tidak mengeluh gangguan kesehatan daripada responden yang berumur ≥
39 tahun.
2.5.2

Lama Paparan
Berdasarkan hasil penelitian Chandra (2015) Lama paparan selama 24

jam/hari merupakan lama paparan maksimal dalam di kehidupan dalam satuan
jam/hari, sehingga jika terpapar dalam waktu maksimal maka akan semakin besar
pula peluang responden memiliki besar risiko yang tidak aman. Sesuai dengan
penelitian Ramadhona (2014) yang menunjukkan semakin lama seseorang
terpapar amonia semakin besar risiko kesehatan yang dapat diterima.
2.5.3

Masa Kerja

Semakin lama pekerja bekerja di suatu perusahaan maka Semakin lama

pekerja bekerja di suatu perusahaan maka makin sering pekerja tersebut terpapar.
Masa kerja seseorang pada suatu tempat kerja dapat mempengaruhi efek
akumulatif terhadap berbagai faktor resiko seperti biologi, fisika, dan kimia.

13

Semakin lama mereka telah bekerja semakin besar pula efek negatif yang dapat
diterima dari faktor resiko tersebut (Susanto, 2015).
2.5.4

Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan seseorang dalam

melakukan pekerjaannya untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu
baik yang berasal dari pekerja maupun lingkungan kerja. Alat ini berguna dalam
usaha mencegah atau mengurangi kemungkinan sakit atau cidera (Suma’mur,
1996).
Hal ini sesuai dengan penelitian Juniarto (2011) yang menyatakan bahwa

semakin sering memakai alat pelindung diri dalam bekerja maka frekuensi
kejadian gangguan kesehatan yang terjadi akan semakin kecil.
Ketentuan penggunaan alat pelindung diri diatur oleh peraturan
pelaksanaan UU No.1 tahun 1970 pada pasal 13 yaitu bahwa barang siapa yang
memasuki suatu tempat kerja diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan
kerja dan memakai alat pelindung diri yang diwajibkan. Jenis APD menurut
ketentuan tentang pengesahan, pengawasan, dan penggunaannya meliputi alat
pelindung kepala, alat pelindung telinga, alat pelindung muka dan mata, alat
pelindung pernafasan, pakaian kerja, sarung tangan, alat pelindung kaki, sabuk
pengaman, dan lain-lain (Suma’mur, 2009).
2.6

Jenis Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri untuk pekerja pengelola limbah dapat dibagi menjadi

berbagai jenis, yaitu :

14

(1) Alat Pelindung Kepala

Alat ini dapat berupa topi kepala yang berguna untuk melindungi kepala
dari benda-benda keras yang terjatuh, pukulan, benturan kepala, dan terkena arus
listrik. Tutup kepala yang berguna untuk melindungi kepala dari kebakaran.
(Hapsari, 2003)
(2) Alat pelindung Muka dan Mata (face shield)
Perlindungan ini harus diberikan untuk menjaga muka dan mata dari
percikan cairan pada kolam pengelolaan air limbah, kontak dengan gas atau uap
iritan terdiri dari kacamata pelindung dan safety goggles (Darmini, 2007).
(3) Alat Pelindung Tangan
Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bagian-bagian dari benda
tajam dan goresan, bahan-bahan kimia (padat dan larutan), benda-benda panas dan
dingin terdiri dari Sarung tangan (gloves) yang terbuat dari neoprene, karet, dan
PVC karet butil untuk melindungi tangan (Hapsari, 2003).
(4) Alat Pelindung Pernapasan
Alat pelindung pernapasan yang direkomendasikan bagi pekerja pengelola
limbah yang sering terpapar gas NH3 dan H2S adalah masker gas/ filter (catridge)
kimia. Masker gas juga dikenal sebagai alat pelindung pernapasan yang
memurnikan udara karena menyaring atau membersihkan gas kimia atau partikel
yang mungkin ada dari udara yang terhirup. Alat perlindungan pernapasan ini
terdiri dari masker dan sebuah filter dan tali yang mengencangkan masker ke
kepala. Masker gas hanya efektif jika digunakan dengan cartridge/filter yang
sesuai dengan bahan kimia atau biologi tertentu.

15

Khusus untuk gas amoniak (NH3) masker gas dilengkapi dengan kode
catridge N75004L series dan berwarna hijau yang berfungsi untuk melindungi
pekerja dari gas amonia dan metilamin. Sedangkan untuk gas H2S masker gas
dilengkapi dengan kode cartridge N75SC series dan berwarna kuning gelap yang
merupakan cartridge multifungsi melindungi dari paparan gas asam (H2S, Cl,
HCl, SO2, dan HF), amoniak, methylamine, dan formaldehid. (NIOSH, 2007).
2.7 Dampak Pencemaran Udara terhadap Kesehatan
2.7.1

Dampak Pencemaran Udara terhadap Pernapasan
Terdapat 5 (lima) gejala respiratorik yang sering timbul, yaitu batuk,

hemoptisis, sesak napas (breathlessness), napas berbunyi atau mengi (wheeze),
dan nyeri pleuritik.
1) Batuk
Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting untuk menjaga
jalan napas tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir
yang menumpuk pada jalan napas. Tidak hanya lendir yang akan disingkirkan
oleh refleks batuk tetapi juga gumpalan darah dan benda asing. Namun, sering
terdapat batuk yang tidak bertujuan untuk mengeluarkan lendir maupun benda
asing, seperti batuk yang disebabkan oleh iritasi jalan napas. Jalan napas dapan
menjadi hiperreaktif sehingga hanya dengan iritasi sedikit saja sudah dapat
menyebabkan refleks batuk. Daerah pada jalan napas yang peka terhadap
rangsangan batuk adalah laring, karina, trakea, dan bronkus utama. Selain pada
jalan napas, daerah yang juga dapat merangsang refleks batuk adalah pleura,

16

membrane timpani, dan terkadang iritasi pada visera juga menimbulkan refleks
batuk.
Mekanisme batuk memerlukan adanya penutupan glotis dan penigkatan
tekanan intratoraks (sebagai elemen eksplosif). Jika terdapat kelumpuhan pita
suara, elemen eksplosif batuk tidak terjadi dan keadaan seperti ini disebut sebagai
bovine cough. Paralisis motorik pada laring biasanya disebabkan oleh
terganggunya nervus laringeus rekuren kiri, karena terdapat karsinoma bronkial
pada region hilus kiri, aneurisma aorta karena sifilis, karsinoma esophagus,
karsinoma tiroid, atau dapat juga karena adanya pembengkakan mediastinum.
2) Sesak Napas
Sesak napas adalah gejala subjektif berupa keinginan penderita untuk
meningkatkan upaya mendapatkan udara pernapasan. Rasa dispnea buatan bisa
didapat jika menahan napas selama kurang lebih 45-60 detik, kemudian saat
menarik napas, saat itu timbul perasaan yang disebut dyspneic, yaitu kemauan
untuk menambah upaya bernapas. Seperti halnya rasa nyeri, dispnea sebagai
gejala sifatnya subjektif, tingkat keparahannya dipengaruhi oleh respon penderita,
kepekaan (sensitivitas) serta kondisi emosi. Tingkatan sesak napas (dispnea) dapat
dirasakan sangat berbeda oleh masing-masing penderita walaupun sebetulnya
kondisinya sama. Meskipun sifatnya subjektif, dispnea dapat ditentukan dengan
melihat adanya upaya bernapas aktif dan upaya menghirup udara lebih banyak.
Penyebab dispnea secara umum:


Sistem kardiovaskular : gagal jantung

17



Sistem pernapasan : PPOK, penyakit parenkim paru, hipertensi pulmonal,
kifoskoliosis berat, faktor mekanik di luar paru (asites, obesitas, efusi pleura)



Psikologis (kecemasan)



Hematologi (anemia kronik)

3) Mengi atau Wheeze
Mengi adalah napas yang berbunyi seperti bunyi suling yang menunjukkan
adanya penyempitan saluran napas, baik secara fisiologik (oleh karena dahak)
maupun secara anatomic (oleh karena konstriksi). Wheezing dapat terjadi secara
difus di seluruh dada seperti pada asma atau secara local seperti pada
penyumbatan oleh lendir atau benda asing. Wheezing juga dapat timbul saat
melakukan kegiatan agak berat (exercise induced). Jika Wheezing didahului oleh
batuk di malam hari saat tidur, mungkin disebabkan oleh aspirasi refluks
esophagus. Wheezing juga dapat disebabkan oleh central venous pooling akibat
adanya gagal jantung.
4) Nyeri Dada
Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina
pectoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat
progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan
pemeriksaan yang lebih lanjut dan penanganan serius.
5) Sakit Tenggorokan
Radang tenggorokan adalah infeksi pada tenggorokan (tekak) dan
kadangkala amandel. Penyebab lain diantaranya adala adanya polusi udara, alergi
musiman, dan rokok. Perubahan cuaca dan alergi musiman adalah penyebab yang

18

paling sering terjadi. Terutama banyak terjadi pada anak-anak dan infeksi ini
disebarkan melalui orang ke orang.
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
2.7.2 Dampak Pencemaran Udara terhadap Mata
1) Mata Berair (Lakrimasi)
Mata berair disertai merah bisa disebabkan oleh bakteri atau virus yang
menyebabkan mata meradang. Normalnya, air mata akan mengalir di bawah
kelopak mata dan turun melewati bagian hidung. Tetapi jika sistem aliran ini
terhambat oleh sesuatu, akan menyebabkan air mata menumpuk sehingga mata
terus berair.
Banyak penyebab mata berair seperti kelelahan, sindrom mata kering,
adanya infeksi di kelopak mata akibat debu, asap, bahan kimia, atau allergen lain.
Keluhan mata berair sering ditemukan pada pasien usia lanjut dengan udara dingin
atau panas, emosi, benda asing di kornea, erosi kornea, kelainan fungsi eksresi
lakrimal, kelelahan mata atau astenopia, radang kornea dan iris, glaukoma dan
konjungtivitis (Ilyas, 2008).
2) Mata Merah
Mata akan terlihat merah bila selaput putih mata yang ditutupi oleh selaput
lendir tertutup oleh pembuluh darah ataupun darah. Pembuluh darah selaput lendir
mata akan menjadi nyata atau melebar bila terjadi peradangan selaput lendir
(konjungtivitis), peradangan selaput bening mata (keratitis), radang selaput hitam

19

mata, peninggian tekanan bola mata mendadak, pecahnya pembuluh darah selaput
lendir (hematoma subkonjungtiva) (Ilyas, 1989).
3) Mata Gatal
Setiap peradangan selaput lendir mata akan memberikan rasa gatal yang
berat. Rasa gatal yang berat biasanya ditimbulkan oleh reaksi alergi selaput lendir
mata. Radang alergi dan radang lainnya pada selaput lendir akan memberikan rasa
gatal disertai dengan keluhan adanya belek dan kotoran mata (Ilyas, 2008)
4)

Mata Kotor atau Belek
Selaput lendir mata menutupi selaput putih mata yang terletak dibelakang

kelopak mata. Bila terjadi radang selaput lendir atau konjungtivitis maka mata
akan mengeluarkan kotoran atau yang disebut dengan belek. Belek atau secret
yang keluar bermacam-macam jenisnya dan sangat bergantung pada penyebab
peradangannya. (Ilyas, 1989).
2.8

Amonia (NH3)
Amoniak adalah gas tajam yang tidak berwarna terdiri dari 1 unsur

nitrogen (N) dan tiga unsur hydrogen (H3) dengan titik didih -33,5oC cairannya
mempunyai panas penguapan yang bebas yaitu 1,37 Kj/g pada titik didihnya
(EPA, 2004)
Emisi NH3 utama mulai terjadi dari sumber peternakan, pertanian, industri
dan sangat dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, dispersi dengan cepat di
atmosfer

menyebabkan

terjadinya

pencampuran

yang

baik

dengan

udara.Konsentrasi yang tinggi dapat terjadi pada sumber tertutup, hal ini
dikarenakan frekuensi ammonia mempunyai kecepatan pengendapan yang besar

20

(pada tanah semi natural dan hutan), bergantung pada kondisi permukaan tanah.
Sebaliknya, aerosol NH4+ umumnya memiliki kecepatan pengendapan yang kecil
dan dengan mudah dapat terbawa udara dengan jangkauan jarak tertentu
tergantung pada kondisi angin dan suhu udara (Sutton, 1993).
Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion
ammonium adalah bentuk transisi dari ammonia, ammonia banyak digunakan
dalam produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur kertas. Kadar
ammonia pada perairan biasanya kurang dari 0,1 mg/l (Neely, 1979).
2.8.1

Sifat-sifat Amonia
Amonia berwujud gas amoniak dan cairan dan amoniak dalam air disebut

amoniak hidroksida. Amoniak sangat mudah terbakar dan toksik. Amoniak sangat
mudah larut dalam air membentuk amoniak hidroksida. Gas amoniak dapat
menyebar di udara dengan bau menusuk hidung sangat tajam. Amoniak cair
sangat korosif dan jika terkena kulit manusia, maka terjadi iritasi kulit. (EPA,
2004). Amonia dalam keadaan gas murni (yaitu, anhidrat amonia). Amonia juga
komersial danbiasanya tersedia sebagai larutan berair; formulasi komersial yang
paling umum adalah 28-30% NH3 (Weast, 1988). Pada konsentrasi ini, amonia
membentuk larutan yang hampir jenuh dalam air.

21

Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Amonia
Sifat-sifat

Nilai

Berat molekul

17,03

Warna
Keadaan fisik
Titik lebur
Titik didih

Tidak berwarna
Gas pada suhu kamar
-77,7 oC
-33, 35 oC

Massa jenis:
Gas
Larutan
Cairan
Bau

0,7110 g/L
0,89801( 20oC) g/L
0,6818 g/L (-33,35 oC, 1 atm)
Tajam, sangat mnjengkelkan

Keasaman (pka)
Kebasaan (pkb)
Sumber: ASTDR (2004)

9,25
4,75

2.8.2 Sumber Amonia
Sumber utama gas amonia adalah industri kimia, kilang minyak, tungku
batu bara, kandang ternak, dan pembakaran bahan bakar. (Chand, 2004).
Amonia di atmosfer berasal dari berbagai sumber, antara lain berasal dari
dekomposisi kotoran , industri pembuatan pupuk, dan penggunaan pupuk. Dari
sumber tersebut amonia ditemukan di udara, tanah, dan air. Amonia ditemukan
berbentu gas di dekat lokasi limbah industri, di larutan air kolam atau badan air
dekat limbah, dan amonia jugaditemukan melekat pada partikel tanah di area
pembuangan limbah (Roney, 2004).

22

2.8.3

Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan Manusia
.Kadar amonia yang tinggi atau diatas 50 ppm dapat mengakibatkan iritasi

pada mata dan hidung, iritasi tenggorokan, batuk, nyeri dada hingga sesak nafas.
(EPA, 2004).
Pekerja dapat terpapar amonia dengan cara terhirup gas ataupun uapnya,
tertelan ataupun kontak dengan kulit, pada umumnya adalah melalui pernafasan
(dihirup). Amonia dalam bentuk gas sangat ringan, lebih ringan dari udara
sehingga dapat naik, dalam bentuk uap, lebih berat dari udara, sehingga tetap
berada di bawah. Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar dengan amonia
tergantung pada jalan terpaparnya, dosis, dan lama pemaparannya. Gejala-gejala
yang dialami dapat berupa mata berair dan gatal, hidung iritasi, gatal dan sesak,
iritasi tenggorokan, kerongkongan, dan jalan pernafasan terasa panas dan kering,
batuk-batuk. Pada dosis tinggi dapat mengakibatkan kebutaan, kerusakan paruparu, bahakan kematian, amonia juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit
(Imelda, 2007)
Efek merugikan yang paling penting dari paparan berlebihan amonia pada
manusia disebabkan oleh sifat iritasi dan korosifnya. Paparan gas amonia
menyebabkan luka bakar pada saluran pernapasan, kulit, dan mata. Amonia larut
dalam cairan yang ada di dalam kulit, selaput lendir, dan mata. (ASTDR, 2004).

23

Tabel 2.2 Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan Manusia
Konsentrasi
Efek bagi Manusia
0,5 – 1,0 ppm
25 – 50 ppm

Bau mulai tercium
Bau
dapat
ditandai,
pada
umumnya tidak menimbulkan dampak

50 – 100 ppm

Mengakibatkan iritasi ringan pada
mata, hidung dan tenggorokan, toleransi
dapat terjadi dalam 1-2 minggu tanpa
member dampak
Menimbulkan iritasi tingkat menengah
pada mata, tidak menimbulkan dampak
yang lebih parah selama kurang dari 2
jam
Mengakibatkan
iritasi
tingkat
menengah pada tenggorokan
Merupakan kadar yang memberikan
dampak
bahaya
langsung
pada
kesehatan
Bahaya tingkat menengah pada mata
Dampak
langsung
pada
jalan
pernapasan
Mengakibatkan laryngospasm
Mengakibatkan nekrosis dan kerusakan
jaringan permukaan jalan pernapasan,
sakit pada dada, edema paru, dan
bronchospasm
Berakibat fatal dapat mengakibatkan
kematian mendadak

140 ppm

400 ppm
500 ppm

700 ppm
1000 ppm
1700 ppm
2500 ppm- 5000 ppm

5000 ppm
Sumber: Makarovsky (2008)

2.8.3.1 Dampak Amonia pada Pernapasan
Amonia merupakan zat iritan pada saluran pernapasan atas manusia.
Eksposur ke tingkat melebihi 50 ppm mengakibatkaniritasi langsung pada hidung
dan tenggorokan. Namun, toleransi terhadap amonia berkembang dengan paparan
berulang. Paparan pada konsentrasi udara 250 ppm dapat tertahankan bagi
kebanyakan orang selama 30-60 menit. Paparan akut pada tingkat yang lebih

24

tinggi (500 ppm) telah terbukti meningkatkan volume pernapasan per menit.
(Roney, 2011)
Paparan yang tidak disengaja pada aerosol yang terkonsentrasi garam
amonium atau konsentrasi tinggi dari gas amonia dapat mengakibatkan luka
bakarpada nasofaring dan trakea, obstruksi jalan napas dan gangguan pernapasan,
bronkiolus dan edema alveolar. Uap amonia mudah larut dalam kelenjar yang ada
pada kulit, mata, orofaring dan paru-paru membentuk amonium hidroksida yang
kemudian terpisah untuk menghasilkan ion hidroksil. ( Kerstein, 2001).
Pajanan kronistingkat rendah amonia di udara (

Dokumen yang terkait

Analisa Kadar H2S (Hidrogen Sulfida) Dan Keluhan Kesehatan Saluran Pernapasan Serta Keluhan Ititasi Mata Pada Masyarakat Di Kawasan PT. Allegrindo Nusantara Desa Urung Panei Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun Tahun 2013

1 52 97

Penambahan Mikroba Pengurai Limbah Pada Manur Untuk Menurunkan Kadar Gas Amonia Dan Hidrogen Sulfida Di Peternakan Babi Di Bali

1 11 4

Faktor-Faktor Risiko Paparan Gas Amonia dan Hidrogen Sulfida terhadap Keluhan Gangguan Kesehatan Pada Pemulung di TPA Jatibarang Kota Semarang.

0 5 16

Pemurnian Biogas Dari Gas Pengotor Hidrogen Sulfida (H2S) Dengan Memanfaatkan Limbah Geram Besi Proses Pembubutan.

0 0 12

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 2 18

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 0 2

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 1 6

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017 Chapter III VI

1 5 46

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

3 8 3

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 1 30