Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi

keluaran (output). Pengamatan terhadap sumber pencemar sektor industri dapat
dilaksanakan pada masukan, proses, maupun pada keluarannya dengan melihat
spesifikasi dan jenis limbah yang diproduksi. Pencemaran yang ditimbulkan oleh
industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung
bahan pencemar. Bahan pencemar keluar bersama-sama dengan bahan buangan
(limbah) melalui media udara, air, dan tanah yang merupakan komponen
ekosistem alam. Bahan buangan yang keluar dari pabrik dan masuk ke lingkungan
dapat diidentifikasikan sebagai sumber pencemaran yang perlu diketahui jenis
bahan pencemar yang dikeluarkan, kuantitas dan jangkauan pemaparannya
(Philip, 2013).
Daerah industri banyak beroperasi berbagai pabrik seperti kimia, semen,
kayu lapis, pembangkit listrik maupun yang lainnya. Kegiatan industri tersebut
potensial dalam menghasilkan bahan pencemar udara (Mukono, 2008).
Salah satu gas yang berperan dalam menimbulkan pencemaran udara

adalah gas amonia (NH3). Amonia di atmosfer berasal dari berbagai sumber,
antara lain berasal dari dekomposisi kotoran, industri pembuatan pupuk, proses
pemurnian minyak bumi, peternakan, dan penggunaan pupuk (EPA, 2004).
Sumber amonia ditemukan di udara, tanah, dan air. Amonia ditemukan
berbentu gas di dekat lokasi limbah industri, di larutan air kolam atau badan air

1

2

dekat limbah, dan amonia juga ditemukan melekat pada partikel tanah di area
pembuangan limbah (EPA, 2004).
Selain paparan gas amonia, pekerja yang bekerja di industri tertentu dapat
terkena paparan hidrogen sulfida pada tingkat yang lebih tinggi daripada populasi
umum. Industri-industri ini termasuk rayon pabrik manufaktur tekstil, pulp dan
kertas, minyak bumi dan operasi pengeboran gas alam, dan pengolahan air limbah
pabrik (ATSDR, 2016).
Amonia (NH3) adalah gas yang tidak berwarna namun berbau menyengat
dan bersifat korosi. Gas amonia mulai tercium/terdeteksi pada kadar 0,003 ppm.
Kadar amonia yang tinggi atau diatas 50 ppm dapat mengakibatkan iritasi pada

mata dan hidung, iritasi tenggorokan, batuk, nyeri dada hingga sesak nafas.
(Arwood R,H.J dan Ward GG,1985 dalam EPA, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2007) tentang
Analisa Dampak Gas Amonia dan Klorin Pada Faal Paru Pekerja Pabrik Sarung
Tangan Karet "X" Medan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : di bagian
amonia terdapat keluhan berupa tenggorokan kering (80%), jalan pernapasan
kering (73.3%), mata perih (66.67%), iritasi hidung dan batuk (53.3%), dan
pingsan (6.67%). Hasil pemeriksaan udara menunjukkan bahwa kadar pada
lingkungan kerja masih berada dibawah ambang batas menurut Permenaker No.
13 Tahun 2011 ( 25 ppm ), yaitu gas amonia di bagian amonia sebesar 1.7 ; 1.9,
dan 3.5 ppm.
Hasil penelitian Sianipar (2009), paparan H2S dalam konsentrasi rendah
dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan efek permanen seperti

3

gangguan saluran pernapasan, sakit kepala dan batuk kronis. Efek kronis tersebut
terbukti dalam sebuah studi pabrik kertas di Finlandia, diperoleh dampak kronis
karena polutan H2S dalam konsentrasi rendah. Nilai rata – rata konsentrasi H2S di
Varkaus, Finlandia sebesar 1,4 – 2,2 ppb (2-3 µg/m3 ), 17,3 ppb (24 µg/m3 ) dan

109,4 ppb (152 µg/m3 ). Dilaporkan di Varkaus kejadian batuk, infeksi pada
saluran pernapasan dan sakit kepala lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
tetangganya (Parti-Pellinen, et. Al 1996) dalam Sianipar (2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarjani (2013) tentang Analisa
Kualitas Udara dan Keluhan Saluran Pernapasan serta Keluhan Iritasi Mata pada
Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi, Sumatera
Utara Tahun 2013 diperoleh hasil tertinggi untuk kadar NH3 dan H2S yang berada
pada kandang sapi pedet yakni sebesar 0,2002 ppm dan 0,01289 ppm. Pada 41
orang pekerja, terdapat 15 orang yang memiliki keluhan saluran pernapasan dan
12 orang yang memiliki keluhan iritasi mata selama bekerja di peternakan sapi
PT. Prima Indo Mandiri.
Proses pengelolaan limbah menimbulkan bau NH3 dan H2S yang dapat
menimbulkan iritasi mata dan sesak napas. Bau pada sistem pengelolaan limbah
cair timbul karena adanya kegiatan mikroorganisme yang menguraikan zat
organik untuk menghasilkan gas tertentu. Bau juga timbul karena reaksi kimia
yang menimbulkan gas. Kuat lemahnya bau yang ditimbulkan tergantung pada
jenis dan banyaknya gas yang dihasilkan (Mukono, 2007).
Industri oleokimia merupakan salah satu industri yang dapat menghasilkan
gas NH3 dan H2S dalam pengelolaan limbah cairnya karena seperti yang diketahui


4

gas-gas tersebut dapat ditemukan pada fasilitas pengolahan air limbah dan kolam
pengolahan limbah cair (Roney, 2004). Industri oleokimia adalah industri antara
yang berbasis minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Dari
kedua jenis produk ini dapat dihasilkan berbagai jenis produk antara sawit yang
digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan
ataupun non pangan. Di antara kelompok industri antara sawit tersebut salah
satunya adalah oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl
ester, glycerol). Produk-produk tersebut menjadi bahan baku bagi industri seperti
farmasi, toiletries, dan kosmetik (Gumbira-Sa’id, 2010).
PT. X Kota Batam merupakan perusahaan oleokimia penghasil alkohol
berbahan dasar minyak nabati. Alkohol yang dihasilkan digunakan sebagai bahan
baku pembuatan shampo, deterjen, kosmetik, cat dan bahan pelapis, pelumas,
serta tinta cetak.
Dalam proses pengelolaan limbah cair di departemen utility PT. X Kota
Batam, khususnya pada pengelolaan biologi melalui proses aerob dan anaerob,
mengeluarkan gas-gas yang menimbulkan bau seperti amoniak (NH3) dan
hidrogen sulfida (H2S) yang dihasilkan dari proses metabolisme bakteri.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 3 Februari

2017. Pekerja yang bekerja di bagian pengelolaan limbah cair tersebut sering
mengalami keluhan kesehatan yaitu iritasi mata berupa mata perih, mata berair,
serta gangguan pernapasan berupa sesak napas, dan batuk yang diakibatkan oleh
paparan gas amoniak (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) tersebut.

5

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas bahwasanya sektor industri oleokimia

mengeluarkan bahan pencemar di udara dari proses pengelolaan limbah cairnya
yaitu gas amoniak (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) yang mengakibatkan pekerja
yang bekerja di area tersebut mengalami keluhan kesehatan berupa iritasi mata
dan gangguan pernapasan, untuk itu perlu dilakukan penelitian yang berjudul
“Analisis Kadar Gas Ammonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) serta Keluhan
Kesehatan Pada Pekerja Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility
PT. X Kota Batam Tahun 2017”
1.3


Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Mengetahui kadar gas ammonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) serta

keluhan kesehatan pada pekerja pengelola limbah di IPAL Departemen Utility PT.
X kota Batam tahun 2017
1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui kadar gas ammonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) yang
ada di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam.
2. Mengetahui distribusi karakteristik responden yaitu umur, masa kerja,
lama paparan, jam kerja, riwayat merokok, dan penggunaan alat pelindung
diri pekerja pengelola limbah yang bekerja di IPAL Departemen Utility
PT. X Kota Batam.


6

3. Mengetahui keluhan kesehatan yang berupa keluhan saluran pernapasan
dan iritasi mata pada pekerja pengelola limbah di IPAL Departemen
Utility PT. X Kota Batam.
1.4

Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan kepada pihak PT. X tentang dampak ammonia dan
hidrogen sulfida pada kesehatan pekerja, sehingga dapat segera mengambil
tindakan untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan.
2. Memberikan informasi pada pekerja tentang efek gas amonia dan hidrogen
sulfida terhadap keluhan kesehatan yang berupa gangguan saluran
pernapasan dan iritasi pada mata.
3. Menambah wawasan berpikir dan pengalaman bagi penulis yang
berhubungan dengan analisis kadar gas ammonia (NH3) dan hidrogen
sulfida (H2S) serta keluhan kesehatan yang berupa gangguan saluran
pernapasan dan iritasi mata pada pekerja yang bekerja di Departemen
Utility PT. X Kota Batam.


Dokumen yang terkait

Analisa Kadar H2S (Hidrogen Sulfida) Dan Keluhan Kesehatan Saluran Pernapasan Serta Keluhan Ititasi Mata Pada Masyarakat Di Kawasan PT. Allegrindo Nusantara Desa Urung Panei Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun Tahun 2013

1 52 97

Penambahan Mikroba Pengurai Limbah Pada Manur Untuk Menurunkan Kadar Gas Amonia Dan Hidrogen Sulfida Di Peternakan Babi Di Bali

1 11 4

Faktor-Faktor Risiko Paparan Gas Amonia dan Hidrogen Sulfida terhadap Keluhan Gangguan Kesehatan Pada Pemulung di TPA Jatibarang Kota Semarang.

0 5 16

Pemurnian Biogas Dari Gas Pengotor Hidrogen Sulfida (H2S) Dengan Memanfaatkan Limbah Geram Besi Proses Pembubutan.

0 0 12

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 2 18

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 0 2

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

2 12 24

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017 Chapter III VI

1 5 46

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

3 8 3

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 1 30