Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Parkir Terhadap Pencantuman Klausula Baku (Studi Kasus PT. Sky Parking)

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN PENGGUNA JASA DAN
PELAKU USAHA

A. Pengertian Konsumen
Praktis sebelum tahun 1999, hukum positif Indonesia belum mengenal
istilah konsumen. Namun demikian, hukum positif Indonesia berusaha untuk
menggunakan istilah yang pengertiannya berkaitan dengan konsumen. Variasi
penggunaan istilah yang berkaitan dengan konsumen tersebut mnegacu kepada
perlindungan konsumen, namun belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum
tentang hak-hak konsumen.
Menurut Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK), menyebutkan konsumen
adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau
consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer adalah setiap
orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti
menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula


18

Universitas Sumatera Utara

19

Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai
atau konsumen.14
Perlakuan hukum yang lebih bersifat mengatur dan/atau mengatur dengan
diimbuhi perlindungan, merupakan pertimbangan tentang perlunya pembedaan
dari konsumen itu. Az. Nasution menegaskan beberapa batasan tentang
konsumen, yakni:15
1.

Konsumen, adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa
digunakan untuk tujuan tertentu;

2.

Konsumen antara, adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau

jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk
diperdagangkan (tujuan komersial);

3.

Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan
menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan
hidup pribadi, keluarga, dan/atau rumah tangga dan tidak untuk di
perdagangkan kembali (nonkomersial).
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan oleh penulis dapat

disimpulkan bahwa konsumen adalah pihak yang memakai, membeli, menikmati,
menggunakan barang dan/atau jasa dengan tujuan untuk kepentingan pribadi,
keluarga, dan rumah tangganya. Menurut Pasal 1 ayat (2) UUPK dikenal istilah
konsumen akhir dan konsumen antara.

14

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta, Diadit Media,
2001, hlm. 3.

15
Ibid. hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara

20

Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu
produk, sedangkan Konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu
produk sebagai bagian dari proses produksi lainnya. Maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian konsumen dalam UUPK adalah Konsumen akhir.
Bagi konsumen akhir (selanjutnya disebut konsumen), mereka memerlukan
produk konsumen yang aman bagi kesehatan tubuh atau keamanan jiwa, serta
pada umumnya untuk kesejahteraan keluarga atau rumah tangganya. Karena itu
yang diperlukan adalah kaidah-kaidah hukum yang menjamin syarat-syarat aman
setiap produk konsumen berupa barang dan/atau jasa yang dilengkapi dengan
informasi yang benar, jujur, dan bertanggung jawab.
Karena pada umumnya konsumen tidak mengetahui dari bahan apa suatu
produk itu dibuat, bagaimana proses pembuatannya serta strategi pasar apa yang
dijalankan untuk mendistribusikannya, maka diperlukan kaidah hukum yang dapat

melindungi.

Perlindungan

itu

sesungguhnya

berfungsi

menyeimbangkan

kedudukan konsumen dan pelaku usaha.16
Pengertian konsumen dalam UUPK diatas lebih luas dibanding dengan dua
(dua) rancangan undang-undang perlindungan konsumen lainnya, yaitu pertama
dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diajukan oleh
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menyebutkan bahwa, Konsumen
adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi

16


Celina Tri Siwi Kristityanti, Op.cit, hlm. 26.

Universitas Sumatera Utara

21

kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk
diperdagangkan kembali.17
Sedangkan yang kedua dalam naskah final Rancangan Akademik UndangUndang Tentang Perlindungan Konsumen yang disusun oleh Fakultas Hukum
Univeristas Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan
Perdagangan Departemen Perdagngan RI menentukan bahwa, konsumen adalah
setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak
untuk diperdagangkan.
Dapat diketahui pengertian konsumen dalam UUPK lebih luas daripada
pengertian konsumen pada kedua Rancangan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yang telah disebutkan terakhir ini, karena dalam UUPK juga meliputi
pemakaian barang untuk kepentingan makhluk hidup lain. Hal ini berarti bahwa
UUPK dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang bukan manusia
(hewan, maupun tumbuh-tumbuhan). Pengertian konsumen yang luas seperti ini,

sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas-luasnya kepada
konsumen. Walaupun begitu masih perlu disemprunakan sehubungan dengan
penggunaan istilah “pemakai” demikian pula dengan eksistensi “badan hukum”
yang tampaknya belum masuk dalam pengertian tersebut.
Keadaan seimbang di antara para pihak yang saling berhubungan, lebih
menerbitkan keserasian dan keselarasan materiil, tidak sekedar formil, dalam

17

Ahmadi Miru, Op.cit, hlm 5.

Universitas Sumatera Utara

22

kehidupan masyarakat Indonesia sebagaimana dikehendaki olehb falsafah bangsa
dan negara ini.18
Pengertian Konsumen menurut Pasal 1 ayat (2) UUPK mengandung unsurunsur sebagai berikut:19
1. Setiap Orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus

sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Maksudnya adalah perorangan dan
termasuk juga badan usaha (badan hukum atau non badan hukum).
Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk pelaku usaha dalam
Pasal

1angka

(3)

UUPK,

yang

secara

eksplisit

membedakan

kedua


pengertian(persoon)di atas, dengan menyebutkan kata-kata orang perseorangan
atau badan usaha. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen
itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga
badan usaha dengan makna lebih luas daripada badan hukum.20
UUPK tampaknya berusaha menghindari penggunaan kata produsen
sebagai lawan kata konsumen. Untuk itu, digunakan kata pelaku usaha yang
bermakna lebih luas. Istilah terakhir ini dipilih untuk memberi arti sekaligus bagi
kreditur (penyedia dana), produsen, penyalur, penjual, dan terminology lain yang
lazim diberikan. Bahkan, untuk kasus-kasus yang spesifik seperti dalam kasus

18

Az. Nasution, Ibid.
Shidarta, Op.cit, hlm. 4.
20
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hlm. 5.
19

Universitas Sumatera Utara


23

periklanan, pelaku usaha ini juga mencakup perusahaan media, tempat iklan itu
ditayangkan.21
2. Pemakai
Pasal 1 ayat (2) UUPK menegaskan bahwa UUPK menggunakan kata
pemakai untuk pengetian konsumen sebagai konsumen akhir (end user). Hal ini
disebabkan karena

pengetian pemakai

lebih luas, yaitu semua

orang

mengkonsumsi barang dan/atau jasa untuk diri sendiri.
Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan
tersebut, sekalihus menunjukan, barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta
merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya sebagai konsumen tidak selalu harus

memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang
dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan
pelaku harus kontraktual (the privity of contract).22
Konsumen memang tidak sekedar pembeli (buyer atau koper) tetapi semua
orang (perorangan atau badan usaha) yang mengonsumsi jasa dan/atau barang.
Jadi, yang paling penting terjadinya suatu transaksi konsumen (cosumer
transaction) berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan
kenikmatan dalam menggunakannya. 23
Mengartikan konsumen dalam arti sempit, seperti hanya sebagai orang yang
mempunyai hubungan kontraktual pribadi (in privity of contract) dengan produsen

21

Celina Tri Siwi Kristityanti, Op.cit, hlm. 27.
Shidarta, Op.cit, hlm 5.
23
Celina Tri Siwi Kristityanti, Ibid, hlm 28.
22

Universitas Sumatera Utara


24

atau penjual adalah cara pandang seperti itu telah ditinggalkan, walaupun baru
dilakukan pada awal abad ke-20. Konsumen tidak lagi diartikan sebagai pembeli
dari suatu barang dan/atau jasa, tetapi termasuk bukan pemakai langsung asalkan
ia memang dirugikan akibat penggunaan suatu produk.24
3. Barang dan/atau Jasa
Barang

yaitu

segala

macam

benda

(berdasarkan

sifatnya

untuk

diperdagangkan) dan dipergunakan oleh konsumen. Jasa yaitu layan berupa
pekerjaan atau prestasi yang tersedia untuk digunakan oleh konsumen.
UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun
tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan
maupun

tidak

dapat

dihabiskan,

yang dapat

diperdagangkan,

dipakai,

dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. UUPK tidak menjelaskan
perbedaan istilah-istilah dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan.25
Sementara itu UUPK memberikan pengertian jasa diartikan sebagai setiap
layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat
untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian disediakan bagi masyarakat,
menunjukan bahwa jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya, harus
lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus
(tertutup) dan individual, tidak tercakup dalam pengertian tersebut.26

24

Ibid.
Ibid, hlm. 29.
26
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hlm. 14.
25

Universitas Sumatera Utara

25

4. Yang Tersedia Dalam Masyarakat
Barang dan/atau jasa yang akan ditawarkan atau diperdagangkan telah
tersedia di pasaran, sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk
mengkonsumsinya. Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini, syarat
itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen.27
5. Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup Lain.
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain dan mahluk hidup. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba
untuk memperluas pengertian kepentingan.
Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga,
tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntungkan bagi orang lain (di luar diri
sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain seperti hewan dan
tumbuhan. Dari sisi teori kepentingan, setiap tindakan manusia adalah bagian dari
kepentingannya.28
6. Barang dan/atau Jasa Itu Tidak Untuk Diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK dipertegas, yaitu hanya konsumen akhir
sehingga maksud dari pengertian ini adalah konsumen tidak memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang telah diperolehnya, Namun untuk dikonsumsi sendiri.
Peraturan

perundang-undangan

negara

lain,

memberikan

berbagai

perbandingan. Umumnya dibedakan antara konsumen antara dan konsumen akhir.
27
28

Celina Tri Siwi Kristityanti, op.cit, hlm. 29.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op. cit, hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara

26

Dalam merumuskannya, ada yang secara tegas mendefinisikannya dalam
ketentuan umum perundang-undangan tertentu, ada pula yang termuat dalam pasal
tertentu bersama-sama dengan pengaturan sesuatu bentuk hubungan hukum.29
B. Hak dan Kewajiban Konsumen
Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh
karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi
yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih hakhaknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen
sesungguhnya identic dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hakhak konsumen.30
Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu:31
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);
2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to informed);
3. Hak untuk memilih (the right to choose); dan
4. Hak untuk didengar (the right to be heard).
Empat

hak

dasar

ini

diakui

secara

internasional

dan

dalam

perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The
Internastional Organization of Consumers Unions (IOCU) menambahkan lagi

29

Shidarta, Op. cit, hlm. 9-10.
Celina Tri Siwi Kristityanti, Op. cit, hlm. 30.
31
Shidarta, Op. cit. hlm. 16-27.
30

Universitas Sumatera Utara

27

beberapa hak, seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan
ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.32
Menurut Pasal 4 UUPK terdapat delapan hak yang tertuang secara tegas,
sementara satu hak terakhir dirumuskan secara terbuka. Hak-hak konsumen
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya,
miskin dan status sosial lainnya;

32

www.hukumonline.com, MA Tetap Larang Pengelola Parkir Terapkan Klausula Baku,
http://www.hukumonline.com/MA-tetap-larang-pengelola-parkir-terapkan-klausula-baku, diakses
tanggal 2 April 2017.

Universitas Sumatera Utara

28

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian. Apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Selain terdapat pengaturan mengenai hak-hak konsumen juga terdapat
pengaturan mengenai kewajiban konsumen. Dalam memberikan perlindungan
hukum tidak hanya ditujukan kepada konsumen, akan tetapi juga harus
diperhatikan kewajiban dari konsumen yang merupakan hak bagi pelaku usaha
sehingga tidak merugikan pelaku usaha.
Hak konsumen ini perlu diketahui oleh masyarakat luas sebagai konsumen
untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan terhadap konsumen. Adanya
hak terdapat juga kewajiban-kewajiban konsumen sebagaimana yang tercantum di
Pasal 5 UUPK, yakni:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
Adanya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi
dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan
dan keselamatan, merupakan hal penting mendapat pengaturan.. Pentingnya
kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara

Universitas Sumatera Utara

29

jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang
telah disampaikan kepadanya.
Menyangkut kewajiban konsumen beriktikad baik hanya tertuju pada
transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena
bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat
melakukan

transaksi

dengan

produsen.

Berbeda

dengan

pelaku

usaha

kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang
dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha).
Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakatai
dengan pelaku usaha adalah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya demikian.
Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah kewajiban
konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru, sebab sebelum
diundangkannya

Undang-Undang

Perlindungan

Konsumen

hampir

tidak

dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata,
sementara dalam kasus pidana tersangka/terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh
aparat kepolisian dan/atau kejaksaan. 33
Untuk

dapat

meminimalisir

sengketa

dalam

menjalankan

hak,

pelaksanaannya harus selalu beriringan dengan kewajiban. Tidak hanya sebatas
itu, kewajiban yang melekat harus dilaksanakan dari hati nurani sebagai manusia.
Dengan demikian, kerja sama dalam bertransaksi akan menjadi simbiosis
mutualisme dan bermanfaat bagi pihak lain diluar konsumen dan pelaku usaha itu
sendiri.
33

www.gregnews.com, Hak dan Kewajiban Konsumen, http://www.gregnews.com
berita/tips/171566-hak-dan kewajiwaban/0/, diakses tanggal 2 April 2017.

Universitas Sumatera Utara

30

C. Pengetian Pelaku Usaha
Menurut Pasal 1 ayat (3) UUPK, yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah
setiap orang perorangan badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.34
Penjelasan di dalam undang-undang yang termasuk pelaku usaha adalah
perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lainlain:35
1.

Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur.
Merka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang
yang mereka edarkan ke masyrakat, termasuk bila kerugian timbul akibat
cacatnya barang yang merupakan komponen suatu produk;

2.

Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk;

3.

Siapa saja yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain
pada produk menampakkan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.
Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari

telah terhadap hak-hak dan kewajiban pelaku usaha. Berdasarkan Directive,
pengertian produsen atau pelaku usaha meliputi:36

34

Az. Nasution, Op.cit, hlm. 17.
Ibid.
36
Celina Tri Siwi Kristityanti, Op.cit, hlm. 41.
35

Universitas Sumatera Utara

31

Pada dasarnya apabila ditinjau dari status yuridisnya, maka badan usaha
dibedakan atas badan usaha yang termasuk badan hukum dan badan usaha yang
bukan badan hukum. Badan usaha yang berbentuk badan hukum, yang menjadi
subyek hukumnya adalah badan usaha itu sendiri. Pada badan usaha ini, harta
kekayaan perusahaan terpisah dari harta kekayaan pribadi para pengurus atau
anggotanya. Bentuk-bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum antara lain:
PT, Koperasi, dan Yayasan.
Badan usaha yang bukan badan hukum, yang menjadi subyek hukum disini
adalah orang-orang yang menjadi pengurusnya. Pada badan usaha ini harta
perusahaan bersatu dengan harta pribadi pengurus atau anggotanya. Bentuk badan
usaha ini adalah antara lain: firma, Cv atau Persekutuan Komanditer.
Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka (3) UUPK cukup luas karena
meliputi grosir, leveransir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian
pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan dengan pengertian
pelaku usaha dalam Masyrakat Eropa terutama Belanda, bahwa yang dapat
dikualifikasi sebagai produsen adalah: pembuat produk jadi (finished product);
penghasil bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang menampakkan
dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namnya, tanda pengenal
tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk
tertentu; importer suatu produk dengan maksud dijualbelikan, disewakan,
disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan;

Universitas Sumatera Utara

32

pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importer tidak dapat
ditentukan.37
Dengan demikian tampak bahwa pelaku usaha yang dimaksudkan dalam
UUPK sama dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen
dapat berupa perorangan atau badan hukum.38
Dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah mencakup eksportir atau
pelaku usaha diluar negeri, karena UUPK membatasi orang perseorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia. Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas
tersebut, akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian.39
Pengertian pelaku usaha tesebut dapat dijabarkan menjadi beberapa
unsur/syarat, yaitu:40
1.

Bentuk atau Wujud dari pelaku usaha, adalah:
a. Orang perorangan, yaitu setiap individu yang melakukan kegiatan
usahanya secara seorang diri.
b. Badan usaha, adalah kumpulan individu yang secara bersama-sama
melakukan kegiatan usaha. Badan usaha dapat dikelompokkan kedalam
dua kategori, yaitu Badan hukum dan Bukan badan hukum.

2.

Kegiatan usaha tersebut harus didasarkan pada perjanjian; dan
37

Ahmadi Miru, Op. cit, hlm. 20.
Ibid.
39
Ibid, hlm. 21.
40
www.jurnalhukum.com, Pengertian Pelaku Usaha, http://jurnalhukum.com/pengertianpelaku-usaha, diakses tanggal 8 April 2017.
38

Universitas Sumatera Utara

33

3.

Di dalam berbagai bidang ekonomi, Pengertian ini sangat luas bukan hanya
pada bidang produksi.
Melalui Penjabaran unsur/syarat pelaku usaha tersebut kita dapat melihat

bahwa pengertian pelaku usaha menurut UUPK sangat luas. Pelaku usaha
menurut UUPK bukan hanya produsen melainkan hingga pihak terakhir yang
menjadi perantara antara produsen dan konsumen, seperti agen, distributor dan
pengecer atau yang sering disebut konsumen perantara.
D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan
sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, maka
dituangkan hak-hak bagi pelaku usaha sebagaimana dituangkan pada Pasal 6
UUPK, yakni:
1.

Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2.

Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;

3.

Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen (24 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen);

4.

Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;

5.

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

34

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, meunujukkan bahwa pelaku
usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang
diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang
berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktek yang
biasa terjadi suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada
barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah.
Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar. 41
Hak tentu tidak dapat dipisahkan dari kewajiban. Sebagai konsekuensi dari
hak konsumen dan sebagai penyeimbang hak pelaku usaha, adapun kewajiban
pelaku usaha diatur dalam pasal 7 UUPK, yakni :
1.

Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2.

Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;

3.

Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;

4.

Menjamin

mutu

barang

dan/atau

jasa

yang

diproduksi

dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
5.

Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
41

Ahmadi Miru, op. cit, hlm. 50-51.

Universitas Sumatera Utara

35

6.

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;

7.

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam UUPK tampak bahwa iktikad baik lebih ditekankan pada pelaku

usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya
sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beriktikad baik
dimulai sejak barang dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan,
sebaliknya konsumen hanya beriktikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa.42
Kewajiban pelaku usaha atas pentingnya penyampaian informasi yang benar
terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap
gambaran mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap
konsumen tersebut dapat berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa
instruksi.
Hak-hak pelaku usaha dapat ditemukan antara lain pada faktor-faktor yang
membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh
konsumen, meskipun kerusakan timbul karena cacat pada produk, yaitu apabila:43
a.

Produk tersebut sebenarnya tidak diedarkan;

b.

Cacat timbul di kemudian hari;

42
43

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. cit, hlm. 44
Ibid, hlm. 42.

Universitas Sumatera Utara

36

c.

Cacat timbul setelah produk berada di luar control produsen;

d.

Barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan produksi;

e.

Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa.
Di Amerika Serikat, faktor-faktor yang membebaskan produsen dari

tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen meliputi:44
a.

Kelalaian si konsumen penderita;

b.

Penyalahgunaan produk yang tidak terduga pada saat produk dibuat
(unforeseeable misuse);

c.

Lewat jangka waktu penuntutan (daluarsa), yaitu 6 (enam) tahun setelah
pembelian, atau 10 (sepuluh) tahun sejak barang diproduksi;

d.

Produk pesanan pemerintah pusat (federal);

e.

Kerugian yang timbul (sebagian) akibat kelalaian yang dilakukan oleh
produsen lain dalam kerja sama produksi.
Hal ini tentu saja disebabkan kemungkinan terjadinya kerugian bagi

konsumen dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku
usaha), sedangkan bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen
mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen. 45
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan,
dan pemeliharaan disebabkan karena informasi di samping merupakan hak
konsumen juga kerena ketiadaan informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha

44
45

Ibid, hlm. 43.
Ahmad Miru dan Suratman Yodo, Op.cit, hlm. 54-55.

Universitas Sumatera Utara

37

merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat informasi), yang akan sangat
merugikan konsumen.
Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen
mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai
suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat
berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi. 46
Selain peringatan, instruksi yang ditujukan untuk menjamin efisiensi
penggunaan produk barang dan/atau jasa untuk mencegah timbulnya kerugian bagi
konsumen. Pencantuman informasi bagi konsumen yang berupa instruksi atau
petunjuk prosedur pemakaian suatu produk merupakan kewajiban bagi pelaku
usaha agar produknya tidak dianggap cacat. Sebaliknya, konsumen berkewajiban
untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.47
Seperti diketahui bahwa UUPK menetapkan tujuan perlindungan konsumen
antara lain adalah untuk mengangkat harkat kehidupan konsumen, maka untuk
maksud tersebut berbagai hal yang membawa akibat negatif dari pemakaian
barang dan/atau jasa harus dihindarkan dari aktivitas perdagangan pelaku usaha.
Sebagai upaya untuk menhindarkan akibat negatif pemakaian barang dan/atau jasa
tersebut, maka undang-undang menentukan bebagai larangan sesuai dengan Pasal
8 sebagai berikut :48

46

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. cit, hlm. 44.
Ibid, hlm. 45.
48
www.jurnalhukum.com,
Perbuatan
Yang
Dilarang
Bagi
Pelaku
Usaha,
http://www.jurnalhukum.com/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku-usaha/, di akses tanggal 8
April 2017
47

Universitas Sumatera Utara

38

1.

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang :
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku

Universitas Sumatera Utara

39

usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus di pasang/dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
2.

Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
atas barang dimaksud.

3.

Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar.

4.

Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Dalam ketentuan pasal 10 dan 11 UUPK, berkaitan dengan larangan-

larangan representasi yang tertuju pada perilaku pelaku usaha guna memastikan
produk yang diperjualbelikan di masyarakat diproduksi dengan jalan sesuai
dengan peraturan yang berlaku/tidak melanggar hukum.
Dalam ketentuan pasal 12 dan 13 ayat (1) UUPK masih berkaitan dengan
larangan yang tertuju pada cara-cara penjualan yang dilakukan melalui sarana
penawaran, promosi atau pengiklanan dan larangan untuk mengelabui atau
menyesatkan konsumen.
Pelaku usaha dalam menawarkan produknya ke pasaran, dilarang untuk
mengingkari untuk memberikan hadiah melalui undian berhadiah kemudian

Universitas Sumatera Utara

40

melakukan pengumuman di media massa terhadap hasil pengundian agar
masyarakat mengetahui hasil dari pengundian berhadiah tersebut, hal ini diatur
dalam ketentuan pasal 14 UUPK yang menyebutkan :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :
a.

Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

b.

Mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;

c.

Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d.

Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Dalam memasarkan produknya, pelaku usaha dilarang untuk melakukan

cara-cara penjualan dengan cara tidak benar dapat mengganggu secara fisik
maupun psikis konsumen.
Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 15 UUPK yang bunyinya Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun
psikis terhadap konsumen.
E. Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen
Menurut Pasal 2 UUPK, asas perlindungan bagi konsumen adalah,
perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan,
dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Universitas Sumatera Utara

41

Perlindungan hukum bagi konsumen diselenggarakan sebagai usaha
bersama berdasarkan asas-asas yang relevan dalam pembangunan nasional,
yaitu:49
1.

Asas Manfaat
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan;
2.

Asas Keadilan
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat terwujud

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;

3.

Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan yang dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
dan spiritual;
4.

Asas Keamanan dan Keselamatan

49

www.jurnaliscun.info, Asas-asas Perlindungan Konsumen, http://jurnaliscun.info/asasasas-perlindungan-konsumen/, diakses tanggal 24 April 2017.

Universitas Sumatera Utara

42

Asas keamanan dan keselamatan yang dimaksudkan agar memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi; dan
5.

Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum yang dimaksudkan agar pelaku usaha dan konsumen

menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan
konsumen, sera negara menjamin kepastian hukum.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perlindungan konsumen
bertujuan untuk melindungi konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya
sebagai konsumen dan tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha, melainkan
menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produk dan
pelayanannya.

Memperhatikan substansi Pasal 2 UUPK demikian pula penjelasannya,
tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah
bangsa Republik Indonesia.50
Asas-asas hukum perlindungan konsumen harus efisien dan tidak
menyimpang karena menurut Himawan bahwa “Hukum yang berwibawa adalah

50

www.handasubhandi.blogspot.co.id, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen,
http://www.handasuhabdi.blogspot.co.id/2015/asas-perlindungan-konsumen.hml, diaskses tanggal
25 April 2017.

Universitas Sumatera Utara

43

hukum yang efisien, di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hakhaknya tanpa ketakutan dan melaksanakan kewajibannya tanpa penyimpangan”. 51
Selain asas-asas yang terkandung didalam perlindungan konsumen terdapat
juga tujuan perlindungan konsumen. Tujuan perlindungan konsumen juga diatur
dalam Pasal 3 UUPK, yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari akses negative pemakaian barang dan/atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
infomasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
Pasal 3 UUPK ini, merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 2, karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu

51

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

44

merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di
bidang hukum perlindungan konsumen.
Perlindungan konsumen merupakan tujuan dari usaha yang akan dicapai
atau keadaan yang diwujudkan. Oleh karena itu, tujuan perlindungan konsumen
perlu dirancang dan dibangun secara berencana dan dipersiapkan sejak dini.
Tujuan perlindungan konsumen mencakup aktivitas-aktivitas penciptaan dan
penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen.52
Tujuan perlindungan konsumen disusun secara bertahap, mulai dari
penyadaran hingga pemberdayaan. Pencapaian tujuan perlindungan konsumen
tidak harus melalui tahapan berdasarkan susunan tersebut, tetapi dengan melihat
urgensinya. Misal, tujuan meningkatkan kualitas barang, pencapaian tidak harus
menunggu tujuan pertama tercapai adalah meningkatkan kesadaran konsumen.
Idealnya, pencapaian tujuan perlindungan konsumen dilakukan secara serempak.53
Perlindungan konsumen cenderung untuk memberikan keadilan bagi
konsumen yang selama ini masih dalam posisi yang lemah dari berbagai aspek.
Aspek-aspek tersebut antara lain :
a. Aspek tentang pengetahuan produk;
b. Bagaimana pemakaian yang tepat, isi dan sususan barang maupun jasa; dan
c. Aspek pengetahuan hukum mengenai upaya yang ditempuh untuk
mempertahankan hak.
52

Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Bandar
Lampung, Universitas Lampung, 2007, hlm. 40
53
Ibid, hlm. 41.

Universitas Sumatera Utara

45

Dengan kondisi demikian, kepentingan konsumen dapat terlindungi dari
praktek-praktek yang merugikan pihaknyamelalui hak gugat yang dimiliki
konsumen.

Dengan

dipatuhinya

ketentuan-ketentuan dalam

perlindungan

konsumen maka konsumen ditempatkan sebagai subjek yang memiliki hak
seimbang dengan pelaku usaha.54

54

Ibid.

Universitas Sumatera Utara