Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Otonomi Daerah
Otonomi daerah ialah dimana pemberian wewenang yang sekaligus
menjadi kewajiban bagi daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Nasution, 2009: 2).
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sebagaimana tertuang dalam UU
nomor 22 dan 25 tahun 1999 telah mulai dilaksanakan pada tanggal 1 januari
2001. Pelaksanaan otonomi daerah ini menandainya sebuah babak baru dalam
pembangunan ekonomi regional. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang
bersifat multidimensial yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap
perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan
kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks
pertumbuhan ekonomi menurut Todoro di dalam Sirojuzilam (2015: 1).
Otonomi ini dicetuskan agar menjaga ketertiban pemerintah yang baik dan
efesien dimana penyebaran kekuasaan haruslah dijalankan secara efektif untuk
mencapai cita-cita dan tujuan akhir negara yang disebutkan dalam pembukaan
UUD 1945, maka wilayah kesatuan Republik Indonesia haruslah dibagi atas

beberapa daerah baik besar maupun kecil.
Dalam Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan:

9
Universitas Sumatera Utara

1. Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan
daerah provinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang
diatur Undang-undang.
2. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dengan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
3. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
4. Gubernur,

Bupati


dan

Walikota

masing-masing

sebagai

kepala

pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara
demokrasi.
5. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, keculai urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat.
6. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
7. Susunan dan tata cara penyelengaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.
Amanat konstitusi ini pada pelaksanaannya di atur oleh peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah dan terakhir diatur dalam UU

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur

10
Universitas Sumatera Utara

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai
pencerminan dilaksanakannya asas desentralisasi di bidang pemerintahan
(Nasution, 2009: 1-2).
Jika sebelumnya program pembangunan lebih banyak ditentukan oleh
pemerintah pusat melalui Bappenas, maka dengan otonomi luas dan nyata
pemerintah daerah diberi kewenangan penuh untuk menentukan program
pembangunan sesuai dengan kebutuhan daerah. Jika sebelumnya APBD disahkan
oleh presiden melalui menteri dalam negri maka dengan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal APBD cukup disahkan oleh DPRD.
2.1.2 ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH
Sama halnya dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah juga terdapat
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Berdasarkan pasal 64 ayat 2
Undang Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah, APBD dapat didefenisikan sebagai rencana operasional keuangan
pemerintah daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran

setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah
dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan
penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaranpengeluaran dimaksud Memesah dalam Halim (2012: 21). Defenisi tersebut
merupakan pengertian APBD dalam era orde baru. Sebelumnya, yaitu pada era
orde lama, terdapat pula defenisi APBD oleh Wajong dalam Halim (2012: 21)
menurutnya APBD adalah rencana pekerjaan keuangan (Financial workplan)
yang dibuat untuk suatu jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif

11
Universitas Sumatera Utara

(DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (Kepala Daerah) untuk
melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daera sesuai dengan
rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang
menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.
APBD adalah suatu anggaran daerah kedua defenisi APBD diatas
menunjukkan bahwa suatu anggaran daerah, termasuk APBD, memiliki unsurunsur sebagai berikut.
1.

Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.


2.

Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi
biaya beban sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya
beban yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan
dilaksanakan.

3.

Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.Periode
anggaran, yaitu biasanya 1 tahun.
Dalam bentuk APBD yang baru, pendapatan dibagi menjadi 3 kategori

yaitu: Pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan
daerah yang sah. Selanjutnya belanja, menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun
2002, digolongkan menjadi 4 yakni: Belanja Aparatur daerah, belanja pelayanan
publik, belanja bagi hasil, dan bantuan keuangan, dan belanja tidak tersangka.
Seperti yang terdapat pada ABPN, istilah dan prosedur pada APBD dapat
berubah atau/ bervariasi. Dengan adanya revisi peraturan perundangan hal-hal

tersebut diatas sangat mungkin diubah/direvisi. Perubahan yang sangat dominan
dari

APBD

berdasar

Kepamendagri

Nomor

29

Tahun

2002

adalah

12

Universitas Sumatera Utara

pengelompokan belanja. Setelah berlakunya permendagri Nomor 13 Tahun 2006
belanja hanya di golongan menjadi 2 yakni belanja langsung dan tidak langsung.
2.1.3. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan, dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah inilah
salah satu tujuan dari otonomi daerah. Dengan adanya otonomi di harapkan
masing-masing daerah mandiri dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing.
Dengan kemandirian keuangan daerah menggambarkan bagaimana posisi daerah
yang mandiri tanpa bergantung terhadap bantuan pemerintah pusat. Maka prinsip
kemandirian dalam akuntansi sektor publik yang dijadikan sebagai salah satu
tolak ukur keberhasilan daerah otonomi menjalankan otonomi daerah dapat
dikatakan tercapai.
Untuk merealisasikan Untuk pelaksanaan Otonomi Daerah melalui
kemandirian keuangan daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah
tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah
terdiri dari: hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, bagian laba pengelolaan aset

daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah (Mahmudi 2009: 16).
Kemandirian fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah seperti pajak dan retribusi daerah dan lainlain, serta pembangunan daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai
kemandirian fiskal yang efektif. Ini berarti bahwa pemerintah daerah secara

13
Universitas Sumatera Utara

finansial harus sebanyak mungkin menggali sumber pendapatan asli daerah
seperti pajak, retribusi dan sebagainya (Radianto dalam Renny, 2013).
2.1.4 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1angka 18
bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.
Pendapatan asli daerah (PAD) sebagai salah satu sumber keuangan daerah
yang paling strategis bila dibandingkan dengan sumber keuangan lainnya,
meskipun bila dilihat dari hasil perolehannya masih menunjukkan hasil yang lebih
rendah bila dibandingkan dari pendapatan daerah yang berasal dari pembagian

dana hasil perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, kata strategis disini
adalah karena dari seumber keuangan daerah yang berasal dari pendapatan asli
daerah inilah yang dapat membuat daerah mempunyai keleluasaan yang lebih
besar dan didasarkan kreativitas masing-masing daerah untuk semaksimal
mungkin memperoleh sumber pendapatannya sendiri berdasarkan wewenang yang
ada padanya dan selain itu secara bebas pula dapat menggunakan hasil-hasil
sumber keuangan daerah sektor ini guna membiayai jalannya pemerintahan dan
pembangunan daerah yang telah menjadi tugas pokoknya.
Pendapatan Asli daerah dapat dikatakan sebagai tulang punggung otonomi
daerah dan sektor inilah yang menjadi salah satu ukuran penting dalam menilai
apakah daerah-daerah akan mampu menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam

14
Universitas Sumatera Utara

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pendapatan Asli Daerah juga
harapannya dapat mengurangi ataupun mencegah ketergantungan yang tinggi
terhadap penerimaan pusat (Nasution, 2009: 123-124). Semakin kecil penerimaan
pusat yang diterima maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerah
tersebut.

Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yaitu :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Bagian Laba Pengelolaan Aset Daerah yang Dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah
2.1.4.1 Pajak Daerah
Pajak daerah memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (Mahmudi, 2010: 21). Pajak diatur dalam pasal 23 UUD
1945 yang menyatakan bahwa “Pajak dan pungutan lainnya bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Dari kesimpulan diatas
tersimpul suatu pengertian yang tersirat bahwa pajak merupakan suatu
kewajiban yang harus dipikul serta dipenuhi oleh setiap rakyat yang telah
memenuhi kewajiban sebagaimana akan diatur dalam bentuk undang-undang
untuk membiayai penyelenggaraan kehidupan bernegara, baik dalam bentuk
pelaksanaan jalannya administrasi pemerintahan yang dijalankan oleh setiap
aparatur pemerintahan maupun untuk pelaksanaan jalannya pemabngunan guna
meningkatkan kesejahteraan rakyat (Nasution, 2009: 124).

15
Universitas Sumatera Utara


Sedangkan bagi daerah Kabupaten/kota sumber pendapatan daerahnya dari
sektor pajak daerah meliputi:
1.

Pajak hotel

2.

Pajak restoran

3.

Pajak hiburan

4.

Pajak reklame

5.

Pajak penerangan jalan

6.

Pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan

7.

Pajak parkir
Kabupaten/ Kota masih memiliki kemungkinan untuk dapat mengutip

sumber perpajakan daerah ini diluar dari ketentuan pajak daerah sebagimana
disebutkan diatas, asal saja pengutipan pajak daerah itu tetap akan diatur dalam
bentuk peraturan daerah dari masing-masing daerah yang bersangkutan sesuai
dengan Undang-undang yang berlaku (Nasution, 2009: 129).
Tabel 2.1
Jenis Pajak Daerah menurut Undang-undang
No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
dan PP No.65 Tahun 2001 tentang pajak daerah
NO
1
2
3
4
5
6
7

Pajak Kabupaten/ Kota
Pajak hotel
Pajak restoran
Pajak hiburan
Pajak reklame
Pajak penerangan jalan
Pajak pengambilan bahan galian golongan C
Pajak parkir

Tarif Maksimum (%)
10
10
35
25
10
20
20

16
Universitas Sumatera Utara

Sistem pengenaan pajak :
1. Pajak progresif, yaitu sistem pengenaan pajak dimana semakin tingginya dasar
pajak (tax base), seperti tingkat penghasilan pajak, harga barang mewah dan
sebagainya, akan dikenakan pungutan pajak yang semakin tinggi persentasenya.
2. Pajak proporsional, yaitu sistem pengenaan pajak di mana tarif pajak (%) yang
dikenakan akan tetap sama besarnya walaupun nilai objeknya berbeda-beda.
3. Pajak regresif, yaitu sistem pengenaan pajak di mana walau nilai atau objek
pajak meningkat dan juga jumlah pajak yang dibayar itu semakin kecil.
2.1.4.2 Retribusi Daerah
Retribusi Daerah pada umumnya merupakan sumber pendapatan
penyumbang PAD kedua setelah pajak daerah. Bahkan untuk beberapa daerah
penerimaan retribusi daerah lebih tinggi daripada pajak daerah . retribusi daerah
merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib pajak
daerah tanpa ada kontraprestasi langsung yang bisa diterima oleh wajib pajak atas
pembayaran pajak tersebut (Mahmudi, 2010: 25).
Sedangkan menurut UU Nomor 32 tahun 2000 pengertian retribusi adalah
pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang lain atau badan. Untuk membuat suatu pungutan dikategorikan
sebagai retribusi daerah selanjutnya haruslah ditetapkan terlebih dahulu dalam
bentuk peraturan daerah (Perda) dari masing-masing daerah yang akan memungut
pungutan tersebut dan biasanya yang diajukan oleh pihak pemerintah daerah

17
Universitas Sumatera Utara

(Provinsi atau Kabupaten/ Kota) yang kemudian harus mendapat persetujuan dari
masing-masing DPRD-nya (Nasution, 2009: 131).
Berbeda dengan ketentuan yang mengatur tentang pemungutan lapangan
pajak daerah yang secara tegas mengatur tentang jenis-jenis pajak daerah mana
yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan yang mana menjadi
kewenangan bagi pemerintah kabupaten/ kota maka dalam hal pengutipan
retribusi daerah (kecuali retribusi jasa perizinan tertentu yang dapat dikutip oleh
pihak pemerintah daerah yang menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah
berdasarkan

kewenangan

pemerintahan

yang

diterimanya

berdasarkan

pelaksanaan asas desentralisasi) (Nasution, 2009: 135).
Karena retribusi ini lebih banyak ditentukan pada pelayanan tertentu maka
prinsip dari manajemen retribusi daerah yang paling utama adalah perbaikan
pelayanan tersebut.
Adapun yang menjadi lapangan atau obyek retribusi daerah ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 18 UU Nomor 34 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:
Retribusi jasa umum, yang dapat dikutip oleh setiap pemerintah daerah
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a.

Bersifat bukan pajak

b.

Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi,

c.

Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi, atau badan yang
diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan
kemanfaatan umum,

18
Universitas Sumatera Utara

d.

Jasa tersebut layak dikenakan retribusi,

e.

Retribusi

tidak

bertentangan

dengan

kebijakan

nasional

mengenai

penyelenggaraannya,
f. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efesien, serta merupakan
salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial
g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan
tingkat dan/ atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
1. Retribusi jasa usaha yang dapat dikutip setiap pemerintahan daerah
berdasarkan kriteria jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat
komersial, yang seyogianya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum
memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum
dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah.
2. Retribusi perizinan tertentu, yang dapat dikutip oleh setiap pemerintah
berdasrkan kriteria sebagai berikut:
a. Perizinan

tersebut

termasuk

kewenangan

pemerintahan

yang

diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi
b. Perizinan

tersebut

benar-benar

diperlukan

guna

melindungi

kepentingan umum, dan
c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut
dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin
tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

19
Universitas Sumatera Utara

No
1

2
3

Tabel 2.2
Objek atau Jenis Retribusi Daerah menurut Undang-undang
No.34 Tahun 2000
Objek atau Jenis Retribusi Daerah
Prinsip
atau
Kriteria
Penentuan Tarif
Retribusi Jasa Umum
 Besarnya biaya penyediaan
jasa yang bersangkutan
 Kemampuan masyarakat
 Aspek keadilan
Retribusi Jasa Usaha
Tujuan
untuk
memperoleh
keuntungan yang layak
Retribusi Perizinan Tertentu
Tujuan
untuk
menutup
semua/seluruh
biaya
penyelenggaraan pemberian izin
yang bersangkutan

2.1.4.3 Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah lainnya yang dipisahkan
Kontribusi bagian laba perusahaan daerah belum memiliki andil yang
cukup signifikan terhadap PAD. Bahkan beberapa perusahaan daerah justru
membebani APBD karena harus terus disubsidi sementara laba yang dihasilkan
masih relatif kecil sehingga belum bisa memberikan dividen yang berarti bagi
daerah. Memang tidak semua perusahaan daerah seperti itu ada juga perusahaan
daerah yang maju terutama yang bergerak di bidang sektor perbankan. Masih
banyak juga perusahaan daerah yang bergerak di sektor rill, properti, industri
olahan, jasa dan sebagainya yang kondisinya memprihatinkan.
Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan daerah terhadap PAD perlu
dilakukan upaya peningkatan profesionalisme, efesiensi, profitabilitas, dan bahkan
privatisasi perusahaan daerah. Perusahaan daerah merupakan salah satu yang
diharpakn mampu memberikan kontribusi yang signifikan sehingga kemandirian

20
Universitas Sumatera Utara

pemerintah daerah meningkat dan pada akhirnya mampu memberikan pelayanan
publik yang berkualitas (Mahmudi, 2010: 26).
2.1.4.4 PAD yang sah
Pendapatan daerah yang berasal dari Lain-lain PAD yang Sah antara lain:
1. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan
2. Jasa giro
3. Pendapatan bunga
4. Tuntutan Ganti Rugi
5. Komisi
6. Potongan
7. Keuntungan selisih kurs
8. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
9. Pendapatan denda pajak dan retribusi
10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan
11. Pendapatan atas fasilitas sosial dan fasilitas umum
12. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
Pendapatan yang berasal dari penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan,
jasa giro, dan pendapatan bunga pada umumnya memberikan kontribusi yang
cukup signifikan (Mahmudi, 2010: 26-27).
2.1.5

Dana Bagi Hasil
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1, dana bagi hasil

adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan angka peresentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

21
Universitas Sumatera Utara

rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan
sumber daya alam. Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang
memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena
penerimaannya didasarkan atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan
daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah
daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah
yang bukan berasal dari pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan
dana alokasi khusus. Oleh karena itu, jika pemerintah daerah menginginkan
transfer bagi hasil yang tinggi maka pemerintah daerah harus dapat
mengoptimalkan potensi pajak dan sumber daya alam yang dimiliki oleh masingmasing daerah, sehingga kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap
pendapatan daerah dapat meningkat
2.1.6

Dana Alokasi Umum
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1, Dana Alokasi

Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar- Daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa sebagian daerah di
Indonesia masih memiliki tingkat ketergantungan keuangan yang tinggi terhadap
pemerintah pusat. Dimana dana perimbangan dari pemerintah pusat masih
mendominasi penerimaan daerah. Dana perimbangan ini diklasifikasikan menjadi
tiga bagian utama, yaitu`; 1) Dana Bagi Hasil, 2) Dana Alokasi Umum, dan 3)
Dana Alokasi Khusus. Dana Bagi Hasil merupakan jenis dana perimbangan yang

22
Universitas Sumatera Utara

dapat dikendalikan daerah yang tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah daerah
dalam arti dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya, sedangkan untuk Dana
alokasi Umum dihitung dengan formula tertentu yang relatif kecil dapat
dipengaruhi besarannya oleh pemerintah daerah sedangkan untuk Dana Alokasi
Khusus pemerintah Daerah hingga tingkat tertentu masih mungkin dapat
mempengaruhi

jumlah

penerimaannya

meskipun

kebijakan

sepenuhnya

tergantung pusat ( Mahmudi, 2010: 27).
DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar
daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan
potensi daerah (Yani dalam Marizka, 2013). Alokasi DAU bagi daerah yang
potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi
DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil namun
kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar.
2.1.7

Dana Alokai Khusus (DAK)
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1, Dana Alokasi

Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional. Menurut Yani dalam Marizka (2013) dana alokasi khusus dimaksudkan
untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan
prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas
kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan

23
Universitas Sumatera Utara

sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. DAK disalurkan dengan cara
pemindah bukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah
dimana daerah penerina DAK harus memenuhi criteria umum, kriteria khusus dan
kriteria teknis.
2.2
1.

Peneliti terdahulu
Nur’ainy et, al,. (2013)
Nur’ainy melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan

Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah (Studi Kasus Pada Kota di Jawa Barat)”. . Hasil penelitian ini
membuktikan secara parsial pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan Pendapatan Asli
Daerah berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Secara simultan dua
faktor yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan pendapatan asli daerah
berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.
2.

Marizka (2013)
Marizka melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli

Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten dan Kota di
Sumatera Barat”. Hasil menunjukkan bahwa (1) Pendapatan asli daerah
berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah,
(2) dana bagi hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat tingkat
kemandirian keuangan daerah, (3) dana alokasi umum tidak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, (4) dana alokasi
khusus berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian daerah.

24
Universitas Sumatera Utara

3.

Sirait (2013)
Sirait melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli

Daerah dan Dana Bagi Hasil Terhadap Kemandirian Daerah Melalui PDRB Per
Kapita (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara”, dimana
variabel dependen ialah kemandirian daerah, variabel independen ialah
Pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil sedangkan variabel interveningnya
ialah PDRB Perkapita. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pendapatan
Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
Daerah baik secara parsial maupun simultan dan variabel PDRB Perkapita dapat
berperan sebagai variabel intervening antara pengaruh Pendapatan Asli Daerah
dan Dana Bagi Hasil. Pengaruh variabel PDRB Perkapita tersebut adalah
intervening sebagian karena nilai koefisien tidak langsung lebih kecil dari nilai
koefisien langsung.
4. Kurniawan (2009)
Kurniawan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah , Dana Perimbangan, dan Belanja Rutin terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah”. Hasil dari pengujian hipotesis (Ha) pada
penelitian ini menunjukkan bahwa Ha diterima yaitu Pendapatan Asli Daerah
dan Dana perimbangan masing-masing berpengaruh pada Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah. Sedangkan Ha ditolak yaitu Belanja Rutin tidak
berpengaruh pada Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Hal ini dapat
dibuktikan

dari

nilai

signifik'ansi

dari

masing-masing

variabelyang

dibandingkan dengan tingkat signifikansi (level of significant).

25
Universitas Sumatera Utara

5. Muliana (2009)

Muliana meneliti tentang “pengaruh rasio efektivitas pendapatan
asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah di Provinsi Sumatera Utara”, menunjukkan
bahwa PAD, DAU, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) mempunyai pengaruh
simultan dan signifikasn terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Tabel 2.3
Daftar Penelitian terdahulu
Nama
(Tahun)
Nur’ainy et, al,
(2013)

Marizka
(2013)

Sirait
(2013)

Judul Penelitian
Pengaruh
Pertumbuhan
Ekonomi
dan
Pendapatan
Asli
Daerah
terhadap
Tingkat
Kemandirian
Keuangan Daerah
(Studi Kasus Pada
Kota di Jawa Barat)
Pengaruh
Pendapatan
Asli
Daerah, Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi
Umum dan
Dana
Alokasi
Khusus Terhadap
Tingkat
Kemandirian
Keuangan Daerah
pada
Kabupaten
dan
Kota
di
Sumatera Barat

Pengaruh
Pendapatan
Asli
Daerah dan Dana
Bagi
Hasil
Terhadap
Kemandirian
Daerah
Melalui
PDRB Per Kapita
(Studi
Kasus
Kab/Kota di Prov
Sumatera Utara

Variabel
Penelitian
Dependen: Tingkat
Kemandirian
Keuangan Daerah

Teknik
Analisis Data
Regresi linier
berganda

Independen:
1.Pertumbuhan
Daerah
2. Pendapatan Asli
Daerah
Dependen :
Kemandirian Daerah

Regresi Linier
Berganda

Variabel
Independen: 1.
Pendapatan Asli
Daerah
1. Dana Bagi Hasil
2. Dana Alokasi
Umum,
3. Dana Alokasi
Khusus

Dependen
:
Kemandirian Daerah
Independen:
1. Pendapatan Asli
Daerah
2. Dana bagi Hasil

Regresi
Linear
Berganda

Hasil Penelitian
Pertumbuhan Ekonomi
dan Pendapatan Asli
Daerah
berpengaruh
terhadap kemandirian
keuangan daerah

1. Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh signifikan
positif terhadap tingkat
kemandirian keuangan
daerah
2.
Dana bagi hasil
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan daerah
3. Dana alokasi umum
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
kemandirian keuangan
daerah
Pendapatan Asli Daerah
dan Dana Bagi Hasil
berpengaruh signifikan
terhadap Kemandirian
Daerah

Variabel intervening
: PDRB Per-Kapita

26
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1
Nama
(Tahun)
Kurniawan
(2009)

Muliana
(2009)

Judul Penelitian

Variabel
Penelitian

Pengaruh
Pendapatan
Asli Daerah , Dana
Perimbangan,
dan
Belanja Rutin terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan daerah

Variabel dependen :
tingkat kemandirian
daerah

pengaruh
rasio
efektivitas
pendapatan
asli daerah, dana alokasi
umum dan dana alokasi
khusus terhadap tingkat
kemandirian keuangan
daerah
di
Provinsi
Sumatera Utara,

Variabel dependen:
Tingkat kemandirian
keuangan Daerah

Variabel independen
: Pendapatan asli
daerah,
dana
perimbangan
dan
belanja rutin daerah

Variabel Independen:
Pendapatan
Asli
Daerah,
Dana
Alokasi Umum, dan
Dana Alokasi Khusus

Teknik
Hasil Penelitian
Analisis
Data
Regresi 1. Pendapatan Asli Daerah
linier
dan Dana perimbangan
berganda
masing-masing
berpengaruh pada
Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah.
2. Sedangkan Belanja Rutin
tidak berpengaruh pada
Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah.
Regresi
Pendapatan Asli Daerah,
linier
Dana Alokasi Umum, dan
berganda Dana
Alokasi
Khusus
mempunyai
pengaruh
simultan dan signifikasn
terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan
daerah.

2.3 Kerangka Konseptual
Kemandirian

keuangan

daerah

ialah

dimana

menggambarkan

kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak bergantung
kepada pemerintah pusat maupun provinsi, maka pemerintah berupaya untuk
terus meningkatkan Pendapatan asli daerahnya. Namun peningkatan
pendapatan asli daerah tidak akan memberikan dampak apa-apa jika
pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tersebut juga tidak mengalami
perubahan. Semakin tinggi Pendapatan asli daerah dan pertumbuhan ekonomi
daerah tersebut maka semakin meningkatkan kemandirian keuangan daerah
tersebut.Banyak daerah juga yang masih sangat bergantung kepada bantuan
pusat melalui dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana

27
Universitas Sumatera Utara

Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar Dana Perimbangan

terhadap daerah tersebut semakin

menurunkan tingkat kemandirian daerah tersebut.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dana Bagi Hasil (DBH)

Kemandirian Keuangan
Daerah

Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana Bagi Hasil (DBH)

Gambar 2.1KerangkaKonseptual
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh signifikan terhadap Kemandirian
Suatu Daerah baik secara parsial dan simultan.

28
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) Dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai Moderating Variabel (Stud

5 68 181

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Tahun 2009-2012

1 17 161

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Sumatera Utara

2 7 98

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP TINGKAT Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dan Dampaknya Terhadap Alokasi Belanja Mod

4 22 14

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dan Dampaknya Terhadap Alokasi Belanja Modal (Stud

0 2 16

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Sumatera Utara

0 0 10

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Sumatera Utara

0 0 8

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Sumatera Utara

0 0 17