Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah kepulauan yang besar yang terdiri dari
ribuan pulau, memiliki alam yang kaya, tanah yang subur dan ratusan juta
penduduk. Di samping itu Indonesia juga memiliki kebudayaan dan adat istiadat
yang berbeda satu sama lain yang dikenal dengan sebutan Bhineka Tunggal Ika.
Untuk menjaga penyelenggaraan tertib pemerintah yang baik dan efesien maka
penyebaran kekuasaan haruslah dijalankan secara efektif untuk mencapai cita-cita
dan tujuan akhir negara sebagaimana disebutkan di dalam UUD 1945. Hal inilah
yang membuat Indonesia harus membagi wilayahnya atas beberapa daerah baik
besar maupun kecil.
Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan pembagian-pembagian Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang dibagi atas daerah Provinsi yang terdiri dari
Kabupaten dan kota dan didalamnya dijelaskan bagaimana pembagian dan yang
menjalankannya, amanat konstitusi ini pada pelaksanaannya di atur oleh peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah dan terakhir diatur dalam UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur
pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai
pencerminan dilaksanakannya asas desentralisasi di bidang pemerintahan
(Nasution, 2009: 1-2).
1
Universitas Sumatera Utara
Sejak 1 Januari 2001 pemerintah Pusat dan Daerah diberi kewenangan
yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola
daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen
keuangan daerah. Jika sebelumnya APBD harus disahkan oleh presiden melalui
menteri dalam negeri, maka dengan otonomi dan desentralisasi fiskal APBD
cukup di sahkan oleh DPRD (Mahmudi, 2009: 4). Meskipun pemerintah daerah
telah diberi otonomi secara luas dan desentralisasi fiskal namun pelaksanaan
otonomi tersebut harus tetap berada dalam koridor hukum Negara Kesatuan
Repubik Indonesia (NKRI).
Keberadaan lokal yang bersifat otonom ditandai oleh pemberian
wewenang yang sekaligus menjadi kewajiban bagi daerah untuk mengatur dan
mengurus urusan rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, hak dan kewajiban untuk mengurus urusan rumah tangga
inilah yang disebut dengan otonomi. Untuk menyelenggarakan otonomi
pemerintah pusat menyerahkan sejumlah urusan pemerintah sebagai urusan rumah
tangga daerah otonom baik pada daerah provinsi maupun daerah Kabupaten dan
kota, berdasarkan kondisi politik, sosial dan budaya, pertahanan dan kemanan,
serta syarat-syarat keadaan dan kemampuan daerah otonom yang bersangkutan
(Nasution, 2009: 2).
Adapun otonomi daerah ini dilakukan adalah untuk meningkatkan
kemandirian daerah, memperbaiki transparansi dan akuntabilitas publik atas
pengelolaan keuangan daerah, meningkatkan responsivitas pemerintah terhadap
kebutuhuhan publik, meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan daerah,
2
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan efesiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan dan pelayanan
publik serta mendorong demokratisasi di daerah (Mahmudi, 2009: 2). Gambaran
citra kemandirian daerah dalam berotonomi daerah dapat diketahui melalui
seberapa besar kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut agar mampu
membangun daerahnya. Semakin sedikit sumbangan dari pusat, semakin tinggi
derajat kemandirian suatu daerah yang menunjukkan bahwa daerah tersebut
semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari
pemerintah pusat. Secara umum semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah
dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannya sendiri
akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Kinerja keuangan positif
dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah dala
m membiayai
kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada daerah
tersebut (Sutedi, 2009: 11).
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan, dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah inilah
salah satu tujuan dari otonomi daerah. Dengan adanya otonomi di harapkan
masing-masing daerah mandiri dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing.
Dengan kemandirian keuangan daerah menggambarkan bagaimana posisi daerah
yang mandiri tanpa bergantung terhadap bantuan pemerintah pusat. Maka prinsip
kemandirian dalam akuntansi sektor publik yang dijadikan sebagai salah satu
3
Universitas Sumatera Utara
tolak ukur keberhasilan daerah otonomi menjalankan otonomi daerah dapat
dikatakan tercapai.
Untuk merealisasikan Untuk pelaksanaan Otonomi Daerah melalui
kemandirian keuangan daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah
tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah
terdiri dari : hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, bagian laba pengelolaan
aset daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah (Mahmudi 2009:
16). Kemandirian fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam meningkatkan pendapatan asli daerah seperti pajak dan retribusi daerah dan
lain-lain, serta pembangunan daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai
kemandirian fiskal yang efektif. Ini berarti bahwa pemerintah daerah secara
finansial harus sebanyak mungkin menggali sumber pendapatan asli daerah
seperti pajak, retribusi dan sebagainya (Radianto dalam Renny, 2013).
Pendapatan Asli daerah menjadi salah satu ukuran penting dalam menilai apakah
daerah-daerah akan mampu menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pendapatan Asli Daerah juga
harapannya dapat mengurangi ataupun mencegah ketergantungan yang tinggi
terhadap penerimaan pusat (Nasution, 2009: 123-124).
Meskipun daerah memiliki Pendapatan Asli Daerah namun tidak bisa
dipungkiri bahwa PAD tidaklah
cukup untuk membiayai daerah tersebut,
sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia masih memiliki tingkat
ketergantungan keuangan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Penerimaan
dana perimbangan dari pemerintah pusat masih mendominasi penerimaan daerah.
4
Universitas Sumatera Utara
Dana perimbangan ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama yaitu yang
pertama Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus
(Mahmudi, 2010: 27). Dan yang memiliki sumbangsih yang terbesar dari Dana
Perimbangan ialah Dana Alokasi Umum. Semakin kecil penerimaan pusat yang
diterima maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut.
Dapat dilihat seberapa besar sumbangsih Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan pada kota di Sumatera Utara dalam meningkatkan Kemandirian
keuangan daerahnya pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan yang
diterima oleh Kabupaten dan Kota yang Ada di Sumatera Utara Tahun 2014
(dalam jutaan rupiah)
Nama Kota
PAD
Dana Perimbangan
DBH
DAU
DAK
Kota Binjai
Kota Medan
Kota Pematang Siantar
Kota Sibolga
Kota Tanjung Balai
Kota Tebing Tinggi
Kota Padang Sidempuan
Kabupaten Asahan
Kabupaten Dairi
Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Tanah Karo
Kabupaten Labuhan Batu
Kabupaten Langkat
Kabupaten Mandailing
Natal
Kabupaten Nias
Kabupaten Simalungun
Kabupaten Tapanuli
Selatan
Kabupaten Tapanuli
Tengah
Kabupaten Tapanuli
Utara
Kabupaten Samosir
Kabupaten Sibolga
Kabupaten Pakpak Barat
68.708
1.51.686
57.807
36.216
34.409
47.477
42.456
59.130
24.331
566.665
67.344
85.350
114.868
50.000
34.783
214.335
15.336
19.010
12.884
8.910
19.349
58.111
19.883
63.767
17.712
52.508
133.754
38.134
526.070
1.393.505
519.436
371.813
387.259
385.030
470.353
795.351
532.723
1.363.811
686.835
561.476
1.039.651
692.134
31.534
74.110
32.663
33.880
34.027
36.232
38.329
67.954
48.992
104.688
56.293
40.225
67.163
59.876
44.642
110.000
77.253
9.629
90.000
47.720
347.699
1.077.986
573.244
72.092
78.064
63.548
32.447
19.491
541.492
75.690
36.991
24.209
596.841
48.317
23.409
36.216
10.498
15.978
19.010
19.198
495.377
371.813
313.591
67.784
33.880
62.185
5
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel .1.1
Nama Kota
PAD
Dana Perimbangan
DBH
DAU
DAK
Kabupaten Nias Selatan
Kabupaten Humbang
Hasundungan
Kabupaten Serdang
Bedagai
Kabupaten Batu Bara
Kabupaten Padang Lawas
Kabupaten Padang Lawas
Utara
Kabupaten Labuhan Batu
Selatan
Kabupaten Labuhan Batu
Utara
Kabupaten Nias Utara
Kabupaten Nias Barat
Kota Gunung Sitoli
76.650
26.959
45.314
15.223
455.534
487.060
95.135
56.960
61.004
43.823
698.413
69.565
29.448
34.251
23.736
27.441
40.974
30.862
591.720
408.044
418.727
51.819
34.724
36.462
35.635
57.727
450.151
52.251
28.547
35.617
503.054
46.487
15.000
10.000
28.400
14.322
11.000
10.000
355.355
279.675
385.523
743.951
49.385
32.232
Sumber: www.djpk.go.id
Pada Tabel 1.1 terlihat jelas bahwa Pendapatan Asli Daerah masih sangat
kecil jika dibandingan dana yang diterima dari Pendapatan Perimbangan. Dari
penjelasan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
terhadap
Kemandirian Keuangan Pada Daerah yang Ada di Sumatera Utara pada
Tahun 2010-2014”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
6
Universitas Sumatera Utara
Apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi umum dan Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh signifikan terhadap
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah baik secara parsial dan simultan?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tujuan yang dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah secara parsial
dan simultan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1.
Bagi Pemerintah Pusat dan daerahMemberikan masukan informasi berupa
bukti empiris tentang pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
terhadap Tingkat Kemandirian keuangan Daerah pada Kota yang ada di
Sumatera Utara, dan juga sebagai bahan masukan dalam penyusunan APBD
Pemerintah Kab/Kota pada Provinsi Sumatera Utara di tahun-tahun yang
akan datang.
2.
Bagi Peneliti
Penelitian ini untuk menambah wawasan tentang pengaruh pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana
7
Universitas Sumatera Utara
Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian keuangan Daerah pada Kota
yang ada di Sumatera Utara.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu
referensi untuk penelitian lebih lanjut, terutama peneliti yang melakukan
penelitian yang berkaitan dengan pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat
Kemandirian keuangan Daerah.
8
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah kepulauan yang besar yang terdiri dari
ribuan pulau, memiliki alam yang kaya, tanah yang subur dan ratusan juta
penduduk. Di samping itu Indonesia juga memiliki kebudayaan dan adat istiadat
yang berbeda satu sama lain yang dikenal dengan sebutan Bhineka Tunggal Ika.
Untuk menjaga penyelenggaraan tertib pemerintah yang baik dan efesien maka
penyebaran kekuasaan haruslah dijalankan secara efektif untuk mencapai cita-cita
dan tujuan akhir negara sebagaimana disebutkan di dalam UUD 1945. Hal inilah
yang membuat Indonesia harus membagi wilayahnya atas beberapa daerah baik
besar maupun kecil.
Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan pembagian-pembagian Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang dibagi atas daerah Provinsi yang terdiri dari
Kabupaten dan kota dan didalamnya dijelaskan bagaimana pembagian dan yang
menjalankannya, amanat konstitusi ini pada pelaksanaannya di atur oleh peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah dan terakhir diatur dalam UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur
pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai
pencerminan dilaksanakannya asas desentralisasi di bidang pemerintahan
(Nasution, 2009: 1-2).
1
Universitas Sumatera Utara
Sejak 1 Januari 2001 pemerintah Pusat dan Daerah diberi kewenangan
yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola
daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen
keuangan daerah. Jika sebelumnya APBD harus disahkan oleh presiden melalui
menteri dalam negeri, maka dengan otonomi dan desentralisasi fiskal APBD
cukup di sahkan oleh DPRD (Mahmudi, 2009: 4). Meskipun pemerintah daerah
telah diberi otonomi secara luas dan desentralisasi fiskal namun pelaksanaan
otonomi tersebut harus tetap berada dalam koridor hukum Negara Kesatuan
Repubik Indonesia (NKRI).
Keberadaan lokal yang bersifat otonom ditandai oleh pemberian
wewenang yang sekaligus menjadi kewajiban bagi daerah untuk mengatur dan
mengurus urusan rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, hak dan kewajiban untuk mengurus urusan rumah tangga
inilah yang disebut dengan otonomi. Untuk menyelenggarakan otonomi
pemerintah pusat menyerahkan sejumlah urusan pemerintah sebagai urusan rumah
tangga daerah otonom baik pada daerah provinsi maupun daerah Kabupaten dan
kota, berdasarkan kondisi politik, sosial dan budaya, pertahanan dan kemanan,
serta syarat-syarat keadaan dan kemampuan daerah otonom yang bersangkutan
(Nasution, 2009: 2).
Adapun otonomi daerah ini dilakukan adalah untuk meningkatkan
kemandirian daerah, memperbaiki transparansi dan akuntabilitas publik atas
pengelolaan keuangan daerah, meningkatkan responsivitas pemerintah terhadap
kebutuhuhan publik, meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan daerah,
2
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan efesiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan dan pelayanan
publik serta mendorong demokratisasi di daerah (Mahmudi, 2009: 2). Gambaran
citra kemandirian daerah dalam berotonomi daerah dapat diketahui melalui
seberapa besar kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut agar mampu
membangun daerahnya. Semakin sedikit sumbangan dari pusat, semakin tinggi
derajat kemandirian suatu daerah yang menunjukkan bahwa daerah tersebut
semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari
pemerintah pusat. Secara umum semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah
dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannya sendiri
akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Kinerja keuangan positif
dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah dala
m membiayai
kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada daerah
tersebut (Sutedi, 2009: 11).
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan, dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah inilah
salah satu tujuan dari otonomi daerah. Dengan adanya otonomi di harapkan
masing-masing daerah mandiri dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing.
Dengan kemandirian keuangan daerah menggambarkan bagaimana posisi daerah
yang mandiri tanpa bergantung terhadap bantuan pemerintah pusat. Maka prinsip
kemandirian dalam akuntansi sektor publik yang dijadikan sebagai salah satu
3
Universitas Sumatera Utara
tolak ukur keberhasilan daerah otonomi menjalankan otonomi daerah dapat
dikatakan tercapai.
Untuk merealisasikan Untuk pelaksanaan Otonomi Daerah melalui
kemandirian keuangan daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah
tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah
terdiri dari : hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, bagian laba pengelolaan
aset daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah (Mahmudi 2009:
16). Kemandirian fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam meningkatkan pendapatan asli daerah seperti pajak dan retribusi daerah dan
lain-lain, serta pembangunan daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai
kemandirian fiskal yang efektif. Ini berarti bahwa pemerintah daerah secara
finansial harus sebanyak mungkin menggali sumber pendapatan asli daerah
seperti pajak, retribusi dan sebagainya (Radianto dalam Renny, 2013).
Pendapatan Asli daerah menjadi salah satu ukuran penting dalam menilai apakah
daerah-daerah akan mampu menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pendapatan Asli Daerah juga
harapannya dapat mengurangi ataupun mencegah ketergantungan yang tinggi
terhadap penerimaan pusat (Nasution, 2009: 123-124).
Meskipun daerah memiliki Pendapatan Asli Daerah namun tidak bisa
dipungkiri bahwa PAD tidaklah
cukup untuk membiayai daerah tersebut,
sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia masih memiliki tingkat
ketergantungan keuangan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Penerimaan
dana perimbangan dari pemerintah pusat masih mendominasi penerimaan daerah.
4
Universitas Sumatera Utara
Dana perimbangan ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama yaitu yang
pertama Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus
(Mahmudi, 2010: 27). Dan yang memiliki sumbangsih yang terbesar dari Dana
Perimbangan ialah Dana Alokasi Umum. Semakin kecil penerimaan pusat yang
diterima maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut.
Dapat dilihat seberapa besar sumbangsih Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan pada kota di Sumatera Utara dalam meningkatkan Kemandirian
keuangan daerahnya pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan yang
diterima oleh Kabupaten dan Kota yang Ada di Sumatera Utara Tahun 2014
(dalam jutaan rupiah)
Nama Kota
PAD
Dana Perimbangan
DBH
DAU
DAK
Kota Binjai
Kota Medan
Kota Pematang Siantar
Kota Sibolga
Kota Tanjung Balai
Kota Tebing Tinggi
Kota Padang Sidempuan
Kabupaten Asahan
Kabupaten Dairi
Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Tanah Karo
Kabupaten Labuhan Batu
Kabupaten Langkat
Kabupaten Mandailing
Natal
Kabupaten Nias
Kabupaten Simalungun
Kabupaten Tapanuli
Selatan
Kabupaten Tapanuli
Tengah
Kabupaten Tapanuli
Utara
Kabupaten Samosir
Kabupaten Sibolga
Kabupaten Pakpak Barat
68.708
1.51.686
57.807
36.216
34.409
47.477
42.456
59.130
24.331
566.665
67.344
85.350
114.868
50.000
34.783
214.335
15.336
19.010
12.884
8.910
19.349
58.111
19.883
63.767
17.712
52.508
133.754
38.134
526.070
1.393.505
519.436
371.813
387.259
385.030
470.353
795.351
532.723
1.363.811
686.835
561.476
1.039.651
692.134
31.534
74.110
32.663
33.880
34.027
36.232
38.329
67.954
48.992
104.688
56.293
40.225
67.163
59.876
44.642
110.000
77.253
9.629
90.000
47.720
347.699
1.077.986
573.244
72.092
78.064
63.548
32.447
19.491
541.492
75.690
36.991
24.209
596.841
48.317
23.409
36.216
10.498
15.978
19.010
19.198
495.377
371.813
313.591
67.784
33.880
62.185
5
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel .1.1
Nama Kota
PAD
Dana Perimbangan
DBH
DAU
DAK
Kabupaten Nias Selatan
Kabupaten Humbang
Hasundungan
Kabupaten Serdang
Bedagai
Kabupaten Batu Bara
Kabupaten Padang Lawas
Kabupaten Padang Lawas
Utara
Kabupaten Labuhan Batu
Selatan
Kabupaten Labuhan Batu
Utara
Kabupaten Nias Utara
Kabupaten Nias Barat
Kota Gunung Sitoli
76.650
26.959
45.314
15.223
455.534
487.060
95.135
56.960
61.004
43.823
698.413
69.565
29.448
34.251
23.736
27.441
40.974
30.862
591.720
408.044
418.727
51.819
34.724
36.462
35.635
57.727
450.151
52.251
28.547
35.617
503.054
46.487
15.000
10.000
28.400
14.322
11.000
10.000
355.355
279.675
385.523
743.951
49.385
32.232
Sumber: www.djpk.go.id
Pada Tabel 1.1 terlihat jelas bahwa Pendapatan Asli Daerah masih sangat
kecil jika dibandingan dana yang diterima dari Pendapatan Perimbangan. Dari
penjelasan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
terhadap
Kemandirian Keuangan Pada Daerah yang Ada di Sumatera Utara pada
Tahun 2010-2014”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
6
Universitas Sumatera Utara
Apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi umum dan Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh signifikan terhadap
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah baik secara parsial dan simultan?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tujuan yang dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah secara parsial
dan simultan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1.
Bagi Pemerintah Pusat dan daerahMemberikan masukan informasi berupa
bukti empiris tentang pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
terhadap Tingkat Kemandirian keuangan Daerah pada Kota yang ada di
Sumatera Utara, dan juga sebagai bahan masukan dalam penyusunan APBD
Pemerintah Kab/Kota pada Provinsi Sumatera Utara di tahun-tahun yang
akan datang.
2.
Bagi Peneliti
Penelitian ini untuk menambah wawasan tentang pengaruh pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana
7
Universitas Sumatera Utara
Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian keuangan Daerah pada Kota
yang ada di Sumatera Utara.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu
referensi untuk penelitian lebih lanjut, terutama peneliti yang melakukan
penelitian yang berkaitan dengan pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat
Kemandirian keuangan Daerah.
8
Universitas Sumatera Utara