Karakteristik Penderita Pneumonia pada Balita di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2014

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pneumonia

2.1.1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia
adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri dan
paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Pneumonia
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima
tahun (balita) (Said, 2010).

2.1.2. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. Diperkirakan hampir seperlima kematian
anak diseluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun
akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut

survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6 % kematian bayi dan 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama
pneumonia (Said, 2010).
Pneumonia adalah penyebab utama penyakit infeksi yang menyebabkan
kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Diperkirakan 935.000 anak di bawah
usia lima tahun mengalami kematian karena pneumonia di tahun 2013, yaitu 15%
dari seluruh penyebab kematian pada anak dibawah usia lima tahun (WHO,
2014).

2.1.3. Etiologi Pneumonia
Sebagian

besar

pneumonia

disebabkan

oleh


mikroorganisme

(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll).
Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian
mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan
pneumonia bakterial dengan pneumonia viral (Said, 2010).

7

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan
distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam
pneumonia

adalah

Streptococcus

pneumoniae,

Haemophilus


influenzae,

Staphylococcus aureus, Streptococcus Group B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma (Said, 2010).
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab
pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar (Said, 2010).
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus Group B
dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp., atau Klebsiella sp.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae type B, dan
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae (Barson,
2011).
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di
samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virki dkk, melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak
32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang

terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan
Parainfluenza Virus. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae type B, dan Mycoplasma pneumoniae (Barson, 2011).

8

2.1.4. Klasifikasi Pneumonia
1. Berdasarkan Gejala Klinis
Menurut gejala klinis, pneumonia pada balita dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak
dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
2. Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika
sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau
sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau
suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih
per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan
apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.

3. Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan
tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
4. Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai,
biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan
demam ringan.

2. Berdasarkan predileksi
Menurut predileksi, pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pneumonia Lobaris : peradangan pada semua atau sebagian besar
segmen aru dari satu atau lebih lobus paru.
2. Bronkopneumonia : sumbatan yang dimulai dari cabang akhir
bronkiolus oleh eksudat mukopurulen dan berkonsolidasi di lobulus.
3. Pneumonia Interstitial : proses peradangan pada dinding alveolus
(interstitial) dan peribronkial serta jaringan interlobularis.

9


3. Berdasarkan epidemiologi
Berdasarkan epidemiologi, pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1.

Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) adalah

pneumonia infeksius pada seseorang yang tidak menjalani rawat inap
di rumah sakit.
2. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia) adalah
pneumonia yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya
karena penyakit lain atau prosedur.
3. Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan
merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan yang teraspirasi
mungkin mengandung bakteri anaerobtik atau penyebab lain dari pneumonia.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.

4. Berdasarkan kuman penyebab

Menurut mikroorganisme penyebab, pneumonia dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Pneumonia bakterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi pada
semua usia. Beberapa kuman mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya klebsiela pada penderita alkoholik dan Staphylococcus pada
penderita pasca infeksi influenza.
2. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh
Mycoplasma legionella, dan Chlamydia.
3. Pneumonia virus
4. Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering merupakan infeksi
sekunder, terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah
(immunocompromised).

10

2.1.5. Faktor Risiko
a. Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat
ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

1. Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulnya
pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang
sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi
akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti
pneumonia.
2. Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada
balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan
imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes
RI, 2004).
3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan
makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena
dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang
buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian
pneumonia pada balita.
4. Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah
2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak
di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.

11

b. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan
resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak
mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan
berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang
berasal dari tempat yang kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya :
1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara
kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan
penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi
merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen
(Semedi, 2001).
2. Polusi udara

Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh
polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko
terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat
disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga
akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989).

2.1.6. Patogenesis
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalu saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi fagositosis yang cepat.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan

12

debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner

jaringan paru jika tidak terkena akan tetap normal.

2.1.7. Manifestasi klinis
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih
sering, dan faktor patogenesis.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut.
-

Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah,
atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

-

Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.

2.1.8. Diagnosa
1. Anamnesa
- Identitas pasien : Nama, usia, jenis kelamin, alamat.
- Keluhan utama : Gejala umum saluran pernafasan bawah berupa :
- Batuk
- Sesak nafas
- Takipnea
- Merintih
- Sianosis
- Keluhan Tambahan : Manifestasi nonspesifik berupa:
- Demam
- Gelisah
- Nafsu makan berkurang

13

- Malaise
- Keluhan gastrointestinal
- Pasien anak : usia kandungan saat pasien lahir (preterm, aterm,
postterm), berat badan lahir, riwayat pemberian ASI
Eksklusif, status imunisasi.
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat pemakaian obat
- Keadaan tempat tinggal
- Perilaku keluarga atau orang sekitar yang merokok

2. Pemeriksaan Fisik
Didapati nafas cepat, sesak nafas, dan berbagai tanda bahaya agar anak
segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Nafas cepat dinilai dengan menghitung
frekuensi nafas dalam satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak
nafas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
ketika menarik nafas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2
bulan – 5 tahun adalah tidak dapat

minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,

dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umunnya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada
pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.00040.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan
adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko
terjadinya komplikasi lebih tinggi.

14

b. C- Reactive Protein (CRP)
C-Reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau
infeksi bakteri superfisialis dari profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada
infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda.

c. Uji serologis
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk dekteksi infeksi bakteri atipik seperti
Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo,
campak, Influenza A dan B, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat
mengonfirmasi diagnosis.

d. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Diagnosa dikatakan
definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, dan aspirasi paru. Pada
pneumonia anak dilaporkan hanya 10-30% ditemukan bakteri pada kultur darah.

e. Pemeriksaan rontgen toraks
Gambaran foto toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan pada
satu paru hinggal konsolidasi luas kedua paru. Gambaran foto toraks yang
didapati pada pneumonia adalah:
-

Lobar pneumonia, apabila didapatkan konsolidasi pada 1 lobus paru

-

Lobular pneumonia, apabila didapatkan konsolidasi pada 1 lobulus paru

-

Interstitial pneumonia, apabila gambaran infiltrat pada interalveolar

-

Bronkopneumonia, apabila didapatkan patchy infiltrat pada kedua paru

15

2.1.9. Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak-anak tidak perlu dirawat inap. Dasar
tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian
cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap keseimbangan asam basa,
elektrolit, dan gula darah.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan
rawat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang
mencapai 90%. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25mg/kgBB, sedangkan
kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB.
Pada pneumonia rawat inap, pilihan antibiotik lini pertama dapat
menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Terapi
antibiotik diberikan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa
komplikasi.

2.1.10. Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis
purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri.